• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOREMEDIASI PENGARUH AERASI DALAM MIKROBIOREMEDIASI LIMBAH CAIR

N/A
N/A
Abdullah Arkan

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOREMEDIASI PENGARUH AERASI DALAM MIKROBIOREMEDIASI LIMBAH CAIR "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOREMEDIASI

PENGARUH AERASI DALAM MIKROBIOREMEDIASI LIMBAH CAIR

Disusun Oleh : Abdullah Arkan

21308144012 Biologi E 2021

Kelompok 3 Rombel A

PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahu merupakan produk olahan dari biji kedelai yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Tahu banyak disukai oleh masyarakat Indonesia karena harganya yang terjangkau dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Pembuatan tahu ini dapat dilakukan oleh industri besar, kecil, maupun rumah tangga. Dalam pembuatannya, produksi tahu dapat menghasilkan limbah padat dan cair (Fadilah, 2015).

Limbah padat dalam pembuatan tahu dihasilkan dari hasil proses penyaringan dan penggumpalan. Sedangkan limbah cair tahu dihasilkan dari proses perendaman, pencucian, perebusan, pengempresan dan pencetakan. Hampir dari seluruh proses yang dilakukan menghasilkan limbah dengan wujud cair yang berakibat pada tingginya limbah cair tahu (Fadilah, 2015). Limbah cair produksi tahu berupa sisa air perendaman, sisa air tahu yang tidak menggumpal, dan limbah cair keruh yang berwarna kuning muda keabu – abuan yang apabila dibiarkan dapat berubah menjadi hitam dan menimbulkan bau busuk (Nurhasan &

Pramudyanto, 1991 dalam Silviani, 2020). Limbah cair tahu dapat menimbulkan dapat buruk bagi kualitas air apabila dibuang ke perairan. Dampak buruk yang dihasilkan yaitu mengakibatkan bau busuk pada sungai atau tempat disekitar pembuangan. Limbah cair tahu memiliki karakteristik berupa kandungan bahan organik tinggi dan memiliki pH yang terndah yakni 4 – 5 (Herlambang, 2002 dalam Silviani, 2020). Selain itu air limbah tahu mengandung BOD 5643 – 6870 mg/l, COD 6870 – 10500 mg/l, P – tot 80,5 – 82,6 mg/l.

Sedangkan standar baku mutu air limbah industri olahan kedelai menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 yaitu kadar BOD sebesar 150 mg/l, kadar COD sebesar 300 mg/l dan TSS sebesar 100 mg/l sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu pada air limbah tahu (Alimsyah & Damayanti, 2013).

Salah satu upaya dalam pengelolaan limbah air tahu yaitu dengan proses bioremediasi. Bioremediasi merupakan suatu proses yang memanfaatkan makhluk hidup terutama mikroorganisme. Umumnya mikroorganisme yang digunakan dalam proses bioremediasi yaitu bakteri dan jamur (Nugroho & Rahayu, 2017). Dalam praktikum ini dilakukan mikrooremediasi menggunakan starter EM4 dan Starbio dengan perlakuan yang berbeda – beda menggunakan tambahan aerasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perlakuan mikroremediasi yang lebih optimal.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh mikroorganisme dalam pengolahan limbah cair 2. Mengetahui pengaruh aerasi dalam mikrobioremediasi limbah cair

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Tahu

Tahu adalah makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai yang diproduksi melalui beberapa proses diantaranya pemilihan kedelai, perendaman dalam air bersih, pencucian kedelai, penyaringan bubut kedelai, penggumpalan dengan air asam pada suhu tinggi, dan pengepresan serta pencetakan. Beberapa proses yang dilakukan tersebut membutuhkan banyak aiar bersih, sehingga berpotensi menghasilkan limbah cair yang sangat besar. Limbah cair industri tahu dapat membawa dampak negatif apabila dibuang langsung ke lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Dalam industri tahu, dihasilkan dua jenis limbah yaitu padat dan cair. Limbah padat pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair pada umumnya langsung dibuang ke lingkungan (Pratiwi, 2019).

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu berupa cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu atau disebut dengan air dadih (whey) (Pratiwi, 2019). Sumber limbah cair pada produksi tahu lainnya dihasilkan dari proses pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, dan pemasakan larutan bekas rendaman kedelai (Pratiwi, 2019). Limbah cair dari industri tahu menjadi salah satu sumber pencemar lingkungan. Dampak pencemaran yang ditimbulkan ini dapat menyebabkan gangguan serius terutama untuk lingkungan perairan disekitar industri tahu (Pratiwi, 2019).

B. Karakteristik Limbah Cair Tahu

Komposisi limbah cair dari proses produksi tahu berbeda – beda dan hal ini didasarkan pada sumber asalnya. Namun secara garis besar kandungan pada limbah cair terdiri dari 90% air dan bahan padat 0,1% yang terdiri dari bahan organik berupa protein 65%, karbohidrat 25% serta lemak 10%, selain itu juga mengandung bahan anorganik berupa butiran, garam dan metal (Pratiwi, 2019). Dalam menentukan karakteristik limbah cair dapat dilihat dari beberapa hal berikut (Muhajir, 2013) (Pratiwi, 2019):

- Padatan tersuspensi

Padatan tersuspensi dalam limbah cair akan berpengaruh pada kekeruhan.

Apabila terjadi pengendapan serta pembusukan padatan pada saluran umum, maka kualitas perairan dapat berubah.

- Kekeruhan

Kekeruhan yang terjadi akibat limbah cair tahu disebabkan karena adanya kandungan bahan organik seperti karbohidrat dan protein yang mengalami penguraian serta bahan koloid yang bersifat sukar mengendap.

- Bau

Bau yang timbul disebabkan karena adanya zat organik dalam limbah cair yang telah berurai dalam limbah sehingga mengeluarkan gas – gas seperti sulfida

(4)

atau amoniak yang dapat menimbulkan aroma tidak enak yang disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari proses pembusukan kandungan protein dalam limbah. Timbulnya bau tak sedap yang diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.

- Temperatur

Limbah yang bertemperatur panas dapat menganggu pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dihasilkan dalam suatu limbah cair harus merupakan temperature alami. Suhu dalam hal ini berfungsi memperlihatkan aktivitas biologis dan kimiawi. Pada suhu tinggi, pengentalan cairan akan berkurang serta akan mengurangi proses sedimentasi. Tingkat zat oksidasi akan lebih besar dibandingkan suhu tinggi dan pembusukan akan jarang terjadi dalam kondisi suhu rendah.

- Warna

Warna perairan berkaitan dengan kekeruhan, dan dengan menghilangkan kekeruhan akan menampilkan warna nyata dari suatu perairan. Warna dalam air dipengaruhi oleh adanya ion – ion logam besi serta mangan (secara alami), humus, plankton, tanaman air serta buangan.

C. Baku Mutu Air Limbah Tahu

Menurut peraturan yang mengatur mengenai baku mutu air limbah industri tahu dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2016 sebagai berikut.

Parameter Tahu

Kadar paling banyak (mg/l)

Beban pencemaran paling banyak (kg/ton)

BOD5 150 3

COD 300 6

TSS 200 4

TDS 2000 40

Suhu  3°C terhadap suhu udara

pH 6,0 – 9,0

Kuantitas air limbah paling tinggi (m3/ton)

20 Tabel 1

Baku mutu air limbah industri tahu

D. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan makhluk hidup untuk merombak substansi maupun bahan yang berbahaya bagi lingkungan sehingga menjadi komponen yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Boremediasi telah menjadi salah satu alternatif yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dari limbah tahu dengan menggunakan bakteri yang berpotensi dalam merombak polutan. Limbah akan diurai oleh bakteri hingga volumnya lebih sedikit melalui rekasi enzimatis. Bakteri dapat menurunkan bahan organik

(5)

dalam limbah cair salah satunya penurunan COD (Wignyanto & Hidayat, 2009 dalam Nafisah, 2020).

Penggunaan bakteri dalam pengolahan air limbah yang kaya akan kandungan bahan organik sangat potensial untuk dikembangkan. Pengolahan limbah dengan menggunakan bakteri bukanlah hal yang baru, melainkan telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah secara konvensional sejak tahun 1900 – an (Mara et al, 2003 dalam Nafisah, 2020). Enzim – enzim akan diproduksi oleh mikroorganisme dapat memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga polutan akan menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak lagi beracun (Priadie, 2012 dalam Nafisah, 2020).

(6)

BAB III METODE

A. Waktu dan Tempat

Waktu : 6 – 25 Oktober 2023

Tempat : Greenhouse dan Laboratorium FMIPA UNY

B. Alat dan Bahan Alat

1. Aerator 2. Ember 3. Sendok

4. Botol UC1000 bekas 5. Pengaduk

6. Gelas beaker 1 liter 7. Gelas beaker 250 ml 8. Turbidimeter

9. pH stik

10. Phospat test pack 11. DO meter

12. Inkubator 13. Drygalsky 14. Tabung reaksi 15. Korek

16. Bunsen 17. Tip

18. Mikropipet 19. Petridish 20. Colony counter 21. Spidol

Bahan

1. Limbah cair tahu 2. EM4

3. Starbio 4. Wrap

5. Medium NA 6. Aquadest 7. Label

8. Alummunium foil

C. Cara Kerja

1. Persiapan percobaan

a. EM4 diaktivasi dalam ember tertutup selama 3 – 7 hari dengan tujuan untuk perbanyakan sel dan dilakukan dengan perbandingan 5% EM4 dalam air yang digunakan, serta ditambahkan gula pasir sebanyak 3 sendok 50 gram.

b. Limbah organik tahu disiapkan sejumlah perlakuan yang telah dirancang dan dimasukkan ke dalam masing – masing ember.

2. Pemberian perlakuan

a. Terdapat 6 perlakuan dan 1 perlakuan kontrol pada limbah cair tahu : i. Perlakuan kontrol dilakukan tanpa aerasi dan activator.

ii. Perlakuan kelompok 1 dilakukan menggunakan EM4 dengan aerasi dan tanpa aerasi.

iii. Perlakuan kelompok 2 dilakukan menggunakan EM4 + Starbio dengan aerasi dan tanpa aerasi.

iv. Perlakuan kelompok 3 dilakukan menggunakan starbio dengan aerasi dan tanpa aerasi.

b. Ember ditempatkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih.

c. Bagi perlakuan aerasi menggunakan alat aerator yang dinyalakan terus menerus.

3. Pengukuran parameter dilakukan setiap minggu selama 14 hari (2 minggu).

Parameter yang diukur meliputi DO, pH, suhu air, turbiditas, dan kadar fosfat.

(7)

Sedangkan pada parameter BOD5, pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel dengan cara yang sama seperti pengukuran pada parameter DO lalu diinkubasi selama 5 hari dan kemudian diukur nilai DO – nya. Lalu nilai DO5 dikurangin dengan DO0 dan kemudian dapat diketahui nilai BOD5. Khusus untuk parameter BOD5 dilakukan perhitungan efisiensi penyisihan parameter.

4. Dilakukan pengukuran parameter SPC (Standar Plate Count) dengan

memasukkan 2 hasil pengenceran tertinggi pada media NA yang telah disiapkan.

Inokulasi dilakukan dengan metode spread plate pada hari ke – 0 dan 14.

Sedangkan pada hari ke – 7 inokulasi dilakukan dengan metode pour plate.

Setelah proses inokulasi, selanjutnya petridish diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloninya masing – masing dengan colony counter. Setelah didapatkan jumlah koloni yang tumbuh, lalu dilakukan perhitungan sesuai rumus ALT untuk mengetahui total dari jumlah koloni.

(8)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Parameter 0 7 14

Aerasi Non aerasi Aerasi Non Aerasi

Kelompok 1

pH 4 4 5 8 7

BOD5 1,26 2,15 3,05 0,33 0,37

DO 3.14 0.35 0.3 0.41 0.52

Fosfat 1.56 1,87 2,39 2.50 2.50

Turbiditas 120 39 35 42 33

Suhu 33 29.5 29 26.5 26

Warna Putih keruh

Kuning pekat kecoklatan

Kuning pekat kecoklatan

Kuning pekat kecoklatan

Kuning pekat kecoklatan Bau Bau seperti tahu Bau

menyengat

Bau menyengat

Bau menyengat

Bau menyengat Standart

Plate Count

Aerasi : 105 = 44 ; 106 = 93, Nonaerasi : 105

= 519 ; 106 = 496

105 = 165 106 = 96

105 = 148 106 = 38

109 = 259 1010 = 1328

109 = 337 1010 = 286

kelompok 2

pH 4-5 4-5 4-5 7-8 7-8

BOD5 1.93 0.81 0.40 1.86 0.81

DO 4,56 1.10 0.98 0.25 0.37

Fosfat 2,5 2.23 1.40 2.50 2.50

Turbiditas 225 284 294 236 182

Suhu 30,9 25.4 26.2 28.1 28.7

Warna Hampir coklat Keruh Keruh

Coklat Kehijauan -

Keruh

Coklat Kehijauan -

Keruh

Bau Seperti tahu 0/10 0/10 0/10 0/10

Standart Plate Count

Aerasi: 105 = 1, 106 = 250; Non Aerasi: 105 = 250, 106 = 12

105 dan 106

= spreader

105 = 62 dan 106 = 10

1010 = 54 dan 109 = 1

1010 = 1 dan 109 = 711

kelompok 3

pH 5 7 7 8 8

BOD5 2,16 0,25 0,24 0,82 0,66

DO 3,32 0,32 0,29 0,55 0,45

Fosfat 2.27 2.5 2.5 2,5 2,5

Turbiditas 217 77 96 27 23

Suhu 31,3 29,6 29,5 28,3 28,7

Warna keruh

kecoklatan Putih keruh

Keruh keabuan

(ada endapan)

putih keabuan -

keruh

abu kehitaman-

keruh (endapan

hitam) Bau seperti tahu Busuk Busuk Busuk Sangat busuk

(9)

Standart Plate Count

Aerasi 105= 24, 106= 2; Non aerasi 105= 13,

106= 4

105 dan 106

= spreader

105 dan 106

= spreader

109=22 1010= 11

109= 314 1010= 0

Kontrol

pH 4-5 7 8

BOD5 0,87 0.41 0.19

DO 2,75 0.35 0,77

Fosfat 1,02 2.50 2,5

Turbiditas 8,6 39 73

Suhu 31,2 29.5 30.1

Warna Putih keruh Putih keruh Putih keruh

Bau Seperti tahu Seperti tahu dan cukup

menyengat Tidak berbau busuk Standart

Plate Count

106 = 92, 105 =

18 106 = 4 109 = 2 1010= 0

Tabel 2

Hasil Pengukuran Parameter pada Setiap Perlakuan

Grafik 1

pH Limbah setiap Perlakuan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

pH Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

BOD5 Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

(10)

Grafik 2

BOD5 Limbah pada Setiap Perlakuan

Grafik 3

DO Limbah pada Setiap Perlakuan

Grafik 4

Kadar Fosfat Limbah pada Setiap Perlakuan

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

DO Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

Kadar Fosfat Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

0 50 100 150 200 250 300 350

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

Turbiditas Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

(11)

Grafik 5

Turbiditas Limbah pada Setiap Perlakuan

Grafik 6

Suhu Limbah pada Setiap Perlakuan

Grafik 7

Standard Plate Count pada Setiap Perlakuan Efisiensi

BOD5

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Aerasi Nonaerasi Aerasi Nonaerasi Aerasi Nonaerasi

73,81% 70,63% 3,63% 58,03% 69,44% 91,20%

Tabel 3 Efisiensi BOD5

0 5 10 15 20 25 30 35

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

Suhu Limbah pada Setiap Perlakuan

Kontrol

Kelompok 1 Aerasi Kelompok 1 Nonaerasi Kelompok 2 Aerasi Kelompok 2 Nonaerasi Kelompok 3 Aerasi Kelompok 3 Nonaerasi

Hari ke - 0 Hari ke - 7 Hari ke - 14

Kelompok 3 Nonaerasi 26,5 0

Kelompok 3 Aerasi 22 0 660000

Kelompok 2 Nonaerasi 185 81 3605000

Kelompok 2 Aerasi 1250,5 0 2705000

Kelompok 1 Nonaerasi 2739 264 31970000

Kelompok 1 Aerasi 487 562,5 67695000

Kontrol 469 40 20000

200000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000

105

Standard Plate Count

(12)

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan mikroremediasi air limbah tahu dengan menggunakan empat jenis perlakuan yaitu perlakuan pertama menggunakan EM4 dengan aerasi dan tanpa aerasi, perlakuan kedua menggunakan EM4 + Starbio dengan aerasi dan tanpa aerasi, perlakuan ketiga menggunakan Starbio dengan aerasi dan tanpa aerasi, dan perlakuan kontrol yang tidak menggunakan activator dan aerator. Masing – masing perlakuan dilakukan pengamatan dengan mencatat beberapa parameter selama 14 hari atau 2 minggu.

Pengelolaan limbah tahu dapat dilakukan dengan memanfaatkan larutan Effective Microorganism – 4 atau yang disebut dengan EM4. Perlakuan ini umumnya dikombinasikan dengan sistem anaerob – aerob (penambahan aerator) karena biaya operasionalnya yang murah, dapat menghilangkan bau, dan dapat menurunkan kadar bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan (Jasmiati, 2010 dalam Deffy et al, 2020). Mikroorganisme pada EM4 bekerja secara anaerob, sedangkan mikroorganisme pada Starbio bekerja secara aerob (Sulistiani, 2014). Pengelolaan limbah tahu dengan perlakuan keduanya dapat lebih cepat dikarenakan mikroorganisme yang menguraikan bahan organik akan lebih kompleks.

(Sulistiani, 2014). Mikroorganisme pada starbio yang bersifat aerob akan bekerja pada permukaan yang mengandung oksigen, sedangkan mikroorganisme anaerob akan bekerja pada bagian bawah dari tumpukan ampas tahu. Semakin banyak mikroorganisme yang bekerja dalam menguraikan bahan organik maka akan mempercepat pula turunnya bahan organik (Sulistiani, 2014).

Praktikum kali ini menggunakan beberapa parameter untuk mengetahui efektivitas dari setiap perlakuan dalam pengelolaan limbah, parameter yang digunakan antara lain :

- pH

Terjadi peningkatan pH pada setiap perlakuan. pH yang meningkat pada perlakuan yang diberi larutan mikroremediasi (EM4 dan Starbio) dengan aerasi maupun nonaerasi. Nilai pH meningkat karena adanya perombakan bahan – bahan organik karena sel mikroorganisme yang menghasilkan protease dan mendekomposisi protein yang terkandung dalam limbah cair tahu menjadi ammonia. Amonia yang dihasilkan akan terkonversi menjadi ammonium dengan mengikat gugus hidroksi sehingga pH akan meningkat (Mohammed – Nour et al, 2019). Pada perlakuan aerasi didapatkan nilai pH yang lebih tinggi dari perlakuan nonaerasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pH tinggi umumnya disebabkan karena oksigen terlarut yang tinggi, karena pada dasarnya perlakuan aerasi ditujukan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan melepaskan kandungan gas – gas yang terlarut dalam air (Sulistiani, 2014).

- BOD5

BOD5 merupakan jumlah dari oksigen yang diperlukan bakteri dalam mengoksidasi zat organik yang terlarut dan sebagian zat – zat tersuspensi dalam air (Sari & Sukanta, 2017). Hasil pengolahan limbah cair dengan variasi EM4 dan Starbio serta lama waktu membuktikan bahwa mampu menurunkan kadar BOD. Penurunan kadar BOD pada limbah cair tahu dapat terjadi karena lamanya waktu proses pengolahan, semakin lama waktu pengolahan maka zat organik akan terdegradasi oleh mikroba sehingga hal tersebut dapat menurunkan kadar BOD dalam limbah cair tahu (Sani, 2006 dalam Deffy et al, 2020). Penurunan kadar BOD juga disebabkan karena adanya Kerjasama antara bakteri asam laktat yang terdapat pada larutam EM4 dengan jamur fermentasi sehingga proses penguraian senyawa organik ecara alamiah pada limbah cair tahu dapat berjalan dengan cepat (Avienda, 2009 dalam Deffy et al, 2020).

- DO

DO merupakan oksigen terlarut yang digunakan dalam pengukuran kualitas air (Prahutama, 2013). Dari semua perlakuan didapatkan hasil bahwa DO menurun. Penurunan oksigen terlarut ini disebabkan karena penggunaan

(13)

oksigen terlarut oleh mikroorganisme dalam proses respirasi serta penguraian zat – zat organik dalam limbah cair tahu (Aliya et al, 2023).

- Fosfat

Pada hasil pengukuran kadar fosfat didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kadar fosfat di seluruh perlakuan. Air limbah tahu mengandung fosfat yang tinggi (Amalia et al, 2022). Tidak seimbangnya jumlah nutrisi pada limbah dengan jumlah mikroorganisme menyebabkan terjadinya persaingan antar mikroorganisme yang menyebabkan kematian mikroorganisme (Tsabitah, 2007 dalam Prahsantika et al, 2020). Kematian mikroorganisme juga menyebabkan meningkatnya kadar fosfat (Prahsantika et al, 2020).

- Turbiditas

Turbiditas atau kekeruhan merupakan keadaan dimana transparansi suatu zat cair berkurang akibat adanya zat – zat yang tidak terlarut (Rachmansyah et al, 2014). Turbiditas pada masing – masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan. Pada perlakuan pemberian aerasi pada mikroba anaerob pada starbio mengalami penurunan turbiditas dikarenakan mikroba pada starbio dapat bekerja secara optimal pada kondisi anaerob atau tanpa aerasi. Sedangkan pada perlakuan pemberian aerasi pada mikroba aerob pada pada EM4 mengalami kenaikan turbiditas dikarenakan mikroba pada larutan EM4 dapat bekerja optimal pada kondisi aerob (Sulistiani, 2014). Kekeruhan pada air limbah tahu ini berhubungan dengan padatan tersuspensi yang belum terurai (Arifin, 2012).

- Suhu

Peningkatan suhu yang terjadi pada perlakuan starbio diakibatkan karena kemampuan bakteri anaerob dalam menghasilkan gas metana yang dapat mempengaruhi suhu karena produksi panas yang dihasilkan secara bersamaan (Kaswinarni, 2007). Suhu dalam pada perlakuan starbio tanpa aerasi dapat menurun karena adanya penguraian bahan organik oleh mikroorganisme perombak senyawa kompleks organik pada pengolahan anaerob (Doraja et al, 2012).

- Warna

Warna dalam air limbah dapat mengindikasikan tingkat pencemaran yang terjadi dan kualitas air. Warna pada air limbah tahu dipengaruhi oleh metode pembuatan tahu (Yudhistira, 2016). Endapan yang muncul diakibatkan karena kandungan senyawa organik yang tinggi dan adanya sedikit kandungan senyawa anorganik sehingga menyebabkan air menjadi keruh dan mempengaruhi warna air limbah (Ratnani, 2011).

- Bau

Bau yang ditimbulkan pada air limbah tahu berhubungan dnegan kandungan senaywa organik terutama kandungan sulfur. Proses pemecahan protein yang mengandung sulfur atau sulfat tinggi oleh mikroba yang terdapat pada kedua bioaktivator dapat menyebabkan bau busuk pada air limbah tahu (Ratnani, 2011). Bau busuk yang ditimbulkan pada perlakuan starbio dihasilkan karena adanya fermentasi secara aerob (Suwitary, 2018). Pemberian aerator dapat meminimalisir bau busuk yang dihasilkan karena dapat mencegah metabolisme mikroorganisme secara anaerob yang dapat menghasilkan bau menyengat (Rosyidah, 2020). Sedangkan bau yang tidak menyengat ditemukan pada perlakuan kombinasi kedua bioaktivator karena perpaduan kedua bioaktivator dapat menguraikan kadar polutan secara aerob dan anaerob (Sulistiani, 2014).

(14)

- Standard Plate Count

Standard plate count adalah teknik dalam penghitungan jumlah koloni bakteri pada suatu sampel dengan cara menumbuhkan bakteri pada medium agar lalu menghitung jumlah koloni yang terbentuk (Yunita et al, 2015). Jumlah koloni yang terbentuk dipengaruhi cara inokulasi (Damayanti et al, 2020). Selain itu standard plate count juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik berupa interaksi antar mikroba, jenis starter yang digunakan, serta pH, DO, dan suhu pada sistem akuatik yang juga mempengaruhi standard plate count (Komarawidjaja, 2009).

(15)

BAB V Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Mikroorganisme dapat mempengaruhi dalam proses pengolahan limbah cair.

Mikroorgansime memiliki kemampuan dalam menguraikan bahan organik dalam limbah cair menjadi bahan yang lebih sederhana dan tidak berdampak negatif pada lingkungan, serta dapa tmembantu menurunkan parameter BOD, menaikan DO, menurunkan kadar fosfat, dan memperbaiki kekeruhan warna serta menghilangkan bau yang timbul dari limbah cair tahu.

2. Aerasi dalam mengelola limbah cair dapat membawa dampak yang signifikan. Dalam prosesnya aerasi dapat menambahkan kandungan oksigen dalam air dengan cara membawa air dan udara ke dalam kontak yang dekat, bersamaan dengan hal tersebut gelembung akan dihasilkan sehingga oksigen terlarut dalam air limbah dapat naik.

Terjadinya peningkatan oksigen terlarut akan menunjang aktivitas penguraian mikroorganisme aerob dan pertumbuhannya.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil praktikum dan kesimpulan praktikum, terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan :

1. Diperlukan analisis lebih lanjut terhadap kandungan limbah cair tahu.

2. Dperlukan analisis pada perbandingan bioaktivator dengan intensitas kandungan limbah cair tahu supaya didapatkan hasil yang baik.

(16)

Daftar Pustaka

Amalia, R. N., Devy, S. D., Kurniawan, A. S., Hasanah, N., Destephani, S., Ratnawati, D. A. A., Fadil, F. M., Syarif, N. A., & Aturdin, G. A. (2022). Potensi Limbah Cair Tahu Sebagai Pupuk Organik Cair di RT. 31 Kelurahan Lempake Kota Samarinda. Abdiku, Vol. 1 No. 1, 36 – 41.

Arifin, F. (2012). Uji kemampuan chlorella sp. sebagai bioremidiator limbah cair tahu.

Undergraduate thesis. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Damayanti, N. W. E., Abadi, M. F., & Bintari, N. W. D. (2020). Perbedaan Jumlah Bakteriuri Pada Wanita Lanjut Usia Berdasarkan Kultur Mikrobiologi Menggunakan Teknik Cawan Tuang Dan Cawan Sebar. Meditory, Vol. 8 No. 1, 1 – 4.

Doraja, P. H., Shovitri, M., & Kuswytasari, N. D. (2012). Biodegradasi Limbah Domestik dengan Menggunakan Inokulum Alami dari Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol. 1 No.

1, 44 – 47.

Kaswinarni, F. (2007). KAJIAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN CAIR INDUSTRI TAHU: Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan Gagak Sipat Boyolali. Tesis. Universitas Diponegoro.

Komarawidjaja, W. (2009). Karakteristikk dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal dalam Media Mengandung Minyak Bumi. Jurnal Teknik Lingkungan, 10(1), 114 - 119.

Prahsantika, M., Harahap, S., & Purwanto, E. (2020). Pengaruh Penggunaan Biofiloter dengan EM4 untuk Mengurangi Fosfat MBAS pada Limbah Cair Laundry. Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik, 1(2), 93-102.

Rachmansyah, F., Utomo, S. B., & Sumardi. (2014). Perancangan dan Penerapan Alat Ukur Kekeruhan Air Menggunakan Metode Nefelometrik pada Instalasi Pengolahan Air dengan Multi Media Card (MMC) sebagai Media Penyimpanan (Studi Kasus di PDAM Jember).

Berskala Sainstek, II(1), 17 – 21.

Ratnani, R. D. (2011). Kecepatan Penyerapan Zat Organik pada Limbah Cair Industri Tahu dengan Lumpur Aktif. Momentum, Vol. 7 No. 2, 18 – 24.

Rosyidah, M. (2017). Analisis Kualitas Air Sungai Ogan sebagai Sumber Air Baku Kota Palembang. Jurnal Redoks, 2(1), 48-52.

Suwitary, N. K. E., Suariani, L., & Yusiastari, N. M. (2018). Kualitas Silase Komplit Berbasis Limbah Kulit Jagung Manis Dengan Berbagai Tingkat Penggunaan Starbio. WICAKSANA:

Jurnal Lingkungan Dan Pembangunan, 2(1), 1-7.

Yudhistira, B., Andriani, M., & Utami, R. (2016), Karakterisasi: Limbah Cair Industri Tahu dengan Koagulan yang Berbeda (Asam Asetat dan Kalsium Sulfat. Caraka Tani, Vol. 31 No. 2, 137 – 145.

Yunita, M., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R. (2015). Analisis Kuantitatif Mikrobiologi Pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia Berdasarkan TPC (Total Plate

(17)

Count) dengan Metode Pour Plate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, Vol.

3 No.3, 237 - 248.

Lampiran

Gambar 1 Pengukuran DO

Gambar 2

Pengukuran kadar fosfat

(18)

Gambar 3 Pengecekan pH

Gambar 4

Penghitungan Jumlah Koloni

(19)

Referensi

Dokumen terkait