ABORTUS, MUSTRUAL REGULATION, DAN STERILISASI DALAM ISLAM Makalah ini dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Masa’il Fiqhiyah “
Dosen Pengampu:
Ibnu Muchlis, M.Hum Disusun oleh kelompok 4:
Muhammd Mustofa fahmi (201180158) Nabilla Amiroh Pratiwi (201180163) Nina Febriana Nourisa (201180168) Rahma Farishta Sekar M (201180184)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini kita hidup dizaman penuh dengan kecanggihan teknologi. Penuh dengan huru- hara yang tidak sedikit mengakibatkan problematika-problematika masyarakat yang sayang sekali harus terjadi. Tanpa kita sadari hal yang menjadi impian banyak orang justru harus disambut tidak baik bagi kalangan yang tidak mengharapkannya. Yaitu kasus Aborsi, menstrual regulatin, dan sterilisasi. Fatwa tentang aborsi adalah haram berkontribusi besar pada dilema yang dihadapi perempuan (Islam) Indonesia yang mengalami kehamilan yang tidak
direncanakan karena tidak seorangpun ingin menanggung rasa dosa karena tindakan yang dipilih. Sehingga di tengah-tengah pandangan tentang aborsi yang sangat beragam dan perdebatan prodan kontra yang masih terus bergulir, adalah perempuan yang secara konkret harus menghadapinya. Seringkali harus menghadapinya sendiri.
Islam adalah agama yang indah penuh dengan tuntunan dan akan seterusnya berlaku sampai akhir zaman. Melihat problematika yang terjadi seperti pernyataan diatas. Islam hadir sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat muslim. Selain itu, menekan angka kematian bayi yang pada dasarnya memiliki hak hidup. Karena sejatinya setiap mahkluk hidup memiliki hak untuk memiliki kehidupan baik hewan,tumbuhan, maupun manusia (terutama) yang menyandang gelar khalifah di muka bumi ini. Oleh karena itu ajaran islam sangat mementingkan
pemeliharaan terhadap lima hal yaitu: agama, jiwa,akal,keturunan dan harta. Memelihara harta dan melindunginya dari berbagai ancaman. Memelihara eksistensi kehidupan berarti umat manusia. Oleh karena itu, makalah ini memuat tentang bagaimana pandangan islam mengenai abourtus, menstual regulation, dan sterilisasi
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana pandangan Islam mengenai Abortus ?
2. Bagaiamana Pandangan Islam mengenai Mentrual Regulation ? 3. Bagaiama pamdangan Islam mengenai sterilisasi ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pandangan Islam mengenai abortus.
2. Mengetahui pandangan Islam mengenai Menstrual Regulation.
3. Mengetahui pandangan Islam mengenai strerilisasi.
BAB II PEMBAHASAN A. PANDANGAN ISLAM TENTANG ABORTUS
1. Pengertian Abortus
Abortus dalam bahasa Inggris disbeut dengan abortion yang dalam bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu: a) terpencarnya embrio yang tidak lagi mungkin hidup, b) keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal (tentang makhluk hidup), dan c) guguran (janin).1 Sedangkan, pada Ensiklopedi Indonesia, abortus diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa 28 minggu atau sebelum janin mencapai massa 1000 gram.
Menurut Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
mengartikan abortus sebagai pengakhiran masa kehamilan atau basil konsepsi (pembuahan) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sedangkan, menurut Prof M.A. Hanafiyah dalam prasarananya pada symposium abortus tahun 1964, mengartikan bahwa abortus adalah keluarnya isi kandungan rahim ibu yang telah mengandung (hamil) hidup insani sebelum waktunya.2
Dalam hukum Islam, para pakar menggunakan beberapa term untuk menyatakan tindakan abortus seperti isqat, ijhad, ilqa’, taih, dan inzal. Kelima kata tersebut mengandung pengertian yang berdekatan yaitu pengguguran janin dalam kandungan sebelum mencapai kesempurnaannya.
Dalam Al-Mu’jam Al-Wasit, kata al-isqat diartikan dengan upaya seorang wanita untuk meletakkan janinnya pada bulan keempat dan bulan ketujuh (dari usia janin).
Sedangkan Ibn Faris dan Ibn Manzur mengatakan bahwa akar kata tersebut berarti al- wuquu’ yang berarti pengguguran atau menjatuhkan, dalam hal ini menggugurkan janin atau menjatuhkan janin dari kandungan sebelum mencapai masa kesempurnaannya. Kemudian, kata al-ijhad diartikan oleh Ibn Manzur sebagai al-izlaq (tergelincir). Dalam bahasa Arab, jika disebutkan bahwa ajhadat al-naqat ijhadan, berarti dia (unta betina tersebut) telah meletakkan janinnya sebelum masa kesempurnannya. Pandangan yang lebih tegas
1 Zulfahmi Alwi, “Abortus dalam Pandangan Hukum Islam”, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 10, No. 2, 2013, 296. Diunduh dari https://jurnahunafa.org/index.php/hunafa/
article/download/33/26 Pada Tanggal 31 Januari 2021.
2Rasyidin Imran, “Abortus dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, Al- Munir:Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 8, 2013, 114. Diunduh dari
https://ejournal.uinib. ac.id/jurnal/index.php/almunir/article/download//747/619 Pada Tanggal 31 Januari 2021.
diungkapkan oleh Ibrahim Anis bahwa kata ijhad berarti keluarnya janin dari rahim (uterus) sebelum mencapai usia 4 bulan.3
Sementara itu, kata ilqa’ berarti al-tarh yang memiliki arti melemparkan atau membuang. Kata ini dapat digunakan untuk pengertian umum, sehingga membuang atau meletakkan janin (sebelum mencapai masa kesempurnaannya) dapat diterjemahkan sebagai ilqa’ al-janin. Kemudian, kata taih berasal dari kata taha, yatihu, yang berarti halaka (binasa atau hancur). Dan yang terakhir, kata inzal berasal dari kata anzala, yunzilu, yang berasal dari akar kata nazala yang berarti turunm jatuh atau gugurnya sesuatu. Dari
penjelasan di atas, salah satu kata dari kelima istilah tersebut dapat menunjukkan perbuatan abortus.4
2. Macam-Macam Abortus
Ilmu kedokteran membedakan abortus menjadi beberapa macam, diantaranya sebagai berikut.
a. Spontaneus Abortus (aborsi spontan), yaitu abortus yang tidak disengaja. Abosrtus ini bisa saja terjadi jika salah satu pasangan berpenyakit kelamin, kecelakaan, dan
sebagainya.
b. Provocatus Abortus (aborsi yang disengaja), abortus ini dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Abortus artificialis therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Contohnya, jika kehamilan dilanjutkan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, misalnya dikarenakan adanya penyakit yang berat seperti TBC dan penyakit ginjal yang berat.
2) Abortus Provoatus Criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Contohnya, aborsi yang dilakukan untuk meniadakan atau menghilangkan bukti hubungan seks di luar pernikahan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.5
3. Pandangan Islam terhadap Abortus
Ada beberapa pendapat ‘ulama mengenai parktek abortus, diantaranya yaitu:
a. Pendapat yang membolehkan. Pendapat ini dianut oleh kalangan mazhab Hanafi, diantaranya adalah Ibnu Abidin. Alasannya adalah sebelum 120 hari janin itu belum bernyawa atau belum ditiupkan ruh ke dalamnya. Janin hanya dipandang bernyawa bila
3Zulfahmi Alwi, “Abortus dalam Pandangan Hukum Islam”, 296-297.
4Ibid., 297.
5Fatmawati, “Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam (Meluruskan Probema Perempuan di Mata Publik)”, Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 9, No. 1, 2016, 154. Diunduh dari http://almaiyyah.iain pare.ac.id/index.php/almaiyah/article/view/342 Pada Tanggal 31 Januari 2021.
telah melalui proses perkembangan selama 120 hari sebagaimana yang disyaratkan oleh hadits nabi.
b. Pendapat yang mengharamkan secara mutlak, yakni sejak terjadinya pembuahan. Hal ini dipegang oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali dari madzhab Syafi'i, ’Ibnu al-Jauzi dari madzhab Hambali, Ibnu Hammam dari madzhab Hanafi dan al-Dusuqi dari mazhab Maliki.
c. Pendapat yang memakruhkan sejak pembuahan. Di kalangan madzhab Syafi’i, yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ramli.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, jumhur ‘ulama (mayoritas ‘ulama) tetap memutuskannya haram kecuali sebelum usia 120 hari atau lebih dari itu status hukum aborsi memiliki fleksibilitas, dalam artian tidak haram secara mutlak tanpa ada ruang “uzur” dan “dharurat”. Artinya pada kondisi tertentu hukum yang awalnya berstatus haram dapat pindah menjadi boleh. Misalnya saja ketika janin dibiarkan terus tumbuh sampai waktu lahirnya akan dapat menyebabkan kematian si ibu. Karena berbeda pula hukum aborsi dengan kehamilan yang tidak direncanakan akibat perkosaan dengan akibat kegagalan konsepsi atau akibat hubungan seks di luar nikah. Oleh karena itulah, masalah aborsi ini harus dinilai juga berdasarkan sebab-sebabnya.6
Selain pendapat di atas, ada pula pandangan Islam mengenai hukum aborsi berdasarkan sebabnya yakni sebagai berikut.
a. Aborsi yang tidak disengaja, maka tidak dikenakan hukum. Dasar hukum yang dapat dijadikan sebagai rujukan yaitu Q.S. At-Thagabun ayat 11 bahwa yang menimpa manusia itu adalah seizing Allah. Allah berfirman yang artinya:
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
b. Aborsi yangdisengaja, dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Aborsi tanpa uzur sama sekali. Aborsi ini hukumnya haram, baik sebelum atau sesudah ditiupkannya ruh pada janin. Dalil yang dapat dijadikan dasar hukum yaitu Q.S. Al-Isra’ ayat 31 dan 33 yang artinya:
(31) “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar…” (33) “Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar…”
6Rasyidin Imran, “Abortus dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, 117.
2) Aborsi karena keadaan tertentu (dharurat). Aborsi ini hukumnya mubah. Dalil yang dapat digunakan yaitu Q.S. Al-Baqarah ayat 195, yang artinya:
“Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjadtuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Dasar lain yang dapat digunakan adalah kaidah fiqh yang menyatakan bahwa
“apabila terdapat dua hal yang merugikan, padahal tidak mungkin dihindari
keduanya, maka harus ditentukan pilihan kepada yang paling ringan kerugiannya.”7
B. PANDANGAN ISLAM TENATNG MENSTRUAL REGULATION 1. Pengertian Menstrual Regulation
Menstrual Regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/haid. Tetapi dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung. Menstrual regulation ialah pengaturan menstruasi (datang bulan/haid)
terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata positif dan mulai mengandung. Menstrual regulation pada hakikatnya adalah abortus provokatus kriminalis. Abortus provocatus criminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa ada penyebab dari tindakan medis atau disebabkan bukan persoalan kesehatan medis, tetapi lebih disebabkan oleh permintaan pasien dengan alasan-alasan tertentu seperti faktor ekonomi, menjaga kecantikan, kekhawatiran sanksi moral, dan lain-lain.8 Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).9
Dengan demikian, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya merupakan abortus provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Hal ini berarti, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.
Berdasarkan KUHP Pasal 346, 347, 348 dan 349 negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumnya cukup berat, bahkan hukumnya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi, yang mengobati, yang menyuruh
7 Fatmawati, “Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam (Meluruskan Probema Perempuan di Mata Publik)”, 159-160.
8 Maria Ulfah Anshori, Fikih Aborsi: Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, Jakarta: Kompas, 2006, hal. 37
9 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1987, hal. 79. lihat juga www.genetik2000.com.
atau yang membantu atau yang melakukan sendiri, sebagaimana dikemukakan di atas. Jika diamati pasal-pasal tersebut maka akan dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) unsur pada kasus pengguguran kandungan yakni : (1) janin (2) ibu yang mengandung; (3) orang ketiga yang terlibat pada pengguguran tersebut.
Dalam RUU-KUHP 20008 masalah yang berkenaan dengan pengguguran kandungan tidak banyak terjadi perubahan pasal yang mengatur tentang aborsi yaitu Pasal 476, 477, 478, 479, 480, 481, 482, dan 483. Perkataan "gugur kandungan" tidak sama dengan
"matinya janin". Kemungkinan janin dalam kandungan dapat dibunuh, tanpa gugur. Namun, pembuat undang-undang dalam rumusan RUU-KUHP Baru, belum membedakan kedua hal tersebut. Hal ini perlu dikaji dengan seksama. Selain dari pada itu "kandungan" si ibu yakni tempat janin, perlu pula dilindungi.
Agama Islam melarang ber-KB dengan menstrual regulation karena pada hakikatnya sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin, calon manusia yang dimuliakan Allah, sedangkan janin itu berhak tetap survive dan lahir dalam keadaan hidup sekalipun
eksistensinya hasil dari hubungan yang tidak sah.Tetapi, pengguguran kandungan yang benar-benar dilakukan atas dasar indikasi medis dan hal itu dilakukan karena keadaan darurat dapat dibenarkan.
Namun demikian abortus dan sejenisnya (sterilisasi, menstrual regulation) tidak dapat dilegalisasi tanpa indikasi medis. Karena sterilisasi, menstrual regulation dan abortus merupakan tindakan yang tidak manusiawi, bertentangan dengan moral Pancasila, dan moral agama serta mempunyai dampak yang sangat negatif berupa dekadensi moral, terutama di kalangan remaja dan pemuda. Sebab legalisasi MR (menstrual regulation) dan abortus dapat mendorong keberanian orang untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah (free sex).
2. Faktor-faktor Penyebab Menstrual Regulation
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya menstrual regulation pada seorang ibu yaitu, sebagai berikut:
a. Indikasi medis; yaitu seorang dokter menggugurkan kandungan seorang ibu, karena dipandang bahwa nyawa wanita yang bersangkutan, tidak dapat tertolong bila
kandungnya dipertahankan, karena mengindap penyakit yang berbahaya; antara lain:
penyakit jantung, paru-paru, ginjal, dan sebagainya.
b. Indikasi sosial; yaitu dilakukan penguguran kandungan karena didorong oleh faktor kesulitan seperti; (a) karena seorang ibu telah menghidupi beberapa orang anak, pada ia tergolong dalam orang miskin, (b) karena seorang wanita korban pemerkosa
seorang pria yang tidak mau bertanggun jawab, (c) karena malu dikatakan dihamili oleh pria yang bukan suaminya, dan sebagainya.10
3. Menstrual Regulation Menurut Perspektif Islam
Al-Qur'an adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Qur'an mengajarkan umat tentang hukum yang berkaitan dengan pengendalian perbuatan manusia. Mengenai abortus dan menstrual regulation tidak ada satu pun ayat Al-Qur'an dan Hadits yang menyatakan bahwa abortus dan menstrual regulation boleh dilakukan. Sebaliknya, banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Di antara ayat al-Qur'an dan hadits yang menyatakan larangan membunuh sesama manusia yaitu, sebagai berikut yang artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”. (Al-Isra‟: 33).
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qis as , atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan- akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).
Selanjutnya, Rasulullah melarang memberikan hukuman terhadap wanita hamil dari hasil berzina, hal ini untuk mencegah supaya janin dalam kandungannya tetap selamat dan tidak boleh menggugurkan kandungannya, sabda Nabi SAW:
“Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci)
menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku?
Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma‟is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadīth ini menjelaskan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (di luar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Nabi Muhammad tidak pernah menganjurkan abortus. Bahkan 10 (Mahyuddin, Masail Fiqhiyah:Berbagai Masalah Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, hal. 77.)
dalam kasus hamil di luar nikah sekalipun, Nabi Muhammad sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Mayoritas umat Islam sangat menentang menstrual regulation dengan alasan janin yang ada dalam kandungan sangat mulia. Seberapa pun kecilnya janin adalah ciptaan Allah. Islam melarang pembunuhan hanya disebabkan takut melarat, karena Allah yang akan memberikan rezeki.
Menurut Islam janin yang terbentuk adalah rencana Allah, tidak terjadi secara kebetulan. Oleh karena itu, Islam menganjurkan untuk tetap mempertahankan kehamilan sampai melahirkan terhadap hubungan di luar nikah sekalipun. Selanjutnya, Islam membolehkan mencegah terjadinya kehamilan, tetapi melarang melakukan abortus, baik bersifat menstrual regulation maupun abortus. Perbuatan abortus lebih besar dosanya dari pada menstrual regulation karena abortus merupakan tindakan yang melenyapkan nyawa janin yang sudah nyata wujudnya dan termasuk pembunuhan. Oleh sebab itu, ulama telah sepakat mengharamkan perbuatan tersebut dan dianggap sebagai tindakan kriminal yang wajib dikenakan sangsi hukum diyat (denda pembunuhan). Namun dalam kondisi darurat, misalnya secara medis nyawa ibu terancam maka abortus boleh
dilakukan, itupun diperbolehkan sebelum usia kehamilan 120 hari (4 bulan). Karena berdasarkan analisis Imām Ghazali 22, pada usia 120 hari janin telah ditiupkan ruh.
Langkah demikian juga sesuai dengan prinsip dalam hukum Islam, menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya itu adalah wajib.11
Islam membolehkan melakukan abortus atau menstrual regulation baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi ataupun menstrual regulation dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. al-Maidah: 32).
Selanjutnya, menstrual regulation pada hakikatnya sama dengan abortus, merusak janin, calon manusia yang dimuliakan Allah, walaupun eksistensinya hasil dari
hubungan yang tidak sah. tetapi, pengguguran kandungan yang benar-benar dilakukan atas dasar indikasi medis karena keadaan darurat dapat dibenarkan. Namun, abortus dan
11 (Saiful, jurnal Islam Futura, Vol. VII, No. 1, Tahun 2008, ABORTUS DAN MENSTRUAL REGULATION)
menstrual regulation tidak dapat di legalisasikan tanpa indikasi medis karena, abortus dan menstrual regulation, termasuk sterilisasi merupakan tindakan yang tidak
manusiawi, bertentangan dengan moral Pancasila, moral agama serta mempunyai dampat sangat negatif merupa dekadensi moral, terutama di kalangan remaja dan
pemuda. Sebab legalisasi abortus dan menstrual regulation dapat mendorong keberanian orang untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah.Janin yang dikeluarkan sebelum mencapai 16 minggu dan sebelum mencapai berat 1000 gram, dipandang abortus, bak karena alasan medis maupun didorong oleh alasan-alasan yang tidak sah menurut hukum. Adapun penguguran janin yang sudah berusia 16 minggu ke atas, harus dimasukkan ke dalam pengertian pembunuhan, karena dianggap sudah bernyawa.12
Dari sudut pandang Islam, menstrual regulation dilarang dengan tegas karena alasan HAM. Dalam pandangan Islam permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40 hari atau 42 malam. Berarti tindakan yang dapat membahayakan janin tersebut merupakan tindakan penganiayaan terhadap janin yang sudah ada tanda kehidupan. Diharamkan menggugurkan bila telah umur 40 hari.13
C. PANDANGAN ISLAM TENTANG STERILISASI
Sterilisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi ( pada umumnya) agar dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi berbeda dengan cara-cara / alat-alat kontrasepsi lainnya yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari/menjarangkan kehamilan untuk sementara waktu saja. Sedangkan sterilisasi ini sekalipun secara teori orang yang disterilisasikan masih bisa dipulihkan (reservable), tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil. 14
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau vas ligation. Caranya adalah memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (uretha). Sterilisasi laki-laki termasuk operasi ringan, tidak memerlukan perawatan dirumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Leleki tidak kehilangan sifat kelakiannya karena operasi. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap, dan waktu melakukan
12 (M. „Alī Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Hadītsah: Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 44.)
13 (NS Asiandi, “Akankah Abortus Dilegalkan?” http. www: Suara Merdeka, Sabtu, 22 Oktober 2005.)
14 Masjfuk Zuhdi, islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, cet. V, Surabaya, Bina Ilmu, 1986, hlm. 40.
koitus, terjadi pula ejakulassi, tetapi yang terpancar hanya semacam lender yang tidak mengandung sel sperma.
Lelaki yang disterilisasi atau testisnya (buah pelir) masih tetap berfungsi, sehingga masih mempunyai semua hormon yang diperlukan. Juga kepuasan seks tetap sebagaimana biasa.
Demikian pula kelenjar-kelenjar yang membuat cairan puti tidak berubah, sehingga pada waktu puncak kenikmatan seks (orgasme), cairan putih masih masih keluar dari penis. 15
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomi atau tuballigation. Caranya adalah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba palupi) dan menutup kedua-duanya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.16
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi) sama dengan abortus, bisa berakibat kemandulan, sehingga yang bersangkutan tidak lagi mempunyai
keturunan. Karena itu, international planned parenthood federation (IPPF) tidak menganjurkan kepada negara-negara anggotanya termasuk Indonesia untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat/cara kontrasepsi. IPPF hanya menyerahkan kepada negara-negara anggotanya untuk memlilih cara/alat kontrasepsi mana yang dianggap cocok dan baik untuk masing-masing.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia secara resmi tidak pernah menganjurkan rakyat Indonesia untuk melaksanakan sterilisasi sebagai cara kontrasepsi dalam program KB, karena melihat akibat sterilisasi (pemandulan seterusnya) dan menghormati aspirasi umat islam di Indonesia.
Sterilisasi baik untuk laki-laki (vasektomi), maupun ntuk wanita (tubektomi) menurut islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang principal, ialah:
1. Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat pemandulan tetap. Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut islam, yakni; perkawinan lelaki dan wanita selai bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya didunian dan diakhirat, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah diharapkan menjadi anak yang salih sebagai penerus cita-citanya.
2. Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagai tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
3. Melihat aurat orang lain (aurat besar)
Pada prinsipnya islam melarang melihat aurat orrang lain, meskipun sama jenis kelaminnya. Hal ini berdasarkan hadis nabi :
15 Ibid., 40-41
16 Ibid.,43.
لو ِةارملاِةروعىلِا ُةارملا رظنت لو لجّرلا ِةروع ىلإ لجّرلا رظني ل ىلا ُةاْرملا ّضغت لو ،دحاولا ِبوثلا يف ِلُجّرلا ىلإ لجّرلا ّضغي دحاولا ِبْوثلا يف ُةارملا
bersabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam:” janganlah laki-laki melihat aurat laki- laki lain dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki-laki lain di bawah sehelai selimut dan tidak pula seorang wanita dengan wanita lain di bawah satu kekayaan (selimut). Hadits Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dawud Dan Tirmidzi.17
Tetapi apabila suami istri dalam keadaan yang sangat terpaksa
(darurat/emergency), seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi diperbolehkan oleh islam. Hal ini berdasarkan kaidah hukum islam yang menyatakan :
“Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilaranag”(Al-Suyuti Al- Asybah wa al nadzi, Mesir, Muth’ba’ah Mustafa Muhammad)
Demikian pula melihat aurat orang lain (lelaki atau wanita) pada dasarnya dilarang (haram), tetapi apabila sangat diperlukan (dianggap penting), seperti seorang laki-laki yang hendak khitbah (meminang) seorang wanita dapat diizinkan melihat aurat kecil (bertemu muka), sebagaimana sabda nabi kepada sahabat Mughirah ketika meu kawin dengan seorang wanita:
امكنْيب مدْؤي ْنا ىاَرْحا ُهّنِاف اهيلِا ْرظنا
“Lihatlah dia dahulu karena sesungguhnya dengan melihat mengenal dahulu lebih menjamin kelangsungan hubungan antara kamu berdua”. Hadits riwayat al tirmidzi dan Al Nasai dari Al-Mughirah
Apabila melihat aurat diperlukan untuk kepentingan medis (pemeriksaan kesehatan, pengobatan, operasi, dan sebagainya), maka sudah tentu islam membolehkan, karena keadaan semacam ini sudah sampai ke tingkat darurat, sehingga tanpa ada pembatasan aurat kecil atau besar, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis dan melihat 17 Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang alex uyut ialah bahwa al nazir mesir mata ah mustofa muhammad 1936 halaman 60
sekadarnya saja atau seminimal mungkin. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum islam yang menyatakan:
َاهر ّذعتر ْدقب ِةرْورّضلل حْيبُاام
Sesuatu yang diperbolehkan karena terpaksa adalah menurut kadar halangan nya. (Al-Suyuti, Alasybah wa al Nadzair)
Catatan
1. Sterilisasi lelaki (vasektomi) harus dibedakan harus dibedakan hukumnya dari khitan lelaki dimana bagian dari tubuhnya ada pula yang dipotong dan dihilangkan, ialah kulup (qulfah, bhs. Arab, praeputium bhs. Latin), karena kalau kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral disesases). Karena itu, khitan untuk anak lelaki itu justru disunatkan.
2. Islam hanya memperbolehkan sterilisasi lelaki/wanita, karena semata-mata alasan medis.
Selain alasan medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat-alat kontrasepsi yang diizinkan oleh islam, seperti oral pill, kondom, vagina tablet, vagina pasta, dan
sebagainya.
Perlu ditambahkan disini, bahwa sesuai dengan kaidah hukum slam,
اَمدعو اًدْوجو ِةّلعْلا نكرْودي مْكحْلا
Hukum itu berputar sama illat-nya (alasan yang menyebabkan adanya hukum ada atau tidak adanya;) dan
ىِلاوحَلاو تنمْاملاو تنام ْنَلا ُِرّيغتب ِماكْحَلااُُرّيغت Hukum itu bisa berubah-ubah karena perubahan zaman, tempat, dan keadaan; maka menurut hemat penulis, fatwa MUI Pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi wanita/pria dengan alasan “sterilisasibisa membantu akibat kemandulan tetap” tidaklah relevan lagi, sehingga perlu dikaji ulang fatwa tersebut untuk disesuaikan dengan fatwa sekarang, bahwa sterilisasi pria atau wanita tidak lagi membawa akibat kemandulan tetap, sebab dengan teknologi kedokteran yang makin canggih sekarang ini, seorang wanita atau pria yang telah disterilkan kemudian pada sewaktu-waktu ingin mempunyai anak
lagi, masih bisa ditolong dengan operasi penyambungan saluran telur wanita atau saluran sperma pria yang bersangkuta dan reversible.18
18 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT. Toko Gunung Agung : Jakarta. 1996. 71
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Abortus dalam bahasa Inggris disbeut dengan abortion yang dalam bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki beberapa arti, diantaranya yaitu: a) terpencarnya embrio yang tidak lagi mungkin hidup, b) keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal (tentang makhluk hidup), dan c) guguran (janin). Dalam hukum Islam, para pakar menggunakan beberapa term untuk menyatakan tindakan abortus seperti isqat, ijhad, ilqa’, taih, dan inzal. Kelima kata tersebut mengandung pengertian yang berdekatan yaitu pengguguran janin dalam kandungan sebelum mencapai kesempurnaannya. Ilmu kedokteran membedakan abortus menjadi beberapa macam, diantaranya sebagai berikut. Yaitu Spontaneus Abortus (aborsi spontan) dan Provocatus Abortus (aborsi yang disengaja). Maka Ada beberapa pendapat
‘ulama mengenai parktek abortus, diantaranya yaitu:
a. Pendapat yang membolehkan. Pendapat ini dianut oleh kalangan mazhab Hanafi, b. Pendapat yang mengharamkan secara mutlak, yakni sejak terjadinya pembuahan. Hal ini
dipegang oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali dari madzhab Syafi'i, ’Ibnu al-Jauzi dari madzhab Hambali, Ibnu Hammam dari madzhab Hanafi dan al-Dusuqi dari mazhab Maliki.
c. Pendapat yang memakruhkan sejak pembuahan. Di kalangan madzhab Syafi’i, yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ramli.
Menstrual Regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/haid. Tetapi dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung.
Menstrual regulation ialah pengaturan menstruasi (datang bulan/haid) terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata positif dan mulai mengandung. Mengenai abortus dan menstrual regulation tidak ada satu pun ayat Al- Qur'an dan Hadits yang menyatakan bahwa abortus dan menstrual regulation boleh
dilakukan. Sebaliknya, banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Mayoritas umat Islam sangat menentang menstrual regulation dengan alasan janin yang ada dalam kandungan sangat mulia. Seberapa pun kecilnya janin adalah ciptaan Allah. Islam melarang pembunuhan hanya disebabkan takut melarat, karena Allah yang akan memberikan rezeki. Namun Islam membolehkan melakukan abortus atau menstrual
regulation baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan
mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi ataupun menstrual regulation dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu.
Sterilisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi ( pada umumnya) agar dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi berbeda dengan cara-cara/ alat-alat
kontrasepsi lainnya yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari/menjarangkan kehamilan untuk sementara waktu saja. Sedangkan sterilisasi ini sekalipun secara teori orang yang disterilisasikan masih bisa dipulihkan (reservable), tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil. Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi) sama dengan abortus, bisa berakibat kemandulan, sehingga yang bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Namun, Islam hanya memperbolehkan sterilisasi lelaki/wanita, karena semata-mata alasan medis. Selain alasan medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat dijadikan alasan untuk sterilisasi.
Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat-alat kontrasepsi yang diizinkan oleh islam, seperti oral pill, kondom, vagina tablet, vagina pasta, dan sebagainya.
B. SARAN
Diharapkan melalui makalah ini, pembaca dapat menambah wawasan tentang Aborsi, mustrual Regulation, dan sterilisasi dengan cara membaca buku Masail Fiqhiyah yang lain sebagai referansi dan jurnal keislaman. Dan lebih mengkritisi fenomena dan problematika sosial yang ada di masyarakat tentang aborsi, mustrual regulation, dan sterilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi,Zulfahmi. “Abortus dalam Pandangan Hukum Islam”, Hunafa: Jurnal Studia Islamika. Vol.
10, No. 2. 2013.
Imran,Rasyidin. “Abortus dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, Al-Munir:Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4. No. 8. 2013.
Zulfahmi Alwi, “Abortus dalam Pandangan Hukum Islam”.
Fatmawati. “Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam (Meluruskan Probema Perempuan di Mata Publik)”. Jurnal Al-Maiyyah. Vol. 9. No. 1. 2016. 154Imran, Rasyidin “Abortus dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”.
Ulfah Anshori, Maria. Fikih Aborsi: Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan. Jakarta:
Kompas. 2006.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Toko Gunung Agung. 1987.Mahyuddin. Masail Fiqhiyah:Berbagai Masalah Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia. 2003.
Saiful. jurnal Islam Futura. Vol. VII. No. 1. Tahun 2008. ABORTUS DAN MENSTRUAL REGULATION)
Hasan,M. „Alī. Masail Fiqhiyah Al-Hadītsah: Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998.
NS Asiandi, “Akankah Abortus Dilegalkan?” http. www: Suara Merdeka. Sabtu. 22 Oktober 2005 Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. PT. Toko Gunung Agung : Jakarta. 1996.
https://jurnahunafa.org/index.php/hunafa/ article/download/33/26
https://ejournal.uinib. ac.id/jurnal/index.php/almunir/article/download//747/619 http://almaiyyah.iain pare.ac.id/index.php/almaiyah/article/view/342
www.genetik2000.com.
PETA KONSEP