REFERAT ABSES OTAK
DISUSUN OLEH:
A. Sri Mutmainna (70700122026)
Pembimbing:
dr. Rauly Ramadhani, Sp. N., M.Kes
Supervisor:
Dr. dr. Nadra Maricar, Sp. S (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Abses Otak” dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Neurologi, Program Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. dr. Rauly Ramadhani, Sp. N., M. Kes, selaku pembimbing 2. Dr. dr. Nadra Maricar, Sp. S (K)
3. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari semua pihak.
Makassar, 29 Mei 2023
A. Sri Mutmainna
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul
“ABSES OTAK”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui Pada tanggal 2023
Oleh
Pembimbing Supervisor
dr. Rauly Ramadhani, Sp. N., M.Kes Dr. dr. Nadra Maricar, Sp. S (K)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter UIN Alauddin Makassar
dr. Azizah Nurdin, Sp.OG., M. Kes 19840905 200901 2 011tabetta
iv DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR BAGAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 2
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI ... 2
B. DEFINISI ... 10
C. EPIDEMIOLOGI ... 11
D. ETIOLOGI ... 11
E. PATOFISIOLOGI ... 14
F. MANIFESTASI KLINIK ... 16
G. DIAGNOSIS... 17
H. PENATALAKSANAAN ... 20
I. DIAGNOSA BANDING ... 22
J. KOMPLIKASI ... 22
K. PROGNOSIS ... 22
L. INTEGRASI KEISLAMAN ... 22
BAB IIIPENUTUP ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Cranium ... 3
Gambar 2.2 Calvaria ... 4
Gambar 2.3 Fossa Anterior, Media dan Posterior Basis Cranii... 5
Gambar 2.4 Meninges... 6
Gambar 2.5 Tampak Lateral Encephalon ... 8
Gambar 2.6 Potongan Sagittal Encephalon ... 8
Gambar 2.7 Vaskular Encephalon ... 9
Gambar 2.8 MRI Abses otak ... 20
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kondisi Predisposisi Abses Otak dan Patogen Penyebab ... 12
Tabel 2.2 CT scan Abses otak berdasarkan Stadium ... 18
Tabel 2.3 Antibiotik Empirik ... 21
Tabel 2.4 Antibiotik Spesifik ... 21
vii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Patogenesis Abses Otak ... 14
1 BAB 1 PENDAHULUAN
Abses otak merupakan infeksi fokal pada system saraf pusat dengan karakteristik ada cerebritis dan nekrosis sentral yang dikelilingi oleh kapsul dengan vaskularisasi baik. Abses otak terbagi atas 4 stadium yaitu cerebritis awal, cerebritis lambat, pembentukan awal kapsul dan pembentuk lambat kapsul.(1)
Insidensi abses otak di Amerika Serikat mencapai 1500 sampai 2500 kasus setiap tahunnya, angka kejadian ini lebih tinggi pada negara berkembang. Menurut salah satu penelitian di Afrika Selatan, kejadian abses otak yang ditemukan pada 973 orang, rata-rata memiliki umur 24 tahun, dan 75% diantaranya adalah laki-laki yang memiliki faktor penyebab orthogenik 39% dan trauma 33%.2 Penelitian di Rumah sakit Cipto Mangkunkusumo pada tahun 2011 ditemukan penderita abses otak sebanyak 11 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa abses otak lebih banyak diderita oleh laki-laki dan lokasi abses lebih sering di supratentorial, rata-rata umur penderita 32 tahun. Mayoritas kasus ini berhubungan dengan infeksi telinga.(2)
Abses otak dapat terjadi karena adanya infeksi yang berdekatan dengan otak ataupun sumber infeksi di tempat lain yang menyebar secara hematogen. Selain itu, infeksi dapat terjadi karena adanya trauma tajam kepala dan prosedural bedah saraf.
Seseorang berisiko menderita abses otak jika memiliki kelainan paru seperti infeksi, fistula arterivenosa, sinusits kronis atau otitis media, dan penyakit imunokompromais seperti HIV/AIDS. Penyakit jantung bawaan sianotik juga meningkatkan risiko terjadinya abses otak pada anak-anak. Trias klasik bisa ditemukan pada 50% penderita abses otak dengan gejala demam, sakit kepala, dan defisit neurologis. (2–5)
Penegakkan diagnosis abses otak meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis abses otak berhubungan dengan topis abses.
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah, pungsi lumbal, kultur dan pencitraan yaitu CT scan dan MRI.(2)
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Cranium
Tulang tulang yang membentuk cranium adalah tulang temporale, tulang parietale, tulang frontale, tulang sphenoidale dan tulang occipitale.
Tulang tulang yang membentuk rangka facialis adalah tulang nasale, tulang palatinum, tulang lacrimale, tulang zygomaticum, tulang maxilla, tulang concha nasalis inferior dan tulang vomer.(6)
3
Gambar 2.1 Cranium(6) 2. Cavitas Cranii
Cavitas cranii adalah ruangan didalam cranium yang berisi encephalon, meninges, pembuluh-pembuluh darah dan sinus dura mater. Tulang yang membentuk atap menutupi cavitas cranii disebut calvaria. Atap tersusun atas tulang frontale di anterior, sepasang tulang pariatale di media dan tulang occipitale di posterior.(6)
4
Gambar 2.2 Calvaria(6)
Dasar cavitas cranii dibagi menjadi fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior. Fossa cranii anterior tersusun atas tulang frontale dari arah anterior dan lateral, tulang ethmoidale pada garis tengah dan tulang sphenoidale di posterior. Fossa cranii media tersusun atas bagian-bagian tulang sphenoidale dan tulang temporale. Fossa cranii posterior terdiri dari bagian bagian tulang temporale dan tulang occipital dan sedikit bagian dari tulang sphenoidale dan tulang parietale. Fossa cranii posterior dalah fossa cranii yang paling besar. Fossa cranii posterior berisi truncus encephali (mesencephalon, pons dan medulla oblongata) dan cerebellum.(6)
5
Gambar 2.3 Fossa Anterior, Media dan Posterior Basis Cranii(6) 3. Meninges
Lapisan menings terdiri atas duramater, arachnoid mater dan pia mater.
Duramater encephali memiliki struktur yang tebal, kuat, dan merupakan penutup terluar encephalon. Duramater terdiri atas lamina externa dan lamina interna. Lamina externa melekat kuat pada cranium dan lamina interna berada sangat dekat dengan arachnoid mater. Lamina interna kemudian berproyeksi kebawah menjadi falx cerebri. Falx cerebri melekat pada tulang ethmoidale dan tulang frontale pada bagian anterior dan menyatu dengan bagian tentorium cerebelli pada bagian posterior.
6
Tentorium cerebelli merupakan proyeksi horizontal dari lamina interna duramater yang menutupi dan memisahkan cerebellum dari bagian posterior hemisfer cerebri. Tentorium cerebelli melekat pada tulang occipitale sepanjang sulcus sinus transversi pada bagian posterior dan melekat pada tulang temporale pada bagian lateral. Selain itu lamina interna duramater juga berproyeksi menjadi falx cerebelli pada garis tengah fossa cranii posterior. Falx cerebelli melekat di tentorium cerebelli pada bagian superior, melekat pada tulang occipitale pada bagian posterior dan terletak bebas antara dua hemisfer cerebri pada bagian anterior.(6)
Gambar 2.4 Meninges(6)
Lapisan meninges selanjutnya adalah arachnoid mater, arachnoid mater adalah membarana avaskuler yang tipis, yang melapisi, tetapi tidak melekat ke, permukaan dalam duramater. Arachnoid mater tidak memasuki sulci atau fissura encephalon, kecuali pada fissura longitudinalis cerebri di antara kedua hemispherium cerebri. Kemudian piamater adalah membran halus, tipis, yang membungkus rapat permukaan encephalon. Piamater mengikuti kontur encephalon, memasuki sulci dan fissura pada permukaan encephalon, dan membungkus rapat pangkal nervi craniales pada tempat keluarnya.(6)
7 4. Encephalon
Encephalon (otak) merupakan komponen system saraf pusat yang terbagi menjadi 5 bagian, yaitu:(6,7)
a. Telencephalon (cerebrum) yang menjadi hemispherium cerebri yang besar, permukaannya terdiri dari elevasi (gyri) dan depresi/cekungan (sulci) dan Sebagian dipisahkan oleh fissure longitudinalis cerebri yang dalam dan mengisi area cranium di atas tentorium cerebelli dan terbagi menjadi lobus-lobus berdasarkan posisinya, yaitu:
1) Lobus parietalis, berfungsi dalam proses sensasi di permukaan tubuh (somatosensorik), seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin dan nyeri.
2) Lobus frontalis, terutama berperan dalam aktivitas sensorik volunteer, kemampuan bicara dan elaborasi pikiran
3) Lobus temporalis, berepran dalam penerimaan awal sensasi suara (auditorik)
4) Lobus oksipitalis, berperan dalam pemrosesan awal masukan penglihatan.
b. Diencephalon, yang terdiri dari thalamus, hypothalamus, dan struktur- struktur lain yang terkait, dan secara klasik dianggap sebagai bagian paling rostral dari truncus encephali.
c. Mesencephalon (midbrain), merupakan bagian pertama truncus encephali dan berada pada vatas antara kedua fossa cranii yaitu fossa cranii media dan fossa cranii posterior
d. Metencephalon, yang menjadi cerebellum (terdiri dari 2 hemispherium dilateral dan 1 bagian di garis tengah pada fossa cranii posterior di bawah tentorium cerebelli) dan pons (anterior dari cerebellum, bagian menonjol truncus encephali pada bagian paling anterior fossa cranii posterior yang berhadapan dengan clivus dan dorsum sellae)
8
e. Myelencephalon (medulla oblongata), bagian paling caudal truncus encephali, yang berakhir pada foramen magnum dan tempat melekatnya nervus VI sampai XII.
Gambar 2.5 Tampak Lateral Encephalon(6)
Gambar 2.6 Potongan Sagittal Encephalon(6) 5. Vaskularisasi Encephalon
Encephalon menerima suplai arterialnya dari dua pasang pembuluh darah, arteria vertebralis dan arteria carotis interna, yang saling berhubungan pada cavitas cranii untuk membentuk circulus arteriosus cerebri. Arteri vertebralis dextra dan sinistra merupakan percabangan dari arteri subclavia yang kemudian masuk ke cavitas cranii melalui foramen magnum. Setelah memasuki foramen magnum kemudian berlanjut menjadi
9
arteri basilaris lalu bercabang menjadi arteri cerebelli inferior anterior, arteri cerebelli superior dan berakhir dengan arteri cerebri posterior.(6)
Arteri carotis communis berlanjut menjadi arteri carotis interna kemudian berlanjut menjadi arteri ophthalmica, arteria communicans posterior, arteri cerebri media dan arteri anterior.(6)
Gambar 2.7 Vaskular Encephalon (6)
Drainase vena encephalon dimulai di dalam sebagai jaringan saluran saluran vena kecil yang mengarah pada venae cerebri yang lebih besar, venae cerebelli, dan venae yang mengalirkan darah truncus encephali, yang akhirnya bermuara pada sinus durae matris, sinus durae matris adalah ruangan-ruangan berlapis endothelium di antara lamina externa dan lamina interna dura mater, yang akhirnya mengarah pada vena jugularis interna.(6) Sinus dura mater terdiri atas sinus sagittalis superior, sinus sagittalis inferior, sinus rectus, sinus cavernosus, sinus sigmoideus, sinus petrosus superior, sinus petrosus inferior, sinus basilaris, sinus sphenoparietalis, dan sinus intercavernosus.(6)
6. Sawar Darah Otak
Sawar darah otak adalah jembatan sirkulasi antara darah dan otak. Pada pembuluh kapiler otak, sel endotel membentuk struktur penghalang, bagian permukaan luar dilapisi oleh membran basal yang terbentuk dari matriks ekstraseluler. Kapiler endotel dikelilingi oleh perisit, perpanjangan kaki
10
atrosit, sel neuron yang membentuk unit vaskularneurovaskular. Sawar darah otak terdiri dari selapis endotel tanpa fenestrasi dan vesikel sitoplasma. Struktur ini berfungsi sebagai penghalang yang mengontrol integritas sawar darah otak.(8)
Tight junction pada dinding antar sel disawar darah otak menghalangi proses difusi terhadap zar-zat yang bersifat pola melalui celah interseluler (jalur paraseluler). Sawar ini mampun ditembus oleh oksigen, karbondioksida dan molekul gas lainnya seperti helium, xenon, N2 dan gas anestetik lainnya. Sifat permeabel sawar darah otak terhadap xenon memungkinkan untuk pencitraan high resolution magnetic resonance menjadi lebih jelas. Larutan lemak dapat melewati sawar otak secara difusi.
Pada prinsipnya, sawar darah otak juga mampu dilewati oleh air, namun terdapat penghalang pada bagian apical dan basal membran yang bersama dengan ektoenzim dan endoenzim mengatur hanya molekul terlarut yang dapat berdifusi dan sisanya akan diefluks.(8)
Sawar darah otak juga mengatur masuk leukosit dan sel imun yang berfungsi untuk imunitas system saraf pusat. Migrasi leukosit kompleks yaitu adhesi molekul pada permukaan leukosit dan sel endotel vaskular.
Perlekatan leukosit dimediasi oleh intgerinsVLA-4 dan molekul adhesi seperi ICAM-1, VCAM-1 dan PECAM-1, yang berkontribusi dalam adhesi, dan migrasi leukosit ke system saraf pusat.(8)
B. DEFINISI
Abses otak adalah infeksi lokal intrakranial yang dimulai dengan fase cerebritis dan berkembang menjadi kumpulan nanah yang dikelilingi oleh kapsul. Abses otak dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan parasit. Abses otak merupakan reaksi pikogenik pada jaringan otak dengan persentase 8% dalam menyebabkan intracranial space- occupying lesion. (1,2,9)
11 C. EPIDEMIOLOGI
Insiden abses otak sebanyak 1%-2% pada negara maju dan 8% pada negara berkembang. Belum ada data pasti terkait kejadian abses otak di Indonesia namun penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan sekitar 1500-2500 kasus abses otak terjadi pertahun. Kasus abses otak lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 sampai 3:1, dan rata-rata umur penderita berusia 30 sampai 40 tahun. Ada perbedaan usia dalam insidensi abses otak sesuai sumber infeksi, penderita abses otak dengan sumber utama berasal dari infeksi telinga biasanya berusia 20 sampai 40 tahun dan risiko kejadian akan meningkat jika infeksi diikuti trauma kepala dan pasca prosedur bedah. Abses otak terjadi pada anak-anak sebesar 25%, hal ini terutama disebabkan oleh infeksi sekunder yang berasal dari infeksi telinga atau pada anak-anak dengan penyakit jantung kongenital. (1–3,9)
Penelitian di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011 ditemukan penderita abses otak sebanyak 11 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa abses otak lebih banyak diderita oleh laki-laki dan lokasi abses lebih sering di supratentorial, rata-rata umur penderita 32 tahun.
Mayoritas kasus ini berhubungan dengan infeksi telinga.(2) D. ETIOLOGI
Abses otak dapat disebabkan oleh bakteri, fungi dan parasit. Bakteri yang paling sering menyebabkan abses otak adalah Streptococcus (aerob, anaerob, dan mikroaerophili) yang ditemukan hingga pada 70% kasus.
Organisme ini termasuk grup Streptococcus anginosus (milerri), yang merupakan flora normal di rongga mulut, appendix, dan traktur genitalia wanita. Staphilococcus aureus ditemukan pada 10% sampai 20% kasus, umumnya ditemukan pada penderita dengan cedera kranial atau endokarditis
12
infektif. Bakteri lainnya dapat dipertimbangkan sesuai dengan penyakit penyerta yang dialami.(2)
Insidensi abses otak karena infeksi fungsi semakin meningkat akibat peningkatan terapi kortikosteroid, terapi antimikroba spektrum luas, dan agen immunokompromais. Candida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan abses otak berupa mikroabses, makroabses dan difusi nodul glial.
Penyakit saluran saraf pusat akibat Rhizopus arrbizus bisa disebabkan karena masuknya mikroorganisme secara langsung akibat trauma kepala terbuka ataupun penyebaran hematogen. Pasien immunokompromais termasuk pasien tranplantasi dan AIDS, infeksi jamur lebih sering ditemukan. Organisme tersebut yakni Toxoplasma gondii, Nocardia asteroids, Candida albicans, Listeria monocytogenes, Mycobacterium, Aspergillus fumigatus. Jamur lainnya yang telah dilaporkan menjadi penyebab abses otak adalah Cryptococcus neoformans dan mikosis endemik (Coccidioides spp., Histoplasma spp., dan Blastomyces dermatitis).(2)
Abses otak juga dapat disebabkan oleh parasit. Beberapa parasit yang diketahui menjadi penyebab abses otak ialah protozoa dan helminthes seperti Trypanosoma cruzi, Taenia solium, Entamoeba histolytica, Schistosoma spp., Microsporidia spp., dan Paragonimus spp. Protozoa penyebab infeksi otak yang terpenting adalah Toxoplasma gondii yang bisa terlihat terutama pada penderita HIV.(2)
Tabel 2.1 Kondisi Predisposisi Abses Otak dan Patogen Penyebab (1,2)
Kondisi Predisposisi Mikroba Penyebab
Otitis media atau mastoiditis
Streptococci (aeorob atau anaerob), Bacteroides spp., Prevotella spp,. Enterobacteriaceae
13 Sinusitis
(fronthoethmoidale atau sphenoidale)
Streptococci, Bacteroides spp., Enterobacteriaceae,Haemophilus spp,.
Staphylococcus aureus
Trauma tajam kepala atau prosedur bedah
sekunder
Staphylococcus aureus, Enterobacteriaceae, Clostridium spp.
Abses paru, empiema atau bronkhietasis
Fusobacterium, Actinomyces, Bacteroides, dan Prevotella spp, streptococcus, Nocardia spp.
Endokarditis bakteri S. aureus, Streptococcus Penyakit jantung
kongenital
Streptococcous, Haemophillus spp.
Neutropenia Basil gram negative aerob, Aspergillus spp., Mucorales, Candida spp., Scedosporium spp.,
Transplantasi Enterobactericiae,Listeria monocytogenes, Nocardia spp., Aspergillus spp., Candida spp., Mucorales, Scedosporium spp., Toxoplasma gondii,
Mycobacterium tuberculosis
Infeksi HIV Listeria monocytogenes, Nocardia spp., Mycobacterium spp., Cryptococcus neoformans,
T.gondii
14 E. PATOFISIOLOGI
Bagan 2.1 Patogenesis Abses Otak(10)
Pathogen penyebab yang paling banyak menyebabkan abses otak adalah bakteri staphylococcus dan streptococcus. Penyebaran pathogen sampai ke otak melalui dua mekanisme yaitu secara langsung dari struktur yang berdekatan dengan otak seperti telinga atau sinus dan melalui hematogen misalnya pada kasus endocarditis, abses paru dan infeksi pada kulit dan gigi.(1,2,11,12)
Pathogen kemudian memasuki parenkim otak melewati sawar darah otak melalui 3 jalur yaitu transeluler, paraseluler dan trojan horse. Pathogen masuk ke otak dengan jalur transeluler terjadi secara lansung sehingga infeksi berlanjut ke parenkim otak. Beberapa bakteri yang secara langsung dapat menembus sel-sel melewati sawar darah otak adalah E.coli, Streptococcus agalactiae, S. pneumoniae, Neisseria meningitidis, Candida albicans, dan Cryptococcus.(11,13)
15
Pathogen menembus sawar darah otak melalui jalur paraseluler dengan merusak tight junction pada sawar darah otak. Respon inflamasi akibat adanya pathogen dapat berupa edema otak. Respon ini membuat tight junction tidak kompeten sehingga pathogen dapat menembus sawar darah otak melalui celah sel. Pathogen menembus sawar darah otak melalui jalur trojan horse dengan cara transmigrasi makrofag yang telah memfagositosis pathogen hingga masuk ke parenkim otak dan menyebabkan infeksi pada parenkim otak.(8)
Proses pembentukan abses terjadi melalui 4 tahap, yaitu early cerebritis, late cerebritis, early capsule formation dan late capsule formation. Early cerebritis terjadi pada hari 1 sampai hari ke 3. Fase serebritis ditunjukkan melalui terjadinya reaksi radang lokal dengan inflitrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit, dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infkesi. Peradangan pervaskular ini disebut cerebritis. Pada fase ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran otak.(2,14)
Late cerebritis terjadi pada hari ke 4 sampai hari ke 9. Pada fase ini akan terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acelullar debris” dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpancar. Fibroblas mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.(2)
Early capsule formation terjadi pada hari ke 10 sampe ke 13. Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag memfagositosis “acellular debris” dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas ini membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
16
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansia abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada permukaan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi atrosit di sekitar otak mulai meningkat.(2)
Late capsul formation terjadi pada hari ke 14 atau lebih. Pada fase ini terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acelullar debris” dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul.(2) F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis yang ditemukan pada abses otak tidak spesifik. Gejala klinis sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi di otak serta virulensi organisme penyebab infeksi. Simptom dan gejala awal penderita dengan abses otak ialah sakit kepala (49%-97%), demam (32%-72%), defisit neurologis (20%-66%), status mental alert (28%-91%), kejang (13%-35%), mual dan muntah (27%- 95%), kaku kuduk (5%-52%), dan papilledema (9-51%).(2)
Trias klasik juga bisa ditemukan pada 50% penderita abses otak dengan gejala demam, sakit kepala, dan defisit neurologis. Defisit neurologis spesifik yang ditemukan sesuai dengan lokasi abses di susunan saraf pusat. Bayi baru lahir akan menunjukan adanya pembesaran pada kepala, papiledema jarang terjadi sebelum usia 2 tahun. Gejala umum ialah kejang, meningitis, iritabel, peningkatan ukuran lingkar kepala, dan gagal tumbuh. Umumnya bayi baru lahir dengan abses otak tidak dalam keadaan febris.(2,14)
17 G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Hasil anamnesis dapat ditemukan gejala umum berupa demam, nafsu makan menurun, dan berat badan turun. Gejala neurologis dapat berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah dan kejang. Sumber infeksi dapat diperkirakan jika pasien pernah memiliki riwayat trauma tembus otak, paska kraniotomi, infeksi telinga dan mastoid, infeksi hidung dan sinus parasinus, infeksi gigi dan pneumonia. Faktor presdipoisi juga dapat ditentukan jika pasien memiliki kelainan jantung bawaan, kencing manis, pemakaian kemoterapi, pemakaian kortikosteroid, pemakaian implant dan pemakaian antibiotik.(2)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, frekuensi napas, suhu, dan nadi), status generalis (head to toe) untuk mencari sumber infeksi dan pemeriksaan neurologis berupa kesadaran, tanda rangsangan meningeal, nervus kranialis, motorik, sensorik, refleks fisiologis dan patologis serta fungsi otonom.(2)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosis abses otak memiliki sensitivitas 90% dan spesifitas 77%. Hasil pemeriksaan sel darah putih pada 60%-70% kasus mengalami sedikit kenaikan atau hasil menunjukan nilai normal. Hasil pemeriksaan laju endap darah (LED) akan menunjukan nilai normal terutama pada kasus abses otak dengan penyakit jantung kongenital sianotik (CCHD) dimana polisitemia dapat menurukan LED.
C-reactive protein (CRP) meningkat seiring dengan tingginya proses sintesis di hepar akibat kondisi inflamasi di tubuh termasuk infeksi pada abses otak dan abses gigi tapi CRP bisa juga tinggi pada kondisi non- inflamasi dan tumor otak.(1,2)
18
Pemeriksaan penunjang yang lain, pungsi lumbal diragukan dalam menentukan abses. walaupun pungsi lumbal abnormal pada >90% kasus abses otak tapi tidak ada karakteristik khusus yang ditemukan dalam menegakkan diagnosis. Mikroorganisme penyebab infeksi biasanya jarang teridentifikasi dari CFS melalui pungsi lumbal.(2)
Pemeriksaan radiologi memiliki sensitivitas yang tinggi dalam menegakkan diagnosis pada abses otak. Pemeriksaan radiologi dapat berupa CT scan dan MRI. Pada pemeriksaan CT scan akan ditemukan 4 fase yakni early cerebritis, late cerebritis, early capsule formation, late capsule formation yang akan terjadi dalam 2 minggu.(2)
Tabel 2.2 CT scan Abses otak berdasarkan Stadium(2)
Stadium Temuan CT scan
Early cerebritis, gambaran hipodens dengan batas tidak tegas
19 Late cerebritis, tampak cincin yang menyerap kontras melingkari daerah hipodens yang lebih luas
Early capsule formation, tampak daerah hipodens yang dilingkari cincin menyangat kontras.
Late capsule formation, tampak daerah hipodens dengan berbentuk cincin hiperdens yang utuh dan tebal baik dengan ataupun tanpa kontras.
20
Pemeriksaan MRI menggunakan kontras memiliki sensitivitas dan spesivitas yang tinggi. MRI tanpa kontras bisa mendeteksi abses otak pada stadium early cerebritis. MRI T1 ditemukan lesi hypointense yang dikelilingi lesi hypeintens dengan kontras yang menyangat (ring-enhancing lesion). MRI T2 ditemukan daerah edema dengan intensitas hyperintens dengan lingkaran kapsul hypointens.(1)
Gambar 2.8 MRI Abses otak (2)
Beberapa hal yang perlu di evaluasi dari pemeriksaan CT scan dan MRI adalah derajat ring enhancement, edema, efek massa dan ukuran lesi. Lesi dengan ukuran rata-rata 2,5 cm pada 95% kasus bisa diselesaikan dengan pemberian antibiotik saja yang dapat menurunkan ukuran lesi dalam waktu 1 bulan. Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah kultur. Kultur dilakukan untuk mengetahui pathogen penyebab sehingga bisa diberikan terapi yang sesuai.(2)
H. PENATALAKSANAAN
Secara garis besar tatalaksana abses otak meliputi medikamentosa/koservatif dan pembedahan. Pemberian terapi medikamentosa dilakukan untuk ukuran abses <2 cm dengan lesi tunggal. Medikamentosa yang paling pertama diberikan adalah antibiotik empirik. Antibiotic empirik
21
diberikan selama 6-8 minggu kemudian terapi antibiotik dilanjutkan sesuai dengan hasil kultur.(1,2)
Tabel 2.3 Antibiotik Empirik(1)
Tabel 2.4 Antibiotik Spesifik(1)
Terapi medikamentosa yang lain berupa pemberian kortikosteroid jika terjadi deteriorasi nerurologis akibat edema. Kortikosteroid yang bisa diberikan dexamethasone 10-12 mg loading dose diikuti 4 mg setiap 6 jam IV atau peroral pada orang dewasa. Pada anak diberikan dexamethasone 0.5 mg/kg setiap hari dengan maksimal 16 mg/hari. (2)
Tindakan bedaH yang dilakukan berupa needl aspiration dan eksisi/bedah terbuka. Eksisi dan aspirasi dilakukan untuk drainase purulen.
Indikasi dilakukannya bedah terbuka adalah ukuran lesi >2,3 cm, midline shift lebih dari sama dengan 5 mm, lokasi abses dekat dengan ventrikerl dan adanya
22
herniasi otak. Selain itu, reseksi abses secara total juga dilakukan dalam tindakan bedah dengan syarat lokasi abses superfisial, pathogen penyebab dicurigai jamur, abses yang berasal dari fistul kongenital, abses multiokulasi, abses yang disebabkan karena sepsis parameningeal dan kegagalan terapi sebelumnya.(1,2)
I. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis abses otak yakni tumor otak (astrositoma), infark serebri, tuberkuloma, kista arachnoid, meningitis bakteri, abses epidural subdural, dan encephalitis.(2,15)
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada abses otak dapat berupa meningitis, ventriculitis, peningkatan tekanan intracranial, herniasi otak, kejang, septik, deficit neurologi, thrombosis pembuluh darah otak dan kematian.(15)
K. PROGNOSIS
Sebelum ditemukan CT scan angka kematian mencapai 40%-60%. Saat ini, angka kematian yakni 0-10% karena adanya peningkatan cara diagnosis dan penilaian evaluasi abses otak dengan CT scan atau MRI. Angka kematian telah berkurang namun kondisi defisit neurologis yang permanen tetap terjadi pada 45% kasus abses otak. Kejang umum terjadi pada 27% kasus dan hemiparises pada 29% kasus. Prognosis abses otak disesuaikan dengan fungsi neurologis yang buruk, adanya ruptur intraventrikel oleh abses otak dan hampir 100%
kematian terjadi pada abses otak yang diakibatkan oleh jamur pada pasien transplantasi dengan kondisi immunokompromais.(2)
L. INTEGRASI KEISLAMAN
Ajaran Islam menekankan kepada umatnya betapa penting arti kesehatan dalam hidup. Tuntutan ajaran Islam amat kaya dengan kesehatan.
Dengan kesehatan akan melahirkan berbagai aktifitas untuk menjaga dan memelihara kebersihan dan mencegah terjadinya penyakit. Dalam konteks ini,
23
terlihat betapa urgennya memelihara kesehatan dalam Islam. Allah SWT berfirman:(16)
ني ِرِ هَطَتُمْلٱ ُّب ِحُي َو َنيِب ََّّٰوَّتلٱ ُّب ِحُي َ َّللَّٱ َّنِإ Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(Q.S. al-Baqarah/2 : 222).
Dalam ayat ini terdeskripsi betapa sifat manusia yang sangat dicintai Allah adalah orang yang memelihara kesehatan dengan menjaga kebersihan.
Kebersihan dalam ayat ini beriringan dengan taubat. Taubat sangat inheren dengan kesehatan rohani khususnya mental, sedangkan kesehatan lahiriah menghasilkan kesehatan jasmani.(16)
Alasan mengapa kesehatan menjadi hal yang sangat penting diperhatikan adalah karena kalau orang sehat berarti ia kuat. Lemah dan kuatnya seseorang dalam melakukan suatu ibadah tergantung pada kesehatannya. Orang yang memiliki kesehatan yang baik akan memiliki kekuatan yang lebih dari orang yang sakit. Sedangkan orang kuat itu lebih disukai di sisi Allah daripada orang yang lemah, sebagaimana sabda Rasulullah:(16)
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim).(16)
24 BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Abses otak adalah infeksi lokal intrakranial yang dimulai dengan fase cerebritis dan berkembang menjadi kumpulan nanah yang dikelilingi oleh kapsul. Abses otak dapat disebabkan oleh bakteri, fungi dan parasit. Insidensi abses otak karena infeksi fungsi semakin meningkat akibat peningkatan terapi kortikosteroid, terapi antimikroba spektrum luas, dan agen immunokompromais. Penyebaran pathogen sampai ke otak melalui dua mekanisme yaitu secara langsung dari struktur yang berdekatan. Diagnosis abses otak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara garis besar tatalaksana abses otak meliputi medikamentosa/koservatif dan pembedahan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ruiz-Barrera MA, Santamaría-Rodríguez AF, Zorro OF. Brain abscess: A narrative review. Vol. 2, Neurology Perspectives. Spanish Society of Neurology;
2022. p. 160–7.
2. Valentino A, Puspita Angraini G. Abses Otak. 2019;75–86.
3. Yulia Trisiana D, Haryanto D, Ilmu Kesehatan Anak B. KEJADIAN ABSES SEREBRI PADA PASIEN PJB SIANOTIK DI RSUP DR. M DJAMIL PADANG. Vol. 6. 2021.
4. Balanzar GG. Brain abscess. World Neurosurg. 2011;75(5–6):614–5.
5. Rumadas LPA, Munilson J, Pertiwi D. Gambaran Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017- 2019. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia. 2021 May 24;1(3):393–402.
6. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomi. Elsevier; 2014.
7. Lauralee S. Fisiologi dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2016.
8. Budiarsa IK, Susilawathi NM, Yaputra F, Widya IPE. JURNAL ABSES OTAK 11. Callosum Neurology. 2019;2(1):14–8.
9. Balanzar GG. Brain abscess. World Neurosurg. 2011;75(5–6):614–5.
10. The Calgary Guide. Pyogenic Brain Abscess on MRI: Findings and Pathogenesis. [Internet]. 2017 [cited 2023 Jun 1]. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/pyogenic-brain-abscess-on-mri/
11. Roy H, Bescos R, McColl E, Rehman U, Cray E, Belfield LA, et al. Oral microbes and the formation of cerebral abscesses: A single-centre retrospective study. J Dent. 2023 Jan 1;128.
12. Corsini Campioli C, Castillo Almeida NE, O’Horo JC, Wilson WR, Cano E, DeSimone DC, et al. Diagnosis, management, and outcomes of brain abscess due to gram-negative versus gram-positive bacteria. Vol. 115, International Journal of Infectious Diseases. Elsevier B.V.; 2022. p. 189–94.
13. Kim KS. Mechanisms of microbial traversal of the blood-brain barrier. Vol. 6, Nature Reviews Microbiology. 2008. p. 625–34.
26
14. Ayunanda Ikhlas K, Edward Y. Laporan Kasus: Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Kolesteatoma dengan Komplikasi Abses Otak Berulang Management of Chronic Supurative Otitis Media Cholesteatoma Type with Recurrent Brain Abscess Complication: A Case Report. Journal of Agromedicine and Medical Sciences 2022 [Internet]. 2022;8(1):2714–5654.
Available from: http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAMS
15. Bokhari MR, Fassil ;, Mesfin B. Brain Abscess Continuing Education Activity
[Internet]. 2023. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441841/
16. Elkarimah MF. Sehat Dalam Perpektif Islam. Tajdid. 2016;15(1):105–26.