30 Untuk mengadili dan menyelesaikan perselisihan konsumen, badan penyelesaian perselisihan konsumen berbentuk panel (Pasal 54(1)) dan keputusan panel tersebut bersifat final dan mengikat (Pasal 54(3)). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau mengajukannya kepada otoritas kehakiman di tempat konsumen berada.32 Joni Emerson, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase), (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001), hal.
Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa; Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (CDR) terdiri dari unsur pemerintah, unsur konsumen, dan pelaku usaha. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (CBSK) diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001.
Pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK diatur dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. BPSK menyelesaikan sengketa konsumen melalui mediasi atau konsiliasi atau arbitrase berdasarkan pilihan dan kesepakatan para pihak.
Penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh panel yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh panel yang berperan aktif sebagai mediator. Sengketa yang berkaitan dengan jual beli apartemen dapat diselesaikan melalui pengadilan negeri sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Upaya hukum perdata dengan mengajukan gugatan ke
113 menggugat melalui pengadilan di lingkungan peradilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan yang disepakati para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian di luar pengadilan hanya memberikan kebebasan bagi para pihak yang bersengketa, namun tidak memberikan ruang bagi asas diferensiasi, yang membuka kesempatan para pihak secara setara untuk menyelesaikan sengketa secara sukarela melalui pilihan situasi yang paling menguntungkan. bermanfaat bagi konsumen. , dalam hal ini pilihan yang tentunya merupakan pilihan yang paling sedikit kerugiannya. Apabila terjadi perselisihan kontrak maka beban pembuktian, beratnya kesalahan dan permasalahan terkait lainnya harus dipertimbangkan berdasarkan asas proporsionalitas untuk memperoleh penyelesaian yang elegan dan menguntungkan, baik melalui non-litigasi (damai) maupun melalui opsi penyelesaian. penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-kontroversial).
Dalam hubungan kontrak, jika kontrak tidak dilaksanakan/dilaksanakan, maka pihak yang merasa dirugikan berhak menggugat. Tidak terpenuhinya capaian atau keterlambatan berarti tidak terpenuhinya kewajiban atau tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian antara para pihak 39 (dalam hal ini pelaku usaha dengan konsumennya). Akibat dari pelanggaran kontrak adalah pelaku usaha harus melaksanakan kinerjanya atau mengakhiri kontrak (batal demi hukum atau permintaan pemutusan).
Transaksi rumah susun merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara pengembang dan konsumen yang merupakan suatu perjanjian dan mengikat para pihak yang membuatnya. Selain itu, hukum juga menjadi salah satu sumber pembentukan hubungan antara pengembang/pelaku usaha dengan konsumennya. Dalam proses hukum perlu memperhatikan aspek formil dan materiil, agar gugatan diterima dan diselesaikan melalui pengadilan, lengkap dengan dasar gugatan dan dokumen pendukung yang dijadikan alat bukti di hadapan pengadilan. pengadilan.
Upaya hukum secara administratif
Kepemilikan suatu rumah susun dibuktikan dengan surat-surat resmi yang sah, misalnya pemilik suatu satuan rumah susun harus mempunyai bukti kepemilikan atas satuan rumah susun itu berupa Surat Keterangan Pemilikan Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) yang merupakan bukti kepemilikan atas satuan rumah susun. satuan apartemen. rumah susun diatas tanah hak milik dan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan 42 Selain itu, dokumen penting lainnya adalah fotokopi daftar tanah dan surat tentang pengukuran hak-hak atas tanah bersama menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan rumah susun yang dimiliki, uraian tentang besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda-benda bersama dan area umum. tanah kepada yang bersangkutan, dan sertifikat hak milik atas rumah susun Sarusun (SHM Sarusun) dan Surat Keterangan Pemilik Bangunan (SKBG) atas rumah susun sebagai tanda bukti kepemilikan atas rumah susun di atas tanah negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf berbentuk sewa,43 dan dokumen lainnya. Apabila dokumen-dokumen tersebut kurang lengkap, atau terdapat kekurangan pada dokumen-dokumen tersebut karena kelalaian atau kesalahan pihak pengusaha pembangunan rumah susun, maka hal ini menjadi dasar pembenaran untuk mengajukan perkara administratif terhadap masyarakat, sehingga penyelenggara bangunan gedung. dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU. Sanksi tersebut dapat dilaksanakan apabila terbukti penyelenggara bangunan rumah susun lalai atau sengaja melakukan kesalahan atau kelalaian.
Misalnya, dalam hal pendirian Perkumpulan Pemilik dan Penyewa Rumah Susun yang tidak melibatkan pembeli/penghuni, maka dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena cacat prosedur.
Upaya hukum pidana dengan mengajukan laporan ke penyidik
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) No
Maret 2016 Juncto Putusan Pengadilan Negeri
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Januari 2015 Juncto Putusan Pengadilan Negeri
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No
Pihak yang bersengketa adalah penggugat Taqwa Taufani melawan tergugat PT Bina Karya Agung Propertindo. Inti permasalahannya, penggugat menuntut agar apartemen tersebut segera diserahkan sesuai janji dalam perjanjian jual beli (PPJB). Penggugat telah membeli 1 (satu) unit Rumah Susun Tower Cassablanca C lantai 9 unit 15 sebagaimana tercantum dalam perjanjian pemesanan apartemen no.
Sedangkan terkait hal tersebut, Majelis Pengadilan Negeri menyatakan menerima pokok gugatan penggugat, yaitu memerintahkan tergugat untuk segera menyerahkan unit rumah yang bersangkutan sebagai pemenuhan prestasinya. Majelis Hakim PT Banten mengeluarkan putusannya yang menyatakan bahwa penggugat (Pepi Puspita) tidak mampu membuktikan dalil-dalil perkaranya terhadap PMH yang dilakukan oleh tergugat (PT. Paramount Serpong). Majelis Hakim di PT Banten mendasarkan putusannya pada Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata yang artinya akad jual beli adalah sah dan mengikat para pihak.
Paramount Serpong (pemohon banding), kontrak pesanan yang ditandatangani oleh pemohon banding dan terbanding adalah sah dan mengikat kedua belah pihak berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata. Artinya, meskipun terdapat klausul pengecualian dalam Pasal 4 Perjanjian Waran, namun tetap sah dan mengikat menurut pendapat Majelis Hakim PT Banten. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang mendasarkan putusannya pada Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata serta mengaitkannya dengan huruf c (1) Pasal 18 UUPK.
Putusan Pengadilan Negeri Tangerang patut diapresiasi karena meskipun perjanjian antara penggugat dan tergugat adalah sah dan mengikat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata, karena dalam Pasal 4 Perjanjian Tata Niaga terdapat klausul yang menghilangkan tanggung jawab pelaku usaha (klausa pengecualian). Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang mengatakan perjanjian tersebut terpaksa dibatalkan karena Pasal 4 surat perjanjian perintah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1). (1) huruf c UUPK (lex spesialis derogat lex generalis). Masalahnya, pencantuman klausul pengecualian dalam Pasal 4 perjanjian reservasi dilarang oleh Pasal 18(1). 1 huruf c UUPK. Meskipun pemohon bermaksud melindungi dirinya dari investor (pembeli) yang beritikad buruk, namun pencantumannya dalam klausul pengecualian tetap bertentangan dengan hukum.
Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang dan PT Banten dalam perkara ini adalah menerapkan Pasal 18(1). KUH Perdata tidak ada dasar hukum untuk membatalkan suatu perjanjian baku. berisi klausul pengecualian.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
Kualifikasi persidangan dalam hal ini dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Pasal 1365 KUH Perdata. Majelis hakim dalam perkara ini menerima eksepsi tergugat (PT. Titan Property) dan menolak gugatan penggugat (Irma Rachmawati Rozy). Terhadap klausul wanprestasi yang memuat klausul pengecualian dalam perkara ini, majelis hakim tidak lagi mempertimbangkannya karena adanya litigasi.
Menurut majelis hakim, substansi gugatan Penggugat merupakan bentuk perjanjian pembelian satu unit Aston Urbana Tower Berkeley Lantai 2 Blok E 03 Type Single + (plus) di Tangerang yang telah ditandatangani masing-masing pihak. Surat Perjanjian Pemesanan yang sah dan mengikat, Penggugat adalah pembeli dan tergugat adalah penjual. Majelis hakim berpendapat bahwa gugatan penggugat merupakan peristiwa wanprestasi, namun penggugat mendalilkan PMH yang dimaksud adalah gugatan penggugat tidak jelas/ambigu. Oleh karena eksepsi tergugat dikabulkan, maka pengadilan tidak perlu mempertimbangkan pokok perkara dan harus menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima, termasuk dicantumkannya klausul baku yang memuat eksepsi dalam perjanjian kedua belah pihak.
Faktanya, majelis hakim dalam perkara ini cenderung melihat pada aspek sahnya perjanjian kedua belah pihak, bukan pada aspek klausul pengecualian. Ketentuan penyisipan klausul baku, Pasal 18 ayat 1 huruf c, dan Pasal 18 ayat 3, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga pemotongan terkait harus dibatalkan. 11/1994 berakhir, konsumen rumah susun dapat memberhentikan dan meminta pengembalian uang yang telah dibayarkan ditambah ganti rugi dan bunga.
Berdasarkan kajian terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Pengadilan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualifikasi gugatan yang dijadikan dasar dalam memutus penyelesaian sengketa transaksi rumah susun pada umumnya termasuk perbuatan melawan hukum. Penyelesaian perselisihan melalui non-gugatan (di luar pengadilan), dalam hal ini penyelesaian melalui BPSK lebih menekankan pada perbuatan melawan hukum, sedangkan penyelesaian perselisihan melalui perselisihan (pengadilan) lebih banyak berkaitan dengan permasalahan wanprestasi (keluarga). seperti kualifikasi untuk jas. Akibat perbedaan kualifikasi perbuatan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi adalah sahnya transaksi rumah susun yang disengketakan.
Dalam hal perbuatan melawan hukum, apabila terbukti terjadi pelanggaran hukum, maka tidak perlu dilakukan penyidikan lebih lanjut mengenai pemenuhan janji-janji para pihak yang mengadakan kontrak terhadap satuan rumah susun dari perjanjian jual beli (PPJB). 125 apartemen, sedangkan BPSK sebagai dasar pengambilan keputusan penyelesaian sengketa transaksi perumahan lebih menekankan pada ada tidaknya pelanggaran hukum terkait isi transaksi perumahan. Dalam hukum acara perdata kita mengenal tuntutan melawan hukum (PMH), yaitu tuntutan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikan orang lain.