ADAPTASI DAN VALIDASI INSTRUMEN REVISED CYBER BULLYING INVENTORY II (RCBI II) BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH MENEGAH ATAS DI INDONESIA.
Theodora Nurmalia1, Herdi2, Wirda Hanim3
1,2,3
Universitas Negeri Jakarta
Info Artikel
▪ Masuk : 16/02/2023
▪ Revisi : 23/05/2023
▪ Diterima : 24/05/2023 Alamat Jurnal
▪ https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/A N-NUR/index
Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia disseminated below https://creativecommons.
org/licenses/by/4.0/
Abstract:
This study aims to adapt and validate the Indonesian version of the Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) instrument for high school students in Indonesia. Researchers conducted a confirmatory analysis (CFA) and found out the adaptation scale of Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) that can be applied in Indonesia. This study uses a quantitative method of psychometric properties. The research sample was 200 high school students in Indonesia. Data analysis used Confirmatory Factor Analysis (CFA) in the Linear Structural Relationship (Lisrel) program. Based on the Goodness of Fit Statistics, the model fit was obtained with the values:
RMSEA: 0.045; ECVI: 1.67; NFIs: 0.87; CFI: 0.94; RFI: 0.83; GFI: 0.91;
AGFI: 0.87. The conclusion from the research results is that the Indonesian version of the Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) instrument is suitable for use by students in high schools in Indonesia.
Keywords: adaptation, cyberbullying, cybervictimization
PENDAHULUAN
Gejolak remaja tak dapat dipungkiri, terjadi pada peserta didik Sekolah Menengah Atas.
Gejolak remaja menimbulkan permasalahan yang komplek jika tidak ditangani secara tepat. Pada umumnya, permasalahan remaja dapat diselesaikan melalui bantuan dari teman sebaya, orang tua dan guru. Christner dan Mennuti (2009) menjelaskan masalah-masalah remaja yang berkaitan dengan emosi, perilaku dan belajar. Hasil penelitian menunjukkan 50% remaja mengalami permasalahan pada aspek emosi, perilaku dan belajar di sekolah. Di sekolah, kejadian atau peristiwa yang menyangkut peserta didik dituliskan dalam catatan kejadian. Catatan kejadian digunakan untuk mengetahui dan mengamati perilaku peserta didik, membuat suatu analisa dan memberikan pendampingan secara khusus dan menyeluruh. Melalui catatan kejadian/anekdot, peneliti mengamati berbagai perilaku dan gejala peserta didik yang muncul. peneliti menganalisa perilaku peserta didik terhadap penggunaan media teknologi informasi dan komunikasi. Sudah sepatutnya, peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran maupun evaluasi pembelajaran dengan disiplin dan tanggung jawab sehingga terhindar dari perilaku yang melanggar tata tertib sekolah seperti menyontek, tidak hormat pada guru, bermusuhan dengan teman dan kurang bijaksana dalam penggunaan media informasi dan komunikasi.
Gejala dari perilaku peserta didik berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Walaupun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dapat menimbulkan keberhasilan dan kesulitan bagi remaja tetapi internet dan media sosial memiliki manfaat dan konsekuensi bagi pengguna (Subrahmanyam & Mahel, 2011). Kegunaan dari internet dan media sosial yaitu mengakses informasi, sumber belajar dan mengajar (Laouge, 2006) dan dukungan sosial (Amichai-Hamburger &
Hayat, 2011). Kemudahan dalam mengakses internet semakin meningkat dengan tersedianya smartphone dan web-enable (Weiss, 2014). Kenyataannya, media teknologi informasi dan komunikasi disalahgunakan oleh remaja demi kepentingan pribadi/kelompok. Peristiwa cyberbullying semakin meningkat pada tahun 2011 hingga 2019 dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sekitar 2.473 laporan. Beberapa penelitian menunjukkan peristiwa cyberbullying terjadi di berbagai negara. (Notice, 2018) mencatat kasus cyberbullying di Inggris menimpa remaja berusia sepuluh hingga lima belas tahun sebesar 7%. (Martinez, 2020) mengungkapkan 5,6% remaja di Amazonia mengalami cyberbulling. Inchley, et al. (2020) mengutarakan bahwa WHO mencatat hasil penelitian remaja berusia sebelas hingga tujuh belas tahun dari empat puluh lima negara yang menunjukkan sebesar 10% remaja mengalami cyberbullying sebanyak dua kali. Sebesar 6% remaja mengalami cyberbullying sebanyak tiga kali dalam dua bulan terakhir.
Penyalahgunaan media teknologi informasi dan komunikasi pada remaja memunculkan cyberbullying dan memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja. Penelitian Afiyani, I, Cicih, W dan Dhi, B. (2019) menjelaskan bahwa intimidasi dilakukan secara tidak sengaja dan tanpa disadari serta tindakan candaan/main-main terhadap korban. Menurut Dehue. et al. (2008);
Smith. et al. (2008), remaja pada umumnya tidak melaporkan peristiwa cyberbullying yang terjadi kepada orang dewasa. Slonje (2007) dan Kowalski (2008) mengatakan bahwa remaja menceritakan peristiwa cyberbullying yang terjadi pada dirinya kepada teman yang dapat dipercaya. Penelitian (Shaikh, 2020) mengungkapkan akses teknologi dan komunikasi sebagai salah satu prediktor dalam cyberbullying pada remaja. Menurut Chang & Wong, 2015; Huang & Chou, 2010; Smith. et al. 2008) cyberbullying muncul sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang berupa internet dan penggunaan smartphone yang makin meningkat di kalangan remaja.
Terutama masa pasca pandemi, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di kalangan remaja semakin meningkat hingga menurunnya tingkat penyebaran covid-19 atau perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat. Oleh karena itu, peneliti melakukan telaah pada salah satu instrumen cyber bullying.
Fenomena cyberbullying mengarah pada masalah-masalah yang ditimbulkan dan konsekuensi faktor psikologis. Dampak cyberbullying yaitu menimbulkan kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, menderita sakit fisik yang tidak kunjung sembuh, kurang bersemangat,
membolos, putus sekolah dan mengakhiri hidup (Beran dan Li, 2005; Mitchell, Ybarra dan Finkelhor, 2007). Kurangnya kepercayaan diri dan tidak ada orang lain yang memahami akan memperparah korban untuk menyendiri hingga menutup pergaulan dengan teman sebaya (Setiawan, F, 2018). Selain itu, Goebert, et al. (2011) dan Gradinger. et al. (2011) melaporkan korban cyberbullying mengalami kesehatan mental yang lemah, menggunakan narkoba dan memiliki ide bunuh diri. Begitu pula Bauman (2009) menyebutkan korban cyberbullying biasanya mengalami tekanan emosional yang semakin meningkat. Selain itu, Beran & Li (2007) menjelaskan korban cyberbullying mengalami konsentrasi dan prestasi akademik yang menurun serta meningkatnya ketidakhadiran di sekolah.
Untuk itu, upaya dalam menekan peristiwa cyberbullying sangat diperlukan demi tercapainya kesehatan mental yang sehat bagi para remaja atau peserta didik. Rahman, Aryani dan Sinring (2019) mengatakan peserta didik diharapkan dapat meningkatkan penghargaan diri agar memiliki kepercayaan diri dan menghadapi peristiwa cyberbullying dengan tenang apabila terjadi. Lingkungan sekitar memiliki peran dalam menciptakan kondisi aman dan nyaman agar peserta didik mampu menikmati kehidupannya dengan tanggung jawab dan memperoleh kebahagiaan. Begitu juga, lingkungan sekolah sepatutnya menciptakan iklim sekolah yang nyaman dalam mendampingi peserta didik menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi secara online (Schultze-Krumbholz, Zagorscak & Scheithauer, 2016). Guru bimbingan dan konseling diharapkan memberikan intervensi layanan kesehatan mental bagi para peserta didik.
Dari penelitian sebelumnya, sangatlah terbatas pada adaptasi dan pengujian instrumen cyber bullying, tetapi instrumen yang digunakan dalam mengukur tingkat cyber bullying sangatlah diperlukan. Taufiq & Herdi (2020) menegaskan bahwa adaptasi dan pengujian instrumen perlu dilakukan agar menemukan alat ukur yang baku dan bermanfaat dalam memberikan interpretasi sesuai tujuan penelitian. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan adaptasi dan menguji secara empiris instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) . Tujuan penelitian ini agar tersedia alat ukur yang standar dan instrumen versi Bahasa Indonesia. Dengan demikian, peneliti melakukan adaptasi dan validasi instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) agar memperoleh alat ukur yang handal dan dipercaya sehingga layak digunakan di Indonesia bagi peserta didik Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) dikembangkan oleh Topcu dan Ozgur (2017). Peneliti melakukan analisis konfirmatori (CFA) dan mengetahui skala adaptasi Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II). Dengan demikian, instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) layak digunakan oleh pelajar di Indonesia.
METODE
Metode penelitian yang digunakan menggunakan prosedur adaptasi instrumen dari International Test Commission yang terdiri dari proses pre condition, test development, confirmation, administration, score scale and interpretation, dan documentation. Teknik analisis dapat yang digunakan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan adaptasi kuesioner yang mengukur frekuensi peristiwa cyberbullying yang terjadi, baik sebagai pelaku atau korban. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui frekuensi peristiwa cyberbullying yang terjadi, yaitu Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II). Adapun kelebihan dari pengukuran menggunakan Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) antara lain saran dari peneliti sebelumnya perlu mengamati dan memperhatikan peristiwa cyberbullying, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terkini dan mengikuti tren remaja dalam penggunaan media online serta tingkat keparahan cyberbullying, khususnya di kalangan pelajar Sekolah Menengah Atas.
Penelitian ini melibatkan 200 orang responden. Responden merupakan peserta didik sekolah menengah atas, pada beberapa sekolah swasta dan negeri di wilayah Indonesia yang berusia 15-18 tahun. Responden berdomisili tinggal bersama orang tua sebanyak 96% dan tinggal bersama wali 9%.
Analisa data menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) pada program Linear Structural Relationship (Lisrel). Hasil analisis CFA menunjukkan model 2 faktor tidak fit sehingga dilakukan modifikasi terhadap model dan kesalahan pengukuran pada dimensi dibebaskan berkorelasi satu dengan yang lain, dengan demikian diperoleh model fit dengan Chi Square: 1717, 01, df: 147, P- value: 0,69, RMSEA: 0, 045. Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), artinya model dengan satu dimensi (unidimensional) dapat diterima dan menandakan seluruh item mengukur satu dimensi yaitu cyberbullying. Path diagram dapat dilihat pada gambar 1:
Gambar 1. Path diagram model pengukuran cyberbullying
Dari hasil analisa CFA diperoleh P-value sebesar 0,69 yang menunjukkan probability level >
0,05 maka H0 ditolak. Dengan demikian, H1 diterima, artinya instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) versi bahasa Indonesia memiliki propertis psikometrik untuk mengukur cyberbullying bagi peserta didik sekolah menengah atas di Indonesia. Selain itu, berdasarkan Goodness of Fit Statistics diperoleh kecocokan model dengan nilai: RMSEA: 0,045; ECVI: 1,67; NFI:
0,87; CFI: 0,94; RFI: 0,83; GFI: 0,91; AGFI: 0,87.
Berdasarkan hasil terjemahan ahli bahasa dan budaya sebanyak empat orang dan dua tokoh expert judgement yang telah dilakukan maka instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) versi Bahasa Indonesia dapat digunakan bagi peserta didik Sekolah Menengah Atas di Indonesia.
Dengan demikian, instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) versi Bahasa Indonesia layak bagi peserta didik Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Peneliti memvalidasi instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) dan membandingkan validasi pada penelitian sebelumnya (Topcu & Erdur-Baker, 2017) sehingga diperoleh hasil seperti tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Validasi Instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II)
Instrumen Hasil Propertis
Psikometrik Kriteria
Batas Kategori
Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II)
(Topcu & Erdur-Baker, 2017)
RMSEA: 0,09 SRMR: 0,5 Chi Square: 568,77 CFI: 0,87
TLI: 0,83
< 0,05
< 1
< 3
>0,90
>0,90
Sangat Baik Standar Cukup Cocok Sangat Tinggi Fit Marginal
Revised Cyber Bullying Inventory II
(RCBI II) versi Bahasa Indonesia RMSEA: 0,045 SRMR: 0,66 Chi Square: 231,61 CFI: 0,93
TLI: 0,91
< 0,05
< 1
< 3 >0,90
>0,90
Baik Standar
Cocok Sangat Tinggi
Good Fit
PENUTUP
Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa instrumen Revised Cyber Bullying Inventory II (RCBI II) versi bahasa Indonesia layak digunakan oleh peserta didik pada Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Berdasarkan analisis faktor konfirmatori yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh indeks kecocokan yang dapat diterima yaitu nilai RMSEA (0,045) dan indeks kecocokan ECVI (1,67), NFI (0,87), CFI ( 0,93), RFI (0,83), GFI (0,91) serta AGFI (0,87).