79
Volume 11 Nomor 2 Tahun 2020
T ATA K ELOLA P ENGELOLAAN P ARIWISATA DI K AWASAN E KONOMI
K HUSUS T ANJUNG L ESUNG
Siti Soviah¹, Delly Maulana¹, Arif Nugroho¹
¹Prodi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu Politik, dan Ilmu Hukum, Universitas Serang Raya Jalan Serang Cilegon KM 5 Kota Serang Banten, Indonesia
Abstrak
Secara subtantif, tata kelola pemerintahan mempunyai tiga unsur penting. Ketiga unsur tersebut menjadi acuan dalam menjalankan roda pemerintahan. Begitu juga dalam pengelolaan pariwisata yang membutuhkan 3 pihak yang harus berkolaborasi, yakni : Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat sekitar lokasi pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tata Kelola Manajemen Pariwisata di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara, dokumentasi, dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pariwisata di Kabupaten Pandeglang, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung berjalan sesuai dengan harapan baik, namun dalam pelaksanaannya tidak dapat dipungkiri bahwa sering terjadi konflik. Selanjutnya dalam hal Public Private Partnership tercipta kontrak yang baik antara pihak swasta dan pemerintah, namun dari pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta, dan pemerintah hanya membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan wisata di daerah tersebut.
Kata Kunci: Tata Kelola, Manajemen, Public Private Partnership Abstract
Substantially, governance has three essential elements. These three elements become a reference in running the government, likewise, in tourism management, which requires three parties that must collaborate: Local Government, private sector, and communities around the tourism location. This study aims to determine the Governance of Tourism Management in the Tanjung Lesung Special Economic Zone. The method used in this research is descriptive qualitative research with data collection techniques are interviews, documentation, and observation. Based on the results of the study, it can be concluded that the management of tourism in the Pandeglang Regency, especially in the Tanjung Lesung Special Economic Zone, is running according to good expectations. Still, in its implementation, it cannot be denied that conflicts often occur. Furthermore, in the case of the Public-Private Partnership, a good contract is created between the private sector and the government, but the management is left to the private sector, and the government only makes policies related to tourism management in the area.
Keywords: Governance, Management, Publik Private Partnership
I. P
ENDAHULUANIndustri pariwisata merupakan industri yang selalu dihantui oleh krisis dan bencana, bahkan dapat dikatakan sangat sensitif dan rapuh karena sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan- perubahan maupun peristiwa-peristiwa yang ada disekelilingnya. (Isdarmanto, 2017; Muchmad Zaenuri, 2014)
Menurut Faramand (Aminah, Alfandri, &
Wayu Eko Yudiatmaja, 2016; Sudirman, Prastya, &
Edison, 2017) terdapat tiga komponen kunci dari governance, yakni negara dan institusi, organisasi masyarakat sipil yang diabaikan dalam sistem
sebelumnya. Sebelumnya sektor swasta tidak terlibat dalam proses atau dinamika pemerintahan.
Secara subtantif, tata kelola pemerintahan mempunyai tiga unsur penting. Ketiga unsur tersebut menjadi acuan dalam menjalankan roda pemerintahan. Begitu juga dalam pengelolaan pariwisata yang membutuhkan 3 pihak yang harus berkolaborasi, yakni : Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat sekitar lokasi pariwisata.
Pandeglang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki sektor pariwisata yang cukup prospektif. Jika berkunjung ke Kabupaten Pandeglang maka akan banyak ditemui sektor pariwisata, salah satunya wisata pantai.
Copyright® 2020. Owned by Author(s), Published by Administratio.
This is an open-acces article under CC-BY- SA License
80 Observasi penulis menunjukkan jika musim liburan telah tiba, khusunya tahun baru maka Kabupaten Pandeglang menjadi pilihan wisatawan untuk berlibur.
Berdasarkan data pada bulan November 2016, jumlah kunjungan wisatawan ke Banten sebanyak 510.458 orang, sedangkan Desember 2016 meningkat menjadi 569.458 orang, sedangkan pada Juli 2017 sebanyak 399.551 wisatawan atau dapat dikatakan jumlah wisatawan menjadi lebih meningkat dibandingkan Juli 2016 sebanyak 385.214 wisatawan. Target Dinas Pariwisata Pandeglang mencapai 80 persen atau sebesar 480 juta dari target total 600 juta. Target tersebut bersumber dari tiga sektor wisatawan yang dikelola tahun 2018, diantaranya pemandian air panas Cisolong, Cikoromoy dan Pantai Karangsari Carita. Kondisi tersebut, tentu sektor pariwisata memiliki peran penting dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pandeglang.
Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penataan Dinas Pariwisata Pandeglang, bahwa dalam kurun waktu tahun 2017-2018 angka kunjungan wisatawan Pandeglang menunjukan trend positif, sehingga kunjungan tersebut dapat menjadi sebuah peluang dalam meningkatkan PAD di bidang pariwisata.
Menurut Dewan Nasional KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Republik Indonesia sebagaimana dikutip dari KEK.go.id diakses (2018) bahwa KEK Tanjung Lesung diresmikan pada tahun 2015 dan berlokasi di ujung barat Pulau Jawa, yaitu Kabupaten Pandeglang, Banten. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung memiliki letak yang starategis dan akses yang mudah dijangkau, yaitu 170 km dari Ibukota Jakarta dan dapat ditempuh melalui perjalanan darat selama 2,5 – 3 jam.
Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung memiliki luas area 1.500 Ha dengan potensi pariwisata yang beragam. Antara lain keindahan pantai, flora dan fauna serta kekayaan budaya yang eksotis. Pantai dengan pasir putih serta laut yang jernih, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung telah menarik wisatawan nasional maupun internasional. Selama tahun 2016 telah tercatat jumlah kunjungan wisatawan sejumlah 570.000 orang dan ditargetkan akan ditingkatkan hingga 6.1 juta wisatawan saat beroperasi penuh pada tahun 2020. Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur yang peneliti lakukan dengan salah satu pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, bahwa pariwisata Tanjung Lesung, merupakan salah satu penyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) terbanyak sejauh ini, yaitu 100% PAD sekitar 70% nya berasal dari Tanjung Lesung. Pembayaran pajak Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, karena pengelolaannya yang dikelola oleh pihak swasta, Tanjung Lesung sekiranya menyumbang
pendapatan mereka atas pajak yang telah disepakati.
Selanjutnya pada tahun 2018 proyek Sterategis Nasional di Banten, untuk progress Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung cenderung lambat. Menurut Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) mengatakan bahwa khusus untuk Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung ia meminta agar pengembang bersemangat dalam membangunnya, karena Tanjung Lesung sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
Untuk waduk Singdangheula sendiri memastikan bahwa, untuk pembangunan memang berjalan sedikit terlambat, karena terdapat sisa lahan yang belum dibebaskan serta adanya kepemilikan ganda tanah yang akan dilepaskan nanti. Namun beberapa PSN (Proyek Startegi Nasional) pembebasan lahan Tol Serang-Panibang sudah berjalan 50.73 persen. Kemudian untuk PSN (Proyek Startegi Nasional) Tol Cinere-Serpong meski masih terdapat kendala yang hampir sama, yakni pembebasan tanah, namun PSN di daerah tersebut sudah berjalan 88,4 Persen. Selanjutnya untuk pembebasan lahan Tol Kunciran - Serpong sudah mencapai 97,4 persen. Sementara itu, untuk tol Cengkareng-Batu sudah melakukan pembebasan lahan mencapai 51,48 persen. Untuk pengelolaan pariwisata ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah daerah, pihak Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dengan masyarakat sekitar, tetapi yang paling penting di sini adalah dari pihak Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dengan masyarakat sekitar Kawasan Ekonomi Khusus, jika relasi masyarakat dengan pihak swasta baik, dan masyarakat mendukung serta ikut mengembangkan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung ini, maka sektor pariwisata yang dikelola akan berjalan dengan baik, tetapi pada kenyatannya yang menjadi sumber dari penyebeb beberapa infrastruktur memiliki kendala dalam pembangunanya seperti pembuatan bandara, yaitu karena hambatan dari masyarakatnya, perencanaan yang awalnya akan dijalankan oleh pihak pengelola mengenai infrastruktur terhambat di tengah-tengah perjalanan, karena lokasi yang akan dibangun infrastruktur sebenarnya belum ada dan masih dimiliki oleh masyarakat sekitar dan masyarakat sekitar tidak mau menghibahkan tanah tersebut dan dijual dengan harga tinggi oleh pemilik tanah dan ini menjadi hambatan dalam mengembangkan pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Namun berdasarkan wawancara dengan beberapa pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung serta perwakilan masyarakat sekitar pariwisata, permasalahan secara umum yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dan swasta dalam pengelolaan pariwisata, yaitu, SDM (Sumber Daya Manusia) dan
81 konflik tanah. (https://www.kabar banten.com/proyek-strategis-nasional-di-banten- progres-kek-tanjung-lesung-lambat/)
Terkait dengan uraian di atas Adapun kompilasi artikel ilmiah yang cukup relevan dan mendukung diantaranya Bardhan(Bardhan, 2002), Boonsiri dan Phiriyasamith (Boonsiri &
Phiriyasamith, 2016), Abbott et al (Abbott et al., 2015), Andena, M. (2017), Devi, S.S. 2018, yang secara garis besar menuturkan konteks pembangunan yang melibatkan multi stakeholder, dimana konsep orkestrasi merupakan perantara mobilisasi orkestra (yang dilakukan oleh pemerintah) secara sukarela dalam mencapai tujuan pemerintahan bersama. Kemudian hal itu diperkuat dengan kajian Bapeda Kabupaten Pandeglang (2018) bahwasanya konsep yang diusung adalah co-ownership yakni kawasan wisata bahari merupakan kepemilikan bersama, maka dari pada itu hak-hak masyarakat di dalamnya yang harus direkognisi, namun konservasi tetap harus dilaksanakan bersama. Konsep co- operation/co management mensyaratkan kepemilikan bersama mengharuskan, pengelolaan pesisir untuk dilakukan bersama-sama seluruhkomponen masyarakat/stakeholder yang terdiri dari pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah (ORNOP) yang harus bekerja sama.
II. T
INJAUANP
USTAKADestination Management Organization
Destination Management Organization (DMO) adalah tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistematik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran masyarakat, pelaku/asosiasi, industry, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama. (Pedoman Pembentukan dan Pengembangan DMO, Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif, 2010)
Menurut Destination Consultancy Group dalam Morisson (Trihayuningtyas, Rahtomo, & Haryadi Darmawan, 2018)mengungkapkan bahwa DMO memiliki 6 peran kepemimpinan dalam pengelolaan pariwisata untuk mencapai tujuan secara keseluruhan di masa depan, yakni : a.
Kepemimpinan dan koordinasi; b. Perencanaan dan penelitian; c. Pengembangan produk; d.
Pemasaran dan promosi; e. Kemitraan dan penguatan tim; dan f. Hubungan Masyarakat.
Selanjutnya, untuk meningkatkan destinasi wisata di suatu daerah, maka perlu ada perencanaan yang strategis dengan mengedepankan pola-pola perencanaan
pembangunan wisata yang berkelanjutan. Sebab pola pembangunan yang berbasis pada pola keberlanjutan akan memberikan dampak yang signifikan dalam pengembangan pariwisata di daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah sekaligus masyarakatnya (Vladimir, Martínez, & Francisca, 2019).
Private Public Partnership
Public Private Partnership (Abbas, 2018;
Delcroix, 2017; Onyemaechi, 2016) adalah perjanjian atau kontrak antara pemerintahan dengan sektor swasta, antara lain : Pertama, sektor swasta mengambil alih fungsi selama periode waktu yang ditentukan; Kedua,sektor pariwisata menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut, baik langsung maupun tidak langsung;
Ketiga, sektor swasta dibebani timbulnya risiko dari pelaksanaan fungsi tersebut; dan Keemapat, adapun fasilitas publik, seperti tanah atau sumber- sumber daya yang lain, tanpa dialihkan ke sektor swasta, tetapidapat digunakan oleh sektor swasta untuk dikelola.
III. M
ETODEP
ENELITIANMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana metode ini untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka. Penelitian ini berusaha menjelaskan fenomena sosial yang terjadi. Tipe penelitian ini adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif dimana peneliti menjelaskan mengenai tata kelola pengelolaan paiwisata di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung serta menjelaskan Tata Kelola Pengelolaan Pariwisata KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung dengan konsep Publik Private Partnership yakni perjanjian antara Pemerintah dengan sektor pariwisata. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi. untuk pengumpulan data peneliti menggunakan teknik purposive sampling, teknik ini dalam pengambilan sampel berdasarkan kapasitas dan kapabilitas atau yang kompeten/benar-benar paham dibidangnya diantara anggota populasi.
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh di lapangan, terdapat beberapa data yang sesuai dengan indikator-indkator tata kelola pengelolaan pariwisata dari DMO yang seharusnya dijalankan oleh pihak swasta untuk pengelolaan pariwisata di masa depan. Kemudian untuk yang kedua yakni Publik Private Partnership dimana dalam hal ini peneliti membahas indikator – indikatormengenai perjanjian antara pihak swasta dengan pihak pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan jawaban dari perumusan masalah dan dapat menghasilkan jawaban atas masalah yang ada.
82
IV. H
ASIL DANP
EMBAHASANTata Kelola Pengelolaan Pariwisata di Kabupaten Pandeglang
Tata Kelola Pengelolaan Pariwisata di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung yang berada di kecamatan panimbang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti, karena pariwisata merupakan sesuatu yang dapat menjadi peluang berkembangnya suatu daerah dalam berbagai aspek, terutama untuk kemajuan aspek ekonomi.
Tidak bisa dipungkiri banyak sekali daerah yang berkembang pariwisata di daerah tersebut dikelola dengan baik. Namun untuk mengembangkan pariwisata tentu saja memerlukan kerjasama yang baik antara Pemerintah Pusat/Daerah, Swasta/Investor dan masyarakat sekitar itu sendiri.
Tanjung Lesung merupakan pariwisata yang sudah termasuk kedalam Kawasan Ekonomi Khusus dimana tidak semua pariwisata termasuk kedalam Kawasan Ekonomi Khusus, hanya beberapa daerah pariwisata yang dianggap spesial.
Keuntungan pariwisata yang termasuk ke dalam Kawasan Ekonomi Khusus bahwa untuk akses berupa jalan tol dan apapun itu yang menuju ke tempat pariwisata Tanjung Lesung akan di tanggung oleh pemerintah. Namun untuk pembangunan jalan tol ini memerlukan kerjasama antara Pemerintah dengan masyarakat, karena pada dasarnya hambatan yang dialami oleh pemerintah dalam pemnbangunan maupun peluasan jalan tol ini memerlukan pembebasan tanah, terkadang masyarakat tidak ingin melespakan tanahnya. Dan hambatan ini merupakan hambatan yang seharusnya dapat diselsaikan dengan cepat oleh pemerintah, karena hambatan semacam ini sering kali ditemukan selama pelaksanaan pembangunan.
Untuk mengukur apakah Tata Kelola Pengelolaan Pariwisata di Kabupaten Pandeglang telah berjalan dengan baik, maka peneliti harus mengukur dengan teori. Teori yang diambil yaitu dari DMO (Destination Management Organization) yang salah satu indikatornya yaitu, Pemasaran dan Promosi. DMO adalah tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistematik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama.(Trihayuningtyas et al., 2018)
Menurut Morisson (Trihayuningtyas et al., 2018), ada 6 (enam) peran peran kepemimpinan dalam pariwisata, yakni Kepemimpinan dan koordinasi; Perencanaan dan penelitian;
Pengembangan produk; Pemasaran dan promosi;
Kemitraan dan penguatan tim; dan Hubungan Masyarakat. DMO mengembangkan strategi pemasaran secara keseluruhan dan mempersiapkan jangka panjang serta rencana pemasaran jangka pendek untuk pariwisata. Hal tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi sasaran pasar prioritas dan memilih gambar yang paling efektif untuk mencapai tujuan pada pelaksanaan pendekatan merek yang efektif untuk mencapai tujuan pada pelaksanaan pendekatan merek yang efektif.
Mengenai promosi yang dilakukan oleh pihak Tanjung Lesung yakni bahwa mereka menawarkan beberapa hal yang seharusnya memang ditawarkan. Beberapa yang ditawarkan oleh pihak Tanjung Lesung, yakni (1) Hunian yang nyaman sebagai resort, (2) Transportasi yang mudah dengan adanya jalan tol, (3) Keindahan alam, (4) Budaya, (5) Wilayah penghubung disekitar Tanjung Lesung.
Dalam melakukan atau mengembangkan promosi di atas tentu saja membutuhkan startegi yang baik dan tepat sasaran. Bahwa pihak Banten West Java atau swasta membuat masterplan yang terdiri dari beberapa zona dan dari masterplan tersebut kemudian akan dilakukan pembangunan, sehingga pembangunan tidak dilakukan dengan acak, namun secara bertahap dari yang menjadi prioritas terlebih dahulu. Dari masterplan inilah pihak swasta mempresentasikan kepada para investor sehingga mengundang investor untuk berinvestasi di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung. Mereka juga melakukan promosi dengan menyelenggarakan beberapa festival, dimana hal itu telah dilakukan sejak 2016-2019 lalu. Jadi pada dasarnya event-event yang diselenggarakan dari tahun ke tahun memang untuk mempromosikan. Diketahui festival-festival tersebut atas dukungan dari beberapa pihak.
Hampir semua pihak ikut membantu dalam mempromosikan wisata KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung, seperti melalui event- event yang hampir selalu diadakan setiap tahunnya. Pemerintah Daerah sendiri juga ikut membantu dalam kegiatan promosi, seperti halnya yang dilakukan oleh Kecamatan Panimbang.
83 Gambar 1. Festival Tanjung Lesung
Sumber: https://kek.go.id/ (2018) Gambar 1 di atas merupakan Festival–festival yang pernah diselenggarakan oleh pihak pariwisata, hal tersebut bertujuan agar Kawasan Ekonomi Khusus ikut terpromosikan, karena relatif berdekatan dengan lokasi festival. Festival Tanjung Lesung ini sudah dilaksankan sejak 4 tahun yang lalu dan pemerintah begitu mendukung dengan adanya event kebanggan masyarakat Banten, karena dengan event tersebut diharapkan banyak daerah di luar banten yang akhirnya dapat lebih mengenal Banten.
Berdasarkan hasil dilapangan yang didapatkan oleh peneliti bahwa memang benar festival Tanjung Lesung sudah dilaksanakan beberapa tahun lalu dan hal ini memiliki dampak yang positif bagi daerah pariwisata maupun masyarakat sekitar. Karena dengan adanya festival-festival itu dapat membuat daerah pariwisata lebih dikenal dan semakin banyaknya wisatawan yang datang sehingga masyarakat dapat memanfaatkan hal tersebut untuk membuat suatu usaha demi kelangsungan hidup mereka, serta keuntungan bagi pariwisata itu sendiri. Terkait dengan itu (Trihayuningtyas, Rahtomo, & Haryadi Darmawan, 2018) menuturkan bahwa DMO (Destination Consultancy Group) tujuan yang hendak dicapai diantaranya Pengembangan produk; Pemasaran serta promosi.
Tata Kelola Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dengan konsep Publik Private Partnership
Public Private Partnership(Abbas, 2018) adalah perjanjian atau kontrak antara pemerintahan dengan sektor swasta yang antara lain; a) sektor swasta mengambil alih fungsi selama periode waktu yang ditentukan, b) sektor pariwisata menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut baik langsung dan tidak langsung, c) sektor swasta dibebani timbulnya risiko dari pelaksanaan fungsi tersebut, d) adapun fasilitas publik, tanah atau sumber- sumber daya yang lain tanpa dialihkan sektor swasta, atau dapat digunakan oleh sektor swasta.
Adapun digambarkan sebagai berikut;
Sumber: Data diolah
Gambar 2. Public Private PartnershipPemerintah dengan Swasta
Sumber : Peneliti (2020)
Pertama, dalam hal sektor swasta mengambil alih fungsi selama periode waktu yang ditentukan artinya sektor privat menjalankan fungsi pemerintahan untuk periode atau masa tertentu, dalam hal ini pihak Banten West Java sebagai sektor swasta memiliki peran sebagai penanggung jawab sekaligus sebagai pengelola dari Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Mengapa swasta disini memiliki peran sebagai pengelola maupun penanggung jawab karena pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung ini diajukan oleh pihak swasta itu sendiri yaitu Banten West Java dan Pemerintah Daerah memiliki firasat bahwa Tanjung Lesung nantinya akan menjadi Pariwisata yang menjanjikan di masa depan. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung merupakan satu- satunya Kawasan Ekonomi Khusus yang dikelola oleh swasta dan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat/Daerah. Terkait dengan itu Faramand (Aminah, Alfandri, & Wayu Eko Yudiatmaja, 2016; Sudirman, Prastya, & Edison, 2017) terdapat tiga komponen kunci dari governance, yakni negara dan institusi, organisasi masyarakat sipi dan sektor privat yang mana pada masa paradigma sebelumnya sempat diabaikan, namun pada dasarnya keberadaanya untuk ambil peran ternyata sangat diperlukan.
Adapun undang-undang yang mengatur mengenai Sektor swasta mengambil alih fungsi selama periode waktu yang ditentukan artinya sektor privat menjalankan fungsi pemerintahan untuk periode atau masa tertentu adalah pada Pasal 3 ayat (2) Badan Usaha sebagaimaan dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung sampai siap operasi dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Terkait dengan itu (Abbas, 2018; Delcroix, 2017;
Onyemaechi, 2016) Public Private Partnership pada dasarnya sektor privat mengambil alih fungsi selama periode waktu yang ditentukan; kemudian
Public Private
PartnershipPemerintahdenganSwasta
Swasta ambil alih fungsi selama periode waktu yang
ditentukan
KonsekuensiBeban&Manfaat
PariwisataMemperolehkompensasi (manfaat) namun asset tidakberalihmenjadikepemilikanswasta
84 sektor pariwisata menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut.
Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan oleh peneliti mengenai sektor pariwisata yang diambil oleh swasta, bahwa Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dalam pengambil alihan pengelolaannya, tidak ditentukan waktunya, jadi kawasan pariwisata Tanjung Lesung akan terus dikelola oleh pihak swasta itu sendiri, dan pihak pemerintah hanya berperan dalam perizinan, pengawasan dan pengendaliannya saja. Kemudian untuk alih fungsi pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus pariwisata ada ketentuan berdasarkan regulasi yang telah ditentukan, dan jika selama 25/30 tahun. Jika hasil evaluasi menyatakan pihak swasta mampu mengelola pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dan mengalami peningkatan, maka hal tersebut dapat dipertimbangkan dan dapat ditambahkan kembali periode alih fungsinya, sedangkan jika selama pengelolaan di pegang oleh swasta tidak mengalami peningakatan dan tidak mendapatkan keuntungan untuk kedua belah pihak, maka alih fungsi pengelolaan dapat dicabut oleh pemerintah.
Kedua, dalam hal sektor pariwisata menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut baik langsung dan tidak langsung, maksudnya bahwa sektor privat menerima kompensasi atas penyelenggaraan fungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelayanan kompensasi ini bahwa pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung memilik kompensasi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/ Daerah, seperti dalam undang-undang no 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di bagian ketiga mengenai Pembangunan dan Pengoperasian dalam pasal 13 (1) pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrasturktur di dalam Kawasan Ekonomi Khusus dapat berasal dari Pemerintah Daerah, Swasta, dan sumber lainnya yang sah. Namun berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa untuk Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung untuk di dalam wilayah 1500 hektar itu dibiayai oleh pihak swastanya sendiri, namun untuk pembiayan diluar itu menggunakan biaya dari Pemerintah Pusat/
Daerah seperti pembangunan jalan tol untuk menuju ketempat pariwisata sebagai fasilitas dari adanya Boonsiri dan Phiriyasamith (Boonsiri &
Phiriyasamith, 2016), Abbott et al (Abbott et al., 2015), pembangunan yang melibatkan multi stakeholder, pendekatan orkestrasi berfungsi sebagai perantara mobilisasi orkestra (yang dilakukan oleh pemerintah bersama stakeholder ) secara sukarela dalam mencapai tujuan kepemerintahan bersama.
Selanjutnya adalah kompensasi mengenai pajak daerah dan retribusi daerah bahwa KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Lesung dalam
pasal 35 menjelaskan bahwa (1) setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan intensif berupa pembebasan atau keringan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pentiadaan maupun keringan dalam bentuk pajak pariwisata khusus untuk kawasan KEK, namun untuk kawasan Tanjung Lesung sendiri saat ini menggunakan pilihan bahwa untuk pajak pariwisata di ringankan statusnya. Kemudian yang dimaksud dengan kompensasi bagi pihak pengelola kawasan pariwisata, yaitu mereka mendapatkan perlakuan khusus mengenai PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) seperti hotel dan sebagainya.
Berdasarkan hasil yang peneliti dapatkan, bahwa pihak pengelola pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus memperoleh keringanan pajak dari pemerintah. Namun sekalipun diberikan keringanan pemerintah kabupaten Pandeglang tetap berharap dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus dapat menyumbangkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Terkait dengan itu (Vladimir, Martínez, & Francisca, 2019), pola pembangunan yang berbasis pada keberlanjutan pada dasarnya akan memberikan dampak yang signifikan dalam pengembangan pariwisata di daerah tersebut sehingga dampak lebih lanjut yakni mampu meningkatkan pendapatan daerah sekaligus perekonomian masyarakatnya
Ketiga, sektor swasta dibebani timbulnya risiko dari pelaksanaan fungsi tersebut, sektor privat bertanggung jawab atas tersebut. Jadi sektor privat bertanggung jawab atas apapun resiko dalam berlangsungnya penyelenggaraan tersebut.
Dalam hal ini bahwa pihak Banten West Java bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, karena peran Administrator Kawasan Ekonomi Khusus hanya sebagai perizinan dan pembuat kebijakan serta evaluasi dari kawasan pariwisata ini.
Dalam hal ini, bahwa pihak Banten West Java merupakan lembaga pengelola sekaligus sebagai penanggung jawab dari pariwisata, tetapi pihak Banten West Java bertanggung jawab hanya dalam kawasan 1500 hektar, di luar itu pihak pemerintah yang bertanggung jawab.
85 Gambar 3. Master Plan
Sumber: https://kek.go.id/ (2018) Jadi di luar dari pada itu, pihak BWJ tidak ikut mengelola, karena itu keluar dari tanggung jawab mereka. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan bahwa memang benar, luas 1500 hektar dikelola langsung oleh pihak swasta dari mulai pariwisata Tanjung Lesung-Cikadu. Namun untuk perizinan dan jalan provinsi yang nantinya akan menjadi jalan nasional, yaitu jalan tol untuk akses menuju kawasan pariwisata dipegang oleh Pemerintah Daerah, termasuk ke Kecamatan Sumur, sedangkan untuk jalan yang berada disekitaran hotel Tanjung Lesung itu merupakan tanggung jawab swasta.
Keempat, dalam hal fasilitas publik, tanah atau sumber-sumber daya yang lain tanpa dialihkan sektor swasta, atau dapat digunakan oleh sektor swasta. Mengenai fasilitas publik yang dialihkan kepada pihak swasta maupun sumber-sumber daya lainnya yaitu, seperti tanah, tanah disini dimaksudkan bahwa pembangunan jalan tol diperuntukan sebagai akses wisatawan untuk menuju pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung.
Menurut pihak Banten West Java pemerintah pusat sangat mendukung, sudah terbukti dengan pembangunan jalan tol dan reaktifasi rel kereta api Rangkas-Serang demi mendukung adanya Kawasan Ekonomi Khusus ini. Hal ini merupakan fasilitas yang disediakan dan dipakai oleh pihak swasta oleh Pemerintah Pusat/ Daerah.
Gambar 4. Infrastruktur Wilayah Sumber: https://kek.go.id/ (2018) Berdasarkan hasil di lapangan untuk fasilitas publik yang dapat digunakan oleh swasta yaitu berupa lahan yang nantinya akan menjadi akses
menuju tempat pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Jalan tol mulai dibangun ditahun 2019 dan sedang dalam pembangunan dan akan selesai ditahun 2020. Namun untuk reaktifitas rel kereta api itu masih dalam perencanaan dan pelaksanaannya belum terlalu terlihat seperti pembangunan jalan tol. Terkait dengan uraian keempat tersebut (Trihayuningtyas, Rahtomo, & Haryadi Darmawan, 2018) pentingnya peran kepemimpinan dalam pengelolaan pariwisata untuk mencapai tujuan secara keseluruhan di masa yang akan datang yakni Kepemimpinan dan koordinasi. Dengan hal itu maka bagaimana relasi pemerintah pusat daerah dan sektor privat dapat terkelola dengan baik dan seluruh agenda dapat terialisasi dengan baik serta menghasilkan daya dampak yang diharapkan.
Relevansi dan Integrasi Pemerintah Kabupaten melalui Perangkat Daerah Kecamatan Pada Program Nasional
Program Nasional merupakan merupakan manifestasi atas RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJMN merupakan instrumen, tahapan serta titik masuk dalam rangka mewujutkan tercapainya tujuan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional). Ketika berbicara tentang negara berati kita berbicara tentang elemen atau unsur dari negara itu sendiri. Kita ketahui bahwasanya negara adalah Pemerintah yang berdaulat, Warga negara/
Masyarakat Sipil, dan wilayah baik secara georafis maupun wilayah secara antopologis yang menjadi satu kesatuan wilayah secara Nasional. Pemerintah yang berdaulat beserta elemen lain yang ada di dalamnya, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas jenjang pemerintahan yang terdiri dari pemerintah pusat Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota Nugroho dan Maulana 2020 (Nugroho,Arif & Maulana, Delly 2020).
Terkait dengan perwujudan Program Nasional, hakikatnya adalah sinergitas hajat nasional, dimana seluruh jenjang penyelengara pemerintahan bersinergi dengan kapasitas yang dimiliki dalam rangka mewujudkan cita – cita Program Nasional. Pemerintah daerah kabupaten/
kota dalam penyelenggaraan pemerintahan otonom dengan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan berkewajiban mengambil bagian dalam sinergi pembangunan nasional tersebut, dengan tetap memperhatikan jejaring kemitraan dengan unsur negara yang lain yang berada dalam wilayah penyelenggaraan pemerintahanya. Pemerintah Kabupaten dalam hai ini kabupaten pandeglang melalui uraian penyelenggaraan pemerintah daerah bersama dengan birokrasi/ Perangkat daerah yang ada, khususnya Kecamatan sebagai Perangkat
86 Kewilayahan sesuai dengan kapasitasnya masing - masing wajib memperhatikan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Terkait dengan itu diketahui bahwa pada tanggal 8 Mei tahun 2018 ini telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan. Secara eksplisit pada pasal 7 dijelaskan bahwa Pembentukan Kecamatan Dalam Rangka Kepentingan Strategis Nasional.
Lebih lanjut ayat (1) menjelaskan bahwa Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah Pusat dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota tertentu melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk membentuk Kecamatan. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa pemerintah menaruh ekspektasi yang besar pada kecamatan bahwa keberadaanya dijadikan sebagai salah satu instrument terealisasinya cita – cita Program strategi Nasional.
Adapun yang menjadi prioritas pembangunan nasional pada tahun 2017 dijelaskan dalam gambar 5 sebagai berikut;
Gambar 5. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Nasional
Sumber : Paparan Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan Dan Kerjasama (2016) Prioiritas pembangunan merupakan rangkaian terintegral dengan Sasaran pembangunan. Dari data pada Gambar di atas beberapa diantaranya merupakan program nasional yang dilaksanakan di kabupaten pandeglang, Seperti KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung lesung Kecamatan Panimbang, Pengembangan konektivitas Nasional yaitu pembangunan jalan tol Serang – panimbang sepanjang 83,6 km guna pendukung proyek KEK tersebut, kemudian proyek pembangunan bandara banten selatan yang pada akhirnya dicoret oleh pemerintah pusat karena suatu anggapan bahwa pemerintah kabupaten Pandeglang lemah dalam pengawalan PSN (Proyek Strategi Nasional), Hal tersebut sesuai dengan pendapat salah salah seorang pengamat kebijakan daerah sebagaimana dikutip dari (Faktapandeglang, 26 November 2017) salah seorang pengamat kebijakan pembangunan Kabupaten Pandeglang mengatakan sebagai berikut ; “... Kan ada kewajiban rencana aksi yang harus dilakukan daerah ketika ada
proyek strategis dari pusat. Mungkin saja dinilai ada kelambatan atau kendala – kendala lainya....”
Rencana aksi yang terkendala disini berdasakan hasil olah dokumen diketahui bahwa adanya keterlambatan dan ketidaksiapan pemerintah kabupaten pandeglang membayar pohon tegak lahan perhutani sobang yang akan dijadikan lokasi bandara. Lebih lanjut menurut salah seorang Pejabat Kesekretariatan Provinsi Banten sebagaimana dikutip dari (Kabar banten.com16 Agustus 2017) terkait dengan pencoretan tersebut mengatakan bahwa ; “...Saya kurang tahu, kan progresnya pusat, lahan kan di perhutani kita engga berhak. Tapi yang terhapus itu bukan berarti tidak bagus. Pak jokowi ini ingin cepat, Kalau lambat ya sudah dibelakangin dulu, buat yang baru yang sudah siap....”
Berkaitan dengan itu adapun ketentuan yang menyatakan bahwa pemerintah daerah pada dasarnya berkewajiban memberikan dukungan pada program nasional sebagaimana Informan dari Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri mengatakan; “ … sekarang ada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang pengawasan pemerintah daerah. Intintiya begini di peraturan tersebut kalau pemerintah daerah tidak mendukung program pemerintah pusat atau tidak mengindahkan aturan yang ditentukan pemerintah pusat, maka kementerian dalam negeri bisa memberikan sanksi….”(wawancara, Oktober 2017)
Wawancara dan uraian di atas menjelaskan bahwa dalam segala jenis proyek nasional yang bertempat di daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada dasarnya pemerintah daerah wajib melaksanakan dan mendukung ketercapaian keberhasilanya. Ketika mengukur keberhasilan setidaknya bisa dilihat dari bagaimana kesungguhan dan ketepatan Pemerintah kabupaten pandeglang dalam menjalankan rencana aksi yang menjadi porsinya.
Dalam hal kasus pencoretan Program Strategi Nasional bandara di kabupaten pandeglang, yang diakibatkan rencana aksi pembebasan lahan, disini siapa yang menjadi ujung tombak pelaksananya, setidaknya bukan bupati saja, atau bupati dan sekretariat daerah saja, namun secara jelas keberadaan perangkat daerah kewilayahan kecamatan yang dipimpin oleh seorang Camat sebagai kepanjang tanganan Pemerintah kabupaten pandegalang, setidaknya harus mampu melaksanakan kewenangan Koordinasi, fasilitasi serta seni berkoordinasinya dengan prinsip integrasi dan sinkronisasi pada stakeholder guna membantu Bupati mewujudkan ketercapaian rencana aksi. Terkait dengan itu (Trihayuningtyas, Rahtomo, & Haryadi Darmawan, 2018) dianggap sangat penting peran kepemimpinan pada pengelolaan program guna mencapai tujuan secara keseluruhan di masa yang akan datang tidak lain
Slide - 10
•Revolusi Mental
•Pembangunan Pendidikan
•Pembangunan Kesehatan
•Pembangunan Perumahan dan Permukiman DIMENSI
PEMBANGUNAN MANUSIA
•Kedaulatan Pangan
•Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan
•Kemaritiman dan Kelautan
•Pariwisata
•Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR
UNGGULAN
•Pemerataan Antarkelompok Pendapatan
•Perbatasan Negara dan Daerah Tertinggal
•Pembangunan Perdesaan dan Perkotaan
•Pengembangan Konektivitas Nasional
DIMENSI PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
•Stabilitas Keamanan dan Ketertiban
•Konsolidasi Demokrasi dan Efektivitas Diplomasi
•Kepastian dan Penegakan Hukum
•Reformasi Birokrasi
KONDISI PERLU
Prioritas dan Sasaran Pembangunan Nasional 2017
87 dan tidak bukan adalah Kepemimpinan dan koordinasi
Lebih lanjut terkait dengan rencana penataan kewenangan camat yang saat ini dilakukan oleh pemerintah kabupaten pandeglang yang relevan dengan penguatan kewenangan camat dalam program strategi nasional sebagaimana dikatakan oleh Informan dari Bagian Pemerintahan mengatakan; “ Pada realisasi program nasional sejak dulu memang camat kita libatkan contohnya pembangunan jalan tol serang – panimbang. Yang memfasilitasi pembebasan lahan, sosialisasi – sosialisasi pada masyarakat, mengkomunikasikan dengan masyarakat tentunya camat sebagai pemilik wilayah yang lebih berkompeten dalam hal itu, menjelaskan pada masyarakat untuk pengembangan di wilayahnya. Kalau masalah bandara di panimbang kemarin selain masalah tingginya harga yang diminta oleh masyarakat, terpaut jauh dengan penetapan harga yang ditentukan oleh tim apraisal dari pemerintah pusat sehingga itu yang menjadi kendala. Kemudian secara administrasi Gubernur kita nilai lamban menetapkan SK lokasi bandara sehingga BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak mau kalau hanya SK dari menteri, harus SK Gubernur.”
(wawancara, Mei 2018).
Dicoretnya satu proyek nasional tersebut setidaknya dijadikan pengalaman oleh pemerintah kabupaten pandeglang dan mungkin pemerintah daerah yang lain kedepanya untuk dapat menjalankan rencana aksi sebaik mungkin, yang mana penekanannya, selain pada ketepatan target juga pada ketepatan kaedah administrasi yang telah ditetapkan dalam kebijakan petunjuk pelaksanaan dan teknisnya. Dalam hal ini mungkin juga sebagai pengalaman camat/ kecamatan ketika menjalankan kewenanganya dalam rencana aksi Proyek Nasional terhadap seni memfasilitasi serta koordinasinya dengan pihak terkait/ jejaring kemitraan yang ada.
Pada dasarnya cita – cita dari keberadaan program strategi nasional adalah memberikan implikasi pada meningkatnya daya saing pembangunan perekonomian dan kesejahteraan Masyarakat pada wilayah wilayah yang dianggap berdampak. Diketahui pada dasarnya pembangunan dengan spirit keberlanjutan akan memberi implikasi yang signifikan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah, sehingga dapat menggenjot pendapatan daerah beserta masyarakatnya (Vladimir, Martínez, &
Francisca, 2019). Terkait dengan relevansi kapasitas yang dimiliki oleh camat sebagaimana dikatakan oleh Informan dari Komisi 1 DPRD Pandeglang sebagai berikut; “Jadi memang ada beberapa kecamatan yang harus disiasati oleh camat itu sendiri karena sesuai dengan potensi lokalnya memang sangat mumpuni untuk pertumbuhan ekonomi. Itu kalau camatnya ga
mudeng terhadap pekerjaan, kecamatan itu ya ga maju-maju. Kayak misal nya Carita sebagai basis dari pariwisata, kalau camatnya ga mudeng ya ga maju-maju….Jadi begini, saya lihat secara umum misalnya sebuah daerah bisa maju tergantung leadernya atau bisa memajukan daerah bukan karena bukan hanya semangat tinggi saja artinya memang harus dipenuhi oleh konsep-konsep yang matang. Semangat mengacu kepusat kita apresiasi memang kita harus ada terobosan tapi kemudian perencanaannya harus sesuai dengan kondisi lokal Pandeglang” (wawancara, November 2017).
Hal senada juga dikatakan oleh Informan sebagai tokoh masyarakat : “Ada kreatifitasnya, kreatifitas berfikir dan kreatifitas bertindak, yang saya lihat selama ini memang camat tidak pernah menjadi manusia yang papuler, karena popularitasnya kalah dengan bupati atau malah sama kepala desa, camat itu fungsinya malah lebih administratif. Camat juga perlu inovasi, ya inovasi apapun ya sesuai dengan bidang kewenanganya sehingga apa juga bisa memeberikan kontribusi yang jauh lebih baik bagi pembangunan, masyarakat dan lainya…….saya senang dengan upaya – upaya pemerinyah pusat. Upaya pemerintah pusat untuk ada masuk proyek nasional, percepatan pembangunan peningkatan kesejahteraan. Cuma problemnya buat saya, peran aktif pemerintah daerah menurut saya masih kurang untuk ikut mensosialisasikan, atau untuk ikut mengambil keuntungan dari itu. Misalnya nanti bakal ada proyek nasional di mana, trus apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah kabupaten itu kan, sehingga apa pertumbuhan proyek nasional yang ada seiring sejalan dengan daerah.
Kesan yang saya lihat adalah pemerintah kabupaten pandeglang itu hanya menunggu saja, menunggu apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah pusat pada derahnya. Apa, misalnya harus ditumbuhkan ekonomi – ekonomi kreatif seiring dengan munculnya proyek nasional baik di sektor pariwisata maupun sektor – sektor yang lain. Tapi saya tidak melihat itu. Pariwisata ya tetep seperti itu, apa yang dilakukan, ada ngga ekonomi kreatif, ngga ada sama sekali. Tapi minimalnya apa yang hendak dikembangkan pandeglang sekarang ini kalau saya melihat tidak jelas. Apa sih yang hendak dikembangkan pandeglang, hampir tidak nampak, tidak terasa.” (wawancara, Mei 2018).
Terkait dengan wawancara di atas, adapun rencana pengembangan kawasan pada beberapa kecamatan diantaranya kecamatan Panimbang dan kecamatan Labuan yang kedepanya akan diproyeksikan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp) Pusat Kegiatan Kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata, perekonomian untuk skala regional, jasa keuangan/bank, simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan sebagaimana dijelaskan pada table berikut
88 Tabel 1. Rencana Pengembangan Kawasan
Kecamatan No. Sistem
Pusat Kegiatan
Kawasan
Perkotaan Lokasi Fungsi Utama 1 Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW)
Pandeglang Kecamatan
Pandeglang Pusat Kegiatan Pemerintahan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata, perekonomian untuk skala regional, pendidikan, kesehatan, peribadatan, simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan 2 Pusat
Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp)
Panimbang dan Labuan
Kecamatan
Panimbang, Kecamatan
Labuan
Pusat Kegiatan Kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata, perekonomian untuk skala regional, jasa keuangan/bank, simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan Sumber: data diolah Bapeda Pandeglang (2018)
Berdasarkan wawancara serta table di atas pada dasarnya penguatan kelembagaan kecamatan baik dari aspek legitimasi kewenangan camat serta kecukupan kelembagaan sebagai penopang keberhasilan pelaksanaan kewenangan dianggap suatu hal yang penting. Terkait dengan itu Bardhan(Bardhan, 2002), Boonsiri dan Phiriyasamith (Boonsiri & Phiriyasamith, 2016), Abbott et al (Abbott et al., 2015), Andena, M.
(2017), Devi, S.S. 2018, yang secara garis besar menuturkan konteks pembangunan yang melibatkan multi stakeholder. Pemerintah daerah dalam hal ini melalui perangkat daerah kecamatan memiliki peran yang amat sangat penting dalam orkestra. Penguatan di sini seyogyanya harus relevan dengan arah kebijakan pemerintah dan pemerintah kabupaten pandeglang. Dalam mensukseskan Program Strategi Nasional serta program daerah seperti halnya rencana pengembangan kawasan kecamatan, salah satunya penetapan Kecamatan Labuan dan Panimbang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp), selain dibutuhkan penguatan kelembagaan kecamatan, camat diharapkan memiliki Kreatifitas dan Inovasi. Sehingga dengan hal itu, serta diiringi dengan komitmen yang kuat dari Bupati Pandenglang untuk mendukung camat, maka dapat dimungkinkan ketika kreatifitas dan inovasi didayagunakan oleh camat dalam melaksanakan kewenanganya, hasilnya program nasional dan program daerah tidak hanya cukup terlaksana saja, namun seiring sejalan faedah lain sebagai dampak
program nasional akan diperoleh dan tentunya hal itu secara nyata dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan kabupaten pandeglang dan khususnya di wilayah Kecamatan.
V. P
ENUTUPBerdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa, dalam tata kelola pengelolaan pariwisata di Kabupaten Pandeglang khususnya kawasan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung sektor pariwisata, pemerintah dan masyarakat harus dapat bekerja sama dan membangun hubungan yang baik. Dalam mengembangkan pariwisata Tanjung Lesung, pihak swasta dan pemerintah daerah maupun masyarakat sekitar pariwisata mempromosikan wisata dengan mengadakan promosi yang didukung dengan adanya event- event yang sudah diadakan beberapa tahun belakangan ini, dimana lebih dikenal dengan festival Tanjung Lesung. pihak swasta sebagai penyedia tempat dan ide untuk festival tersebut, Pemerintah Daerah ikut sebagai penyelenggara dan membantu promosi festival serta masyarakat juga ikut berpartisipasi selama festival dilaksanakan, hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan promosi lebih, sehingga pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dapat lebih dikenal oleh masyrakat luar kawasan pariwisata dan lebih dikenal oleh wisatawan nasional maupun internasional.
Kemudian, dalam hal Publik Private Partnership, yaitu harus adanya perjanjian antara sektor swasta dengan pihak pemerintah, dimana dalam hal ini pihak swasta, yaitu Banten West Java mengambil alih fungsi dan mendapatkan kompensasi mengenai pengelolaan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, dimana tidak semua beban dibebankan kepada sektor swasta ada beberapa hal yang tidak dapat dikerjakan oleh swasta yaitu mengenai perizinan, pengendalian dan pengevaluasian.
VI. D
AFTARP
USTAKAAbbas, M. Y. (2018). PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN SUNCITY PLAZA SIDOARJO ( Model Perjanjian Build Operate Transfer ( BOT ) antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan PT . Indraco ). Kebijakan Dan Manajemen Publik, 6.
Abbott, K. W., Genschel, P., Snidal, D., Zangl, B., Abbott, K. W., Genschel, P., … Zangl, B. (2015).
Two Logics of Indirect Governance : Delegation and Orchestration Featured Article Two Logics of Indirect Governance : Delegation and Orchestration.
https://doi.org/10.1017/S00071234140005 93
89 Aminah, Alfandri, & Wayu Eko Yudiatmaja. (2016).
TATA KELOLA PARIWISATA DI KECAMATAN BURU KABUPATEN KARIMUN. Tanjung Pinang.
Andena, M. 2017. Indentifikasi Kondisi Eksiting Infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung Berdasarkan Kebijakan
Kawasan Ekonomi Khusus.
https://jom.unpak.ac.id/index.php/teknikpw k /article/ view/932
Bardhan, P. (2002). Decentralization of Governance and Development. Journal OfEconomic Perspectives, 16(4), 185–205.
Boonsiri, K., & Phiriyasamith, S. (2016).
Development of Participative Management of Subdistrict Administrative Organizations in Songkhla Province, 24(2), 64–68.
Delcroix, G. (2017). SMART CITIES AND INNOVATIVE USES FOR PERSONAL DATA : scenarios for using data to. The Journal of Field Actions, (17).
Isdarmanto. (2017). Dasar-Dasar Kepariwisataan dan Pengelolaan Destinasi Pariwisata.
Yogyakarta: Penerbit Gerbang Media Aksara.
Devi, S.S. 2018. Analisis Dampak Ekonomi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Bogor:
Ekonomi dan Manjemen Institut Pertanian Bogor.https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitst ream/1234567 8 9/947 96/1/H18ssd.pdf Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
(2018). Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung.https://kek.go.id/index.php?/kawasa n/Tanjung-Lesung
Faktapandeglang, 26 November 2017. Camat Panimbang Ngaku Tak Tahu Soal Izin Batching Plant. diperoleh 8 Mei 2018.
http://faktapandeglang.co.id
Kabarbanten, 16 Agustus 2017. Ulama dan Pemerintah Sinergi Bangun Pandeglang.
diperoleh 18 September 2017 dari, http://www.kabar-banten.com
Muchmad Zaenuri. (2014). Mengelola Pariwisata- Bencana: Perlunya Perubahan Paradigma Pengeloaan Pariwisata Dari Adaptive Governance Menuju Collaborative Governance. UNISIA, XXXXVI(81), 157–168.
Nugroho, Arif & Maulana, Delly. (2020). Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Serang: CV.AA.Rizky.
http://repository.fisipkum.unsera.id/51/
Onyemaechi, P. (2016). Motives and Motivation for Implementation of Public Private Partnerships ( PPPs ) in Housing Provision in Nigeria Paschal Onyemaechi Martin Samy.
Mediterranean Journal of Social Sciences, 7(2), 149–157.
https://doi.org/10.5901/mjss.2016.v7n2p14 9
Sudirman, Prastya, I. Y., & Edison. (2017). TATA
KELOLA (GOVERNANCE) SEKTOR PARIWISATA DI KABUPATEN BINTAN (Studi Kasus Pada Destinasi Wisata Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan). Tanjung Pinang.
Trihayuningtyas, E., Rahtomo, W., & Haryadi Darmawan. (2018). RENCANA TATA KELOLA DESTINASI PARIWISATA KAWASAN PULAU CAMBA-CAMBANG DAN SEKITARNYA DI
KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN Endah Trihayuningtyas (1) , Wisnu Rahtomo (2) , Haryadi Darmawan (3).
Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure, 15(1), 33–47.
Vladimir, V. F., Martínez, C., & Francisca, M. (2019).
Tourism planning and competitiveness in Ecuador. African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure,8(5), 1–10.
90