• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADSORPSI DALAM TANAH

N/A
N/A
Cynthia Silalahi

Academic year: 2023

Membagikan "ADSORPSI DALAM TANAH"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 7

ADSORPSI DALAM

TANAH

Bahan Kajian :

Konsep Adsorpsi

Ikatan Adsorpsi

Adsorpsi Non Spesifik

Adsorpsi Spesifik

Adsorpsi Isoterm

Tujuan Instruksional khusus

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu : 1. memahami tentang proses adsorpsi yang terjadi

di dalam tanah.

2. menjelaskan tentang pengertian adsorpsi dan absorpsi, gaya dan ikatan pada proses adsorpsi, 3. memahami tentang proses adsorpsi non-spesifik,

adsorpsi spesifik dan adsorpsi isoterm.

(2)

PENDAHULUAN

Ada dua istilah yang sering dipakai pada biologi, fisika dan kimia, yang mirip penulisannya tetapi berbeda maknanya, yaitu absorpsi dan adsorpsi.

Pertama ditulis dengan huruf ‘b’ dan satu lagi ditulis dengan huruf ‘d’. Absorpsi adalah assimilasi molekul atau bahan lain ke dalam struktur fisik suatu larutan atau padatan tanpa reaksi kimia; atau proses masuk (bersatu)nya suatu bahan ke bahan lain. Adsorpsi adalah proses adhesi fisika suatu molekul terhadap permukaan padatan tanpa reaksi kimia; atau proses terikat suatu bahan di permukaan bahan lain. Pada penggunaan istilah bahasa Indonesia absorpsi disepadankan sebagai serap sedangkan adsorpsi sebagai jerap. Pada bab ini digunakan istilah aslinya yang sudah di Indonesiakan yaitu adsorpsi.

Adsorpsi (jerapan) adalah proses akumulasi senyawa-senyawa atau unsur di permukaan koloid tanah. Proses adsorpsi sangat besar peranannya pada kesuburan tanah, klasifikasi tanah dan lingkungan hidup. Sebagian besar unsur hara tanaman berada dalam keadaan teradsorpsi di permukaan koloid, agar dapat diserap oleh akar harus bebas di larutan tanah. Selain itu unsur yang bersifat racun bagi tanaman juga senantiasa berada dalan keadaan terAdsorpsi, seperti unsur Al. Pada klasifikasi tanah proses Adsorpsi digunakan sebagai ukuran aktivitas liat, terutama pada penetapan horizon oksik dan kandik; selain itu juga menjadi penentu pada salah satu kriteria tingkat famili yaitu pada aktivitas kation-tukar. Bahan-bahan pencemar (polutan) sebagian besar di tanah akan teradsorpsi pada koloid sehingga tingkat bahaya toksiknya dapat berkurang.

Pada proses Adsorpsi terlibat tiga komponen yang berhubungan satu sama lainnya yaitu :

Adsorbat yaitu bahan yang terakumulasi (terAdsorpsi) di interfase.

(3)

Adsorben yaitu permukaan padat yang dapat mengaku- mulasi (mengAdsorpsi) adsorbat.

Adsorbtif yaitu molekul atau ion di larutan yang berpotensial untuk terAdsorpsi.

Gambar 7.1. Komponen Adsorpsi

Terakumulasinya bahan adsorbat pada adsorben terjadi oleh suatu ikatan, ikatan-ikatan tersebut meliputi (a) ikatan fisik, (b) ikatan elektrostatik, (c) ikatan kimia, (d) ikatan hidrogen, (e) ikatan hidrofobik, (f) ikatan koordinasi, dan (g) pertukaran ligan. Berdasarkan mekanisme ikatannya Adsorpsi dalam tanah dibedakan antara (1) Adsorpsi Non-Spesifik dan (2) Adsorpsi Spesifik.

Pada bab ini akan diulas gaya-gaya yang bekerja pada proses Adsorpsi, Adsorpsi non-spesifik dan Adsorpsi spesifik, serta secara khusus diulas Adsorpsi isoterm dalam tanah.

IKATAN PADA ADSORPSI

Ikatan-ikatan yang bertanggung jawab pada proses Adsorpsi adalah : a. Ikatan Fisik (Ikatan Van der Waals)

Ikatan Van der Waals bekerja pada semua molekul, tetapi ikatannya cukup lemah. Ikatan ini terjadi akibat hasil fluktuasi kerapatan

Gambar 7.2. Ikatan Van der Walls

(4)

muatan listrik dari suatu atom. Suatu fluktuasi muatan listrik positif pada suatu atom cendrung menghasilkan fluktuasi listrik negatif pada atom tetangganya sehingga menghasilkan gaya tarikan. Tarikan seperti ini terjadi pada setiap pasangan atom atau molekul. Peranannya penting hanya dalam jarak pendek, dan berkurang secara eksponensial dengan jarak yang semakin jauh. Ikatan ini penting sekali dalam Adsorpsi kation organik, anion, ion organik polar, non polar, dan senyawa-senyawa netral.

b. Ikatan Elektrostatik

Ikatan terjadi akibat adanya tarikan antara muatan negatip dan muatan positip.

Ikatan ini penting pada Adsorpsi kation-kation pada koloid yang bermuatan negatip, dan selanjutnya menjadi reaksi pertukaran kation.

c. Ikatan Kimia

Merupakan ikatan yang terjadi oleh proses protonasi yaitu pengikatan dengan H+. Protonasi dapat berlangsung di permukaan dan di kulit hidrasi dari kation.

Ikatan ini penting sekali untuk adsorpsi senyawa-senyawa bermuatan positip.

Perubahan NH3 menjadi NH4+ dianggab terjadi akibat protonasi amoniak.

Protonasi bahan organik bisa diakibatkan liat yang jenuh dengan H+ dan Al3+. Protonasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain, asiditi permukaan.

NH3 + H+ NH3H+ [NH4+]

NH2 O NH2H+ O C C C C C C H OH H OH

- H+

- H+ - H+ - H+

Interfase Larutan

Konsentrasi H+ yang diadsorpsi 2 – 3 lebih banyak dari konsentrasi H+ di larutan tanah (bulk solution).

H+ H+

H+ H+ H+ H+

(5)

d. Ikatan Hidrogen

Ikatan terjadi akibat H bertindak sebagai penyambung. Ikatan ini dianggap berhubungan dengan protonasi, bedanya pada protonasi termasuk tranfer muatan sepenuhnya sedangkan ikatan hidrogen hanya melibatkan transfer muatan sebagian saja. Air biasanya diadsorpsi melalui ikatan H, demikian juga pada senyawa-senyawa organik yang mengandung group fungsional OH, COOH, NH, NH2, dll.

e. Ikatan Hidrofobik

Ikatan terjadi akibat terjadinya persaingan antara adsorbat dengan air. Istilah ini digunakan karena air yang diadsorpsi terdesak ke luar. Ikatan ini penting pada adsorpsi bahan-bahan non polar. Polisacharida adalah contoh penting yang diadsorpsi melalui ikatan hidrofobik, dan eksplusi air terutama dari ruang intermisel menurunkan pangembangan (swelling) sehingga menaikkan sementasi, hal ini penting dalam agregasi tanah.

liat

f. Ikatan Koordinasi

Ikatan koordinasi merupakan ikatan kovalen, dimana suatu bahan mendonasi pasangan elektron kepada suatu logam hingga terbentuk senyawa koordinasi atau senyawa kompleks.

H2O H2O

H2O

X-

H2O Gambar 7.3. Ikatan Hidrogen

(6)

g. Pertukaran Ligan

Pertukaran ligan adalah terikatnya ligan (senyawa yang bermuatan) oleh molekul-molekul lain, yang harus mempunyai kapasitas mengikat lebih tinggi dari ligan itu. Molekul-molekul penukar bisa bersifat ion anorganik atau organik.

Jika ion anorganik maka rekasi ini mempunyai hubungan dengan Adsorpsi akibat ikatan elektrostatik.

Al(OH)2 H2PO4 Ligan

Adsorpsi memiliki sifat :

1. Adsorbsi merupakan reaksi reversibel (dapat balik).

2. Adsorpsi adalah reaksi kesetimbangan.

3. Kadang-kadang proses adsorpsi menghasilkan perubahan kimia dari bahan yang diadsorpsi. Perubahan demikian terjadi bila desorpsi terhambat, sebab itu prosesnya tidak reversibel dan setimbang. Tipe adsorpsi demikian disebut sebagai ‘adsorpsi semu‘.

4. Adsorpsi dicirikan oleh panas positif. Ini berarti bahwa energi tersedia selama proses adsorpsi. Adsorpsi umumnya menurun pada temperatur meningkat, atau adsorpsi berkurang bila temperatur naik. Hal ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik dari molekul pada temperatur tinggi. Berbeda dengan reaksi kimia yang meningkat bila temperatur meningkat. Ini yang membedakan proses adsorpsi dengan reaksi kimia, walaupun keduanya sama dapat mencapai kesetimbangan.

5. Adsorpsi dibedakan kepada adsorpsi positif (solut diakumulasidi permukaan koloid tanah) dan adsorpsi Sifat-sifat

Adsorpsi

(7)

negatif (solut ditolak oleh permukaan koloid dan diakumulasi di larutan tanah).

Proses adsorpsi dipengaruhi oleh : 1. Temperatur

Adsorpsi meningkat pada kondisi temperatur rendah.

Karena proses adsorbsi secara alami adalah eksothermik (menghasilkan panas).

A + B  AB + Panas

Menurut prinsip Le Chatlier, temperatur yang randah akan memajukan reaksi ke kanan.

2. Tekanan

Peningkatan tekanan maka adsorpsi meningkat hingga mencapai tingkat jenuh tertentu. Setelah tingkat jenuh tercapai, maka tidak terjadi lagi adsorpsi, walaupun tekanan lebih tinggi. Pengaruh tekanan ini terjadi pada adsorpsi gas, tetapi pada adsorpsi tanah yang pengaruh yang sama adalah konsentrasi ion.

3. Luas Permukaan

Adsorpsi adalah fenomena permukaan, oleh sebab itu adsorpsi meningkat dengan meningkatnya luas permukaan.

4. Aktivitas adsorpsi

Aktivitas permukaan adsorpsi dilakukan untuk menciptakan lebih banyak jumlah sisi kosong pada permukaan adsorben.

Ini dapat dilakukan dengan memecah kan kristal padat menjadi potongan-potongan kecil, memanaskan arang aktif pada temperatur tinggi, memecahkan gumpalan padat menjadi tepung atau metode lain yang sesuai untuk adsorben tertentu.

Faktor yang mempengaruh i adsorpsi

(8)

ADSORPSI NON SPESIFIK

Adsorpsi Non-spesifik merupakan terakumulasinya suatu adsorbat pada permukaan adsorben oleh ikatan elektrostatik, yaitu ikatan antara dua bahan yang berbeda muatannya. Dalam hal ini antara muatan permukaan koloid dengan muatan atom atau molekul.

Adsorpsi non-spesifik terjadi antara :

 Koloid tanah yang bermuatan negatif dengan kation.

 Koloid tanah yang bermuatan positif dengan anion (biasanya Cl- dan NO3-; sedangkan anion yang lain terAdsorpsi secara spesifik).

Pada Adsorpsi non-spesifik dengan ikatan elektroststik berlaku Hukum Coulomb yaitu :

Koloid Tanah

Ion

q

1

. q

2

F = k --- r

2

dimana :

F : gaya tarik menarik k : konstanta

q1 : muatan permukaan koloid q2 : muatan ion yang terAdsorpsi

r : jarak antara koloid dengan ion yang terAdsorpsi

(9)

Berdasarkan hukum Coulomb, maka besarnya nilai F (gaya tarik menarik = kekuatan suatu ion diadsorpsi di permukaan koloid) ditentukan oleh :

 Besarnya muatan koloid (q1), berbanding lurus dengan gaya tarik-menarik F.

 Besarnya muatan ion (q2), berbanding lurus dengan gaya tarik-menarik (F).

 Jarak antara koloid dengan ion yang teradsorpsi (r), berbanding terbalik kuadrat dengan gaya tarik-menarik (F).

Umumnya koloid tanah bermuatan negatif sehingga yang teradsorpsi adalah kation. Kuatnya suatu kation teradsorpsi di koloid tanah, berdasarkan hukum Coulomb dipengaruhi oleh :

a. Besarnya muatan (valensi) dari kation yang teradsorpsi di permukaan koloid.

Semakin besar muatan, maka semakin besar pula gaya tarik-menarik atau semakin kuat teradsorpsi.

Ion Monovalen < Ion Divalen < Ion Trivalen

(Dalam hal ini tidak termasuk ion H+ karena ion H+ adalah proton).

b. Besarnya jarak antara koloid dengan kation yang diadsorpsi. Hal ini berhubungan dengan sifat hidratasi (selaput air) dari suatu ion atau radius hidrodinamik. Kation dengan radius hidrodinamik besar (semakin tebal/besar hidratasi) maka jarak antara koloid dengan kation semakin besar, sehingga gaya tarik-menarik semakin kecil atau semakin lemah kation teradsorpsi di koloid. Demikian pula sebaliknya. Deret kation monovalen yang daya adsorpsinya menurun adalah sebagai berikut :

Cs > Rb > K > Na > Li

Li kation yang terbesar radius hidrodinamiknya sehingga teradsorpsi paling lemah.

c. Besarnya potensial permukaan dari koloid. Makin besar potensial permukaan kolid cenderung adsorpsi meningkat ke arah ion-ion bervalensi tinggi.

Berdasarkan faktor-faktor di atas maka disusun deret kekuatan adsorpsi kation di koloid tanah, yang dikenal sebagai Deret Liotropik yaitu :

Li+ ≈ Na+ < K+ = NH4+ < Rb+ < Cs+ ≈ Mg++ < Ca++ < Sr++ ≈ Ba++ < La3+ = H+ (Al3+) < Th4+

Pertukaran Kation

(10)

Oleh karena kation-kation yang teradsorpsi berbeda kekuatannya dalam komplek adsorpsi maka suatu kation yang teradsorpsi dapat di- atau tertukar dengan kation yang lain sebagai proses yang reversibel antara koloid-larutan tanah. Reaksi ini disebut Reaksi Tukar kation (Cation exchange); prosesnya dikatakan sebagai Pertukaran Kation.

Proses ini pertama sekali dikemukakan oleh J.T. Way pada tahun 1850 dengan reaksi sebagai berikut :

-- -- NH4+

--- Ca2+ + 2NH4+ --- NH4+ + Ca

2+

-- --

Selengkapnya dapat digambarkan sebagai berikut : -- H+

-- K+ -- Ca2+

Koloid -- Mg2+

Tanah -- Na+ -- NH4+

-- -- Al3+

-- -- Fe3+

Kompleks Larutan Tanah Adsorpsi

Sifat-sifat dari reaksi pertukaran : a. Sangat cepat (instaneous)

b. Berlangsung secara equivalen (Stochiometrik)

Agar terjadi elektronetralitas di tanah maka kation yang teradsorpsi

 1 atom monovalen ditukar dengan 1 atom monovalen

 1 atom divalen ditukar dengan 2 atom monovalen, atau 1 atom divalen H+ Ca2+

Al3+ NO3- Mg2+

K+

Na+

Na+ Al3+

Ca2+

K+ NH4+

NH4+ Cl-

Na+ Ca2+ NH4+

Al3+

Mg2+ H2PO4-

(11)

 1 atom trivalen ditukar dengan 1 atom monovalen dan 2 atom divalen, atau 3 atom monovalen.

Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation (KTK) atau Cation Exchage Capacity (CEC) adalah kemampuan suatu koloid untuk mengadsorpsi kation dan mempertukarkannya.

Pada hakekatnya KTK ini merupakan :

 Jumlah muatan negatif pada koloid tanah.

 Jumlah kation yang dapat diadsorpsi dan dipertukarkan.

KTK sangat ditentukan oleh :

 Permukaan spesifik (S)

 Kerapatan muatan permukaan (σ) Sehingga KTK dapat dirumuskan sebagai : KTK = S x σ

KTK dinyatakan dengan satuan :

me/100 g tanah atau cmol(+)/kg tanah.

Istilah 1 me/100 g tanah adalah setara dengan 1 mg H+ yang dapat diadsorpsi atau dipertukarkan dalam setiap 100 g tanah; atau sejumlah ion lain yang dapat menggantikan 1 mg H+.

Misalnya KTK = 10 me/100 g tanah berarti tanah dapat mengadsorpsi 10 mg H+ atau yang setara atau dengan perkataan lain terdapat 10 muatan negatif yang dapat mengadsorpsi 10 kation monovalen atau 5 kation divalen.

KTK = 10 me/100 g maka Ca2+ yang dapat teradsorpsi adalah 10 X (40/2) = 200 mg Ca2+/100 g tanah.

Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1. Tekstur tanah.

Tanah yang bertekstur liat akan memiliki nilai KTK yang lebih besar dibandingkan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah.

(12)

2. Kadar Bahan Organik

Oleh karena sebagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar nilai KTK tanah.

3. Jenis mineral liat yang terkandung di tanah

Jenis mineral liat sangat menentukan besarnya KTK tanah sebagai mana yang tertera pada Tabel 7.1 ini.

Tabel 7.1. Nilai KTK Beberapa Mineral dan Komponen Tanah Komponen Tanah/Mineral KTK (me/100

g)

Bahan Organik 200 – 400

Liat Amorfus 160

Vermikulit (Trioktahedral) 100 – 200 Vermikulit (Dioktahedarl) 10 – 150

Montmorilonit 60 – 100

Halloysit 4 H2O 40 – 50

Illit 20 – 40

Chlorit 10 -40

Kaolinit 2 -16

Halloysit 2 H2O 5 – 10

Alofan 3 -250

Sesquioksida 0

Sumber : USDA (1995)

Sedangkan nilai KTK dan pH dari beberapa ordo tanah dapat dilihat pada Tabel 7.2.

(13)

Tabel 7.2. Nilai KTK dan pH dari Beberapa Ordo Tanah Ordo Tanah KTK (me/100 g) pH

Ultisol 3,5 5,6

Alfisol 9,0 6,0

Spodosol 9,3 4,9

Mollisol 18,7 6,5

Vertisol 35,6 6,7

Aridisol 15,2 7,26

Inseptisol 14,6 6,08

Entisol 11,6 7,3

Histosol 128,0 5,5

KTK dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu : a. Menjumlakan kation-kation yang dapat dipertukarkan.

b. Penjumlahan komplek pertukaran dengan kation indeks, selanjutnya kation indeks dipertukarkan dengan kation lain, kemudian diukur kation indeks yang bebas. Biasanya digunakan kationindeks NH4+ dalam CH3COONH4 atau NH4OAc pH 7,0.

Penjumlahan basa-basa yang dapat dipertukarkan ditambah dengan Alumunium yang dapat dipertukarkan dengan ektrak KCl (KTK efektif).

Kejenuhan Basa

KTK hanya merupakan ukuran aktivitas dari suatu koloid. Semakin besar KTK suatu tanah maka semakin besar pula aktivitas koloidnya untuk mengadsorpsi dan mempertukarkan kation. Namun nilai KTK suatu tanah tidak dapat dipakai untuk mengukur kesuburan tanah. Misalnya pada suatu tanah yang ber-KTK 20 me/100 g (padanya teradsorpsi 3 Ca2+, 4 Mg2+, 4 K+ dan 2 NH4+) bandingkan dengan tanah yang ber-KTK 40 me/100 g (pada teradsorpsi 6 Al3+, 5 Fe3+, 2 K+, 2Ca2+ dan 1 NH4+). Walaupun KTK-nya lebih kecil, tanah pertama jauh lebih subur dari tanah ke dua karena kation yang teradsorpsi adalah kation- kation unsur hara.

(14)

Oleh sebab itu digunakan Kejenuhan Basa sebagai parameter untuk menentukan tingkat kesuburan tanah.

Σ Basa yang dapat dipertukarkan

Kejenuhan Basa (KB) = --- X 100 % KTK

Kejenuhan Basa (KB) =

(K++Ca2++Mg2++Na+)

KTK x100 %

Semakin besar Kejenuhan Basa maka tanah lebih subur.

Adsorpsi sangat penting dalam :

a. Kesuburan tanah, tanpa adanya proses adsorpsi ion-ion (K+, Ca2+, Mg2+, Na+, dll) yang dibebaskan dari batuan dan sisa tanaman akan tercuci hilang. Oleh proses adsorpsi ion- ion diadsorpsi dan terhindar dari proses pencucian.

b. Aplikasi pupuk dan kapur, unsur hara dari pupuk dan Ca serta Mg dari kapur akan teradsorpsi di koloid terhindar dari pencucian sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

c. Absorbsi unsur hara oleh akar tanaman, unsur hara yang teradsorpsi dapat diabsorbsi oleh akar tanaman melalui pertukaran dengan H+ yang diproduksi akibat respirasi akar.

Akar tanaman juga memiliki KTK tergantung kepada tanaman, tanaman monokotil memilik KTK sebesar 10 hingga 30 me/100 g sedangkan tanaman dikotil memiliki KTK sebesar 40 sampai 100 me/100 g. Tanaman leguminosa dan tanaman lainnya yang akarnya ber-KTK lebih tinggi cenderung mengabsorbsi kation divalen dari pada kation monovalen. Sebaliknya tanaman rumput-rumputan yang Peranan

Adsorpsi Non Spesifik

(15)

akarnya ber-KTK rendah lebih banyak mengabsorbsi kation monovalen.

d. Kualitas lingkungan, bahan polutan yang toksik akan diadsorpsi hingga menghindarkan pencemaran sumber air minum.

ADSORPSI SPESIFIK

Adsorpsi spesifik merupakan proses terakumulasinya suatu bahan di permukaan bahan lain melalui pertukaran dengan senyawa hidrogen atau hidroksida dari group fungsional permukaan koloid. Selain disebut adsorpsi spesifik , proses ini disebut juga :

o Adsorpsi Kimia o Chemosorbsi o Pertukaran Ligan o Sorbsi (erapan)

Umumnya terjadi pada adsorpsi anion seperti H2PO4-, HPO42-, H3SiO4- dan sebagainya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa anion NO3- dan Cl- teradsorpsi secara non-spesifik dan cukup lemah.

Adsorpsi spesifik lebih cendrung bersifat kimia sehingga anion yang teradsorpsi tidak dapat dipertukarkan oleh anion yang lain. Umumnya terjadi pada koloid dengan group fungsional permukaan Aluminol, atau Ferrol, dimana terdapat gugus OH yang terbuka dan aktif.

(16)

Pada reaksi diatas terjadi antara atom H koloid dengan gugus OH dari ortofosfat, membentuk H2O sedangkan senyawa ortofosfat akan teradsorpsi di permukaan koloid secara spesifik, karena hanya satu tangan senyawa ortofosfat yang berikatan dengan koloid tanah maka disebut sebagai ikatan mono dentat.

Apabila ada dua tangan ortofosfat yang berikatan (seperti reaksi di bawah) maka dikatakan ikatan bi dentat. Adsorpsi spesifik ortofosfat ini cukup kuat, terlebih-lebih yang bidentat, dan tidak dapat dipertukarkan oleh anion lain.

(17)

ADSORPSI ISOTERM

Adsorpsi Isoterm adalah :

 proses adsorpsi suatu bahan terlarut oleh suatu padatan pada temperatur yang kontan, dalam arti kuantitatif.

 jumlah adsorbat yang diadsorpsi oleh suatu adsorben sebagai fungsi konsentrasi dari adsorbatdalam keadaan seimbang.

 kurva yang menghubungkan antara kadar bahan teradsorpsi (adsorbat) pada temperatur tertentu.

Adsorpsi isoterm ini berguna untuk mengkaji tingkah laku dari reaksi- reaksi adsorpsi. Ada dua cara yang biasa dilakukan untuk mempelajari reaksi adsorpsi dengan memakai adsorpsi isoterm, yaitu :

1. Dengan cara identifikasi bentuk kurva adsorpsinya.

(18)

2. Dengan cara menggunakan Statistik modeling, berupa persamaan.

Persamaan yang dikenal adalah (a) Persamaan Freundlich, (b) Persamaan Langmuir, (c) Persamaan BET, (d) Persamaan Gibbs.

Ada empat tipe dasar bentuk kurva adsorpsi isoterm, yaitu :

S L C H

Tipe S menandakan bahwa bahan padat mempunyai affinitas terhadap pelarut (solven).

Tipe L menandakan bahwa bahan padat mempunyai affinitas terhadap bahan terlarut (solute)

Tipe S dan Tipe L merupakan tipe kurva pada adsorpsi isoterm Langmuir.

Tipe C dikenal sebagai isoterm pemisahan konstan, yaitu pemisahan konstan dari solut antara pelarut dan adsorben

Tipe H dikenal sebagai kurva affinitas tinggi dimana solute mempunyai affinitas tinggi terhadap solid (padatan).

Kurva ini dianggab tipe spesifik dari tipe L.

Persamaan Adsorpsi Isotherm Freundlich

Freundlich (1909) memberikan suatu pendapat emperis tentang variasi isothermal adsorpsi dari sejumlah gas yang teradsorpsi oleh suatu massa adsorben padat. Persamaannya

Jumlah Bahan diAdsorpsi

Konsentrasi Setimbang

Persamaan Adsorpsi Isoterm Identifikasi Bentuk Kurva Adsorpsi

(19)

dikenal sebagai Persamaan Adsorpsi Isotherm Freundlich atau Persamaan Adsorpsi Freundlich atau lebih sederhana lagi sebagai Persamaan Freundlich saja.

Penerapan persamaan Freundlich pada tanah.

Pada konsentrasi ion rendah, tingkat adsorpsi secara proporsional langsung menekan (muncul tenaga satu).

x

m

α C

1

Pada konsentrasi ion yang tinggi, tingkay adsorpsi bebas dari peningkatan konsentrasi (muncul tenaga nol)

x

m

α C

0

Pada nilai konsentrasi menengah, adsorpsi secara proporsional langsung terpengaruh oleh konsentrasi dengan muncul tenaga 1/n, dimana n adalah variabel yang bernilai lebih besar dai satu.

Jadi,

x

m

α C

1/n

Digunakan konstanta proporsional k, sehingga persamaan menjadi :

x

m

= k C

1/n

dimana : X = kadar bahan yang teradsorpsi m = jumlah adsorben

k dan n = konstanta

C = konsentasi dari larutan setimbang

Persamaan Freundlich merupakan persamaan emperis, tanpa dasar teoritis, umumnya berlaku bila persamaan Langmuir tidak dapat diterapkan. Persamaannya merupakan persamaan parabolik.

(20)

Bila kedua sisi dilogaritmakan :

log (

mx

)

=logk+1nlogC

rumus Frundlich berubah menjadi persamaan yang linier, dimana 1/n merupakan slope dan log k merupakan intersep dengan sumbu Y.

Perasamaan Freundlich ini banyak digunakan sebagai model untuk menduga nasib pestisida dalam tanah. Pada tanah dapat juga digunakan tetapi tidak dapat menduga besarnya adsorpsi maksimum.

log X/m

slop = 1/n

log k

log C

dengan :

log k = intersep = merupakan jumlah adsorpsi pada awal, biasanya kecil, log k = 1 berarti k = 0 maka X/m = C1/n

1/n merupakan kecepatan berlangsungnya adsorpsi makin curam (makin tinggi nilai 1/n) maka makin cepat reaksi adsorpsi.

(21)

Persamaan Adsorpsi Isotherm Langmuir

Merupakan persamaan yang lebih tua diajukan oleh Irving Langmuir di tahun 1918, untuk menggambarkan adsorpsi molekul gas pada permukaan datar bahan padat. Menurut Irving Langmuir “ gas-gas yang diadsorpsi oleh permukaan zat padat tidak dapat membentuk lebih dari satu lapisan molekul”.

Persamaan ini diterapkan pertama sekali ke tanah oleh Fried dan Shapiro (1959) dan Olsen dan Watanabe (1957) untuk menggambarkan sorpsi fosfat pada tanah. Sejak saat itu sangat banyak digunakan persamaan Langmuir untuk menjelaskan sorpsi di permukaan koloid. Pada akhir tahun 1970-an peneliti mulai mempertanyakan validitas dari asumsi awal dan konsekwensi penggunaan persamaan Langmuir dalam menjelaskan sorpsi pada permukaan heterogen seperti komponen tanah.

Langmuir menyarankan teorinya dengan membuat asumsi berikut :

1. Campuran sejumlah sisi kosong atau sisi adsorpsi pada permukaan padat.

2. Semua sisi kosong sama ukurannya dan bentuknya di atas permukaan adsorben.

3. Setiap sisi dapat memegang maksimum satu molekul dan sejumlah energi panas dikeluarkan selama proses adsorpsi.

4. Dinamika kesetimbangan ada antara molekul yang teradsorpsi dan molekul bebas.

A + B  AB

dimana :

(22)

A : molekul yang tak teradsorpsi B : permukaan adsorben

AB : molekul yang teradsorbsi

Aplikasi Persamaan Langmuir pada Tanah

adsorpsi Koloid

desorpsi

larutan tanah

misalkan, luas permukaan partikel koloid tanah yang ditutupi ion-ion adalah X bagian (dimana 0 < X < 1), maka bagian tidak tertutupi (ditempati ion) adalah (1- X) bagian.

Luas permukaan koloid yang ditutupi ion-ion sebanding dengan konsentrasi larutan. Oleh sebab itu ion-ion yang teradsorpsi ditentukan okeh konsentrasi larutan dan bagian permukaan koloid yang tidak ditutupi ion.

Kecepatan io teradsorpsi (Va) : Va = k1.C (1 – X)

dimana :

Va = kecepatan adsorpsi k1 = konstanta persebadingan C = konsentrasi larutan

Sebaliknya jumlah ion yang terlepas ke larutan (desorpsi) tergantung kepada bagian permukaan koloid yang ditempati ion tersebut, yaitu X bagian.

Kecepatan iod terdesorpsi (Vd) : Vd = k2. X

(23)

dimana :

Vd = kecepatan desorpsi k2 = konstanta perseimbangan

Pada saat terjadi kesetimbangan, kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi.

Va = Vd k1.C (1 – X) = k2. X k1.C - k1.CX = k2. X

k1.C = k2. X + k1.CX k1.C = X (k2 + k1.C)

X =

k1.C k2+k1C

X =

k1 k2C k2

k2+k1 k2C k1

k2=k

maka,

X = k.C 1+k.C

Jumlah ion yangteradsorpsi (X/m) ditentukan oleh bagian yang ditutupi (X), sehingga,

X

m=b.X

dimana :

X

m = jumlah ion yang teradsorpsi b = adsorpsi maksimum

sehingga :

X

m=b.k.C 1+k.C

(24)

1 X

m

=1+k.C b.k.C

1 X

m

= 1

b.k.C+ k.C b.k.C

C X

m

= 1 k.b+1

bC

(Persamaan Langmuir) dimana : X = jumlah ion yang teradsorpsi

m = jumlah adsorben

C = konsentrasi ion pada larutan setimbang b = adsorpsi maksimum

k = konstanta X/m

Slop =

1 b

Intersep =

1 k.b

C Persamaan Adsorpsi Isotherm BET

Teori BET diajukan oleh Braunauer, Emmet dan Teller, menjelaskanbahwa bentuk multi lapisan merupakan gambaran sebenarnya dari adsorpsi fisika.

Salah satu asumsi adsorpsi isotherm Langmuir bahwa adsorpsi terjadi pada lapis tunggal. Persamaan adsorpsi Langmuir hanya sesuai pada kondisi tekanan atau konsentrasi rendah.

(25)

Kenyataannya pada tanah terjadi berlapis-lapis (multi layer).

Bentuk multi layer dijelaskan oleh teori BET, yang pada tahun 1946 direvisi oleh Braunauer, Deming, Deming dan Teller.

Rumus BET menjadi BDDT yaitu :

Vtotal=

Vmono.C

[

PP0

] [

1−PP0

] [

1+C

(

PP0

)

PP0

]

Bentuk lainnya : P

Vmono

(

PP0

)

=

1

Vmono.C+ C−1 Vmono.C

(

PP0

)

Persamaan adsorpsi isoterm BET dan Gibbs jarang digunakan dalam tanah maka pada kesempatan ini tidak disajikan.

(26)

BAHAN BACAAN

Anonim. . Xamplified. Free Online Education Resource.

http://www.xamplified.com/adsorption-isotherm/ [2 April 2011]

Bohn, H. L.., B.L. Mc Neal and G.A. O’Connor. 1979. Soil Chemistry John Willey & Sons.

Burau, R.G. and R.J. Zasoski. 2002. Soil and Water Chemistry. Course Note and Graphical Material. U.C. Davis. http://lawr.ucdavis.edu/classes/ssc102 .pdf

Havlin, J.L., J.D.Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. 6th edition.

Printice Hall. New Jersey.

Mott, C.J.B. 1981. Anion and Ligand Exchange in D.J. Greenland and Hayes (eds) The Chemistry of Soil Processes. John Willey & Sons.

Soil Survey Laboratory. 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual USDA-Natural Resource Conservation Service. Nebrasca.

Sparks,D. L. 2003. Environmental Soil Chemistry. 2nd edtion.

Academic Press.

Sumner, M.E. 1977. Surface Chemistry of Soil Colloids University of Wisconsin. USA.

Tan, K. H. 1998. Principles of Soil Chemistry.3rd edition Marcel Dekker.

Tan, K. H. 2011. Principles of Soil Chemistry 4th edition.

CRC Press

(27)

PERTANYAAN

1. Jelaskan istilah berikut ini : a. Adsorpsi

b. Absorpsi c. Adsorbat d. Adsorben e. Adsorbtif

2. Jelaskan 7 jenis ikatan yang bertanggung jawab pada proses adsorpsi.

3. Sebutkan sifat-sifat adsorpsi.

4. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi.

5. Jelaskan besarnya gaya tarik menarik atau kekuatan suatu ion diadsorpsi di permukaan koloid berdasarkan hukum Coulomb.

6. Jelaskan mekanisme pertukaran kation.

7. Jelaskan pengertian kapasitas tukar kation.

8. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi KTK.

9. Jelaskan dengan reaksi bagaimana adsorpsi hara P yang bersifat spesifik.

10. Jelaskan empat tipe adsorpsi isoterm.

11. Jelaskan persamaan Adsorpsi isoterm Freunlich.

12. Jelaskan persamaan Adsorpsi isoterm Langmuir.

Referensi

Dokumen terkait

Model isoterm Langmuir mengasumsikan bahwa permukaan adsorben terdiri atas situs adsorpsi di mana semua adsorbat hanya teradsorpsi pada situs aktif dan tidak

Pengaruh waktu kontak pada adsorpsi Cd 2+ menggunakan kitin terikat silang glutaraldehid disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Kurva hubungan antara waktu kontak dan % Cd 2+

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kemampuan adsorpsi tempurung kluwak Pada penentuan efisiensi penyerapan fenol yang teradsorpsi digunakan limbah simulasi fenol dengan

Pola isoterm adsorpsi yang tersaji pada gambar 7 menunjukkan bahwa kenaikan jumLah Cu(II) yang teradsorpsi per gram adsorben berbanding lurus dengan konsentrasi

Kondisi optimum untuk proses adsorpsi fosfat menggunakan tanah haloisit dari Ngoro, Mojokerto, adalah adsorpsi pada pH asam dan dengan penambahan presipitan Fe. Seperti

Berdasarkan isoterm adsorpsi (Gambar. 2) dan konsentrasi butanol dalam kaldu fermentasi, jumlah total butanol teradsorpsi pada karbon aktif diperkirakan 73,0 g,

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis TDS pada sampel air karst menunjukkan bahwa proses adsorpsi menggunakan kolom adsorpsi portabel tersirkulasi mampu mengurangi kandungan TDS pada

Adsorpsi Isoterm Langmuir • Tipe isoterm Langmuir merupakan proses adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi satu lapisan adsorpsi yang terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat