• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAPER RINGKASAN MATERI KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA DI INDONESIA

N/A
N/A
Ainani Hasanah

Academic year: 2023

Membagikan "PAPER RINGKASAN MATERI KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA DI INDONESIA "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER

RINGKASAN MATERI KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA DI INDONESIA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

Dosen Mata Kuliah: Ratih Kusuma Wardhani, SST., M.Keb

Disusun Oleh:

Ainani Hasanah NIM. P17311235007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG TAHUN 2023

(2)

KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA DI INDONESIA

A. Profil Kesehatan Anak Indonesia

Profil Kesehatan anak merupakan salah satu media publikasi data dan informasi yang berisi situasi dan kondisi Kesehatan anak yang cukup komprehensif. Dalam profil Kesehatan anak Indonesia ini, data dan informasi mengenai upaya kesehatan anak disajikan dalam indikator Kesehatan anak yang meliputi:

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini, di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Kunjungan neonatal idealnya dilakukan 3 kali, yaitu pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari, dan umur 8-28 hari.

Salah satu pelayanan yang dilakukan pada bayi baru lahir adalah penimbangan.

Berdasarkan data yang dilaporkan dari 34 provinsi kepada Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, pada tahun 2021 terdapat 3.632.252 bayi baru lahir yang dilaporkan ditimbang berat badannya (81,8%). Sementara itu, dari bayi baru lahir yang ditimbang terdapat 111.719 bayi BBLR (2,5%). Jumlah bayi BBLR ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 129.815 bayi (3,1%).

Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal (0-28 hari), yaitu cakupan kunjungan neonatal. Upaya ini untuk mendeteksi sedini mungkin masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir. Jika dilihat tren beberapa tahun terakhir, cakupan KN1 menurun dari tahun 2018 sampai 2020, namun meningkat pada tahun 2021, yaitu 100,2%. Sementara itu, cakupan KN lengkap menurun pada tahun 2018 dan 2019, namun kembali meningkat pada tahun 2020 dan 2021. Cakupan KN lengkap tahun 2021 sebesar 96,3%. Angka ini sudah mencapai target Renstra tahun 2021, yaitu sebesar 88%.

(3)

2. Imunisasi Rutin pada Anak

Pada tahun 2021, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional sebesar 84,2%. Angka ini belum memenuhi target Renstra tahun 2021, yaitu 93,6%. Cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2021 hampir sama dengan tahun 2020.

Rendahnya cakupan ini dikarenakan pelayanan pada fasilitas kesehatan dioptimalkan untuk pengendalian pandemi COVID-19. Jika dilihat menurut provinsi, terdapat 6 provinsi yang dapat mencapai target Renstra tahun 2021, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Banten dan Bengkulu. Diketahui bahwa provinsi dengan cakupan imunisasi dasar lengkap tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Selatan (100,0%), Bali (98,8%), Nusa Tenggara Barat (95,5%) dan DI Yogyakarta (95,3%). Sedangkan provinsi dengan capaian terendah, yaitu Aceh (42,7%).

Selain imunisasi lanjutan pada baduta, untuk mempertahankan tingkat kekebalan pada anak sehingga dapat terlindungi dari Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), juga dilakukan imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah.

Cakupan imunisasi pada pelaksanaan BIAS tahun 2021 jauh di bawah target sebesar 95%. Cakupan imunisasi Campak Rubela pada anak usia kelas 1 sebesar 58,4%, cakupan imunisasi DT sebesar 57,1%, cakupan imunisasi Td pada anak usia kelas 2 sebesar 58,3%. Cakupan imunisasi Td pada anak usia kelas 5 sebesar 59,9%.

3. Pelayanan Kesehatan pada Anak Sekolah

Untuk menurunkan terjadinya kematian bayi dan balita, perlu dioptimalkan penggunaan buku KIA oleh ibu yang memiliki balita melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Buku KIA adalah home- base record untuk memastikan continuum of care (COC) ibu dan anak serta panduan bagi keluarga dan penyedia layanan kesehatan untuk mendeteksi masalah kesehatan melalui kegiatan monitoring kesehatan.

(4)

Berdasarkan data Komdat Kesmas, persentase balita memiliki Buku KIA di Indonesia pada tahun 2021 adalah 81,8%. Hasil capaian nasional per provinsi menunjukkan masih terdapat disparitas cakupan persentase balita memiliki Buku KIA antar provinsi, yang berkisar antara 21,5% di Papua Barat dan 110,1 % di Jawa Barat. Provinsi dengan cakupan persentase balita memiliki Buku KIA tinggi, yaitu 110,1 % di Jawa Barat, Papua 99,3%, Jawa Tengah 96% dan Lampung 95,5%.

Cakupan balita memiliki Buku KIA di Jawa Barat lebih dari 100%, hal ini dikarenakan jumlah balita riil di Provinsi Jawa Barat lebih banyak dibandingkan sasaran estimasi balita yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5675/2021 tentang Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2021-2025. Provinsi dengan cakupan persentase balita memiliki buku KIA terendah adalah Papua Barat (21,5%), Nusa Tenggara Barat (39%), dan Kepulauan Riau (50,4%).

Hasil pemeriksaan perkembangan melalui Buku KIA dengan interpretasi tidak lengkap, ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan melalui kegiatan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) di Puskesmas. Persentase balita dilayani SDIDTK tingkat nasional tahun 2021 sebesar 57,6%. Hasil capaian nasional per provinsi cakupan balita dilayani SDIDTK masih terdapat disparitas yang sangat besar antar provinsi, yaitu berkisar antara 2,9% di Nusa Tenggara Timur dan 94,2% di Nusa Tenggara Barat. Provinsi dengan cakupan balita dilayani SDIDTK tinggi, yaitu Nusa Tenggara Barat (94,2%), Lampung (84,7%), Sumatera Selatan (82,4%), dan Banten (76,2%).

Provinsi dengan cakupan balita dilayani SDIDTK terendah adalah Papua Barat (2,9%), Papua Barat (3,5%), Papua (23,1%) dan Kepulauan Riau (26,3%).

Sebagai tindak lanjut dari upaya deteksi faktor risiko dan penyakit, maka dilakukan penanganan bayi dan balita sakit dengan pendekatan MTBS di Puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya. Persentase balita dilayani MTBS tingkat nasional tahun 2021 sebesar 30,5%. Disparitas cakupan balita dilayani MTBS antar provinsi berkisar antara 2,8% di Sulawesi Utara dan 99,1% di DKI Jakarta. Provinsi dengan cakupan balita dilayani MTBS tinggi, yaitu DKI Jakarta (99,1%), Kepulauan Bangka Belitung (97,4%), Kalimantan Selatan (95,1%), D.I. Yogyakarta (76,9%), dan Kepulauan Riau (75,6%). Provinsi dengan cakupan balita dilayani MTBS terendah adalah Sulawesi Utara (2,8%), Papua (6%), Maluku (8,6%), Gorontalo (9,4%) dan Kalimantan Tengah (10,9%).

(5)

B. Angka Kesakitan dan Kematian pada Bayi dan Anak Balita di Indonesia 1. Angka Kesakitan

Dalam Susenas, tingkat kesehatan dilihat melalui keluhan kesehatan yang dirasakan dalam sebulan terakhir dan keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari atau angka kesakitan yang dikumpulkan setiap tahun. Pada tahun 2022, sekitar 29 dari 100 anak mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Jika dilihat menurut tipe daerah, persentase anak yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Sedangkan jika dilihat menurut status ekonomi rumah tangga, terlihat jika persentase anak yang memiliki keluhan kesehatan terendah adalah anak yang tinggal di rumah tangga dengan status ekonomi tertinggi. Selain keluhan kesehatan, dari Susenas juga dapat diperoleh informasi persentase anak yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir dan mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari atau angka kesakitan. Pada tahun 2022 angka kesakitan anak di Indonesia sebesar 13,55 persen.

Pola statistik ini serupa dengan persentase anak yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Sementara itu, jika dilihat menurut karakteristik, terlihat jika angka kesakitan anak di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Selanjutnya, anak yang tinggal pada rumah tangga dengan Kepala Rumah Tangga (KRT) yang berpendidikan tamat perguruan tinggi memiliki angka kesakitan lebih rendah.

(6)

2. Angka Kematian

Tren kematian anak dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Data yang dilaporkan kepada Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak melalui https://komdatkesmas.kemkes.go.id menunjukkan jumlah kematian balita pada tahun 2021 sebanyak 27.566 kematian balita, menurun dibandingkan tahun 2020, yaitu sebanyak 28.158 kematian. Dari seluruh kematian balita, 73,1% diantaranya terjadi pada masa neonatal (20.154 kematian). Dari seluruh kematian neonatal yang dilaporkan, sebagian besar diantaranya (79,1%) terjadi pada usia 0-6 hari, sedangkan kematian pada usia 7-28 hari sebesar 20,9%. Sementara itu, kematian pada masa post neonatal (usia 29 hari-11 bulan sebesar 18,5% (5.102 kematian) dan kematian anak balita (usia 12-59 bulan) sebesar 8,4% (2.310 kematian).

C. Penyebab Kematian Bayi dan Anak Balita di Indonesia

Penyebab kematian neonatal terbanyak pada tahun 2021 adalah kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 34,5% dan asfiksia sebesar 27,8%. Penyebab kematian lain di antaranya kelainan kongenital, infeksi, COVID-19, tetanus neonatorium, dan lain-lain.

(7)

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak pada masa post neonatal. Pada tahun 2021, pneumonia dan diare masih menjadi penyebab kematian terbanyak pada masa post neonatal, yaitu sebesar 14,4% kematian karena pneumonia dan 14% kematian karena diare. Selain itu, kelainan kongenital menyebabkan kematian sebesar 10,6%. Penyebab kematian lain di antaranya adalah COVID-19, kondisi perinatal, penyakit saraf, meningitis, demam berdarah, dan lain-lain.

Penyebab utama kematian terbanyak pada kelompok anak balita (12-59 bulan) adalah diare sebesar 10,3% dan pneumonia sebesar 9,4%. Penyebab kematian lainnya, yaitu demam berdarah, kelainan kongenital jantung, tenggelam, cedera, kecelakaan, kelainan kongenital lainnya, COVID-19, infeksi parasit, dan penyebab lainnya.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Profil Kesehatan Indonesia 2021. In Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

https://www.kemkes.go.id/id/profil-kesehatan-indonesia-2021

Sari, R. K., Astuti, S. P., Sari, M., & Syari’ati, R. N. (2022). Profil Kesehatan Ibu dan Anak

2022. Badan Pusat Statistik.

https://www.bps.go.id/publication/2022/12/23/54f24c0520b257b3def481be/profil- kesehatan-ibu-dan-anak-2022.html

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT awal kehamilan dengan luaran neonatal, yaitu berat badan lahir, kematian bayi, dan APGAR

nifas, bayi baru lahir bayi, anak balita, anak prasekolah, kesehatan reproduksi remaja, perempuan usia subur dan perimenopause serta pelayanan KB KK3 Mampu mendemonstrasikan