Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku yang berjudul “AKSEPTOR LAKI-LAKI DALAM KELUARGA BERENCANA” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini.
PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA
Pengertian Keluarga Berencana (KB)
International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak reproduksi, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia universal. Hak reproduksi yang paling mendasar adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan memiliki anak, berapa banyak anak dan jarak antar anak yang akan dilahirkan serta memilih cara untuk melakukannya.
Kebijakan Pemerintah dalam Program Keluarga Berencana
Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan KB dilakukan melalui 4 program utama, yaitu: program KB dan kesehatan reproduksi, program kesehatan reproduksi remaja, program ketahanan dan penguatan keluarga, dan program penguatan kelembagaan keluarga kualitatif kecil. 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Tahun 2003-2008. Program Penyelenggaraan Keluarga Berencana Nasional berperan dalam pengendalian angka kelahiran di masyarakat melalui berbagai upaya untuk memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama diprioritaskan bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. dijangkau dengan pelayanan atau di daerah tertinggal (BKKBN, 2004).
CARA KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA PRIA
Cara lain KB bagi pria adalah pantang berselang, cara ini adalah tidak adanya hubungan seksual pada masa subur wanita. Cara ini merupakan metode kontrasepsi alami yang dapat dilakukan oleh suami istri tanpa pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dengan mengamati masa subur istri melalui perhitungan haid. Masa pantangan dapat terjadi bersamaan dengan masa subur, dimana awal dan akhir masa subur dihitung dengan haid.
Masa pantangan bisa terjadi bersamaan dengan masa subur, dimana awal dan akhir masa subur dengan perhitungan kalender. Metode KB lainnya adalah pengukuran suhu tubuh, metode ini merupakan metode pantangan secara berkala pada masa subur. 17 derajat Celcius, pasangan suami istri hanya boleh melakukan hubungan badan pada masa subur ini 3 hari setelah kenaikan suhu tubuh atau menggunakan kondom (Mochtar, R, 1998).
BENTUK-BENTUK PARTISIPASI PRIA / SUAMI DALAM KELUARGA BERENCANA
- Sebagai Peserta Keluarga Berencana
- Mendukung Istri Dalam Penggunaan Kontrasepsi
- Pemberian Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Partispasi pria/suami dalam program KB
- Merencanakan Jumlah Anak Bersama Pasangan Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu
19 laki-laki/suami terlibat secara tidak langsung dalam program KB dengan menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasan kepada pasangannya (istri) dalam penggunaan kontrasepsi (BKKBN, 2002). Peran laki-laki/suami dalam menganjurkan, mendukung dan memberikan kebebasan kepada pasangannya (istri) dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi atau KB dimulai ketika seorang laki-laki melakukan akad nikah dengan seorang perempuan (Hartanto Hanafi, 2003). Mitra perencanaan, jumlah anak yang akan mereka miliki pada akhir masa reproduksi (menopause), termasuk dukungan ini.
Agar rencana yang telah dibuat dan diputuskan bersama berhasil dan memberikan manfaat dalam mengurus rumah tangga, maka peran atau dukungan laki-laki/suami harus dilakukan secara terus menerus (BKKBN, 2002). Penyelenggaraan Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Partisipasi pria dalam program KB Partisipasi pria dalam program KB diharapkan selain mendukung istrinya untuk menggunakan kontrasepsi dan sebagai peserta KB juga memberikan pelayanan KB kepada masyarakat. Perencanaan jumlah anak dengan pasangan Perlu direncanakan jumlah anak dalam keluarga. Perencanaan jumlah anak dalam keluarga harus dibicarakan antara suami dan istri secara lebih matang dan terencana.
KEBIJAKAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA
Partisipasi pria dalam KB meliputi kegiatan seperti: peningkatan kesetaraan dan peran pria dalam KB, pengembangan pelayanan KB dengan mendekatkan pelayanan, peningkatan kualitas kegiatan promosi dan penyuluhan KB, peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku. kaum muda/laki-laki, perempuan/perempuan mengakui kesetaraan dan keadilan gender (BKKBN, 2005). Kesinambungan visi dan misi serta partisipasi aktif pria dalam KB akan meningkatkan tingkat keberhasilan program KB.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA
Pengetahuan Pria Terhadap Program Berencana Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
Ada yang tahu bahwa KB artinya bisa menyebutkan arti, tujuan, efek samping sesuai dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam kajian kualitatif yang dilakukan oleh BKKBN tentang identifikasi kelompok sasaran partisipasi pria dalam KB di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam pembahasannya, pengetahuan tentang KB meliputi semua jenis alat kontrasepsi, sumber informasi, tempat pelayanan KB. dan efek samping yang diketahui pria. Melalui tahapan ini, inovasi dapat diterima atau ditolak. Menurut Spicer, inovasi dianggap sebagai ancaman terhadap nilai-nilai masyarakat.
Kondisi ini dikarenakan mayoritas pria masih enggan mengikuti program KB, keengganan pria untuk mengikuti program KB disebabkan oleh empat hal yaitu. Dengan demikian, rendahnya partisipasi pria dalam program KB dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: dari sisi pria dan dari aspek petugas pembinaan dan penyuluhan. Oleh karena itu upaya peningkatan partisipasi pria dalam program KB harus difokuskan pada faktor-faktor tersebut Dasar pelaksanaan pengembangan program partisipasi pria adalah berupa kesadaran, sikap dan perilaku pria dan istrinya terhadap partisipasi pria. dalam program KB, untuk itu perlu dibina, sadar akan norma/budaya yang dianut oleh masyarakat dan ustadz.
Akses Terhadap Media Informasi
33 Penyuluhan dapat diberikan kepada petugas berupa kegiatan yang dapat dilakukan di dalam gedung maupun di luar gedung. POMG Kegiatan ini memiliki peluang keberhasilan yang tinggi karena dapat membantu kelompok sekunder untuk menyampaikan pesan kepada kelompok sasaran lainnya. Dalam penelitian kualitatif identifikasi khalayak sasaran partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi (KR) di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur (2002), disebutkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi perilaku pria dalam KB dan dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah akses ke program.
Akses ke program ini tergantung antara lain pada ketersediaan metode, ketersediaan informasi, dukungan KB dan jaringan layanan KR (seperti ketersediaan staf terlatih dan profesional, lokasi layanan dan jarak dari lokasi layanan). 35 Menurut Saptono (2009), dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara terpaan media komunikasi pada ibu balita dan pemanfaatan pelayanan kesehatan pada balita, ISPA (analisis data SDKI 1994) menyatakan bahwa terpaan media komunikasi berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keluarga berencana. Menurut Hadriah dan Leli (2002), menyatakan bahwa ayah/suami banyak mendapatkan informasi tentang KB dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan media massa serta dari istrinya. kontrasepsi. dan tempat pelayanan keluarga berencana.
Dukungan Istri
Hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional tahun 2001 menunjukkan 66,26%. Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara dukungan wanita dengan partisipasi pria dalam KB (α = 0,005) dengan p-value 0,027 (Kadir Tiya, Journal of Public Health Promotion , Agustus 2000 ). Hasil analisis menemukan bahwa sikap perempuan terhadap keikutsertaan laki-laki dalam KB paling baik dalam perencanaan jumlah anak sebesar 89%, namun 42% responden menyatakan istri mereka tidak mendukung program KB laki-laki.
Hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 66,26% wanita tidak setuju suaminya melakukan KB (Kusumaningtyas, 2008). Hal ini dibuktikan dengan tanda tangan bersama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Nota Kesepahaman (MoU) Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor: 36/HK.101/F1/2007 tentang advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat Program Keluarga Berencana Nasional melalui Peran Lembaga Keagamaan, pada 9 Februari 2007, yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2009. Sedangkan agama lain di Indonesia umumnya mendukung KB. Agama Hindu percaya bahwa setiap kelahiran harus membawa manfaat. pada hakekatnya sama baiknya, tidak melarang pemeluknya ber-KB demi kebaikan keluarga.Kristen Protestan tidak melarang pemeluknya ber-KB, tapi lain hal.
Tingkat Pendidikan
Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat penting, dalam artian semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rasional seseorang dalam mengambil berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menyebabkan tingkat kelahiran yang lebih rendah, karena pendidikan akan berdampak negatif pada persepsi nilai anak dan akan memberikan tekanan pada keluarga besar. Pada umumnya kedudukan suami dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga, sehingga segala keinginan dan pendapat suami menjadi keputusan keluarga, semakin tinggi tingkat pendidikan suami maka semakin dapat dianggap bahwa dirinya tidak hanya memandang harta keluarga, tetapi yang lebih penting, ia semakin menyadari kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh orang tuanya, yang harus ia penuhi demi masa depan anak-anaknya.
Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan suami, maka suami akan lebih mementingkan kualitas anak daripada kuantitas, sehingga cenderung memiliki lebih sedikit anak yang pada gilirannya lebih memilih kontrasepsi (BKKBN, 1998). Berdasarkan uji statistik chi-square, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan partisipasi laki-laki dalam KB, hal ini bertentangan dengan pendapat Ekawati. 43 Semakin berpendidikan seseorang, semakin baik tindakannya untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan (Notoadmodjo, 2000), sementara sekitar 62% pria tanpa pendidikan formal dilaporkan mengetahui setidaknya satu metode modern, 97,5% pria dengan pasca- pendidikan menengah dilaporkan mengetahui setidaknya satu alat kontrasepsi modern (Karen Oppeinhem Mason; Smith, Herberth, Agustus 2009).
Usia
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pendidikan tertinggi terdapat pada perguruan tinggi yaitu 85,7 dan terendah yaitu pendidikan kepemudaan sebesar 57,1%. Di selatan ditemukan rata-rata usia laki-laki peserta KB adalah 39 tahun dan istri 31 tahun, usia termuda suami 18 tahun dan istri 18 tahun, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh BKKBN (1997) pada karakteristik dari akseptor baru di luar Jawa dan Bali menunjukkan adanya korelasi antara usia dan penggunaan kontrasepsi, dengan akseptor baru lebih banyak akseptor muda (di bawah 30 tahun) (BKKBN, 1997). Temuan ini mengungkapkan adanya hubungan negatif antara usia dan pengetahuan tentang kontrasepsi pada pria: pengetahuan tentang setidaknya satu metode kontrasepsi lebih tinggi pada pria di bawah 30 tahun dibandingkan pada pria yang lebih tua.
Penghasilan
45 untuk KB jauh lebih tinggi, sebagian besar PUS yang tidak ber-KB justru berasal dari istri yang tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan sendiri (Saptono, 2009). Besarnya pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan suami dalam KB, hal ini terlihat jika kedua PUS tersebut bekerja berarti istri memiliki penghasilan sendiri. Hasil penelitian Wijayanti (2004) menyebutkan berbagai alasan ketidaktahuan masyarakat di desa tentang metode MOP, di antaranya adalah mahalnya biaya MOP atau vasektomi.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi pria di Kecamatan Tembilahan, 2004. Tesis. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan akseptor laki-laki dalam KB di Desa Bangun Tapan Yogyakarta, 2009. Skripsi.