• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aksi Anti Toleransi di Lingkungan Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Syifa Qurrotul Uyun

Academic year: 2024

Membagikan "Aksi Anti Toleransi di Lingkungan Perguruan Tinggi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Aksi Anti Toleransi di Lingkungan Perguruan Tinggi

Disusun oleh:

Nama: Syifa Qurrotul Uyun NIM: 20230410182 Prodi: Pendidikan Dokter

Dosen pengampu : Dr. Sulistiyanto, SE., MM.M.Sc., PSC

Universitas Hang Tuah Surabaya Tahun 2023/2024

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya makalah “Aksi Anti Toleransi di Lingkungan Perguruan Tinggi” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan semangat serta dukungan dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu dan manfaat kepada semua pihak.

Surabaya, 13 Maret 2024

Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proses globalisasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern menentukan penguatan hubungan dan ikatan internasional, berkontribusi pada penciptaan dan pelaksanaan kegiatan bersama, dan memperluas kerjasama dengan perwakilan dari budaya yang berbeda. Mengingat hal ini, sistem pendidikan tinggi mempunyai tugas untuk mempersiapkan tenaga spesialis yang mampu bekerja dalam lingkungan antar budaya.

Dalam kondisi peningkatan kerjasama yang signifikan dengan mitra asing dan sehubungan dengan meluasnya konflik bersenjata, konflik etnis dan agama akibat intoleransi terhadap pandangan, tradisi dan kepercayaan budaya lain, kualitas moral universal dan profesional seperti toleransi antar budaya memperoleh arti khusus. Dewasa ini, kemampuan seorang individu untuk melakukan dialog dengan perwakilan negara lain, bersikap toleran terhadap kekhasan budaya nasional mitra bisnis asing, dan untuk mencapai tujuan kerja sama internasional menjadi hal yang penting.

Toleransi antar budaya sebagai kualitas moral profesional memperoleh arti penting di semua bidang masyarakat: ekonomi, sosial, politik, agama, dll. Sebagaimana dicatat dalam karya Poliakova, Ridel dan Kyrychenko (2019), konflik multi-struktural antaretnis menjadi semakin terbuka dan eksplosif di tengah pesatnya globalisasi. Saat ini masyarakat dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam lingkungan multinasional dengan semangat tradisi dan gagasan humanistik, saat bekerja dengan mitra bisnis asing di perusahaan multinasional, melakukan latihan bersama, mengembangkan proyek internasional, dll. Masalah pembentukan toleransi antarbudaya menjadi topik hangat bagi calon master ilmu ekonomi yang berspesialisasi dalam hubungan ekonomi internasional yang dibuktikan oleh penelitian Giacomo G. Corneo dan Olivier Jeanne (2009).

Kajian tentang keadaan perkembangan masalah pembentukan toleransi antarbudaya memberi kita kesempatan untuk memperjelas ciri-ciri proses pembentukan toleransi antarbudaya di perguruan tinggi: proses pembentukan kualitas yang signifikan secara profesional ini harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistematis, yang melibatkan pertimbangan vektor utama proses pedagogis (organisasi, manajemen, dan komunikasi). Berdasarkan analisis literatur psikologis dan pedagogis tentang pembentukan toleransi antarbudaya, ditemukan bahwa pembentukan toleransi antarbudaya yang efektif dimungkinkan dengan berkembangnya sistem pedagogi pembentukan toleransi antarbudaya berdasarkan pendekatan interdisipliner, berdasarkan pendekatan interdisipliner. implementasinya adalah prinsip-prinsip pengajaran yang berorientasi pada kepribadian.

Perguruan tinggi dianggap sebagai panggung utama bagi pertukaran gagasan, pemikiran kritis, dan eksplorasi intelektual. Namun, di balik citra ideal tersebut, seringkali tersembunyi realitas yang mengganggu: aksi anti-toleransi. Fenomena ini telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan komunitas akademik, karena bertentangan dengan nilai-nilai esensial dari pendidikan tinggi, seperti toleransi, pluralisme, dan dialog terbuka. Dalam konteks ini, penting untuk memahami dampak, penyebab, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk menanggulangi aksi anti- toleransi di lingkungan perguruan tinggi.

(4)

Dampak dari aksi anti-toleransi di perguruan tinggi sangatlah merugikan.

Pertama-tama, fenomena ini menciptakan ketegangan dan konflik di antara mahasiswa, memisahkan mereka berdasarkan perbedaan agama, etnis, atau pandangan politik.

Pemisahan semacam ini menghalangi proses pembelajaran yang seharusnya menjadi ciri khas dari lingkungan akademik, yaitu terbukanya ruang untuk pertukaran ide dan pemikiran yang inklusif. Selain itu, aksi anti-toleransi juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak kondusif bagi pertumbuhan intelektual dan pribadi mahasiswa.

Merasa tidak diterima atau dihargai karena identitas mereka dapat mengganggu kesejahteraan psikologis mereka dan menghambat partisipasi aktif dalam kegiatan akademik dan sosial.

Polarisasi sosial yang disebabkan oleh aksi anti-toleransi juga merupakan dampak negatif yang signifikan. Perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat di mana mahasiswa dapat mengeksplorasi perbedaan pandangan dan menghargai keberagaman. Namun, ketika aksi anti-toleransi menghasilkan pemisahan antar kelompok, hal ini menghambat dialog antar kelompok dan memperkuat dinding-dinding pemisahan. Polaritas semacam ini tidak hanya mengurangi potensi untuk mencapai pemahaman bersama, tetapi juga dapat memicu konflik yang merusak atmosfer belajar.

B. Permasalahan Penelitian

1. Bagaimana dampak dari aksi anti-toleransi di perguruan tinggi?

2. Bagaimana langkah awal yang penting dalam mengatasi masalah ini secara efektif?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana dampak dari aksi anti-toleransi di perguruan tinggi

2. Mengetahui langkah awal yang penting dalam mengatasi masalah ini secara efektif

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Dampak dari Aksi Anti Toleransi di Perguruan Tinggi

Mahasiswa memiliki peran penting dalam memajukan Indonesia ke arah yang lebih maju dan berkelanjutan. Mereka adalah agen perubahan yang potensial dalam berbagai aspek kehidupan nasional, termasuk ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Peran ekonomi mahasiswa dalam memajukan Indonesia sangat penting. Mereka adalah calon tenaga kerja yang akan memasuki berbagai sektor industri dan bisnis. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh selama masa pendidikan mereka, mereka memiliki potensi untuk memperbaiki produktivitas dan daya saing ekonomi Indonesia. Mahasiswa yang memiliki pemahaman tentang inovasi, teknologi, dan pasar global dapat membantu menciptakan lapangan kerja, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, dan membantu mengatasi tantangan ekonomi nasional.

Dalam konteks sosial, mahasiswa memiliki peran dalam mempromosikan nilai- nilai sosial yang positif dan menjalankan tugas kemanusiaan. Mereka sering menjadi agen perubahan dalam kampanye sosial, advokasi hak asasi manusia, dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan semangat kepemimpinan dan kepedulian sosial, mereka dapat membantu dalam mengatasi masalah sosial yang relevan seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan isu-isu lainnya. Keikutsertaan mahasiswa dalam gerakan-gerakan sosial juga dapat memicu perubahan positif dalam masyarakat.

Mahasiswa berperan sebagai pelopor dalam mempromosikan nilai-nilai sosial positif di tengah-tengah masyarakat. Mereka sering kali menjadi agen perubahan dalam kampanye sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu sosial yang penting.

Mahasiswa dapat mengambil inisiatif untuk menyuarakan isu-isu seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, lingkungan, dan keadilan sosial. Dengan semangat kepemimpinan dan kepedulian sosial, mereka dapat membantu memperjuangkan perubahan positif dalam masyarakat. Mahasiswa dapat terlibat dalam berbagai tugas kemanusiaan yang melibatkan pemberian bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Mereka dapat bergabung dalam organisasi-organisasi amal, kampanye penyelamatan, dan upaya kemanusiaan lainnya. Tugas-tugas seperti membantu korban bencana alam, memberikan bantuan medis di daerah terpencil, atau bekerja dengan anak-anak dan orang tua di komunitas yang kurang beruntung adalah contoh konkret dari peran kemanusiaan mahasiswa. Mahasiswa dapat menjadi jembatan antara generasi yang berbeda dalam mempromosikan nilai-nilai sosial positif. Mereka sering memiliki pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu kontemporer dan kemajuan dalam teknologi dan budaya. Dengan berkomunikasi dengan generasi yang lebih tua, mahasiswa dapat membantu menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya perubahan sosial, keadilan, dan inklusi.

Selanjutnya, peran budaya mahasiswa juga penting dalam melestarikan kearifan lokal dan budaya Indonesia. Dalam era globalisasi, identitas budaya sering terancam oleh pengaruh luar. Mahasiswa dapat memainkan peran kunci dalam melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal, serta mempromosikannya kepada masyarakat luas. Mereka dapat terlibat dalam kegiatan seni, budaya, dan pendidikan yang mempromosikan kekayaan budaya Indonesia. Mahasiswa memegang peranan penting dalam memahami,

(6)

memelihara, dan mempromosikan budaya lokal. Mereka memiliki kesempatan unik untuk mendalami kebudayaan daerah mereka sendiri dan daerah lainnya melalui pendidikan tinggi dan eksplorasi pribadi. Melalui studi etnografi, seni, bahasa, dan sejarah, mahasiswa dapat menggali lebih dalam aspek-aspek budaya seperti tradisi, kepercayaan, dan seni rupa yang menjadi ciri khas masyarakat setempat. Mahasiswa dapat berperan sebagai pelindung dan pemelihara kearifan lokal dengan berpartisipasi dalam kegiatan budaya. Mereka dapat bergabung dalam kelompok seni tradisional, mengikuti upacara adat, atau terlibat dalam pertunjukan budaya daerah. Dengan berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini, mahasiswa dapat membantu menjaga kesinambungan budaya dan mewariskan pengetahuan tentang kearifan lokal kepada generasi selanjutnya. Mahasiswa dapat mempromosikan budaya lokal melalui media sosial, seni, dan pendidikan. Mereka dapat menggunakan platform online untuk membagikan cerita, foto, dan video yang memperkenalkan kearifan lokal kepada masyarakat luas. Mahasiswa yang memiliki bakat seni seperti tari, musik, atau lukisan juga dapat menggunakan seni mereka sebagai alat untuk menggambarkan budaya dan kearifan lokal, sehingga menarik minat dan penghargaan dari orang lain.

Namun, ironisnya, fenomena aksi anti-toleransi kadang-kadang muncul di lingkungan perguruan tinggi, mengancam esensi dari peran mahasiswa itu sendiri.

Fenomena ini sering kali muncul sebagai respons terhadap perbedaan pendapat atau identitas yang berbeda di antara anggota komunitas kampus. Ketika mahasiswa menghadapi aksi anti-toleransi, mereka harus memiliki keberanian dan keterampilan untuk menentangnya secara tegas, namun dengan cara yang terbuka dan konstruktif.

Salah satu dampak utama dari aksi anti-toleransi adalah terjadinya polarisasi sosial di antara mahasiswa. Perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat di mana ide-ide beragam bertemu, diskusi terbuka dilakukan, dan toleransi dijunjung tinggi, kadang-kadang justru menjadi panggung bagi polarisasi yang mendalam. Fenomena ini tidak hanya menghambat tujuan dari pendidikan tinggi itu sendiri, tetapi juga merusak harmoni sosial di antara mahasiswa. Polarisasi sosial muncul ketika kelompok-kelompok mahasiswa terpisah secara ideologis, politik, atau budaya, dan memilih untuk berinteraksi secara eksklusif dengan mereka yang memiliki pandangan serupa. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari kelompok agama tertentu mungkin cenderung mengasosiasikan diri dengan sesama yang berbagi keyakinan mereka, sementara menghindari interaksi dengan mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda. Hal serupa juga terjadi dalam hal pandangan politik atau identitas budaya. Polarisasi semacam ini menghasilkan "echo chambers" di mana mahasiswa hanya terpapar pada sudut pandang yang sama, tanpa kesempatan untuk mendengar atau memahami sudut pandang yang berbeda. Akibatnya, dialog yang sehat dan konstruktif menjadi terhambat, dan mahasiswa cenderung semakin memperkuat keyakinan mereka sendiri tanpa pertimbangan yang kritis. Ini menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pertukaran ide yang beragam dan mendalam, yang seharusnya menjadi ciri khas dari perguruan tinggi. Lebih jauh lagi, polarisasi sosial juga memicu konflik dan ketegangan di antara mahasiswa. Ketika perbedaan menjadi alasan untuk memisahkan diri dari kelompok lain, hubungan antar kelompok menjadi tegang dan sering kali memicu konflik verbal atau bahkan fisik. Hal ini merusak atmosfer belajar yang seharusnya inklusif dan aman bagi semua anggota komunitas perguruan tinggi.

Daripada mempromosikan pemahaman dan kerjasama, polarisasi sosial justru menghalangi pertumbuhan intelektual dan sosial mahasiswa. Selain itu, polarisasi sosial

(7)

juga dapat menghambat kemampuan mahasiswa untuk merasakan empati dan berempati terhadap orang lain. Ketika mahasiswa terisolasi dalam kelompok mereka sendiri, mereka cenderung kehilangan kepekaan terhadap pengalaman dan perspektif orang lain. Ini menghambat kemungkinan untuk membangun koneksi yang kuat dan saling mendukung di antara anggota komunitas perguruan tinggi.

Ketidaknyamanan dan rasa tidak aman adalah dampak lain yang timbul akibat aksi anti-toleransi. Mahasiswa yang menjadi korban diskriminasi atau intoleransi sering kali merasa tidak nyaman atau bahkan takut untuk berpartisipasi dalam kegiatan akademik dan sosial. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kesejahteraan psikologis mahasiswa, tetapi juga merusak esensi dari pengalaman pendidikan tinggi yang seharusnya mempromosikan keragaman, inklusivitas, dan penghargaan terhadap perbedaan. Dalam lingkungan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung, mahasiswa yang menjadi korban diskriminasi atau intoleransi sering kali menghadapi tekanan psikologis yang berat. Mereka mungkin merasa tidak nyaman, cemas, atau bahkan takut untuk berpartisipasi dalam diskusi kelas, kegiatan kelompok, atau acara sosial. Bahkan, beberapa mahasiswa mungkin menghindari interaksi dengan teman sebaya atau staf akademik karena takut menjadi target lebih lanjut dari perlakuan diskriminatif. Dampak dari ketidaknyamanan dan rasa tidak aman ini sangatlah merugikan bagi mahasiswa secara pribadi. Mereka tidak hanya mengalami stres dan kecemasan yang berlebihan, tetapi juga mungkin mengalami penurunan motivasi dan kualitas hidup yang signifikan. Ketika mahasiswa tidak merasa aman di lingkungan kampus, kemampuan mereka untuk berkonsentrasi dalam studi dan mencapai potensi akademik mereka menjadi terhambat. Hal ini dapat berdampak negatif pada kinerja akademik mereka dan bahkan menyebabkan penurunan kesejahteraan secara keseluruhan.

Selain itu, aksi anti-toleransi juga dapat menghambat pertukaran budaya yang seharusnya menjadi ciri khas dari lingkungan perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah tempat di mana mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya berkumpul untuk belajar, berinteraksi, dan saling memperkaya. Namun, ketika aksi anti-toleransi hadir, kemungkinan untuk pertukaran budaya yang sehat dan berharga menjadi terhambat.

Pertukaran budaya di perguruan tinggi adalah cara yang efektif untuk memahami, menghargai, dan merayakan keragaman budaya di antara mahasiswa. Melalui pertukaran budaya, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mempelajari tradisi, nilai-nilai, bahasa, dan praktik budaya dari berbagai komunitas di seluruh dunia. Ini tidak hanya memperluas wawasan mereka, tetapi juga membantu membangun pemahaman yang lebih dalam tentang keberagaman manusia. Namun, aksi anti-toleransi dapat menghambat proses pertukaran budaya ini dengan menciptakan rasa ketidaknyamanan atau bahkan ketakutan di antara mahasiswa. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari latar belakang budaya tertentu mungkin merasa tidak aman untuk berbagi atau memperkenalkan aspek-aspek budaya mereka karena takut menjadi sasaran prasangka atau diskriminasi. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa tersebut menarik diri dan membatasi diri dari pengalaman pertukaran budaya.

Dampak dari aksi anti-toleransi juga dapat terasa dalam proses pembelajaran.

Ketika ketegangan dan konflik merajalela di antara mahasiswa, atmosfer belajar yang kondusif pun terganggu. Diskusi yang seharusnya membuka pikiran menjadi terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Ini dapat menghambat pertumbuhan intelektual dan kritis mahasiswa, serta mereduksi potensi mereka untuk menjadi pemimpin yang inklusif dan

(8)

berpikiran terbuka di masyarakat.

B. Langkah Awal dalam Menghadapi Aksi Anti Toleransi

Aksi anti-toleransi merupakan fenomena yang mengancam kesejahteraan dan keharmonisan di lingkungan perguruan tinggi. Untuk mengatasi aksi tersebut, langkah- langkah awal yang efektif harus diambil agar dapat membentuk lingkungan belajar yang inklusif, beragam, dan menghargai perbedaan. Dalam esai ini, akan dibahas beberapa langkah awal yang dapat diambil dalam menghadapi aksi anti-toleransi di perguruan tinggi.

Pertama-tama, kesadaran akan keberadaan aksi anti-toleransi dan dampaknya perlu ditingkatkan di seluruh komunitas perguruan tinggi. Edukasi tentang pentingnya toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan konsekuensi dari tindakan diskriminatif harus diintegrasikan ke dalam program pembelajaran dan kegiatan kampus.

Dengan meningkatkan kesadaran, mahasiswa dan staf dapat menjadi lebih peka terhadap perilaku atau tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai toleransi.

Langkah kedua adalah memperkuat kebijakan anti-diskriminasi dan anti-toleransi di seluruh perguruan tinggi. Kebijakan ini harus jelas dan tegas mengenai perlindungan terhadap mahasiswa dan staf dari segala bentuk diskriminasi, pelecehan, atau intimidasi berdasarkan ras, agama, gender, orientasi seksual, atau latar belakang budaya lainnya.

Penting juga untuk menetapkan prosedur penanganan pengaduan yang efektif dan transparan bagi mereka yang menjadi korban aksi anti-toleransi.

Selanjutnya, langkah awal yang penting adalah mempromosikan dialog dan dialog terbuka di antara anggota komunitas perguruan tinggi. Melalui forum diskusi, lokakarya, atau acara dialog yang dipimpin dengan baik, mahasiswa dan staf dapat memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman, pandangan, dan pemikiran mereka tentang isu-isu sensitif terkait toleransi dan keberagaman. Dialog semacam ini dapat membantu membangun pemahaman yang lebih dalam dan saling pengertian di antara anggota komunitas.

Selain itu, kerja sama antar kelompok mahasiswa dan organisasi kampus adalah langkah awal penting dalam menghadapi aksi anti-toleransi. Dengan bekerja sama dalam proyek-proyek yang mempromosikan toleransi, inklusivitas, dan keberagaman, mahasiswa dapat memperkuat ikatan sosial mereka dan membentuk koalisi yang kuat dalam memperjuangkan nilai-nilai tersebut. Organisasi kampus juga dapat memberikan platform bagi mahasiswa untuk mengadvokasi keberagaman dan memperjuangkan perubahan positif di lingkungan perguruan tinggi.

Selanjutnya, langkah awal dalam menghadapi aksi anti-toleransi adalah memperkuat dukungan dan sumber daya bagi mereka yang menjadi korban. Perguruan tinggi harus menyediakan layanan konseling dan dukungan yang memadai bagi mahasiswa dan staf yang mengalami diskriminasi atau intimidasi. Ini termasuk penyediaan ruang aman, pelatihan tentang resolusi konflik, dan akses kepada jaringan dukungan yang luas.

Terakhir, langkah awal yang penting dalam menghadapi aksi anti-toleransi adalah membangun budaya kampus yang mendorong kesetaraan, penghargaan terhadap keberagaman, dan saling penghormatan. Ini melibatkan pengembangan program-program dan inisiatif-inisiatif yang mempromosikan nilai-nilai tersebut di seluruh perguruan

(9)

tinggi, mulai dari kurikulum akademik hingga kegiatan ekstrakurikuler. Dengan menciptakan budaya kampus yang inklusif dan beragam, perguruan tinggi dapat menjadi wadah yang memajukan toleransi dan menghargai perbedaan di antara anggota komunitasnya.

BAB III PENUTUP

(10)

A. Kesimpulan

Dalam kesimpulan, aksi anti-toleransi di lingkungan perguruan tinggi adalah fenomena yang merugikan yang mempengaruhi kesejahteraan dan keberhasilan belajar mahasiswa serta merusak esensi dari pendidikan tinggi itu sendiri. Aksi tersebut mengganggu proses belajar-mengajar, menghambat pertukaran budaya yang seharusnya menjadi ciri khas perguruan tinggi, dan mengganggu atmosfer belajar yang kondusif.

Selain itu, aksi anti-toleransi juga menyebabkan ketidaknyamanan, rasa tidak aman, dan polarisasi sosial di antara mahasiswa.

Penting untuk diatasi secara serius dan efektif. Langkah-langkah perlu diambil untuk meningkatkan kesadaran, memperkuat kebijakan anti-diskriminasi, mempromosikan dialog, membangun kerjasama antar kelompok, menyediakan dukungan bagi korban, dan membangun budaya kampus yang inklusif dan beragam. Hanya dengan demikian, perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan belajar yang mempromosikan toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan saling penghormatan di antara seluruh anggotanya. Dengan tindakan yang tepat, perguruan tinggi dapat menjadi wadah yang memajukan nilai-nilai kemanusiaan dan membentuk generasi pemimpin yang berpikiran terbuka dan inklusif dalam masyarakat yang semakin kompleks dan beragam.

B. Saran

- Meningkatkan Kesadaran: Perguruan tinggi harus aktif dalam meningkatkan kesadaran di antara mahasiswa dan staf tentang pentingnya toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan konsekuensi dari tindakan anti-toleransi. Ini dapat dilakukan melalui kampanye pendidikan, seminar, lokakarya, dan kegiatan lainnya.

- Memperkuat Kebijakan Anti-Diskriminasi: Perguruan tinggi perlu memperkuat kebijakan anti-diskriminasi yang jelas dan tegas, yang melindungi mahasiswa dan staf dari segala bentuk diskriminasi, pelecehan, atau intimidasi berdasarkan ras, agama, gender, orientasi seksual, atau latar belakang budaya lainnya.

- Mendorong Dialog Terbuka: Promosikan dialog terbuka dan konstruktif di antara anggota komunitas perguruan tinggi. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, lokakarya, atau acara dialog yang dipimpin dengan baik, di mana mahasiswa dan staf dapat berbagi pengalaman, pandangan, dan pemikiran mereka tentang isu-isu sensitif terkait toleransi dan keberagaman.

DAFTAR PUSTAKA

Corneo, G., Jeanne, O. (2009). A theory of tolerance. Journal of Public Economics, 93 (5 – 6).

(11)

Elsevier, 691–702.

Poliakova, O., Ridel, T., & Kyrychenko, T.(2019). Multicultural Competence of University Students in Ukraine: Reality and Perspectives. Revista Romaneasca pentru Educatie Multidimensionala, 11(4), 221-247. doi:10.18662/rrem/167

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian besarnya pengaruh lingkungan sosial dan persepsi terhadap minat melanjutkan ke perguruan tinggi (siswa pada jenjang pendidikan menengah yang bertempat tinggal

Jurnal Transportasi adalah jurnal ilmiah di bidang transportasi yang diterbitkan dua kali setahun oleh Forum Studi Transportasi antar-Perguruan Tinggi (FSTPT).. Makalah-makalah

Ada 7 unsur strategis dalam marketing perguruan tinggi yaitu : produk jasa perguruan tinggi, harga jasa perguruan tinggi, lokasi perguruan tinggi, promosi jasa

Khasanah Arsip Perguruan Tinggi adalah seluruh arsip statis yang berasal dari lingkungan perguruan tinggi, yakni yang merupakan arsip yang sudah tidak dipergunakan

Upaya untuk menenamkan sifat dan budaya anti korupsi, sebaiknya seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia seperti UPI dengan mata kuliah

Jurnal Transportasi adalah jurnal ilmiah di bidang ilmu transportasi yang diterbitkan tiga kali setahun oleh Forum Studi Transportasi antar-Perguruan Tinggi

memfasilitasi dukungan dana riset bagi unit pengusul di lingkungan perguruan tinggi dalam melakukan penelitian yang dapat menyelesaikan masalah yang relevan dengan unggulan yang

Dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi menjadi