• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTANSI TRADISIONIL VS. STRATEJIK

N/A
N/A
Martha Kurnia Kusumawardani

Academic year: 2023

Membagikan "AKUNTANSI TRADISIONIL VS. STRATEJIK"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

AKUNTANSI TRADISIONIL VS. STRATEJIK

Noorlailie Soewarno*

Akuntansi Tradisionil dan Remote Control Management

Pada era Revolusi Industri di tahun 1920an, kekayaan perusahaan didominasi oleh aset fisik dan asset keuangan. Keberhasilan sebuah perusahaan atau seorang manager dinilai dengan ukuran-ukuran keuangan. Pada masa itulah, beragam ukuran keuangan telah dikembangkan, seperti analisis Dupont, return on investment (ROI), return on equity (ROE), return on asset (ROE), dan lainnya. Anggaran menjadi alat utama perencanaan dan pengendalian kinerja perusahaan. Pada periode ini, timbul budaya pengelolaan perusahaan secara jarak jauh melalui anggaran yang dikenal dengan fenomena remote control management. Budaya ini dilakukan secara massif, bahkan sampai sekarang.

Di Indonesia, kita mengenal istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang diawali dengan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP), dan nama-nama anggaran lainnya di berbagai organisasi.

Bidang ilmu akuntansi keuangan merajai pelaporan perusahaan yang dikenal dengan fenomena

“mentalitas akuntansi keuangan”. Pada era di mana kekayaan perusahaan didominasi aset-aset fisik dan keuangan, pengelolaan organisasi menggunakan ukuran-ukuran keuangan sudah memadai. Hal tersebut telah dibuktikan dengan lahirnya dan suksesnya perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa sehingga produk-produk mereka merajai dunia.

Sayangnya, kedigdayaan perusahaan-perusahaan itu mulai memudar di tahun 1980an seiring datangnya gelombang baru pada lingkungan bisnis bernama persaingan global dan teknologi manufaktur maju. Dampak buruk remote control management yang terlalu berfokus pada ukuran-ukuran keuangan meliputi: (1) Meningkatnya perilaku menyimpang para manager dalam bentuk: (a) gaming (memainkan target anggaran), focusing (hanya berfokus pada apa yang menjadi targetnya), invalid reporting (memalsukan laporan keuangan) dan smoothing (merekayasa angka-angka kinerja keuangan agar tidak tampak naik-turun); (2) Memicu perilaku manager berpikir jangka pendek (periode anggaran setahun); (3) Menurunkan keunggulan bersaing organisasi akibat para manager enggan berinvestasi. Dampak investasi masih jangka panjang sementara kinerja mereka diukur secara tahunan; (4) Para manager lebih berfokus pada indikator hasil (output atau keuangan) tetapi mengabaikan indikator proses-proses penciptaan nilai.

Dinamika perubahan lingkungan bisnis ini telah mengubah lanskap bisnis yang tadinya bertumpu pada aset fisik dan keuangan berganti pada aset tak berwujud. Perubahan drastis ini tentu saja memerlukan strategi bisnis baru yang lebih mengutamakan aset-aset berbasis pengetahuan (knowledge-based assets). Hal inilah yang memicu masalah bahwa akuntansi tradisionil yang berfokus pada aspek keuangan saja tidak lagi mampu memberikan informasi yang relevan kepada manajemen untuk perencanaan, pengandalian dan pengambilan keputusan strategis. Mentalitas akuntansi keuangan dengan dominasi penggunaan ukuran keuangan dan anggaran sebagai sarana perencanaan dan pengendalian perusahaan, pada akhirnya merugikan perusahaan sendiri. Perusahaan-perusahaan perlu meningkatkan peran akuntansi stratejik, yaitu akuntansi yang berorientasi masa depan dan berorientasi pada strategi perusahaan.

Akuntansi Stratejik dan Lingkungan Bisnis Kontemporer

Saat ini, dunia bisnis telah berada di Era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0. Perusahaan-

(2)

perusahaan didorong untuk beradaptasi dengan lingkungan bisnis kontemporer. Arah pengembangan akuntansi stratejik tentu saja harus mengikuti pilihan-pilihan strategi perusahaan untuk menghadapi dinamika lingkungan bisnis baru. Perusahaan-perusahaan perlu beradaptasi dengan isu-isu kontemporer.

Tren baru dalam dunia bisnis setidaknya meliputi 5 (lima) isu berikut:

Pertama, Sustainable Development Goals (SDGs)-United Nations yang merupakan agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memciptakan dunia yang lebih baik;

Kedua, Sustainability Strategy, Sustainability Performance and Reporting yang berfokus pada masyarakat, lingkungan hidup dan ekonomi. Kinerja keberlanjutan organisasi (3-triple bottom line, 5-quintuple bottom line) menjadi isu penting para pemangku kepentingan, maka akuntansi stratejik diperlukan terlibat dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Adopsi sustainability strategy dan pelaporan korporasi kontemporer, seperti Environment, Social, Governance (ESG) Reporting dan Integrated Reporting (IR) juga memerlukan keterlibatan akuntansi stratejik secara mendalam;

Ketiga, Strategi Digitalisasi yang merupakan strategi bisnis yang banyak diadopsi untuk meningkatkan keunggulan bersaing organisasi. Isu-isu Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 (RI 4.0 dan 5.0) tentang integrasi Cyber Physical System (CPS) dengan Internet of Things (IOT), Internet of Services (IOS), Big Data, Artificial Intelligence (AI) telah mengubah peta bisnis yang harus diadaptasi oleh akuntansi stratejik.

Keempat, Strategi Inovasi yang merupakan strategi bisnis yang juga banyak diadopsi perusahaan. Akuntansi perlu beradaptasi dengan beragam jenis strategi inovasi, seperti strategi open innovation, value innovation, incremental innovation, green radical innovation, disruptive innovation sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan keunggulan bersaing.

Kelima, Intellectual Capital yaitu strategi bisnis kontemporer yang diadopsi organisasi di Era RI 4.0 dan RI 5.0 yang memerlukan kesiapan modal intelektual. Modal intelektual yang terdiri dari human capital, structural capital dan relational capital perlu disiapkan selaras dengan strategi yang diadopsi organisasi. Hal ini memerlukan peran aktif akuntansi stratejik.

Kesimpulannya, untuk bertahan hidup dan berkembang, perusahaan-perusahaan yang hidup di lingkungan Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 tidak bisa lagi hanya menggunakan ukuran-ukuran keuangan yang diciptakan di masa lalu. Perusahaan-perusahaan kontemporer perlu menggunakan ukuran-ukuran kinerja berdasarkan strategi berbasis aset pengetahuan.

*Guru besar Ilmu Akuntansi Manajemen Stratejik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga

Referensi

Dokumen terkait