• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah Esai tentang Akuntansi Riset Akun (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sebuah Esai tentang Akuntansi Riset Akun (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 Sebuah Esai tentang Akuntansi, Riset Akuntansi,

dan Sustainable Development1

Arthik Davianti2

Departemen Akuntansi FEB UKSW, Salatiga PhD Candidate La Trobe Business School, Melbourne

Abstrak

Akuntansi sebagai konstruk sosial (Hines 1988) yang dibentuk oleh realitas dunia (Hopwood 1994) dan sebagai bagian dari fungsi komunikasi, akuntansi menjadi bahasa bisnis (Lavoie 1987). Sustainable development (WCED 1987) atau pembangunan berkelanjutan merupakan konsep pembangungan yang menggabungkan perkembangan ekonomi, perlindungan lingkungan dan kesejahteraan social. Konsep pembangunan ini merupakan realitas dunia yang menjadi bagian tidak dapat dipisahkan dari dunia bisnis. Esai ini menyajikan reviu literatur tentang peran akuntansi dan riset akuntansi dalam implementasi sustainable development di dunia bisnis. Simpulan reviu menunjukkan perkembangan akuntansi yang telah melebihi konteks penyajian informasi finansial (Gray, Owen & Maunders 1987). Berbagai riset akuntansi dalam implementasi sustainable development telah menggunakan pendekatan positivisme (Branco & Rodrigues 2007; Parker 2005), akan tetapi perkembangan lebih lanjut dalam area penelitian ini terletak pada penggunaan pendekatan teori kritis (critical theory)

(Dillard 1991) yang diharapkan dapat meningkatkan peranan akuntansi dalam sustainable development.

Pendahuluan

Akuntansi secara umum dikenal dan dipahami sebagai bagian dari dunia bisnis. Proses dalam penyajian informasi keuangan melalui identifikasi transaksi peristiwa ekonomi, klasifikasi, penjurnalan, posting, penyesuaian dan penyusunan laporan keuangan dengan menggunakan kertas kerja, baik secara manual maupun berbasis teknologi. Informasi yang disajikan menjadi dasar pembuatan keputusan, terutama dalam dunia bisnis. Lebih lanjut dalam perkembangannya akuntansi telah menjadi

(2)

2 bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Akuntansi dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkah dalam fungsi sosial dan politis di masyarakat sehingga akuntansi juga dapat dibentuk oleh berbagai bentuk realitas dunia yang muncul (Hopwood 1994).

Salah satu perkembangan yang sangat penting dalam peradaban modern adalah munculnya kesadaran akan dampak negatif terhadap kehidupan manusia yang ditimbulkan oleh pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Kerusakan lingkungan yang juga berakibat pada keberadaan masalah sosial dalam masyarakat mendorong upaya untuk mengarahkan pembangunan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi, perlingungan alam dan kesejahteraan sosial. Kondisi ini mendorong Persatuan Bangsa-bangsa (selanjutnya disebut PBB) berinisiatif untuk menciptakan konsep pembangunan yang berimbang yaitu sustainable development (WCED 1987). Konsep pembangunan ini mempengaruhi seluruh aspek masyarakat termasuk juga dunia bisnis. Hal ini membawa pada pertanyaan seberapa jauh akuntansi dan riset akuntansi dapat berperan dalam implementasi dan pencapaian tujuan sustainable development.

Esai ini bertujuan untuk menyajikan reviu literatur tentang akuntansi dalam kaitannya dengan sustainable development dan riset akuntansi untuk sustainable development. Pembahasan dalam esai ini meliputi bahasan tentang sustainable development yang meliputi sejarah ringkas dan definisi, reviu tentang praktik-praktik sustainable development melalui corporate sosial responsibility dan corporate sosial reporting, serta bahasan tentang kaitan akuntansi dan

(3)

3 Sustainable Development3

Konsep sustainable development dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan alam, yang meliputi komponen ekonomi, lingkungan, dan sosial (Lélé 1991). Masalah-masalah lingkungan semakin memburuk dan menurun dengan cepat sebagai akibat pembangunan. Hal ini mendorong Persatuan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) untuk secara aktif mengambil inisiatif dalam menyelesaikan konsekuensi lingkungan dan sosial pembangunan yang berorientasi ekonomi. Inisiatif ini juga didorong oleh masalah lingkungan mengakibatkan manusia terpengaruh baik secara ekonomi dan sosial. Inisiatif PBB diwujudkan dengan pengembangan konsep sustainable development yang mempertimbangkan pokok-pokok ekonomi, lingkungan dan sosial dalam pembangunan.

Pada tahun 1987, PBB membahas isu-isu lingkungan dan pembangunan melalui World Commission on Environment and Development (WCED). Hasil kerja komisi ini diterbitkan sebagai Brundtland Report atau dikenal juga dengan judul Our Common Future (WCED 1987). Laporan ini memperkenalkan perspective baru pembangunan, yang menggabungkan aspek populasi manusia dan lingkungan dalam proses-proses pembangunan, besera dengan elemen pertumbuhan ekonomi, perspektif ini kemudian disebut sebagai sustainable development.Our Common Future (WCED 1987, p. 43) mendefinisikan sustainable development sebagai ‘Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka’ (“the development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs). Dokumen PBB ini melanjutkan definisi sustainable development dengan dua konsep kunci yaitu ‘konsep kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok orang-orang miskin di dunia, tempat prioritas seharusnya diberikan’ (“the concept of ‘needs’, in particular the essential needs of the world’s poor, to which overriding priority should be given)” dan ‘ide adanya keterbatasan-keterbatasan yang ditimbulkan oleh tingkat teknologi dan

(4)

4 organisasi sosial atas kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa depan’ (“the idea of limitations imposed by the state of

technology and social organization on the environment’s ability to meet present

and future needs”).

Masuknya dua elemen kunci, kebutuhan rakyat miskin dan keterbatasan teknologi, sebagai konsep kunci dalam definisi sustainable development pada dasarnya menunjukkan cara pokok sustainable development diimplementasikan dalam proses pembangunan. United Nation Conference on Sustainable Development (UNCSD 1992) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah masalah multidimensional yang kompleks yang membutuhkan tanggung jawab bersama untuk mengatasinya. Berikutnya, UNCSD (1992) menyatakan pentingnya pemahaman yang lebih baik hubungan-hubungan antara dinamika demografi, teknologi, perilaku kultural, sumberdaya alam dan sistem pendukung kehidupan manusia. Oleh karenanya implementasi sustainable development dapat diperkirakan membutuhkan serangkaian perubahan yang bekerja secara harmonis untuk ‘meningkatkan potensi masa sekarang dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan tujuan manusia’

(“… enhance both current and future potential to meet human needs and aspirations”) (WCED 1987, p. 46). Lebih lanjut penerapan sustainable development membutuhkan keterlibatan sektor public dan privat, dan suatu bentuk pertanggung jawaban (responsibility) harus diketahui dan dipenuhi oleh kedua belah pihak (p. 63). Di antara tugas-tugas yang menantang dalam pengembangan strategi-strategi sustainable development adalah mencapai keseimbangan antara elemen lingkungan dan ekonomi (p. 68). Oleh karenanya tantangan-tantangan utama yang muncul dalam upaya menerapkan sustainable development yang utama adalah menyeimbangkan elemen-elemen sosial, lingkungan, dan ekonomi, sementara pada saat yang sama mempertimbangkan kebutuhan orang-orang miskin, dan adanya keterbatasan teknologi dan organisasi sosial dalam menjalankan pembangunan.

(5)

5 Sneddon, Howarth and Norgaard (2006) menyatakan bahwa diskursus tentang sustainable development melingkupi lembaga-lembaga politis. Oleh karenanya, Redclift (2005) menyatakan bahwa kunci untuk memahami diskursus sustainable development seharusnya dikumpulkan melalui relasi-relasi yang ada dalam dan antara masyarakat sosial. Lebih lanjut, Eden (1994) mengusulkan agar organisasi-organisasi, terutama organisasi bisnis, memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tujuan sustainable development, sehingga tujuannya dapat sejalan dengan tujuan bisnis. Hasilnya implementasi sustainable development ditantang oleh organisasi bisnis dan disesuaikan dengan tujuan bisnis, sehingga implementasinya kemungkinan tidak didorong oleh keinginan untuk bergerak menuju sustainability. Walaupun demikian, diskursus yang mendukung dan menerima sustainable development dapat menjadi dasar untuk mempertimbangkan penerapan konsep pembangunan ini dengan maksud untuk menekan pengaruh pembangunan yang merusak tatanan sosial kemanusiaan dan lingkungan, dan pada akhirnya mencapai sustainability.

Corporate Social Responsibility dan Corporate Social Reporting

Akuntansi sosial dan lingkungan bersama dengan corporate social responsibility (CSR) telah dianggap sebagai akun-akun untuk sustainable development yang diciptakan oleh organisasi untuk merepresentasi praktik sustainability. Penggabungan elemen sosial dan lingkungan dari konsep sustainable development sebagai bagian bisnis telah membuat akuntansi sebagai bagian dari sustainability. Selanjutnya, isu-isu sustainable development mendorong akuntansi untuk memperluas peranannya, tidak hanya menyajian informasi dengan orientasi finansial, tetapi juga mengungkapkan informasi tentang aktivitas-aktivitas sosial dan lingkungan korporasi. Dengan demikian akuntansi sosial dan lingkungan telah menjadi bentuk keterlibatan akuntansi dalam implementasi sustainable development.

(6)

6 dapat meningkatkan inisiatif dunia bisnis dan industry untuk menerapkan sustainability. Pada tahun 2012, dua puluh lima tahun sejak PBB menyatakan konsep sustainable development sebagai konsep pembangunan, PBB melalui United Nations Comission on Sustainable Development (UNCSD) menerbitkan resolusi bersama yang ditetapkan sebagai The Future We Want. PBB mengakui pentingnya praktik pelaporan sustainability. Selanjutnya PBB menyatakan bahwa integrasi corporate sustainability reporting dalam pelaporan korporat sebagai kontribusi sector privat dalam menerapkan sustainable development, sebagaimana dinyatakan pada paragraph 46 dan 47 (UNCSD 2012b, p. 9):

1. Kami mengakui bahwa implementasi sustainable development akan bergantung pada partisipasi aktif kedua sector public dan privat.

2. Kami mengakui bahwa partisipasi aktif sector privat dapat berkontribusi pada pencapaian sustainable development, termasuk melalui berbagai bentuk kerjasama publik-privat (public-private partnerships).

3. Kami mendukung regulasi nasional dan rerangka kebijakan yang memberdayakan dunia bisnis dan industry untuk melanjutkan inisiatif sustainable development dengan mempertimbangkan pentingnya corporate social responsibility.

4. Kami mengundang sector rivat untuk terlibat dalam praktik-praktik bisnis yang bertanggung jawab, seperti mengembangkan United Nations Global Compact.4

5. Kami mengakui pentingnya corporate sustainability reporting, dan mendorong perusahaan-perusahaan, jika sesuai, terutama perusahaan masuk bursa dan perusahaan besar untuk mempertimbangkan integrasi informasi sustainability dalam pelaporan mereka.

6. Kami mendorong industry, pemerintah dan stakeholder yang relevan untuk mendukung sistem yang dikembangkan PBB untuk mengembangkan model-model praktik terbaik dan memfasilitasi aksi korporat untuk mengintegrasikan pelaporan sustainability dari rerangka panduan yang telah ada dan mengarahkanperhatian pada kebutuhan-kebutuhan negara berkembang.

(7)

7 Pernyataan PBB tersebut menunjukkan bahwa implementasi sustainable development oleh korporasi tidak hanya melalui aksi corporate sosial responsibility, tetap juga disajikan dalam suatu bentuk pelaporan yaitu corporate social reporting. Upaya menjalankan dan mencapai sustainable development untuk mendapatkan keseimbangan antara tanggung jawab sosial (social equity) and perlindungan lingkungan (environmental protection), dan pertumbungan ekonomi, membutuhkan pemberdayaan dan partisipasi aktif sektor public dan privat. Lebih lanjut aksi perusahaan melalui corporate sosial responsibility, yang kemudian disajikan dalam corporate sustainability reporting berdasarkan panduan-panduan yang tersedia, seperti Global Reporting Initiatives (GRI) dan AccountAbility, dipercaya akan menjadi dasar praktik pelaporan terbaik. Sebagai hasil, akuntansi yang menjadi pokok dasar pelaporan yang disusun oleh korporasi memiliki peranan sangat penting dalam implementasi sustainable development.

Akuntansi dan Sustainable Development

Dalam pembahasan tentang akuntansi dalam praktik-praktik implementasi sustainable development, esai ini membahas gambaran akuntansi sebagai representasi realitas, hubungan antara akuntansi dan masyarakat, interpretasi dan rekonstruksi realitas, serta penelitian tentang akuntansi dan sustainable development. Sebagai pembahasan awal, akuntansi sebagai informasi berusaha untuk mendeskripsikan suatu realitas tertentu yang pada akhirnya mengarah pada penyajian suatu bentuk pelaporan yang pada dasarnya berhubungan dengan hasil interpretasi realitas tersebut (Gray, Owen & Maunders 1987). Walaupun demikian akuntansi memiliki keterbatasan dan metode-metode akuntansi, terutama dalam akuntansi keuangan tidak dapat mendeskripsikan realitas secara penuh. Hines (1991) menyatakan bahwa akuntansi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang dan masyarakat secara menyeluruh, walaupun terdapat keterbatasan yang melekat.

(8)

8 mempengaruhi masyarakat dan adanya konsekuensi signifikan yang ditimbulkan dari pengaruh tersebut, Mattessich (2003) menjelaskan bahwa representasi suatu realitas dalam informasi akuntansi disusun berdasarkan tujuan yang spesifik dan ditujukan untuk mencapai hasil tertentu. Oleh karenanya, ketika organisasi berhadapan dengan para stakeholders yang memiliki perhatian pada aspek-aspek sosial dan lingkungan (Gray, Owen & Maunders 1987) argumen tentang akuntansi sebagai suatu representasi realitas dengan tujuan dan harapan hasil tertentu menjadi pokok yang signifikan. Hal ini terutama berkaitan dengan peranan akuntansi dalam hubungan entitas bisnis dengan masyarakat. Dengan demikian berkembang peran kontemporer akuntansi yang tidak hanya bekerja berdasar pemahaman akuntansi sebagai representasi transparan dan pertanggungjawaban informasi secara finansial, tetapi juga peranan akuntansi dalam suatu proses yang mengungkapkan representasi realitas (Macintosh et al. 2000), terutama sebagai representasi realitas bisnis.

Morgan (1988) menyatakan bahwa akuntansi adalah proses ‘penyajian akun’ melalui proses representasi realitas dipengaruhi oleh subjektivitas akuntan-akuntan dalam mengkonstruksi realitas. Kondisi demikian membuat akuntansi sebagai bagian dari proses konstruksi realitas yang lebih luas, walaupun menghasilkan pandangan-pandangan realitas yang parsial dan satu sisi, terutama melalui akuntansi keuangan (Morgan 1988). Hines (1991) menyatakan bahwa akuntansi, melalui akuntansi keuangan yang melingkupi sebagian besar praktik akuntansi, memiliki batasan-batasan karena sebagaimana bentuk bahasa lainnya, memberi nama, membatasi, dan memisahkan dalam bentuk klasifikasi-klasifikasi. Morgan (1988, p. 480) juga menyatakan bahwa para akuntan harus menyajikan representasi realitas yang kompleks dan multi dimensi melalui ‘konstruk metafor’ (yaitu akuntansi) yang akan selalu terbatas dan tidak lengkap.

(9)

9 akuntansi konvensional menggunakan proses kuantifikasi ketika menginterpretasi situasi-situasi yang terjadi dalam realitas bisnis. Morgan (1988) lebih lanjut berargumen bahwa proses interpretasi melalui akuntansi merepresentasi realitas menciptakan suatu proses ‘konstruksi’ dan ‘rekonstruksi’ realitas ‘dalam’ dan ‘melalui’ akuntansi yang berlangsung terus menerus. Dengan demikian representasi yang dihasilkan oleh konstruk-konstruk akuntansi yang terbatas memberikan gambaran yang tidak lengkap. Walaupun akuntansi memiliki batasan potensial, luas pengungkapan informasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan lingkungan, sebagai suatu bentuk realitas, tetap mengalami peningkatan (Gray, Kouhy & Lavers 1995b), sehingga membuka cakrawala cara pandang atas kegunaan akuntansi yang semakin luas.

Keadaan-keadaan yang membentuk akuntan-akuntan ketika menginterpretasi realitas dalam basis kuantifikasi, menciptakan proses konstruksi dan rekonstruksi realitas dalam akuntansi yang terjadi terus menerus (Morgan 1988). Selanjutnya, laporan-laporan dan pandangan-pandangan atas realitas berdasar akuntansi seharusnya dianggap dan digunakan sebagai bagian dari sebuah ‘percakapan’ atau ‘dialog’ Morgan (1988, p. 484). Oleh karenanya, Boyce (2000, p. 57) menyatakan bahwa implementasi sustainable development melalui akuntansi sosial dan lingkungan, yang dapat memunculkan debat dan dialog, seharusnya dipandang sebagai konstruk-konstruk ‘akun-akun alternatif’ dari akun-akun akuntansi konvensional. Dalam kondisi demikian, akuntansi menciptakan realitas yang memiliki kemampuan untuk memperluas tanggung jawab (responsibilitas) suatu organisasi ke dalam ruang lingkup yang lebih luas (Hines 1988).

(10)

10 2000). Akan tetapi, Mathews (1997) mencatat bahwa pada saat muncul perhatian pada akuntansi sosial dan lingkungan rendah dan regulasi untuk akuntansi ini masih jarang dibandingkan dengan akuntansi keuangan standar.

Peran akuntansi dalam menyelesaikan isu-isu pengaruh sosial dan lingkungan aktivitas bisnis telah mengarahkan pada diskusi filosofis tentang peranan akuntansi sebagai suatu bentuk komunikasi aktivitas-aktivitas sosial dan lingkungan (Mathews 1997). Secara konseptual peranan akuntansi dalam isu-isu tersebut diwujudkan dalam bentuk akuntansi sosial dan lingkungan. (Gray, Owen & Maunders 1987, p. ix) mendefinisikan akuntansi sosial dan lingkungan sebagai berikut:

Akuntansi sosial dan lingkungan merupakan proses komunikasi atas pengaruh-pengaruh keputusan ekonomi organisasi-organisasi untuk kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan bagi masyarakat secara keseluruhan

(11)

11 Pada saat akuntansi berfungsi sebagai elemen penting dalam representasi dan pelaporan prioritas-prioritas dan perhatian organisasi, akuntansi mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh organisasi (Hopwood 1983; 1994). Kapasitas akuntansi untuk mempengaruhi masyarakat dan besarnya konsekuensi-konsekuensi yang dapat muncul menunjukkan arti penting representasi-representasi dalam akuntansi yang pada dasarnya disusun sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu dan hasil-hasil yang diinginkan (Mattessich 2003). Praktik-praktik akuntansi juga membentuk dan dibentuk oleh domain ekonomi sebagai bagian dari berbagai relasi dalam masyarakat (Gray, Kouhy & Lavers 1995b). Kemudian, untuk mencapai tujuan tertentu, seperti tujuan sustainable development, akuntansi sosial dan lingkungan membawa konsep akuntabilitas organisasi (terutama perusahaan) melebihi penyajian akun finansial kepada para pemegang saham (Gray, Owen & Maunders 1987). Konsep ini penting karena organisasi memiliki stakeholder yang memiliki kepedulian pada isu-isu social dan lingkungan (Gray, Owen & Maunders 1987). Selanjutnya, akuntansi memegang peranan sebagai ‘mekanisme kendali sosial’ yang membentuk struktur-strukur acuan yang dapat diterima masyarakat dalam dunia bisnis (Walker 1992). Lebih lanjut Carnegie and Napier (2012, p. 8) menyatakan bahwa akuntansi telah dipandang sebagai ‘suatu instrument kekuatan dan dominasi’ yang merupakan bagian dari praktik social.

(12)

12 sebagai representasi dengan tujuan tertentu adalah hal yang signifikan. Hal in disebabkan karena organisasi memiliki stakeholder yang peduli akan isu-isu sosial dan lingkungan Gray, Owen and Maunders (1987) yang membuat penyajian informasi tentang isu-isu tersebut menjadi salah satu tujuan penting akuntansi.

Isu-isu yang berkaitan dengan sustainable development telah memperluas peranan akuntansi, sehingga dalam perkembangannya secara umum bidang kajian akuntansi memasukkan sustainability accounting¸ yang meliputi pengungkapan informasi tentang aktivitas sosial dan lingkungan korporat. Lalu kemunculan akuntansi sosial dan lingkungan berasal dari kesadaran akan isu-isu sosial dan lingkungan dalam hubungannya dengan keberadaan aktivitas-aktivitas korporasi (Gray, Owen & Adams 1996) dan dorongan untuk menjalankan praktik-praktik bisnis yang lebih baik serta semakin pesatnya praktek corporate social responsibility (CSR) diterima dunia bisnis (Walker 1992). Hasilnya, akuntansi sosial dan lingkungan dengan CSR berkontribusi untuk akun-akun sustainable development yang diciptakan oleh organisasi-organisasi merepresentasi (atau membentuk akun) praktik-praktik sustainability yang dilakukan. Gray, Kouhy and Lavers (1995b) menyatakan bahwa walaupun akuntansi memiliki keterbatasan potensial, perkembangan perusahaan yang mengungkapkan informasi yang berhubungan dengan isu-isu social dan lingkungan melalui pelaporan keuangan terus meningkat. Hal penting yang kemudian perlu diperhatikan walaupun terdapat perkembangan tingkat pengungkapan tentang implementasi sustainable development dalam laporan-laporan korporat, pemahaman korporasi atas konsep pembangunan ini masih rendah (Gray & Bebbington 2000).

(13)

13 bahwa pengenalan pada akuntansi sosial dan lingkungan kurang dan regulasi tentang akuntansi sosial dan lingkungan pada era tersebut masih langka.

Publikasi informasi praktik sustainable development, terutama melalui akuntansi sosial dan lingkungan, dengan pengungkapan-pengungkapan dan pelaporan, pada dasarnya merupakan kegiatan sukarela (voluntary engagements). Walaupun korporasi lebih memilih penyajian informasi aktivitas sustainable development secara sukarela, Gallhofer and Haslam (1997b) menyatakan hasil akuntansi sosial dan lingkungan yang suka rela masih belum memuaskan. Lebih lanjut, mereka berargumen bahwa praktik-praktik sukarena mengindikasi adanya upaya untuk mencapai legitimasi aksi korporat. Untuk mendorong dan membentuk praktik implementasi sustainable development munsul usulan untuk meregulasi dan mengkoordinasi aksi-aksi korporat yang berhubungan dengan risiko lingkungan. Dengan demikian pengungkapan dan pelaporan tentang corporate social responsibility melalui corporate sosial reporting atau sustainability reporting dianggap sebagai suatu bentuk respon permintaan implementasi sustainable development dalam dunia bisnis.

(14)

14 Lebih lanjut riset tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik-praktik akuntansi sosial dan lingkungan secara pesat berkembang ketika banyak penelitian mengarah pada upaya untuk menyelidiki dan memahami sifat serta karakter praktik-praktik pengungkapan yang disajikan. Berbagai variabel eksplanatori, seperti ukuran dan industri ditemukan secara statistis signifikan berhubungan dengan tingkat pengungkapan kepada publik informasi sosial dan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan (seperti Aerts, Cormier & Magnan 2007; 2008; Al-Tuwaijri, Christensen & Hughes 2004; Brammer & Pavelin 2006; da Silva Monteiro & Aibar-Guzmán 2010; Gray, Kouhy & Lavers 1995a; Guthrie, Cuganesan & Ward 2008; Patten 1992; Ullmann 1976; 1985; Williams 1999). Temuan penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel-variabel kinerja keuangan mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan, variabel-variabel tersebut seperti profitabilitas, return on equity, leverage dan market volatility. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan variabel kinerja non-keuangan seperti kinerja lingkungan, kinerja sosial, negara asal, pemerintah dan lembaga pengatur, pengauditan, risiko media, dan peristiwa-peristiwa besar mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan. Penelitian-penelitian ini didasarkan pada rerangka teoretis yang meliputi decision usefulness, agency theory, political economy theory, stakeholder theory, legitimacy theory dan accountability theory (Branco & Rodrigues 2007; Parker 2005). Walaupun beberapa temuan menunjukkan adanya variabel-variabel yang signifikan secara statistis, secara keseluruhan hasil-hasil riset tersebut tidak memberikan simpulan yang kuat. Hal ini mendorong pendekatan-pendekatan alternatif untuk meneliti praktik-praktik akuntansi sosial dan lingkungan sebagai bagian dari sustainable development, salah satunya adalah pendekatan kritis atau critical approach.

(15)

15 theory muncul sebagai model alternatif penjelasan konseptual dalam penelitian tentang akuntansi sosial dan lingkungan (Mathews 1997; Mathews 2004). Dari perspektif kritis, akuntansi memiliki kapasitas untuk memberikan informasi yang lebih mendalam tentang hubungan praktik-praktik akuntansi dengan sistem sosial (Dillard 1991). Boyce (2000) menyatakan bahwa pada dasarnya akuntansi terbuka pada kemungkinan-kemungkinan untuk berdebat dan berdialog, terutama dalam kaitan antara akuntansi dan sustainable development melalui akuntansi sosial dan lingkungan. Dalam hal ini, akuntansi sosial dan lingkungan diduga mampu memfasilitasi akun-akun dan perspektif-perspektif alternative. Sebagaimana dijelaskan oleh Hines (1988), akuntansi yang menciptakan realitas memiliki kemampuan untuk memperluas cakupan tanggung jawab (responsibility) suatu organisasi. Oleh karenanya, pendekatan kritis memberikan penjelasan-penjelasan alternative tentang hubungan akuntansi dengan masyarakat. Pada bagian berikut disajikan beberapa penelitian tentang akuntansi dan implementasi sustainable development berbasis teori kritis (critical theory) (Dillard 1991).

(16)

16 Publikasi informasi tentang sustainable development melalui pengungkapan-pengungkapan dan pelaporan sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya pada dasarnya merupakan kegiatan sukarela, termasuk di dalamnya pengungkapan informasi lingkungan. Gallhofer and Haslam (1997a) menyatakan bahwa observasi menunjukkan hasil penerapan akuntansi lingkungan tidak memuaskan. Gray, Bebbington and Walters (1993) mengkritisi akuntansi lingkungan dengan menyatakan bahwa voluntarism atau pandangan sukarela dalam mengungkapkan informasi lingkungan akan membuat pengungkapan ini menjadi pengungkapan yang bertujuan advertorial, public relation dan manajemen image bagi korporasi. Akan tetapi, Holland and Boon Foo (2003) menyatakan bahwa pengungkapan informasi lingkungan yang sukarela dapat meningkatkan akuntabilitas hubungan antara penyaji dan pengguna laporan keuangan. Lebih lanjut, perusahaan lebih memilih kondisi sukarela dibanding mandatory dalam pelaporan implementasi sustainable development. Hal ini disebabkan karena penyajian informasi yang berhubungan dengan isu-isu sosial, lingkungan dan praktik sustainability menciptakan nilai tambah bagi entitas bisnis (Gray 2006). Oleh karenanya, akuntansi dapat berfungsi sebagai alat dalam implementasi sustainable development, yang kemudian menjadi representasi skopa lebih luas praktik-praktik sustainable development (Parker 1996). Dengan demikian informasi yang dihasilkan oleh korporasi-korporasi telah mengambil bentuk yang melebihi orientasi pelaporan berbasis finansial (Beattie 2005; Beck, Campbell & Shrives 2010; Milne & Chan 1999).

Simpulan

(17)

17 dalam mengatasi masalah lingkungan. Dalam praktik korporasi implementasi sustainable development dilakukan dengan menjalankan praktik-praktik corporate sosial responsibility. Lebih lanjut PBB melalui United Nations Comission on Sustainable Development (UNCSD) menyatakan arti penting corporate sosial reporting dalam implementasi sustainable development dan menyatakan dukungan praktik pelaporan tersebut melalui resolusi PBB dalam The Future We Want (UNCSD 2012a). Hal ini menunjukkan bahwa implementasi sustainable development tidak hanya melalui aksi-aksi korporat, corporate social responsibility, tetapi juga harus disertai dengan pengungkapan kepada publik melalui corporate social reporting dengan mengikuti rerangka panduan pelaporan yang tersedia.

Lebih lanjut dalam esai ini dibahas juga peran akuntansi dalam kapasitasnya sebagai representasi realitas (Mattessich 2003) yang tidak hanya dipengaruhi tetapi juga dapat mempengaruhi dunia bisnis dan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya akuntansi merupakan suatu proses yang dijalankan atas dasar aturan tertentu dan untuk mencapai hasil tertentu pula (Miller 1994). Akuntansi juga menjadi representasi realitas-realitas kompleks yang memiliki perspektif multi dimensi (Morgan 1988). Dalam perkembangan yang berkaitan dengan implementasi sustainable development, akuntansi telah bertumbuh melampaui konteks finansial dalam pengungkapan korporat. Aspek-aspek non-finansial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari praktik akuntansi (Hines 1988), terutama dalam akuntansi sosial dan lingkungan.

(18)

18 pendekatan teori kritis (critical theory) (Dillard 1991) juga menjadi dasar dalam penelitian akuntansi berbasis sustainable development. Salah satu hasil penelitian dengan pendekatan kritis menyatakan bahwa pengungkapan tentang implementasi sustainable development memiliki tujuan lain seperti advertorial, public relation dan manajemen image bagi korporasi (Gray, Bebbington & Walters 1993). Walaupun demikian, praktik pelaporan dalam bentuk corporate sosial reporting tetap dipercaya dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi korporasi terhadap publik (Gray 1992). Pembahasan mendatang dalam kaitan antara akuntansi dan implementasi sustainable development dapat diarahkan pada eksplorasi fitur-fitur kunci yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan peranan akuntansi dalam pencapaian sustainability.

Daftar Pustaka

Adams, CA & Frost, GR 2006, 'The internet and change in corporate stakeholder engagement and communication strategies on social and environmental performance', Journal of Accounting & Organizational Change, vol. 2, no. 3, pp. 281-303.

Adams, CA & Narayan, V 2007, 'The 'standardisation' of sustainability reporting', in J Unerman, J Bebbington & B O'Dwyer (eds), Sustainability Accounting and Accountability, Routledge, Oxon, pp. 70-85.

Aerts, W, Cormier, D & Magnan, M 2007, 'The Association Between Web‐Based Corporate Performance Disclosure and Financial Analyst Behaviour Under Different Governance Regimes', Corporate Governance: An International Review, vol. 15, no. 6, pp. 1301-1329.

--- 2008, 'Corporate environmental disclosure, financial markets and the media: An international perspective', Ecological Economics, vol. 64, no. 3, pp. 643-659.

Al-Tuwaijri, SA, Christensen, TE & Hughes, K 2004, 'The relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: a simultaneous equations approach', Accounting, Organizations and Society, vol. 29, no. 5, pp. 447-471.

Ballou, B, Heitger, DL & Landes, CE 2006, 'The Future of Corporate Sustainability Reporting', Article, Journal of Accountancy, vol. 202, no. 6, pp. 65-74. Beattie, V 2005, 'Moving the financial accounting research front forward: the UK

contribution', The British Accounting Review, vol. 37, no. 1, pp. 85-114. Beck, AC, Campbell, D & Shrives, PJ 2010, 'Content analysis in environmental

(19)

19 German context', The British Accounting Review, vol. 42, no. 3, pp. 207-222.

Boyce, G 2000, 'Public discourse and decision making: Exploring possibilities for financial, social and environmental accounting', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 13, no. 1, pp. 27-64.

Brammer, S & Pavelin, S 2006, 'Voluntary Environmental Disclosures by Large UK Companies', Journal of Business Finance & Accounting, vol. 33, no. 7-8, pp. 1168-1188.

Branco, MC & Rodrigues, LL 2007, 'Issues in Corporate Social and Environmental Reporting Research: An Overview', Article, Issues in Social & Environmental Accounting, vol. 1, no. 1, pp. 72-90.

Carnegie, GD & Napier, CJ 2012, 'Accounting's past, present and future: the unifying power of historynull', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 25, no. 2, pp. 328-369.

da Silva Monteiro, SM & Aibar-Guzmán, B 2010, 'Determinants of environmental disclosure in the annual reports of large companies operating in Portugal', Corporate Social Responsibility and Environmental Management, vol. 17, no. 4, pp. 185-204.

Dillard, JF 1991, 'Accounting as a Critical Social Science', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 4, no. 1.

Eden, SE 1994, 'Using sustainable development: The business case', Global Environmental Change, vol. 4, no. 2, pp. 160-167.

Farneti, F & Guthrie, J 2009, 'Sustainability reporting by Australian public sector organisations: Why they report', Accounting Forum, vol. 33, no. 2, pp. 89-98.

Gallhofer, S & Haslam, J 1997a, 'Beyond accounting: The possibilities of accounting and "critical" accounting research', Critical Perspectives on Accounting, vol. 8, no. 1–2, pp. 71-95.

--- 1997b, 'The direction of green accounting policy: critical reflections', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 10, no. 2, pp. 148-174. Gray, R 1992, 'Accounting and environmentalism: An exploration of the challenge of gently accounting for accountability, transparency and sustainability', Accounting, Organizations and Society, vol. 17, no. 5, pp. 399-425.

--- 2000, 'Current Developments and Trends in Social and Environmental Auditing, Reporting and Attestation: A Review and Comment', International Journal of Auditing, vol. 4, no. 3, pp. 247-268.

--- 2006, 'Social, environmental and sustainability reporting and organisational value creation?: Whose value? Whose creation?', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 19, no. 6, pp. 793-819.

Gray, R & Bebbington, J 2000, 'Environmental accounting, managerialism and sustainability: Is the planet safe in the hands of business and accounting?', Advances in Environmental Accounting & Management, vol. 1, pp. 1-44. Gray, R, Bebbington, J & Walters, D 1993, Accounting for the environment, P.

(20)

20 Gray, R, Kouhy, R & Lavers, S 1995a, 'Constructing a research database of social and environmental reporting by UK companies', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 8, no. 2, pp. 78-101.

--- 1995b, 'Corporate social and environmental reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 8, no. 2, pp. 47-77.

Gray, R, Owen, D & Adams, C 1996, Accounting and accountability: changes and challenges in corporate social and environmental reporting, Prentice Hall Europe, Hertfordshire.

Gray, R, Owen, D & Maunders, K 1987, Corporate social reporting: Accounting and accountability, Prentice-Hall International (UK) Ltd., London.

Guthrie, J, Cuganesan, S & Ward, L 2008, 'Industry specific social and environmental reporting: The Australian Food and Beverage Industry', Accounting Forum, vol. 32, no. 1, pp. 1-15.

Hines, RD 1988, 'Financial accounting: In communicating reality, we construct reality', Accounting, Organizations and Society, vol. 13, no. 3, pp. 251-261. --- 1991, 'On Valuing Nature', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol.

4, no. 3.

Holland, L & Boon Foo, Y 2003, 'Differences in environmental reporting practices in the UK and the US: the legal and regulatory context', The British Accounting Review, vol. 35, no. 1, pp. 1-18.

Hopwood, AG 1983, 'On trying to study accounting in the contexts in which it operates', Accounting, Organizations and Society, vol. 8, no. 2–3, pp. 287-305.

--- 1994, 'Accounting and everyday life: An introduction', Accounting, Organizations and Society, vol. 19, no. 3, pp. 299-301.

Kolk, A 2008, 'Sustainability, accountability and corporate governance: exploring multinationals' reporting practices', Article, Business Strategy & the Environment (John Wiley & Sons, Inc), vol. 17, no. 1, pp. 1-15.

Lavoie, D 1987, 'The accounting of interpretations and the interpretation of accounts: The communicative function of “the language of business”', Accounting, Organizations and Society, vol. 12, no. 6, pp. 579-604.

Lélé, SM 1991, 'Sustainable Development: A Critical Review', World Development, vol. 19, no. 6, pp. 607-621.

Macintosh, NB, Shearer, T, Thornton, DB & Welker, M 2000, 'Accounting as simulacrum and hyperreality: perspectives on income and capital', Accounting, Organizations and Society, vol. 25, no. 1, pp. 13-50.

Mathews, MR 1997, 'Twenty-five years of social and environmental accounting research: is there a silver jubilee to celebrate?', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 10, no. 4, pp. 481-531.

Mathews, R 2004, 'Developing a matrix approach to categorise the social and environmental accounting research literature', Qualitative Research in Accounting & Management, vol. 1, no. 1, pp. 30-45.

(21)

21 Miller, P 1994, 'Accounting as social and institutional practice: an introduction', in AG Hopwood & P Miller (eds), Accounting as social and institutional practice, Cambridge University Press, 24.

Milne, MJ & Chan, CCC 1999, 'Narrative corporatre social disclosure: how much of a difference do they make to investment decision-making?', The British Accounting Review, vol. 31, no. 4, pp. 439-457.

Morgan, G 1988, 'Accounting as reality construction: Towards a new epistemology for accounting practice', Accounting, Organizations and Society, vol. 13, no. 5, pp. 477-485.

Owen, D 2006, 'Emerging issues in sustainability reporting', Business Strategy and the Environment, vol. 15, no. 4, pp. 217-218.

Parker, LD 1996, 'Broad Scope Accountability the Reporting Priority', Australian Accounting Review, vol. 6, no. 11, pp. 3-15.

Parker, LD 2005, 'Social and environmental accountability research: a view from the commentary box', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 18, no. 6, pp. 842-860.

Patten, DM 1992, 'Intra-industry environmental disclosures in response to the Alaskan oil spill: A note on legitimacy theory', Accounting, Organizations and Society, vol. 17, no. 5, pp. 471-475.

Redclift, M 2005, 'Sustainable development (1987–2005): an oxymoron comes of age', Sustainable Development, vol. 13, no. 4, pp. 212-227.

Roberts, RW 1992, 'Determinants of corporate social responsibility disclosure: An application of stakeholder theory', Accounting, Organizations and Society, vol. 17, no. 6, pp. 595-612.

Sneddon, C, Howarth, RB & Norgaard, RB 2006, 'Sustainable development in a post-Brundtland world', Ecological Economics, vol. 57, no. 2, pp. 253-268. Ullmann, AA 1976, 'The corporate environmental accounting system: A management tool for fighting environmental degradation', Accounting, Organizations and Society, vol. 1, no. 1, pp. 71-79.

--- 1985, 'Data in Search of a Theory: A Critical Examination of the Relationships among Social Performance, Social Disclosure, and Economic Performance of U. S. Firms', The Academy of Management Review, vol. 10, no. 3, pp. 540-557.

UNCSD 1992, Agenda 21, United Nations Conference for Sustainable Development, New York.

--- 2012a, The Future We Want, no. A/RES/66/288, United Nations Conference for Sustainable Development, New York, 27 July 2012, http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=%20A/RES/66/288. --- 2012b, The Future We Want, United Nations Conference on Sustainable

Development, New York, viewed 27 July 2012, http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol= A/RES/66/288. Walker, B 1992, 'Corporate Social Responsibility', Business Ethics: A European

Review, vol. 1, no. 1, pp. 29-47.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized. Items N

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penyuluhan melalui media permainan ular tangga dan cerita

Teori asimilasi yang memiliki definisi proses penyatuan dua kebudayaan yang berbeda yang menyatu dan membentuk sebuah kebudayaan baru menjelaskan jawaban

Selain itu juga, bagi merapatkan lagi ikatan diplomatik antara kedua buah kerajaan, Tengku Anom mencadangkan untuk mengahwinkan Tengku Aishah, iaitu anak kepada

Untuk menjadikan manusia yang siap akan masa depan dan tangguh terhadap tantangan perkambangan zaman dibutuhkan orang- orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Hal ini terlihat pada tokoh Larung dalam novel Larung yang menyayangi ibunya dengan cara menolong dari hardikan neneknya (Simbah) dan tokoh Keenan dalam novel Perahu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe GI, dengan tahapan mengidentifikasi topik dan mengorganisir siswa ke dalam kelompok;

(3) Jika keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sebelum latihan skala penuh, kepala bandar udara dapat mengajukan permohonan