Urgensi Penempatan Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar : Studi Kasus di SD Muhammadiyah 1 Tegal
SUB CPMK 1 Latar Belakang
Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga mendukung perkembangan psikososial secara utuh. Pada tingkat sekolah dasar, masa perkembangan anak berada pada fase krusial dalam membentuk identitas, kemandirian, serta kemampuan sosial-emosional. Idealnya, proses pendidikan di jenjang ini dilengkapi dengan layanan bimbingan dan konseling yang profesional dan sistematis, sehingga setiap permasalahan yang dihadapi peserta didik dapat tertangani dengan baik. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa layanan BK di sekolah dasar masih belum menjadi perhatian serius dalam kebijakan maupun implementasi teknis di sekolah.
Kondisi di banyak sekolah dasar, terutama di daerah-daerah, menunjukkan belum adanya guru BK yang secara khusus bertugas memberikan pendampingan psikologis dan sosial kepada siswa. Peran tersebut sering kali diambil alih oleh guru kelas yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan di bidang konseling. Bahkan, dalam praktiknya, pembinaan akhlak siswa dan penyelesaian masalah perilaku lebih banyak dibebankan hanya kepada guru Pendidikan Agama Islam (Nugroho & Fathoni, 2022). Ketika siswa menunjukkan perilaku menyimpang atau kesulitan sosial, pendekatan yang digunakan cenderung normatif-religius semata, tanpa dukungan analisis psikososial yang memadai. Padahal, permasalahan siswa kerap bersifat kompleks dan memerlukan penanganan interdisipliner yang lebih mendalam (Zubaidah et al., 2023).
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menunjukkan bahwa hampir 70% SD di Indonesia tidak memiliki layanan konseling yang permanen dan terstruktur.
Ketimpangan ini menimbulkan kesenjangan antara idealita sistem pendidikan holistik yang diamanatkan dalam kurikulum, dengan realita di lapangan yang masih menempatkan guru kelas maupun guru agama sebagai figur tunggal pembina karakter dan pemecah masalah siswa.
Sementara itu, kebutuhan peserta didik terhadap konseling semakin meningkat, terutama di era pascapandemi yang meningkatkan potensi gangguan emosi dan perilaku pada anak-anak (Pangestu et al., 2022).
Kesenjangan ini berdampak serius, baik secara langsung maupun jangka panjang. Tidak tertanganinya masalah psikososial siswa dapat menurunkan motivasi belajar, meningkatkan potensi kenakalan, serta menghambat perkembangan karakter anak. Guru kelas dan guru agama pun menjadi terbebani secara psikis dan administratif ketika harus menangani kasus-kasus yang seharusnya berada dalam lingkup kerja profesional konselor sekolah. Padahal, guru BK tidak hanya berfungsi sebagai pemadam masalah, melainkan sebagai mitra strategis dalam menciptakan iklim belajar yang sehat dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal (P rasetia & Heiriyah, 2022)
Melihat kondisi tersebut, diperlukan kebaruan dalam pendekatan penelitian pendidikan dasar, yaitu mengangkat urgensi peran guru BK profesional secara spesifik pada tingkat sekolah dasar. Penelitian-penelitian sebelumnya cenderung fokus pada level SMP dan SMA, sehingga terdapat kekosongan kajian empiris yang menggali secara sistematis peran guru BK di SD, baik dalam perspektif kebutuhan psikososial siswa, beban kerja guru, maupun efektivitas pembelajaran secara keseluruhan (Pangestu et al., 2022). Dengan demikian, penelitian ini hadir untuk mengisi celah tersebut dan memberikan kontribusi baru dalam ranah kebijakan pendidikan dan pengembangan SDM pendidikan dasar.
Kebaruan penelitian ini terletak pada titik tekan bahwa guru BK profesional bukanlah pelengkap, melainkan kebutuhan esensial di sekolah dasar. Penelitian ini akan menggali kondisi objektif layanan BK di SD, jenis permasalahan siswa yang dominan, serta potensi transformasi sekolah dasar apabila kehadiran guru BK difasilitasi secara sistemik. Penelitian ini juga akan membuka ruang bagi pemetaan kebijakan rekrutmen guru BK dan integrasi layanan konseling ke dalam sistem pendidikan dasar nasional, yang selama ini belum terstruktur.
Harapannya, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi pembuat kebijakan dan pelaku pendidikan dalam merumuskan strategi penguatan layanan psikososial siswa SD di Indonesia.
Analisis Kesenjangan
Berdasarkan berbagai penelitian dan kajian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa kesenjangan antara idealita dan realita terkait pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di jenjang Sekolah Dasar, yaitu:
1. Kebijakan Implementatif yang Lemah: Meskipun sudah ada regulasi seperti Permendikbud No. 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling, implementasinya masih belum optimal, terutama di tingkat pendidikan dasar. Belum
adanya keharusan formal bagi sekolah dasar untuk merekrut konselor menjadi salah satu hambatan nyata.
2. Kurangnya Penelitian Kontekstual di SD: Sebagian besar penelitian tentang layanan BK lebih banyak dilakukan di tingkat SMP dan SMA. Penelitian tentang efektivitas layanan BK di SD, terutama yang berfokus pada dampak psikososial dan kognitif anak usia 6–12 tahun, masih terbatas.
Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki sejumlah kebaruan yang relevan dan penting, yaitu:
1. Fokus Spesifik pada Sekolah Dasar: Penelitian secara khusus menyoroti pentingnya kehadiran konselor profesional di Sekolah Dasar, yang selama ini sering terlewatkan dalam penelitian maupun implementasi kebijakan.
2. Pendekatan pada Dimensi Psikososial dan Kognitif: Penelitian ini menekankan bagaimana kegagalan menyelesaikan tugas perkembangan pada anak usia SD dapat menyebabkan masalah psikososial dan kognitif. Fokus ini menunjukkan urgensi peran konselor dalam tahap perkembangan awal.
3. Analisis Peran Guru Kelas sebagai Substitusi Konselor: Penelitian mengeksplorasi bagaimana guru kelas mengambil alih fungsi layanan konseling dan tantangan yang mereka hadapi, yang membuka ruang diskusi tentang pentingnya pelatihan dasar BK bagi guru kelas.
4. Dorongan Terhadap Kebijakan dan Praktik Nyata: Penelitian ini dapat menjadi dasar argumentatif untuk mendorong perubahan kebijakan pendidikan dasar, agar ke depan guru BK menjadi bagian wajib dari struktur personalia sekolah dasar.
SUB CPMK 2 - TEORI
Penelitian ini berangkat dari pemahaman bahwa permasalahan psikososial peserta didik di sekolah dasar tidak dapat ditangani secara parsial dan intuitif, melainkan harus dianalisis secara ilmiah menggunakan kerangka teoritis yang komprehensif. Oleh karena itu, teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson
Teori Erikson menekankan bahwa masa usia sekolah (sekitar 6–12 tahun) berada pada tahap “industry vs inferiority,” yaitu fase di mana anak belajar mengembangkan rasa percaya diri, kemampuan bersosialisasi, dan produktivitas dalam lingkungan sosial dan
akademik. Ketika anak gagal memenuhi tugas-tugas perkembangan ini karena tekanan, bullying, konflik, atau kurangnya dukungan emosional, maka ia berisiko mengalami inferioritas yang berdampak pada motivasi belajar dan kesehatan mental secara umum.
Relevansi teori ini digunakan untuk menganalisis data mengenai jenis permasalahan psikososial siswa yang muncul di sekolah dasar, serta bagaimana intervensi guru BK berperan dalam membantu anak menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka dengan sehat (Nazwa Kamilla et al., 2022).
2. Teori Bimbingan Perkembangan (Developmental Guidance Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Gysbers & Henderson yang menyatakan bahwa layanan bimbingan tidak hanya bersifat remedial tetapi juga preventif dan perkembangan.
Bimbingan yang efektif harus terintegrasi ke dalam sistem pendidikan secara sistematis dan berkelanjutan, mencakup aspek pribadi, sosial, akademik, dan karier siswa. Guru BK dalam pendekatan ini bertindak sebagai fasilitator perkembangan peserta didik, bukan hanya sebagai “pemadam masalah”. Teori ini menjadi kerangka utama dalam mengembangkan instrumen analisis terhadap keberadaan, fungsi, serta model implementasi layanan BK yang seharusnya berjalan di sekolah dasar (Wati & Purnomo, 2022).
3. Konsep Layanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif di Sekolah Dasar Konsep ini merujuk pada pengembangan layanan BK yang menyeluruh, tidak hanya untuk siswa yang bermasalah, tetapi mencakup seluruh siswa dengan pendekatan perkembangan. Layanan BK komprehensif meliputi bimbingan individu, kelompok, konsultasi, advokasi, dan kolaborasi dengan pihak lain (orang tua, guru, dan masyarakat sekolah). Konsep ini penting untuk melihat sejauh mana sekolah dasar saat ini telah mengadopsi prinsip-prinsip layanan BK secara menyeluruh. Konsep ini digunakan untuk menyusun indikator-inidikator kebutuhan dan eksistensi layanan BK dalam instrumen pengumpulan data, baik kualitatif maupun kuantitatif (Panjaitan et al., 2025)
Pemilihan ketiga teori dan konsep di atas bukanlah tanpa alasan. Teori Erikson memberikan dasar pemahaman mengenai tugas perkembangan peserta didik usia sekolah dasar secara psikologis. Tanpa pemahaman ini, sulit bagi peneliti untuk menginterpretasi gejala- gejala perilaku siswa secara akurat.
Teori Bimbingan Perkembangan sangat relevan karena menempatkan guru BK bukan hanya dalam posisi reaktif terhadap masalah, tetapi juga proaktif dalam membentuk sistem pendampingan yang melekat dalam kurikulum dan kehidupan sekolah. Hal ini sejalan dengan
kebutuhan akan layanan BK yang tidak hanya hadir ketika siswa “bermasalah”, tetapi secara sistemik membantu perkembangan semua siswa.
Sementara itu, konsep layanan BK komprehensif memberikan dimensi operasional dari dua teori sebelumnya, sehingga penelitian dapat berangkat dari teori menuju realitas di lapangan dengan kerangka analisis yang kuat dan aplikatif.
Dengan kombinasi teori ini, penelitian memiliki kerangka yang kokoh dalam mengembangkan instrumen, mengumpulkan, dan menganalisis data, sekaligus menjelaskan fenomena secara menyeluruh.
SUB CPMK 3 – RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian kualitatif dipilih karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memahami secara mendalam fenomena sosial dan pendidikan, yaitu bagaimana kondisi faktual di sekolah dasar terkait kebutuhan dan eksistensi guru BK, persepsi para pemangku kepentingan (kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua), serta dinamika layanan konseling yang ada. Penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk menggali makna, pengalaman, dan pandangan secara holistik, yang tidak dapat dijelaskan melalui angka atau statistik semata.
Kualitatif juga cocok untuk mengungkap realita subjektif dan interaksi sosial di lingkungan sekolah dasar, misalnya bagaimana guru kelas menangani masalah perilaku siswa, bagaimana persepsi guru agama terhadap beban moral-akhlak yang diberikan kepadanya, serta bagaimana respon kepala sekolah terhadap kebutuhan akan guru BK. Dengan metode ini, peneliti dapat menggali data deskriptif yang mendalam melalui wawancara, observasi partisipatif, dan studi dokumen (Sugiyono, n.d.).
Pendekatan studi kasus digunakan karena penelitian ini difokuskan pada pengkajian intensif terhadap satu atau beberapa sekolah dasar sebagai unit analisis tertentu. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk melakukan eksplorasi secara rinci tentang bagaimana layanan BK dijalankan atau tidak dijalankan, bagaimana peran guru agama dan guru kelas dijalankan dalam menangani siswa bermasalah, serta bagaimana dampak ketidakhadiran guru BK terhadap perkembangan siswa (Anwar et al., 2024).
Studi kasus juga memberikan fleksibilitas kepada peneliti untuk menggali konteks- konteks sosial dan budaya lokal yang memengaruhi keberadaan layanan BK di sekolah dasar, termasuk bagaimana struktur organisasi sekolah, latar belakang masyarakat sekitar, serta kebijakan daerah terhadap pendidikan dasar membentuk fenomena tersebut.
SUB CPMK 3 – TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian mengenai urgensi kehadiran guru Bimbingan dan Konseling (BK) profesional di sekolah dasar, yang menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, teknik pengumpulan data yang relevan meliputi:
1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara mendalam dilakukan secara semi-terstruktur kepada berbagai pihak yang terkait langsung dengan layanan bimbingan di sekolah dasar, seperti: Kepala sekolah, Guru kelas, Guru Pendidikan Agama Islam, Orang tua siswa, Siswa (terutama kelas atas seperti kelas 5 dan 6). Teknik ini dipilih karena memungkinkan peneliti menggali pendapat, persepsi, pengalaman, dan harapan dari para informan secara mendalam dan fleksibel, serta menangkap makna subjektif dari masing-masing narasumber terhadap layanan BK di sekolah dasar.
Contoh Instrumen Wawancara Pedoman Wawancara untuk Guru Kelas Identitas:
Nama: ...
Usia: ...
Pengalaman mengajar: ... tahun Pertanyaan Utama:
Apa saja bentuk permasalahan non-akademik (sosial, emosional, perilaku) yang sering Anda temui pada siswa di kelas Anda?
Bagaimana biasanya Anda menangani siswa yang memiliki masalah tersebut?
Apakah di sekolah ini tersedia guru BK? Jika tidak, bagaimana pendapat Anda mengenai urgensi kehadiran guru BK di SD?
Selama ini, siapa yang biasanya diminta membantu jika ada siswa yang mengalami masalah perilaku atau emosional?
Apakah Anda merasa terbebani ketika harus menangani masalah siswa di luar ranah pembelajaran?
Bagaimana peran guru agama dalam membantu membina akhlak dan perilaku siswa? Apakah cukup atau perlu dukungan lain?
Menurut Anda, perlukah ada guru yang khusus menangani bimbingan dan konseling di SD? Mengapa?
2. Observasi Partisipatif
Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung perilaku siswa, interaksi guru-siswa, dan dinamika sekolah dalam menangani siswa bermasalah. Observasi ini dapat dilakukan secara non-partisipatif (hanya mengamati) atau partisipatif (berinteraksi seperlunya).
Contoh Instrumen Observasi
Lembar Observasi Masalah Sosial-Emosional Siswa di SD Lokasi Observasi: SD Negeri X
Tanggal: ...
Kelas: ...
Waktu: ...
Indikator yang Diamati:
☐ Siswa menunjukkan perilaku agresif terhadap teman
☐ Siswa tampak menarik diri (menyendiri, tidak mau berinteraksi)
☐ Guru memberi perhatian terhadap siswa yang bermasalah
☐ Tidak ada intervensi khusus terhadap siswa dengan masalah sosial
☐ Guru cenderung menyelesaikan masalah siswa secara informal
☐ Tidak ada dokumentasi layanan bimbingan terhadap siswa bermasalah
Catatan tambahan: ...
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data dari dokumen-dokumen sekolah, seperti: Data siswa bermasalah, Laporan pelanggaran kedisiplinan, Agenda rapat guru terkait pembinaan siswa, Kurikulum muatan lokal (jika ada layanan BK informal), Program pembinaan karakter atau pembinaan Rohani.
Contoh Data Dokumentasi yang Dicatat
Nama Dokumen: Buku Catatan Siswa Bermasalah Instansi: SD Negeri X
Isi Utama:
Terdapat 12 kasus siswa yang sering membolos
5 siswa sering terlibat perkelahian
Tidak ada dokumentasi bimbingan lanjutan atau rujukan ke ahli
Kasus diselesaikan secara musyawarah guru/ortu tanpa pola terstruktur
Tanggal Pemeriksaan Dokumen: ...
Teknik-teknik ini dipilih karena Wawancara mendalam memberikan data kualitatif yang kaya dan bermakna dari berbagai sudut pandang informan utama. Observasi membantu memverifikasi kebenaran data wawancara dan menghindari bias persepsi. Studi dokumentasi memberikan bukti nyata terhadap klaim dan temuan dari lapangan serta menunjukkan sejauh mana layanan BK di sekolah tercatat secara sistematis atau tidak.
Kombinasi ketiga teknik ini juga meningkatkan validitas triangulasi data, karena informasi yang diperoleh bisa dikonfirmasi melalui berbagai sumber (data, orang, dokumen, dan situasi nyata di sekolah).
SUB CPMK 4 – UJI KEABSAHAN
Dalam penelitian kualitatif, uji keabsahan data merupakan elemen krusial untuk menjamin bahwa temuan yang diperoleh benar-benar merepresentasikan kenyataan di lapangan, bukan sekadar interpretasi subjektif peneliti. Salah satu teknik validasi data yang paling umum dan diakui secara akademik adalah triangulasi. Triangulasi dipahami sebagai suatu teknik pengumpulan data yang memanfaatkan berbagai sumber data, metode, teori, maupun peneliti untuk menguji konsistensi dan kredibilitas informasi yang diperoleh dalam proses penelitian. Penerapan triangulasi memungkinkan peneliti untuk melihat suatu fenomena dari berbagai sudut pandang sehingga dapat memperkaya pemahaman serta menghindari distorsi makna akibat pendekatan Tunggal (Sugiyono, n.d.).
Jenis-jenis triangulasi yang dapat diterapkan dalam penelitian kualitatif mencakup triangulasi sumber, metode, teori, dan peneliti. Triangulasi sumber melibatkan penggunaan berbagai informan, seperti guru kelas, kepala sekolah, orang tua, dan siswa, untuk mengkonfirmasi konsistensi informasi. Sementara itu, triangulasi metode dilakukan dengan menggabungkan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi guna menangkap data secara lebih menyeluruh. Triangulasi teori digunakan dengan mengacu pada beberapa pendekatan konseptual saat menganalisis data, sehingga menghindari keterjebakan pada satu paradigma tunggal. Adapun triangulasi peneliti dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu peneliti atau pemeriksa luar dalam proses pengumpulan atau analisis data untuk meminimalkan bias personal.
Penggunaan triangulasi dalam konteks penelitian mengenai urgensi guru BK di sekolah dasar sangatlah relevan. Fenomena yang diteliti bersifat kompleks karena menyangkut aspek
psikologis, sosial, dan spiritual siswa, serta menyentuh berbagai pihak dalam lingkungan sekolah. Dengan triangulasi, misalnya, peneliti dapat memverifikasi pernyataan guru mengenai kondisi siswa bermasalah melalui observasi langsung dan dokumen sekolah. Demikian pula, persepsi kepala sekolah terkait kebutuhan layanan konseling dapat dikonfirmasi melalui wawancara dengan orang tua siswa. Pendekatan ini memungkinkan validasi silang antara data verbal, perilaku, dan administratif, sehingga menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif.
Penerapan triangulasi juga sejalan dengan prinsip etika dalam penelitian, yakni menghindari kesimpulan yang prematur atau bias. Ketika berbagai sumber dan metode saling mendukung hasil temuan, maka interpretasi yang dibangun menjadi lebih kuat dan reflektif terhadap kenyataan sosial yang diteliti. Oleh karena itu, teknik ini bukan hanya bersifat teknis, melainkan juga mencerminkan tanggung jawab ilmiah dan moral peneliti terhadap validitas pengetahuan yang dihasilkan. Dalam konteks penelitian pendidikan dasar, terutama yang berkaitan dengan pembentukan akhlak dan penanganan siswa bermasalah, triangulasi menjadi alat yang sangat berguna untuk menghasilkan rekomendasi berbasis data yang sahih.
Daftar Pustaka
Anwar, H., Nurmala, M. D., & Wahyuningsih, L. (2024). Peran Guru Kelas Sebagai Pelaksana Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Di SD Negeri Cening 2. Edusociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi, 7, 741–753.
Nazwa Kamilla, K., Elga Saputri, A. N., Astri Fitriani, D., Aulia Az Zahrah, S., Febiane Andryana, P., Ayuningtyas, I., & Salsabila Firdausia, I. (2022). Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. Early Childhood Journal, 3(2), 77–87. https://doi.org/10.30872/ecj.v3i2.4835
Nugroho, A. D., & Fathoni, A. (2022). Hambatan Guru Berlatar Pendidikan Non Bimbingan Konseling Sebagai Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(4), 5839–5846. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3136
Pangestu, D. B., Umari, T., & Yakub, E. (2022). LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR. JURNAL PAJAR (Pendidikan Dan Pengajaran), 6(5), 1622.
https://doi.org/10.33578/pjr.v6i5.8978
Panjaitan, N. S., Adira, M. L., & Lesmana, G. (2025). Eksistensi Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Regulasi Pendidikan … Eksistensi Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Regulasi Pendidikan.
JURNAL EDUKATIF, 36–45. https://ejournal.edutechjaya.com/index.php/edukatif
Prasetia, E., & Heiriyah, A. (2022). Guru Kelas Sebagai Pelaksana Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Dasar di Sungai Andai Banjarmasin. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 4(2).
https://doi.org/10.51214/bocp.v4i2.295
Sugiyono. (n.d.). METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN R&D.
Wati, R. A., & Purnomo, H. (2022). Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Guna Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas IV SD Inpres Kerora. In Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Vol. 5, Issue 2).
http://ejournal.upg45ntt.ac.id/index.php/ciencias/index
Zubaidah, Permata Sari, D. A., Ochtaviani, L., Darmita, P., & Yunisa, S. (2023). The Role of the Guidance and Counseling (BK) Teacher in Motivating Student Learning at SD Negeri 16 Bengkulu City. In JKIP : Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan (Vol. 4, Issue 1).
http://journal.al-matani.com/index.php/jkip/index