Amortisasi Aset Tak Berwujud
Zahwa Tsania Afifa, Martasya Novarella Poetri,Yulianti Retno Ayu, Moh.Najib Aufar UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstrak
Secara umum Amortisasi adalah proses mengurangi nilai aset tak berwujud secara sistematis selama masa manfaatnya, berbeda dengan penyusutan (depresiasi) yang berlaku untuk aset berwujud.
Adapun jenis amortisasi di bagi menjadi 2, yaitu amortisasi aset tak berwujud dan amortisasi pinjaman. Jenis jenis amortisasi ini di bedakan berdasarkan aset yang terlibat dan tujuan dari proses amortisasi.
Secara umum Amortisasi Aset Tak Berwujud adalah proses alokasi biaya tak berwujud (seperti hak paten, merek dagang, atau lisensi) secara bertahap selama masa manfaatnya, mengurangi nilai aset tersebut dalam laporan keuangan dan mencatatnya sebagai beban perusahaan. Aset tak berwujud adalah aset yang tidak memiliki bentuk fisik, tetapi memiliki nilai bagi perusahaan, seperti hak paten, merek dagang, lisensi, hak cipta, dan biaya pengembangan teknologi. Amortisasi aset tak berwujud menggunakan metode garis lurus (straight-line method) dan saldo menurun (declining balance method).
Urgensi membahas amortisasi tak berwujud adalah untuk membantu perusahaan mencatat penggunaan aset secara bertahap dan akurat, meningkatkan transparansi laporan keuangan, dan memungkinkan prediksi laporan keuangan serta pemahaman hutang yang lebih baik. Amortisasi aset tak berwujud memiliki manfaat penting, di antaranya adalah membantu perusahaan mencatat penggunaan aset secara bertahap dan akurat juga mempermudah perencanaan keuangan, mengurangi beban pajak, dan memberikan informasi yang lebih jelas dan terstruktur dalam laporan keuangan.
Kata kunci: amortisasi, aset tak berwujud, amortisasi aset tak berwujud, metode.
Pendahuluan
Dunia bisnis mengalami perkembangan yang cukup melaju kencang seiring berkembangnya zaman yang semakin modern, di mana hal tersebut membuat informasi yang dimiliki oleh perusahaan atau
organisasi juga harus berkembang (Rahayu &
Septian, 2020). Sebuah perusahaan akan mengalami fase perubahan dalam proses bisnis nya, di mana perusahaan akan menghadapi berbagai tuntutan kebutuhan akibat pengaruh lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang juga mengalami perubahan, di mana perusahaan membutuhkan penyesuaian dengan keadaan tersebut agar perusahaan dapat mengalami perkembangan yang baik (Ekawati & Soleha, 2017). Menurut Daulay (2017), dalam era perkembangan perusahaan yang memicu adanya persaingan bebas mengakibatkan perusahaan perusahaan berlomba lomba untuk menjadi yang terbaik dan bertahan di pasar, sehingga mereka terdorong untuk melahirkan inovasi dan strategi bisnis baru.
Menurut Rahayu dan Septian (2020), sumber daya manusia yang handal dapat digunakan untuk mendukung penggunaan sistem digital di era digitalisasi ini di mana hal tersebut merupakan hal yang wajar karena dapat membuat ilmu perusahaan semakin berkembang sehingga laporan yang akan disusun sesuai dengan standar yang digunakan di Indonesia, yaitu Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terbaru. Aset tak berwjud atau intangible asset adalah aset nonmoneter yang teridentifikasi tanpa ada bentuk yang terlihat, dimana aset nonmoneter adalah kas milik perusahaan, maupun kas yang akan dimiliki oleh perusahaan yang kemudian akan menjadi aset yang jumlahnya dapat ditentukan atau sudah pasti (PSAK 19, 2018)
Metodologi penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dekriptif kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan model literature review atau tinjauan pustaka, penjelasan yang meliputi penjelasan teori, kesimpulan, dan bahan penelitian lain nya yang diambil dari referensi yang menjadi dasar penelitian.
Deskripsi tinjauan pustaka dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja yang jelas untuk memecahkan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam deskripsi masalah (Mardiyantoro, 2019).
Amortisasi Aset Tak Berwujud
Menurut PSAK 19 (2018), aset tidak berwujud adalah aset non-moneter yang tidak memiliki bentuk fisik, dan aset non-moneter adalah aset yang dimiliki dalam bentuk kas dan diterima dalam bentuk kas.
Contoh aset tidak berwujud yang mematuhi PSAK 19 (2018): perangkat lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak garansi, hubungan pemasok atau pelanggan, stok pasar, dan hak pemasaran.
Aset Tak Berwujud dapat berupa pengetahuan yang dimiliki perusahaan guna mengelola aset berwujud hingga hal tersebut dapat memengaruhi perkembangan perusahaan, di mana perusahaan cenderung sulit berkembang ketika pengetahuan mengenai pengelolaan aset berwujud tidak dapat dikuasai oleh perusahaan (Daulay, 2017)
Secara akuntansi, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan aset tak berwujud hampir sama dengan aktiva tetap. Sebagaimana aktiva tetap, aktiva tak berwujud juga bisa disajikan dengan model biaya atau model nilai wajar. Aset tak berwujud di kategorikan dalam dua kelompok yaitu aset tak berwujud yang memiliki umur manfaat terbatas dan aset tak berwujud yang umur manfaatnya tidak bisa di tentukan.
Aset Aset Tidak Berwujud Terbatas dan Tidak Terbatas
1. Aset Tidak Berwujud Terbatas, bisa dilihat dari masa manfaatnya yang tercantum pada dokumen pengadaanya. Atas dasar ini, maka ATB ini akan dilakukan amortisasi sampai dengan masa manfaatnya habis. Contohnya, Paten dan Lisensi 2. Aset Tidak Berwujud Tidak Terbatas, maka aset ini memiliki masa manfaat yang tidak terbatas.
Aset ini dapat dilakukan impairment untuk menyesuaikan nilai ATB. Contoh ATB Tidak terbatas ini adalah Goodwill.
Metode amortisasi yang digunakan pada umumnya, rumusnya sebagai berikut:
Metode Garis Lurus:
( Biaya Perole an ℎ Aset − Nilai Residu ) Masa Manfaat Aset
Metode Saldo Menurun:
Nilai Buku Awal Ta un ℎ ×Tarif Saldo Menurun
Tidak semua aset tidak berwujud itu perlu di amortisasi, hanya yang masa manfaatnya bisa di identifikasi yang bisa di amortisasi.
Contoh kasus
PT ABC membeli asset tidak berwujud dalam bentuk izin operator taksi. Izin operator taksi tersebut sering diperdagangkan diantara operator taksi yang ada. Izin operator tersebut diperoleh PT ABC pada 1 Januari 2014 dengan harga perolehan
Rp. 200.000.000. Umur manfaatnya 5 tahun dengan menggunakan metode garis lurus untuk mengarmotisasikannya.
Dalam kasus aset tidak berwujud nilai sisa/nilai residu itu biasanya di asumsikan sama dengan nol.
Karena tidak di ketahui nilai sisanya, kecuali jika ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tidak berwujud tersebut pada akhir masa manfaat.
Maka nilai aset pada tanggal 31 Desember 2014 adalah Rp. 200.000.000
−
Rp. 40.000.000 = Rp. 160.000.000Masa manfaat dari operator taksi itu 5 tahun, maka jika di hitung masa manfaat nya akan berakhir pada tahun 2018. Misalkan kalau di pertengahan yaitu pada tanggal 31 Desember 2015 izin operator di jual ke PT XYZ dengan harga Rp. 140.000.000. jadi sebelum akhir masa manfaat nya PT ABC menjual izin operatornya ke PT XYZ
Tentukan nilai aset sampai dengan 31 Des 2015
Di beli dengan harga 140.000.000 maka:
Dengan adanya selisih Rp. 20.000.000 PT ABC men dapatkan untung dari hasil penjualan aset tidak berw ujudnya, dan selisih Rp. 20.000.000 akan di catat ole h PT ABC sebagai keuntungan perusahaannya.
Contoh kasus
Pada tanggal 7 November 2016, UD Indah mengeluarpan uang sebesar Rp.400.000.000. untul memperoleh waralaba dari AHAS selama 4 tahun untuk membuka minimarket yang beroperasi resmi
mulai 3 Januari 2017. Perhitungan imortisasi untuk metode saldo menurun sebagagi berikut:
Klasifikasi Aset Tak Berwujud 1. Patent (Hak Paten)
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, paten adalah hak eksklusif seorang penemu untuk menciptakan selama jangka waktu tertentu, baik untuk melakukan suatu penemuan di bidang teknis maupun untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakan nya. Penemuan. Di Indonesia, paten perusahaan diberikan selama 20 tahun dan paten sederhana diberikan selama 10 tahun.
2. Copyright (Hak Cipta)
Hak Cipta adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta untuk menjual, mengelola,atau menerbitkan ciptaan. Hak Cipta dapat diperdagangkan atau digunakan oleh pihak lain sesuai dengan kontrak yang berlaku.
3. Merek Dagang
Hak kekayaan intelektual berupa merek dagang yang digunakan dalam produk yang diperdagangkan. Merek dagang adalah desain, logo, simbol, atau representasi yang mewakili perusahaan tertentu yang dapat menawarkan harga jual yang tinggi untuk suatu produk. Merek memiliki masa manfaat yang tidak terbatas dan jarang di amortisasi.
4. Franchise (Waralaba)
Franchise atau waralaba adalah jenis lisensi yang memberikan akses kepada penerima waralaba (franchisee) tentang pengetahuan bisnis, proses, dan merk dagang milik pemilik waralaba (franchisor).
Franchise biasanya diperoleh dengan membayar biaya awal dan tahunan.
5. Goodwill
Goodwill adalah atribut yang memberikan nilai atau citra yang menguntungkan bagi perusahaan.
Diantaranya manajemen yang baik, lokasi yang strategis, hubungan pelanggan yang baik, karyawan yang terlatih, produk yang berkualitas, dan hubungan yang harmonis dengan karyawan.
Goodwill biasanya terjadi ketika satu perusahaan membeli perusahaan yang lain.
6. Leasehold
Leasehold adalah hak untuk memperoleh dari suatu barang tertentu (sewa usaha, sewa gedung, sewa mesin), yang biasanya memakan waktu tertentu dan dinyatakan oleh notaris. Hak sewa dinyatakan
sebagai aktiva tetap (intangible). Artinya, hak sewa memberikan kontribusi nyata kepada perusahaan, dan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari kepemilikan hak sewa dihasilkan oleh perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun buku.
7. Beban Yang di Tangguhkan
Beban yang ditangguhkan juga merupakan aktiva tetap tak berwujud, beban yang di tangguhkan itu mempunyai nilai karena merupakan pembayaran di muka untuk beberapa periode yang relatif lama, karena pembayaran biaya di muka ini di lakukan untuk beberapa periode maka setiap periode di lakukan amortisasi .
8. Biaya Penelitian dan Pengembangan Dalam Aset Tetap Tak Berwujud
Biaya penelitian dan pengembangan dapat di bebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya atau dikapitaliser dan dikelompokkan dalam aset tak berwujud.
KESIMPULAN
Intangible asset (aset tak berwujud) merupakan aset non-moneter yang ter-identifikasi tanpa wujud fisik.
Aset non-moneter di definisikan sebagai aset yang akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. Terdapat beberapa pengelompokkan aset tak berwujud, yaitu hak paten, hak cipta, merek dagang, franchise, goodwill, leasehold, beban yang di tangguhkan, dan biaya penelitian dan pengembangan dalam aset tetap tak berwujud.
Tujuan utama dari amortisasi adalah untuk mengalokasikan biaya perolehan aset tak berwujud selama masa manfaatnya secara sistematis dan rasional. Ini bertujuan agar nilai aset dalam laporan keuangan tidak terlihat lebih besar dari nilai ekonomisnya yang sesungguhnya. Proses ini tidak hanya mencerminkan penggunaan aset, tetapi juga memberikan kejelasan dan akurasi dalam penyajian laporan keuangan, membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan ekonomi, serta mendukung transparansi kepada pemangku kepentingan.
Amortisasi aset tak berwujud dibedakan dari penyusutan yang berlaku pada aset berwujud. Aset tak berwujud dibagi menjadi dua jenis berdasarkan masa manfaatnya, yaitu aset dengan umur manfaat terbatas (seperti paten dan lisensi) dan aset dengan umur manfaat tidak terbatas (seperti goodwill). Aset dengan umur manfaat terbatas dapat diamortisasi selama periode manfaatnya menggunakan metode tertentu, sedangkan aset dengan umur manfaat tidak terbatas tidak diamortisasi, tetapi dinilai secara berkala untuk kemungkinan adanya penurunan nilai (impairment).
Metode yang umum digunakan dalam amortisasi aset tak berwujud adalah metode garis lurus (straight-line method), di mana beban amortisasi dibagi rata selama umur manfaat aset, dan metode saldo menurun (declining balance method), yang memperhitungkan beban lebih besar di awal masa manfaat dan menurun seiring waktu. Pemilihan metode disesuaikan dengan pola penggunaan aset dan kebijakan akuntansi perusahaan.
Dalam praktiknya, tidak semua aset tak berwujud dapat diamortisasi. Hanya aset yang memiliki masa manfaat yang dapat diidentifikasi secara jelas yang dapat dikenakan amortisasi. Hal ini diatur dalam standar akuntansi yang berlaku, khususnya PSAK 19, yang menjadi pedoman bagi perusahaan di Indonesia dalam mengakui, mengukur, dan mengungkapkan aset tak berwujud.
Melalui beberapa studi kasus dalam artikel, dijelaskan bagaimana amortisasi diterapkan dalam situasi nyata, seperti pembelian izin usaha dan hak franchise. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan amortisasi tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdampak langsung pada pencatatan keuangan dan penentuan laba atau rugi dari transaksi terkait aset tak berwujud.
Secara keseluruhan, pemahaman dan penerapan amortisasi aset tak berwujud sangat penting bagi perusahaan dalam menyusun laporan keuangan yang akurat, mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, serta dalam merancang strategi keuangan dan perpajakan yang tepat. Dengan demikian, amortisasi bukan hanya alat teknis dalam akuntansi, tetapi juga bagian dari manajemen aset dan strategi bisnis yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, I. E. (2017). Pengaruh Intengible Assets Terhadap Nilai Perusahaan Melalui Kebijakan Keuangan dan Pertumbuhan Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Universitas Sumatera Utara.
Ekawati, R., & Soleha, L. K. (2017). Meningkatkan Kemampuan Inovasi Organisasi Melalui Human Capital. Jurnal INTEKNA Informasi Teknik dan Niaga, 17(2), 141 147.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2018). Peryataan Standar Akuntansi (PSAK) 19 Aset Tak Berwujud Mardiyanto, N. (2019). Konsep Dasar Penelitian Mukarromah, A. (2020, April 2). Ini Contoh Kasus Pembiayaan Amortisasi Harta Tak Berwujud.
DDTC News.
Rahayu, P., & Septian, H. (2020). Pengakuan Aset Tak Berwujud dan Perbandingan Metode Garis Lurus dengan Metode Saldo Menurun dalam Menentukan Pajak Penghasilan. JAS (Jurnal Akuntansi Syariah), 4(2), 242-257.
Seprianti, D., Lestari, F.R., Putri, G.F., Yuni, g. P.
D., & Leli. I. (2023). Analisis Aset Tidak Berwujud di Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Datar. Al- Dza hab: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 4(2), 133-14 2.
Wadiyo. (2024). 8 Aset Tetap Tak Berwujud (Intangible Assets)
Warsidi. (2017). Pengertian dan Contoh Jurnal Aset Tak Berwujud
Puji Rahayu. (2020). Pengakuan aset tak berwujud dan perbandingan metode garis lurus dengan metode saldo menurun dalam menentukan pajak penghasilan.
Puji Rahayu. (2020). Pengakuan aset tak berwujud dan perbandingan metode garis lurus dengan metode saldo menurun dalam menentukan pajak penghasilan