• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA REKONDISI BAJA PEGAS DAUN BEKAS DENGAN CARA TEMPERING MENGGUNAKAN MEDIA QUENCHING RADIATOR COOLANT - POLSRI REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISA REKONDISI BAJA PEGAS DAUN BEKAS DENGAN CARA TEMPERING MENGGUNAKAN MEDIA QUENCHING RADIATOR COOLANT - POLSRI REPOSITORY"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

(Setiawan, I. Nur, 2008) melakukan Penelitian mengenai meningkatkan mutu baja pegas daun dengan proses perlakuan panas . penelitian ini melakukan pengujian komposisi kimia speciement pegas daun baru mendapat komposisi karbon 0,504 % dan speciment pegas daun bekas mendapat nilai karbon sebesar 0,510 %. Pada pengujian tarik dapat disimpulkan pada specimen baru mendapat nilai yang lebih besar dengan kuat tarik mendapat nilai 1335 N dan pertambahan panjang 68% di bandingkan dengan specimen bekas dengan kuat tarik 1223 N dan pertambhan panjang 52%, maka speciment baru lebih ulet dibandingkan dengan specimen yang bekas. Pada pengujian kekerasan nialai kekerasan specimen bekas lebih besar dibandingkan dengan yang specimen yang baru. Nilai kekerasan specimen bekas 45,5 HRc dan spesiment baru nilai kekekrasan 44,7 HRc.

(Purnomo, 2020) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Quenching terhadap Kekerasan Material Baja JIs Sub 9. Dengan Variasi temperature yang digunakan adalah 750℃, 800℃, 900℃ dengan holding time selama 30 menit dan didinginkan menggunakan air garam, oli, dan minyak sayur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses hardening dan quenching terhadap kekerasan dari baja JIS SUP 9. pengujia kekerasan diketahui hasil rata-rata kekerasan setelah dilakukan proses hardening dan quenching pada temperatur 750℃, air garam = 16,5, oli =19,8, dan minyak sayur 19,5. Pada temperatur 800℃, air garam 47,9, oli 59,2, dan minyak sayur 56,9. Dan pada temperatur 900℃, air garam 47,4, oli 44,3, dan minyak sayur 46,6. Nilai kekerasan maksimum 59,2 HRC diperoleh dari proses hardening dengan media pendingin oli pada temperatur 800℃, sementara nilai kekerasan minimum diperoleh dari media pendingin air garam sebesar 16,5 HRC pada temperatur 750℃ Asmadi dkk (2019) Melakukan penelitian dengan judul Austempering Dengan Pendinginan Oli Pada Baja Strip JIS G4801 Sup 9. Pada Penelitian ini spesimen di Austenisasi pada suhu 850°C, kemudian diquenching dengan minyak oli pada suhu 320°C dan ditemper dengan variabel waktu 2 menit,

(2)

4 menit dan 6 menit selanjutnya dilakukan pendinginan udara. Dari pembacaan grafik temperatur Ms, didapat temperatur Ms yaitu 320°C karena untuk proses Austempering diambil diatas temperatur Ms. Variasi waktu tahan ini akan memberikan nilai yang berbeda terhadap hasil uji kekerasan dan uji Impact. Dari hasil pengujian diperoleh; uji kekerasan dengan waktu tahan 6 menit memiliki angka kekerasan terkecil yaitu 302,3 HV dan nilai kekerasan terbesar adalah 380,5 HV untuk waktu tahan 2 menit. Kondisi sebaliknya nilai ketangguhan tertinggi 0,296 J/mm2 untuk waktu tahan 6 menit dan nilai ketangguhan terendah yaitu 0,185 J/mm2 untuk waktu tahan 2 menit. Dapat disimpulkan bahwa dengan variasi waktu tahan, nilai kekerasan berbanding terbalik dengan nilai ketangguhan.

Suhatmoko, Galih,, Nukman (2008) Analisa Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 45 terhadap Kekuatan Impak dan Kekerasannya, pada penelitian ini melakukan perlakuan panas Austempering dilakukan preheating pada temperature 600 ⁰C selama 30 menit kemudian di lanjutkan hingga temperature austenite 900 ⁰C selama 60 menit kemudian temperature di turunkan . Hingga temperature austempering 375 ⁰C Selama 30 ,menit , pengaruh perlakuan panas austempering yang di lakukan meningkatkan kekuatan impact dan kekerasan. Kekuatan impact spesimen mengalami peningkatan sebesar 42,78 % , Dari 30, 52 J menjadi 53,34 J dan nilai kekerasannya meningkat 71,71 %, dari 118,61 BHN menjadi 419,32.

2.2 Definis Pegas Daun

Pegas daun merupakan komponen yang sering digunakan pada peralatan kendaraan bermotor sebagai bagian dari sistem suspense, Komponen pegas daun biasanya terdiri dari beberapa pelat datar yang di jepit bersama untuk mendapatkan efisiensi dari daya lenting yang tinggi seperti pada gambar Berikut :

(3)

Gambar 2. 1 Pegas Daun [5]

Tegangan pegas daun (leaf spring ) terjadi pada ujung yang di jepit, pegas daun diharapkan terdefleksi secara teratur pada saat menerima beban lunak (konstanta pegas kecil) dibutuhkan, maka dibuat dengan keadaan memadai. Adapun fungsi pegas adalah memberikan gaya, melunakan tumbukan dengan memanfaatkan sifat elastisitas bahannya, menyerap dan menyimpan energy dalam waktu yang singkat dan mengeluarkan kembali dalam jangka waktu yang lama, serta mengurangi getaaran, Pada pegas, gaya F (N) dalam daerah elastic besarnya sama dengan perkalian antara perpindahan titik gaya tangkap gaya F di kalikan dengan konstanta K atau K merupakan fungsi di F di kalikan dengan konstanta K, dalam hal ini dapat di lihat pada diagram pegas, dimana pada sumbu mendatar di ukur perpindahan F (mm) pada sumbu fertikal gaya F (N), luas yang terletak antara garis dan sumbu mendatar merupakan kerja yang terhimpun dalam pegas yang di tegangkan, ketika pegas mengendur, bukan garis penuh A yang di lalui, melaikan jenis lengkungan yang putus putus, selisih kerja di ubah menjadi kalor sebagai akibat dari gesekan bahan pegas, hal ini di sebut histerisis (Asmadi, dkk 2019).

2.3 Perlakuan Panas

Perlakuan panas ialah proses dimana pemanasan serta pendinginan material yang terkontrol dengan maksud merubah struktur mikro agar sifat mekanik berubah sesuai dengan yang kita inginkan. Secara umum proses perlakuan panas adalah sebagi berikut:

a) Pemanasan material sampai suhu tertentu dengan kecepatan tertentu pula.

(4)

b) Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperatur nya merata.

c) Pendinginan dengan media pendingin (air oli atau udara).

Ketiga hal diatas tergantung dengan bahan yang akan di heat treatment dan sifat-sifat akhir yang diinginkan. Dengan Melalui perlakuan panas yang benar tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan pada permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat, susunan kimia logam harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon (C) dapat mengakibatkan perubahan sifat fisis (Asmadi dkk, 2019).

Proses perlakuan panas itu terdiri dari berbagai proses, yaitu:

a) Proses Anneling, full anneling dan isothermal anneling b) Proses Stress relieving

c) Proses Normalising d) Proses Hardening

e) Proses Tempering yang dibagi menjadi Martempering dan Austemperin 2.4 Pembentukan Martensit

Kekerasan martesit tergantung pada kadar karbon. Semakin tinggi kadar karbon maka kekerasan martensit akan semakin tinggi. Namun demikian, semakin tinggi kadar karbon menyebabkan Ms dan Mf semakin turun seperti terlihat pada

(5)

Gambar 2. 2 Pengaruh Kadar Karbon Terhadap Suhu Pembentukan Martensit [1]

Pada gambar 2.2 sehingga pada temperatur dapur akan menghasilkan austenit sisa (retained austenite) yang dapat mengurangi kekerasan martensit. Austenit sisa disebabkan karena pada saat pendinginan selesai pada temperatur dapur, ada austenit yang belum selesai bertransformasi menjadi martensit(Asmadi dkk).

2.5 Quenching

Proses quenching dilakukan untuk mengeraskan suatu material dengan melakukan pemanasan logam hingga dapat mencapai temperatur austenit kemudian ditahan pada temperatur dengan waktu yang sudah ditentukan, bertujuan agar austenit pada material menjadi homogen, pada proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan cepat yang dilakukan pada logam dengan cara mencelupkan baja ke dalam media pendingin sehingga sifat kekerasan yang diinginkan pada baja dapat tercapai. perlakuan quenching ini akan terjadi percepatan pendinginan dari temperatur akhir perlakuan dan mengalami perubahan dari austenit menjadi martensite untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Dengan pendinginan cepat, maka tidak ada waktu yang cukup bagi fasa austenit untuk berubah menjadi perlit dan ferit serta perlit dan sementit. karena itu austenit berubah menjadi martensite yang bersifat sangat keras tergantung pada kadar karbon.

Pada Suatu baja dasarnya mempunyai kekerasan maksimum yang tergantung pada komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduannya) dan struktur martensit yang terbentuk ialah pada saat dilakukan pendinginan cepat. Makin tinggi kadar karbonnya, maka dapat berpengaruh terhadap banyaknya martensit yang dapat terbentuk sehingga akan berpengaruh terhadap kekerasan bahan (Miftaqul Hudha 2017).

(6)

Struktur martensit merupakan struktur yang memiliki sifat yang keras dan getas, karena telah mengalami perlakuan panas hingga mencapai austenit stabil pada saat

Gambar 2. 3 Kurva Pengaruh Media Pendingin Terhadap [3]

Suhu kritis yang kemudian didinginkan dengan proses cepat menggunakan media pendingin dari beberapa jenis yang akan dipakai. Maka untuk mendapatkan nilai suatu kekerasabaja yang optimal. Sangat perlu memperhatikan temperatur dan waktu penahan dalam proses austenisasi. Jika temperatur dan waktu penahan austenisasi terlalu rendah, maka tidak akan memperoleh pengerasan pada baja yang maksimal pendinginnya digunakan akan berpangaruh terhadap kecepatan pendinginan yang terjadi pada logam. Selain beberapa macam media pendingin, kecepatan pendinginan pada logam juga bisa dipengaruhi oleh Volume logam, Volume media pendingin, luas pada permukaan material, serta penambahan pengadukan (agitasi) pada media pendingin.

(7)

Gambar 2. 4 Diagram transformasi isothermal [3]

Pada proses quenching selain memperhatikan media pendingin, yang harus diperhatikan ialah volume dari media pendingin tersebut. Apabila volume media pendingin sedikit, maka dalam proses pendinginan kurang maksimal. Pada Struktur martensit dapat diperoleh bila laju pendinginan bisa mencapai critical cooling rate (CCR). Diagram transformasi isothermal pada gambar 2.4 menunjukkan terjadinya transformasi austenit sampai menjadi martensit.

Pada dasarnya baja yang sudah dikeraskan akan bersifat rapuh dan tidak cocok saat digunakan. Didalam proses tempering, kekerasan dan kerapuhan bisa diturunkan hingga memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Pada saat tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon bisa melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan akan terjadi penurunan. Sifat-sifat mekanik pada baja yang sudah dicelup, dan di-temper bisa diubah dengan cara mengatur temperatur tempering.

2.6 Tempering

Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah dipanaskan atau dikeraskan pada suhu dibawah suhu kritis disusul dengan pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini berbeda dengan proses lain karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan cermat temper dimungkinkan oleh karena sifat strukur Martensit yang tidak stabil.

Struktur logam yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan penggunaan, karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan, tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan. Ketinggian suhu penemperan dan waktu penghentian benda kerja tergantung pada jenis baja dan kekerasan yang dikehendaki. Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat.

(8)

Pada saat tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit bearti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun. Sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan ditemper dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering (Asmadi dkk 2019).

Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut:

1) Tempering pada suhu rendah (150° - 300°C) Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya

2) Tempering pada suhu menengah (300° - 550°C) Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan kekerasannya sedikit berkurang.

Proses ini digunakan alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.

3) Tempering pada suhu tinggi (550° - 650°C) Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros batang penggerak dan sebagainya.

Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan sturuktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram isothermal.

2.7 Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Sifat Mekanis Baja Pegas Daun Pada suatu petunjuk pertama dalam pemilihan baja pegas yang digunakan sebagai bahan konstruksi otomotif ataupun dalam perancangan merupakan kekuatan dan keuletan yang telah memadai. Satu dari sekian sifat baja yang paling penting ialah kekuatan, akan tetapi umumnya jika kekuatan baja dinaikkan, maka dampaknya adalah keuletan cenderung menurun, maka kekuatan yang sangat berlebihan dapat menyebabkan suatu kerusakan karena beban kejut (benturan).

Maka untuk bisa mendapatkan kekuatan yang cukup dan keuletan yang baik pada

(9)

pegas, maka akan dilakukan pengerasan celup (quenching) dan pemanasan ulang (tempering).

Karena karakteristik pada martensite merupakan sangat keras dan getas, yang membuat baja tersebut belum dapat memenuhi spesifikasi sebagai baja pegas. Oleh karena itu,sangat perlu adanya dilakukan proses pemanasan ulang (tempering).

Sehingga kekuatan baja menjadi naik, keuletannya tinggi serta kekerasannya akan memadai dalam penggunaannya sebagai baja pegas menjelaskan kemampuan sebagai dikeraskan tersebut, maka akan bisa diperoleh kekerasan dan kekuatan serta ketangguhan yang optimal pada baja pegas. Jika proses produksi baja pegas, proses laku panas yang dilakukan merupakan quenching dan tempering. Pada proses quenching sempurna, martensit pada baja pegas yang akan dapat terbentuk. Jika proses quenching kurang sempurna maka kekerasan yang diperoleh akan lebih rendah jika dibanding dengan quenching yang sempurna. Sedangkan dari hasil pada saat proses tempering yang akan diperoleh komposisi dan kekuatan impact yang lebih rendah dari hasil quenching.

2.8 Uji Komposisi

Uji komposisi merupakan salah satu pengujian guna mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu unsur kandungan yang terdapat di dalam logam baik ferro maupun non ferro dengan menggunakan mesin spectrometer.

Proses pengujian komposisi sendiri dengan memanfatkan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekistalisasi, dari suhu tersebut terjadi peguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. (Industri & Bermotor, 2015)

Gambar 2. 5 Alat Uji Komposisi [2]

2.9 Uji Impact

(10)

Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impact merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan beban terhadap beban kejut, inilah yang membedakan pengujian impact dengan pengujian tarik dan kekerasan, dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impact merupakan suati upaya mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi , dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan dating secara tiba-tiba.

Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk specimen, energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian yakni penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impact ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan tersebut.

Ada dua macam metode uji impact, yakni metode charpy dan izod, perbedaan mendasar dari metode ini adalah pada peletakan specimen, pengujian dengan menggunakan charpy lebih akurat karena pada izod pemegang spesimen juga turut

Gambar 2. 6 Alat Uji Impact [2]

(11)

menyerap energi , sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap material. Pada pengujian impact energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impact (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy.

2.9.1. Pengujian impact metode charpy

Prinsip dasar pengujian charpy adalah besar gaya kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji dibagi dengan luas penampang patahan. Mula-mula bandul charpy disetel dibagian atas, kemudian dilepas sehingga menabrak benda uji dan bandul terayun sampai kedudukan bawah, jadi dengan demikian energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukan oleh selisih perbedaan tinggi

bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukan bawah. Setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul dilepaskan sehingga batang uji akan melayang, bandul ini akan memukul benda uji yang diletakkan semula dengan energi yang sama. Energi bandul akan diserap oleh benda uji yang dapat menyebabkan benda uji patah tanpa deformasi ataupun benda uji tidak sampai putus yang berarti benda uji mempunyai sifat keuletan yang tinggi. Permukaan yang patah dapat membantu untuk menentukan kekuatan impact dengan temperature transisi bahan. Daerah transisi yaitu daerah dimana terjadi perubahan patahan ulet ke patahan getas, bentuk patahan dapat dilihat dengan mata telanjang atau dapat pula dengan bantuan mikroskop.

Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai patah dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:

E1 = P (D – D cos α) ( 2.1)

Keterangan:

Gambar 2. 7 Specimen ASTM D265

(12)

E1 : Usaha yang dilakukan(kg.m) P : Berat palu (kg)

D : Jarak dari pusat sumbu palu ke pusat gravitasi (m) α : Sudut angkat palu (0)

E2 = P (D – D cos θ) (2.2)

Keterangan:

E2 : Sisa usaha setelah mematahkan spesimen (kg.m) P : Berat palu (kg)

D : Jarak dari pusat sumbu palu ke pusat gravitasi (m) θ : Sudut ayun setelah palu mengenai spesimen (0)

Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji dapat diketahui dengan rumus sebagai beriku :

Esrp = E1 – E2 (2.3)

Keterangan:

Esrp : Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (J) E1 : Usaha yang dilakukan (kg.cm)

E2 : Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg.cm)

Dengan besar harga impact dapat diketaui dengan rumus sebagai berikut :

Harga impact dapat dihitung dengan:

HI = 𝐸𝑠𝑟𝑝

𝐴𝑜 (2.4)

Dengan :

HI : Harga Impact (J/mm2)

(13)

Esrp : Energi Serap (J)

Ao : Luas Penampang (mm2)

Gambar 2. 8 Skematika Peralatan Uji Impact Metal [2]

2.10 ANOVA

Analisis Varians (ANOVA) merupakan suatu metode analisa statistika yang termasuk kedalam cabang statistika infrensi. Dalam literatur indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam dan analisis variasi. Anova ini merupakan pengembangan dari masalah Behrens- Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam pengambilan keputusan. Analisis of variance atau ANOVA termasuk dalam katagori teknik analisis multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variasinya. Analisis varian termasuk dalam kategori statistik parametrik

2.10.1 Uji anova satu jalur (One Way Anova)

(14)

Hipotesis dalam ANOVA akan membandingkan rata-rata dari beberapa populasi yang diwakili oleh beberapa kelompok sampel secara bersama, sehingga hipotesis matematikanya adalah :

H0 : µ1 = µ2 = µk

• Seluruh mean populasi adalah sama

• Tak ada efek treatment (tak ada keragaman mean dalam grup) H1 : tidak seluruh mean populasi adalah sama

• Minimal ada 1 mean populasi yang berbeda

• Terdapat sebuah efek treatment

• Tidak seluruh mean populasi berbeda (beberapa pasang mungkin sama).

Tabel 2. 1 Tabel Anova Satu Arah Sumber

Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat

(JK)

derajat bebas (db)

Kuadrat Tengah (KT)

f hitung f tabel

Rata-rata Kolom

JKK

db numerator =

k-1

𝑠2𝐾

= 𝐾𝑇𝐾

= 𝐽𝐾𝐾 𝑘 − 1

f hitung

= 𝐽𝑇𝐾 𝐾𝑇𝐺

α = db numer

= db denum

= f tabel =

Galat JKG

db denumerator=

N-k

𝑠2𝐺

= 𝐾𝑇𝐺

= 𝐽𝐾𝐺 𝑁 − 𝑘 Total

JKT JKT

N-1

(15)

𝐽𝐾𝑇 = ∑𝑘𝑖=1𝑛𝑗=11 𝑥𝑖𝑗2 𝑇∗∗2

𝑁

𝐽𝐾𝐾 = ∑𝑇∗𝑖2 𝑛𝑖

𝑘

𝑖=𝑖

𝑇∗∗2

𝑁

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan elongasi dari baja pegas daun SUP 9A bekas yang telah melalui proses laku panas