• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Daya Simpan Rimpang Kencur Aksesi Blitar dan Banyuwangi pada Budidaya di Bawah Naungan 50% dengan Pemupukan MgSO4

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Analisa Daya Simpan Rimpang Kencur Aksesi Blitar dan Banyuwangi pada Budidaya di Bawah Naungan 50% dengan Pemupukan MgSO4"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DOI : http://dx.doi.org/10.21776/ub.jpt.2023.008.1.1

Analisa Daya Simpan Rimpang Kencur Aksesi Blitar dan Banyuwangi pada Budidaya Dibawah Naungan 50% dengan Pemupukan MgSO4

Weight Loss Analysis of Galangal Rhizome from Blitar and Banyuwangi Accessions in Under 50% Shade with MgSO4 Fertilized

Alifia Rizky Dalilah1, Akbar Saitama1, Akbar Hidayatullah Zaini2 dan Eko Widaryanto1*

1 Jurusan Budiaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang 65145 Jawa Timur

2 Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Negeri Lampung Bandar Lampung

Korespondensi: eko.widar@ub.ac.id

Diterima 06 Agustus 2021 / Disetujui 22 Agustus 2022

ABSTRAK

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman obat yang dikonsumsi karena memiliki khasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit. Pada penelitian sebelumnya telah melihat pertumbuhan beberapa aksesi di Jawa Timur. Beberapa aksesi tersebut adalah aksesi Kab. Blitar dan aksesi Kab. Banyuwangi dengan perlakuan pemberian naungan tanaman jati dan tanpa naungan, perlakuan naungan tanaman jati menghasilkan pertumbuhan yang optimal namun intensitas yang didapatkan oleh tanaman kencur masih kurang optimal sehingga perlu diberikannya naungan 50% agar intensitas yang masuk tidak terlalu tinggi maupun rendah. Pupuk sulfur dapat digunakan untuk membantu tanaman kencur mengalami penyusutan yang lebih rendah pada rimpang selama masa penyimpanan dan dapat meningkatkan bobot tanaman kencur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk MgSO4 terhadap penyusutan bobot rimpang pada dua aksesi kencur. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan petak utama adalah aksesi Kab.

Bitar dan aksesi Kab. Banyuwangi, anak petak adalah dosis pupuk sulfur 0, 60, 90 dan 120 kg ha-1. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa dengan pemberian dosis pupuk sulfur pada kedua aksesi akan menghasilkan penyusutan sebesar 13-19% dan apabila tanpa pemberian pupuk sulfur sebesar 34%, dengan pemberian dosis pupuk sulfur 90 kg ha-1 mengalami penyusutan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.

Kata kunci: bobot rimpang, bobot susut, Kaempferia galanga L., sulfur ABSTRACT

Galangal (Kaempferia galanga L.) is medicinal plants consumed because it has many properties to treat or prevent disease. In previous research looked at the growth of several accessions in East Java, which is the accession of Kab. Blitar and Kab. Banyuwangi with treatment of providing shade for teak plants and without shade, shade treatment for teak plants produces optimal growth but the intensity obtained by galangal plants is still not optimal, it is necessary to provide 50% shade that the intensity is not too high or low. Sulfur fertilizer can be used to help galangal to lower shrinkage of the rhizome during storage and increase the weight of galangal plant. This research aims to determine the effect of the dose of MgSO4 fertilizer on the shrinkage of rhizome weight in two accessions of galangal. This research method used a Split Plot with the main plot is the accession of Kab. Blitar and Kab. Banyuwangi and sub- plots were 0, 60, 90 and 120 kg ha-1 sulfur fertilizer. The results of this research that have been carried out show that with a dose of sulfur fertilizer in both accessions will result in a shrinkage of 13-19% and

(2)

without sulfur fertilizer it is 34%, with a dose of sulfur fertilizer 90 kg ha-1 the shrinkage is lower that other treatments.

Keywords: Kaempferia galanga L., rhizome weight, sulfur, weight loss PENDAHULUAN

Kencur merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta banyak tumbuh di daerah tropis.

Tanaman ini termasuk ke dalam tanaman obat yang banyak dibudidayakan di Cina Selatan, Indochina, Malaysia, India dan Thailand (Sae-wong, 2008). Bagian tanaman kencur yang digunakan sebagai konsumsi adalah bagian rimpangnya.

Menurut Sulaiman et al. (2007), bagian rimpang kencur dapat digunakan sebagai obat untuk hipertensi, asma, dan rematik.

Kencur dikatakan sebagai tanaman obat karena memiliki beberapa senyawa yaitu minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol yang memiliki manfaat salah satunya mengobati masuk angin dengan cara mengolahnya menjadi beras kencur (Setyawan et al., 2012).

Banyaknya manfaat yang terkandung dalam kencur menjadikan Indonesia termasuk ke dalam salah satu produsen tanaman obat seperti kencur. Di Indonesia sendiri produksi kencur sudah tersebar di seluruh daerah seperti Jawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan lain sebagainya.

Namun menurut data yang didapatkan pada Badan Pusat Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia (2019), produksi tanaman kencur pada tahun 2014 sampai tahun 2019 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014 diketahui bahwa jumlah produksi tanaman kencur sebesar 37.715.653 kg dan selanjutnya menurun pada tahun 2015 menjadi 35.971.956 kg lalu pada tahun 2016 hingga 2017 mengalami kenaikan yaitu sebesar 36.540.786 kg dan 36.655.028 kg namun pada tahun 2018 dan 2019 produksi tanaman kencur mengalami penurunan yaitu sebesar 35.966.755 kg dan 35.296.213 kg.

Hal yang menyebabkan nilai produksi tanaman obat mengalami fluktuasi adalah karena belum diterapkannya budidaya yang baik, mutu produk yang bervariasi, serta skala usaha yang kecil dan terpencar–

pencar (Pribadi, 2009), sehingga dibutuhkannya teknik budidaya kencur yang optimal untuk menunjang hasil produksi yang maksimal dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanaman obat seperti kencur serta bisa mendapatkan kualitas kencur yang baik.

Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman kencur, jika dilihat dari jenisnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tipe berdaun lebar dan berdaun sempit.

Umumnya kencur yang memiliki jenis berdaun lebar banyak dibudidayakan di Jawa Barat sedangkan untuk kencur berdaun sempit dibudidayakan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Perbedaan jenis ini bisa disebabkan karena lingkungan pada proses pertumbuhannya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et al.

(2020), tanaman kencur dapat tumbuh optimal dibawah naungan dengan cahaya matahari yang tidak terlalu rendah maupun tidak terlalu tinggi. Pemberian naungan 50%

dapat membantu pertumbuhan pada tanaman kencur dengan cahaya matahari yang keluar dan masuk tidak terlalu besar pada saat pertumbuhan tanaman.

Lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi. Setiap tanaman memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan (Subaryanti et al., 2020). Akan tetapi permasalahan yang sering dihadapi pada tanaman kencur adalah bobot susut rimpang selama masa penyimpanan yang selalu meningkat selama periode penyimpanan sehingga tanaman kencur

(3)

tidak tahan lama untuk disimpan. Salah satu unsur dari pupuk makro yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari tanaman kencur adalah sulfur (S). Unsur S dapat membantu dalam mengurangi penyusutan selama masa penyimpanan dan memperbesar umbi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk MgSO4 terhadap penyusutan bobot rimpang pada dua aksesi kencur.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2020 hingga Mei 2021 yang bertempat di kebun percobaan Agro Techno Park Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang dengan ketinggian 400 mdpl dan suhu rata-rata 27- 290C dengan curah hujan per tahun adalah 1.600-5.000 mm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, oven, kamera, meteran atau penggaris, cangkul, bambu, jangka sorong, gelas ukur, LAM (Leaf Area Meter) dan paranet 50%.

Bahan yang digunakan adalah benih rimpang kencur aksesi Kab. Banyuwangi dan aksesi Kab. Blitar, pupuk S (MgSO4), pupuk kandang, Urea, SP36, dan KCl.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT). Pada penelitian ini yang sebagai petak utama (main plot) adalah aksesi Kab. Banyuwangi (Bw) dan Aksesi Kab. Blitar dan untuk anak petak (sub plot) adalah dosis pupuk S (MgSO4) yang diantaranya 0 kg ha-1 (S0), 60 kg ha-1 (S60), 90 kg ha-1 (S90) dan 120 kg ha-1 (S120).

Parameter penelitian terdiri dari bobot segar rimpang (g tan-1) dan bobot susut rimpang 7 HSP hingga 28 HSP (g tan-1).

Data yang didapatkan dilakukan analisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan taraf 5%. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5%.

Selanjutnya dilakukan uji regresi untuk mengetahui nilai keeratan dan titik optimum antar perlakuan (Gomez dan Gomez, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot segar rimpang memiliki pengaruh yang nyata antara dua aksesi dengan pemberian dosis pupuk sulfur yang berbeda, hasil yang didapatkan bahwa pada pemberian dosis pupuk 90 kg ha-1 pada aksesi Kab. Blitar menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Pembentukkan bobot segar rimpang tidak luput dari fotosintesis dan penyerapan unsur hara dari dalam tanah melalui akar. Sumber unsur hara sulfur yang biasanya digunakan untuk tanaman adalah SO42- yang mana untuk mendapatkan unsur tersebut adalah dengan diambil secara aktif didalam tanah melalui sel akar yang kemudian dari sel akar tersebut akan dipindahkan oleh protein pengangkut melalui xilem ke daun dalam aliran transpirasi air. Meskipun protein dapat disintesis melalui akar tanaman namun SO42-

direduksi menjadi H2S terdapat pada kloroplas pada daun (Till, 2010). Oleh sebab itu pupuk sulfur berperan sebagai unsur hara yang akan menyalurkan unsur ke daun yang selanjutnya akan membentuk sebuah proses fotosintesis untuk menghasilkan biomassa yaitu senyawa yang akan membentuk jaringan untuk organ vegetatif dan generatif tanaman.

Hasil regresi hubungan antara dosis pupuk sulfur dengan bobot kering tanaman pada dua aksesi kencur (Gambar 1), menunjukkan respon yang berbeda di antara dua aksesi kencur. Pada aksesi Kab. Blitar menunjukkan persamaan -0,0009x2 + 0,1374x + 32,259 dengan nilai R2= 0,95 yang artinya bahwa aksesi Kab. Blitar dan tingkatan dosis pupuk sulfur mempengaruhi bobot segar rimpang sebesar 95% dan 5%

dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji regresi didapatkan bahwa pada pemberian dosis pupuk sulfur sebesar 76 kg ha-1 akan

(4)

mengalami peningkatan bobot segar rimpang dan kemudian akan menurun pada pemberian dosis pupuk sulfur sebesar 77 kg ha-1. Diketahui bahwa apabila pada tanaman kencur tidak diberikan pupuk sulfur akan menghasilkan rerata bobot segar rimpang sebesar 32,259 g. Sedangkan pada aksesi Kab. Banyuwangi didapatkan persamaan - 0,0021x2+ 0,02826x + 24,383 dengan nilai R2= 0,81 yang menandakan bahwa aksesi Kab. Banyuwangi dan tingkatan dosis pupuk sulfur dapat mempengaruhi bobot segar

rimpang sebesar 81% dan 19% dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai 24,383 menunjukkan nilai intercept yang artinya apabila tanaman kencur tidak diberikan perlakuan pupuk sulfur maka akan menghasilkan rerata bobot segar rimpang sebesar 24,383 g.

Didapatkan titik optimum pada pemberian dosis pupuk sulfur sebesar 69 kg ha-1 dan kemudian akan mengalami penurunan bobot segar rimpang pada pemberian dosis pupuk sulfur 70 kg ha-1.

Tabel 1. Pengaruh Aksesi Tanaman Kencur dan Dosis Pupuk Sulfur Terhadap Bobot Rimpang Kencur Setelah Penyimpanan 28 hari

Perlakuan

Waktu Penyimpanan pada HSP (Hari Setelah Panen)

Saat Panen 7 14 21 28

Bobot Rimpang (g tan-1)

BwS0 24,72 a

(100%)

22,43 a (90,73%)

20,53 a (83,05%)

18,76 a (75,88%)

16,53 a (66,86%)

BwS60 31,77 b

(100%)

30,64 c (96,44%)

29,33 c (92,31%)

27,87 c (87,72%)

26,00bc (81,83%)

BwS90 35,6 c

(100%)

34,47 d (96,82%)

33,09 d (92,94%)

32,47 d (91,20%)

31,30 d (87,92%) BwS120 27,17 a

(100%)

26,03 b (95,80%)

25,15 b (92,56%)

24,2 b (89,06%)

22,3 b (82,07%)

BLS0 32,34 bc

(100%)

30,75 c (95,08%)

28,53 c (88,21%)

27,01 c (83,51%)

26,8 c (82,86%)

BLS60 36,76 c

(100%)

35,47 d (96,49%)

33,6 d (91,40%)

32,3 d (87,86%)

31,17 d (84,79%)

BLS90 37,93 c

(100%)

36,34 d (95,80%)

35,22 d (92,85%)

34,37 d (90,61%)

33,08 d (87,21%) BLS120 35,46 c

(100%)

34,55 d (97,43%)

33,07 d (93,26%)

31,75 d (89,53%)

29,2 cd (82,34%)

BNT (5%) 3,16 3,55 3,28 2,68 4,11

KK (%) 9,61 9,22 7,47 9,39 10,83

Keterangan: (Bw) : Aksesi Kab. Banyuwangi; (BL) Aksesi Kab. Blitar; S0 = Sulfur 0 kg ha-1; S60 = Sulfur 60 kg ha-1; S90

= Sulfur 90 kg ha-1; S120 = Sulfur 120 kg ha-1; Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan baris sama menunjukan tidak berbeda nyata, berdasarkan uji BNT 5%

(5)

Gambar 1. Hubungan Aksesi Kencur dan Dosis Pupuk MgSO4 terhadap Bobot Segar Rimpang Kencur

Berdasarkan penelitian bobot susut rimpang memberikan respon yang nyata dari 7 HSP hingga 28 HSP antara dua aksesi dengan pemberian dosis pupuk sulfur yang berbeda. Bobot susut yang telah didapatkan mengalami penyusutan berkisar 13% hingga 34%, pada perlakuan yang tidak diberikan pupuk sulfur mengalami penyusutan yang lebih tinggi yaitu sebesar 34% pada aksesi Kab. Banyuwangi sedangkan untuk pemberian dosis pupuk 90 kg ha-1 mengalami penyusutan yang lebih rendah pada kedua aksesi yaitu aksesi Kab.

Banyuwangi dan aksesi Kab. Blitar, penyusutan rimpang mulai dari panen hingga 28 hari setelah panen berkisar 13%.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Muhammad (2003), susut bobot umbi mulai dari panen hingga minggu keempat setelah panen mengalami penyusutan sebesar 22-23% yang mana berdasarkan hasil uji stastistik menunjukkan bahwa penyusutan pada bobot umbi dipengaruhi oleh unsur S. Perlakuan pupuk sulfur memberikan pengaruh terhadap bobot susut tanaman menjadikan tanaman kencur tidak mengalami penyusutan yang terlalu besar, hal ini sesuai dengan pernyataan Fatmawati (2018), bahwa perlakuan sumber S dapat meningkatkan bobot simpan tanaman dikarenakan unsur S merupakan salah satu bagian penting dari ferodoksin yaitu senyawa kompleks Fe dan S yang

terkandung dalam kloroplas yang berfungsi sebagai katabolisme karbohidrat dalam pembentukkan fotosintat yang optimal. Hasil fotosintat tersebut yang akan dialokasikan ke seluruh bagian tanaman dan akan disimpan di dalam rimpang tanaman kencur.

Hasil regresi hubungan antara dosis pupuk sulfur dengan bobot kering tanaman pada dua aksesi kencur (Gambar 2), menunjukkan respon yang berbeda di antara dua aksesi kencur. Pada bobot susut rimpang 7 HSP hingga 28 HSP diketahui bahwa aksesi Kab. Banyuwangi memiliki koefisien determinasi berkisar 0,84-0,88 yang artinya bobot susut dipengaruhi oleh aksesi dan pupuk sulfur sebesar 84%-88%

dan untuk aksesi Kab. Blitar berkisar 88%- 98%. Diketahui hasil uji regresi pada aksesi Kab. Banyuwangi didapatkan persamaan y=- 0,0024x2 + 0,3477x + 16,126 dengan nilai R2= 0,84 dapat diartikan bahwa sebesar 84% bobot segar rimpang setelah penyimpan 28 hari dipengaruhi oleh aksesi Kab. Banyuwangi dan dosis pupuk sulfur dan 16% dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Nilai 16,126 adalah nilai intercept yang diketahui bahwa tanpa pemberian pupuk sulfur akan menghasilkan rerata bobot segar rimpang setelah penyimpan 28 hari sebesar 16,126 g. Pada hasil uji regresi diketahui bahwa pemberian dosis pupuk sulfur 72 kg ha-1 akan memberikan bobot segar rimpang setelah penyimpanan 28 hari yang optimal

(6)

kemudian akan terjadi penurunan dengan pemberian dosis pupuk sulfur 73 kg ha-1.

Begitupun pada aksesi Kab. Blitar diketahui memiliki persamaan regresi y= -0,0011x2 + 0.1563x + 26,647 dengan nilai R2 sebesar 0,88, dapat dikatakan bahwa bobot susut dipengaruhi oleh aksesi Kab. Banyuwangi dan dosis pupuk sulfur sebesar 88% dan 12% dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Apabila tidak diberikan perlakuan pupuk sulfur maka akan menghasil rerata bobot segar rimpang setelah penyimpan 28 hari sebesar 26,647 g. Hasil uji regresi didapatkan bahwa pada dosis pupuk sulfur 71 kg ha-1 akan menghasilkan peningkatan bobot segar rimpang setelah penyimpanan 28 hari dan kemudian akan menurun pada pemberian dosis pupuk sulfur 72 kg ha-1.

Gambar 2. Hubungan Aksesi Kencur dan Dosis Pupuk MgSO4 terhadap Bobot Susut Rimpang 7 HSP (a), 14 HSP (b), 21 HSP (c) dan 28 HSP (d)

Gambar 3. Presentase Penyusutan Bobot Rimpang Kencur Aksesi Kab. Banyuwangi (a) dan Aksesi Kab. Bitar (b)

a b

a b

c d

(7)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa aksesi tanaman kencur yaitu:

1. Aksesi Kab. Banyuwangi dan aksesi Kab.

Blitar mengalami pertumbuhan rimpang yang optimal dengan perlakuan dosis pupuk sulfur dan mengalami penyusutan bobot rimpang dengan pemberian dosis pupuk sulfur sebesar 13% hingga 19%

dan pada perlakuan tanpa pupuk sulfur memberikan penyusutan hingga 34%, dengan pemberian dosis pupuk sulfur 90 kg ha-1 mengalami penyusutan yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

2. Hasil rimpang menunjukkan bahwa pada aksesi Kab. Blitar menghasilkan pertumbuhan rimpang yang optimal dengan pemberian dosis pupuk sulfur 90 kg ha-1.

3. Uji regresi yang dilakukan pada hasil produksi rimpang pada aksesi Kab.

Banyuwangi diketahui bahwa titik optimum dicapai pada pemberian dosis pupuk sulfur sebesar 69 kg ha-1 sedangkan pada aksesi Kab. Blitar mencapai titik optimum pada dosis pupuk sulfur 76 kg ha-1.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia. BPS Indonesia. 81 hal.

Fatmawati, Y.E. Susilowati dan Historiawati.

2018. Peningkatan kuantitas bawang merah (Allium cepa fa. ascalonicum, L.) dengan berbagai sumber kalium dan belerang.J. Ilmu PertanianTropika dan Subtropika. 3(2): 40-42.

Gomez, K. A. and A. A. Gomez. 1984.

Statistical Procedres for Agricutural Research Second Edition. John Wiley and Sons, New York. 680 pp.

Muhammad, H., S. Sabiham, A. Rachim dan H. Adijuwana. 2003. Pengaruh pemberian sulfur dan blotong terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah pada tanah Inseptisol. J. Hort. 13(2):

95-104

Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan permintaan tanaman obat indonesia serta arah penelitian dan pengembangannya. J.

Perspektif. 8(1): 52-64.

Sae-wong,C.,W.Ridtitid,W. Reanmongkoland and M. Wongnawa. 2008.

Antinociceptive activity of the methanolic extract of Kaempferia galanga and its possible mechanisms in experimental animals. Thai J.

Pharmacol. 30(2): 26-35.

Setiawan, T.W., E. Widaryanto, A. Saitama dan A.H. Zaini. 2020. Uji pertumbuhan enam aksesi Kencur (Kaempferia galanga L.) di bawah tegakan Jati. J.

Agr. Sci. 5(2): 136-143.

Setyawan, E., P. Putratama, A. Ajeng dan W.D.P. Rengga. 2012. Optimasi yield Etil P Metoksisinamat pada ekstraksi Oleoresin Kencur (Kaempferia galanga) menggunakan pelarut etanol.

J. Bahan Alam Terbarukan. 1(2) : 31- 38.

Subaryanti, S.C. Yohana, I. Dyah dan T.

Triadiati. 2020. Pertumbuhan dan produksi rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) pada ketinggian tempat yang berbeda. J. Ilmu Pertanian Indonesia. 25(2): 167-177.

Sulaiman, M.R., Z.A. Zakaria, I.A. Daud, F.N. Ng, Y.C. Ngand and M.T. Hidayat.

2007. Antinociceptive and anti- inflammatory activities of the aqueous extract of Kaempferia galanga leaves in animal models. J. Nat Med. 62(2):

221-227.

Till, A.R. 2010. Sulphur and Sustainable Agriculture. Intl. Fertilizer Industry Assn. 70 pp.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah rata-rata pemberian Agrimeth yang dikombinasikan dengan pupuk N, P, K dan kompos pada berbagai dosis lebih baik dari rata-rata pemberian pupuk N, P, K, Agrimeth