Menurut Wright, tujuan utama restorative justice adalah rehabilitasi, sedangkan tujuan kedua adalah kompensasi, proses penanggulangan tindak pidana melalui pendekatan restoratif merupakan proses penyelesaian. Keadilan restoratif artinya keadilan dipulihkan atau dikembalikan, dalam suatu tindak pidana diberikan pertimbangan, keadilan restoratif menekankan pada kesejahteraan dan keadilan. Korban tindak pidana berhak menuntut ganti rugi dari pelaku tindak pidana yaitu kerugian yang dideritanya, sedangkan pelaku tindak pidana wajib mengganti kerugian yang ditimbulkannya kepada korban.
Menurut Sarre: 19… keadilan restoratif berkaitan dengan membangun kembali hubungan setelah terjadinya kejahatan, dan justru menciptakan perpecahan antara pelaku dan komunitasnya, yang merupakan ciri khas sistem peradilan pidana modern. Artinya, keadilan restoratif berkaitan dengan bagaimana membangun kembali hubungan setelah kejahatan terjadi, dibandingkan membangun tembok pemisah antara penjahat dan komunitasnya, yang merupakan ciri (tanda atau ciri) sistem peradilan pidana modern. Pendapat Sarre menyatakan bahwa konsep dasar pendekatan restoratif berupa tindakan membangun kembali hubungan yang rusak akibat tindak pidana telah lama dikenal dan dipraktikkan dalam hukum adat di Indonesia. Tindak pidana dipandang sebagai pertentangan atau pertentangan antar individu yang menimbulkan kerugian bagi korban, masyarakat, dan pelaku tindak pidana itu sendiri.
Memang pada dasarnya cara mediasi penyelesaian perkara pidana di Kepolisian tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan tentang sistem peradilan pidana, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Negara Republik Indonesia. Kepolisian Indonesia. Penyelesaian tindak pidana melalui pendekatan restoratif tidak akan menjadi kenyataan yang dapat dilaksanakan jika tidak dapat dibangun atau dikembangkan model struktural dengan paradigma restoratif yang akan menjadi pilihan alternatif dalam sistem peradilan pidana. Pendekatan restoratif ditempatkan pada posisi utama, sedangkan institusi formal berperan sebagai elemen pendukung, karena model peradilan pidana Jepang pada dasarnya terdiri dari sistem dua jalur, dimana sistem peradilan formal sama dengan mayoritas negara demokrasi industri. dengan hukum pidana substantif dan hukum pidana dengan peraturan formal yang mengatur tentang proses suatu perkara pidana 33.
Model yang dirancang untuk menangani tindak pidana melalui pendekatan restoratif, dimana program restoratif akan menjadi sarana utama dalam menangani permasalahan tindak pidana, hal ini berarti akan terjadi pergeseran besar dari sistem peradilan pidana pada umumnya yang akan mengalami pengurangan. dalam sistem peradilan pidana, keadilan restoratif.
KONSEP OPERASIONAL
Dalam model proses penetapan atau penetapan bersalah diproses dalam sistem peradilan pidana pada umumnya, kemudian dalam proses penetapan saksi dapat digunakan konsep pendekatan restoratif untuk menentukan jenis sanksinya. Dalam sistem hibrida, respons pendekatan restoratif dan respons peradilan pidana kontemporer dipandang sebagai bagian normatif dari sistem peradilan. Dalam penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan atas dasar asas-asas hukum, hierarki dan sifat hukum, sehingga sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis yang memberikan gambaran mengenai fenomena-fenomena yang ada. dan acara sosial.
PEMBAHASAN
Ketidakpuasan terhadap sistem peradilan pidana dengan demikian tidak hanya berkaitan dengan mekanisme dan administrasi penanganan perkara, namun juga pada hasil akhir dari proses yang mengikuti prosedur dalam suatu sistem yang dapat mengakomodasi penanganan perkara, salah satunya dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui pendekatan restorative justice. reformasi hukum, yang tidak hanya mengubah undang-undang, tetapi juga mengubah sistem peradilan pidana yang ada sehingga semua tujuan hukum yang diinginkan tercapai. Restorative Justice adalah suatu proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu pelanggaran tertentu bertemu untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan bagaimana menyelesaikan akibat pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan). Liebmann secara sederhana mendefinisikan Restorative Justice sebagai suatu sistem hukum yang “bertujuan untuk memulihkan.
Angkasa, Saryono Hanadi dan Muhammad Budi Setyadi berpendapat bahwa keadilan restoratif dalam peradilan pidana harus berupaya memulihkan keadaan yang ada sebelum terjadinya kejahatan. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep keadilan restoratif, seperti keadilan komunitarian, keadilan positif, keadilan relasional, keadilan reparatif, dan keadilan komunitas. Gerakan keadilan restoratif awalnya dimulai sebagai upaya untuk memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui proses peradilan normal.
Restorative Justice memperluas lingkaran pemangku kepentingan atau pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kejadian atau perkara, yang tidak hanya Pemerintah dan Pelaku tetapi juga mencakup korban dan anggota masyarakat.44. Susan Sharpe menyatakan dalam bukunya “Restorative Justice a Vision for Hearing and Change” terdapat 5 (lima) prinsip dalam Restorative Justice, yaitu: 45. Restorative Justice mengupayakan penyatuan kembali anggota masyarakat yang terpecah atau terpisah karena suatu hal. perbuatan kriminal.
Keadilan restoratif menjadi perhatian dalam sistem peradilan pidana dan termasuk dalam Undang-Undang Peradilan Pidana (KUHP) yang baru, khususnya untuk pengaduan pidana (delik aduan), sehingga menitikberatkan pada keadaan di mana pengaduan itu timbul. Efek jera merupakan tujuan akhir dari pemberian hukuman (pemenjaraan) kepada pelaku tindak pidana apabila tidak lagi mencapai tujuan yang diharapkan. Harus ada terobosan baru dalam penerapan sistem pidana di Indonesia, tidak hanya melalui hukuman penjara saja namun juga melalui penerapan restorative justice, sehingga pendekatan restorative justice dapat menjawab kebutuhan baik korban maupun pelaku kejahatan. Pendekatan keadilan restoratif membantu pelaku kejahatan menghindari kejahatan lain di masa depan.47 Gerakan keadilan restoratif awalnya dimulai sebagai upaya untuk mempertimbangkan kembali kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam proses peradilan biasa.
Keadilan restoratif memperluas lingkaran pemangku kepentingan atau pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kejadian atau kasus, tidak hanya pemerintah dan pelaku, hingga mencakup korban dan anggota masyarakat. Adalah suatu kesalahan jika mengupayakan penyelesaian konflik secara damai di luar pengadilan atau win-win solution padahal kenyataannya masih sangat sulit untuk dilaksanakan karena keberadaannya tidak diakui oleh negara atau tidak terkodifikasi dalam undang-undang nasional. 48 Adanya gagasan keadilan restoratif sebagai kritik terhadap penerapan sistem peradilan pidana dengan pidana penjara yang dianggap tidak efektif dalam menyelesaikan konflik sosial. 50 Makarao, Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Kejahatan yang Dilakukan Anak, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah, Jakarta, 2013. hal.
Kegagalan sistem peradilan pidana yang bertumpu pada dinamika perubahan dan perkembangan hukum pidana, memunculkan paradigma penal yang disebut Restorative Justice. Dikatakan etika perdamaian saja karena pendekatan terhadap kejahatan dalam restorative justice bertujuan untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh kejahatan (merupakan upaya untuk memulihkan keadilan), upaya ini dilakukan oleh korban, pelaku dan masyarakat secara bersama-sama untuk menyatukan 61 Kendala. . yang terjadi dalam penerapan Restorative Justice adalah :62.
PENUTUP a. Kesimpulan
Buku-Buku
Marlina, Peradilan Anak di Indonesia, Perkembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Editama, Bandung, 2009;. Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif: Rekonstruksi Teori Hukum Perkembangan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta, 2012;.
Jurnal atau Makalah
Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di Indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia, Volume 6, Edisi II, 2010; Setyo Utomo, Sistem Penalti dalam Hukum Pidana Berbasis Restorative Justice, Mimbar Justitia, Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur, Vol.
Peraturan Perundang-undangan
Internet