• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI ONE MAN ONE CELL DALAM LAPAS SMS (SUPER MAXIMUM SECURITY) TERHADAP NARAPIDANA TERORISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI ONE MAN ONE CELL DALAM LAPAS SMS (SUPER MAXIMUM SECURITY) TERHADAP NARAPIDANA TERORISME"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

920 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Analisis Implementasi One Man One Cell Dalam Lapas SMS (Super Maximum Security) Terhadap Narapidana Terorisme

Abdulah Nur Hamzah

1)

, Mitro Subroto

2)

Politeknik Ilmu Pemasyarakatan [email protected]1) [email protected]2)

Abstrak

Penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan "One Man One Cell" di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) untuk narapidana berisiko tinggi, terutama narapidana kasus terorisme, dan dampaknya pada manajemen narapidana berisiko tinggi di Indonesia. Terorisme telah lama menjadi ancaman serius bagi keamanan Indonesia. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi sekunder. Hasil analisis menunjukkan dampak positif kebijakan ini, seperti pengendalian komunikasi, fokus pada pembinaan individu, peningkatan keamanan staf, isolasi dari jaringan teroris, pemahaman diri yang lebih mendalam, peningkatan keamanan umum, pencegahan radikalisasi lintas generasi, keterbukaan terhadap pembinaan, peluang keberhasilan deradikalisasi, dan kontrol terhadap kebijakan pemasyarakatan. Kebijakan ini membantu mengurangi penyebaran ideologi radikal di dalam Lapas SMS, meningkatkan peluang deradikalisasi, dan menciptakan lingkungan yang lebih aman. Namun, upaya pemasyarakatan narapidana teroris memerlukan pemahaman mendalam tentang akar masalah terorisme. Oleh karena itu, program deradikalisasi yang komprehensif harus menjadi bagian penting dari respons terhadap ancaman terorisme. Kebijakan "One Man One Cell"

merupakan langkah positif dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara, tetapi keberhasilannya tergantung pada implementasi efektif dan pendekatan holistik dalam penanganan akar masalah terorisme.

Kata Kunci: Narapidana Resiko Tinggi, One Man One Cell, Narapidana Teroris

PENDAHULUAN

Kasus terorisme di Indonesia bukanlah sebuah fenomena baru lagi dalam kehidupan masyarakat yang dapat membahayakan keamanan dan kedaulatan negara. Salah satu kasus peristiwa terorisme terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah terorisme Indonesia yakni pada tahun 2002, atau biasa juga disebut dengan kejadian Bom Bali. Di mana peristiwa tersebut terjadi di sebuah klub malam dan kantor konsulat Amerika yang menyebabkan bahkan hingga 202 jiwa melayang.1

Akhir-akhir ini Indonesia pun kembali dihebohkan dengan adanya aksi terorisme setelah beberapa lama tidak terdengar, kini aksi terorisme yang terjadi di Indonesia kembali hadir, yang mana aksi tersebut terjadi di depan Gereka Katedral, Makassar pada hari Minggu tanggal 28 Maret 2021 lalu (Merdeka, 2021). Setelag tiga hari berlalu, kemudian giliran seorang perempuan yang menyerang Markas Besar Polri di Jakarta dengan menggunakan senjata api.2

1 Kompas. 2019. “Hari ini Dalam Sejarah: Tragedi Bom Bali”, Kompas..com, 12 Oktober 2019. Diakses melalui https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/12/063000665/hari-ini-dalam-sejarah--tragedi-bom-bali-i-renggut-202-nyawa?page=all.

2 CNN Indonesia, “Teror Bom Makassar, 2 Dekade Api Dendam Tak Padam”, CNN Indonesia, 23 Maret 2021. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210329121848-12-623336/teror-bom-makassar-2-dekade-api-dendam-tak-pernah- padam.

(2)

921 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat teroris, aksi tersebut dilakuakn lantaran sebagai aksi balas dendam atas tertangkapnya puluhan terduga terori, dan aksi tersebut untuk mereka disebut sebagai amaliyah ataau aksi menjelang bulan Ramadhan.3

Kejadian aksi terorisme tersebut tentu saja memberikan ancaman tidak hanya terdapat dalam lingkungan masyarakat, akna tetapi juga ancaman terhadap keamanan baik di luar maupun dalam negara karena telah menganggu kedaulatan suatu negara. Selain itu kerugian yang diberikan dari aksi terorisme ini juga tidak main-main. Kerugian yang harus didapatkan dalam aksi terorisme biasanya berupa materiil hinga taruhan nyawa masyarakat yang tak bisa lagi terbaryarkan. Pemerintah pun saat ini telah cukup lihai dalam pengejaran dalang di balik kejadian aktivatas yang membahayakan tersebut.

Dalam merespon kejadian tersebut, Direktur Jenderal Pemasyarakatan pun merespon kejadian yang membahayakan tersebut. Sebagai bentuk dari upaya efek jerah maupun hukuman setimpah yang seharusnya diberikan kepada narapidana kasus terorisme, maka dibangunlah Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) pada tahun 2017 dalam melakukan pembinaan kepada narapidana kasus terorisme atau narapidana dengan kelompok resiko tinggi.

Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut peneliti berupaya untuk melakukan analisis dengan rumusan masalah “Bagaimana implementasi kebijakan One Man One Cell dalam Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) terhadap narapidana resiko tinggi, khususnya narapidana kasus terorisme, dan apa dampaknya terhadap pengelolaan narapidana dengan kelompok resiko tinggi di Indonesia”

METODE

Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi sekunder, yang mencakup analisis terhadap penelitian sebelumnya, data sekunder, dan sumber informasi yang relevan.

Penelitian akan menganalisis studi terdahulu yang telah dilakukan mengenai topik ini. Ini akan membantu dalam memahami temuan sebelumnya, perbandingan hasil, dan evolusi implementasi kebijakan seiring waktu. Temuan dari analisis data sekunder dan studi terdahulu akan disintesis untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang implementasi kebijakan "One Man One Cell" dalam Lapas SMS terhadap narapidana resiko tinggi, khususnya narapidana kasus terorisme, dan dampaknya terhadap pengelolaan narapidana dengan kelompok resiko tinggi di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk bisa mendefinisikan arti kata dari terorisme sendiri sebenarnya bukanlah suatu hal yang mudah, karena arti terorisme memiliki pengertian yang luas dan mencakup terhadap keamanan suatu bangsa. Akan tetapi, dalam hal ini sangat diperlukan pendefinisian dari kata terorisme sebagai bahan acuan untuk batasan atas segala tindakan manusia di dalam lingkungan masyarakat dan negara dalam memahami tindakan yang dirasa telah melewati batas dan mengancam kedaulatan serta keamanan suatu negara. Dalam kaitan hal tersebut, maka terorisme dapat kita artikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan melalui kekerasan atau menggunakan ancaman yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak memiliki hubungan langsung dengan pelaku), yang mengakibatkan berbagai kerugian baik kerusakan, kematian, ketakukan hingga ketidakpastian putusan.4 alam pemahaman konteks penelitian ini, narapidana kasus terorisme adalah mereka yang menggunakan kekerasan untuk menciptakan ketakutan, biasanya untuk tujuan politik. Pengertian ini penting untuk memahami latar belakang narapidana yang menjadi subjek penelitian.

Terorisme merupakan fenomena sosial di mana tindakan yang dipengaruhi oleh buar pikir atau pandangan suatu individu terhadap suatu hal secara berlebih dan hanya mempercayai pemahamanan yang dia miliki. Di sini dapat kita kaitkan bahwa, terorisme memiliki kaitan terhadap radikalmsie, karena radikalisme dapat memiliki pengertian sebagai sebuah aliran yang menginginkan adanya perubahan atau pembaharuan yang ada dalam lingkungan sosial maupun politik dengan cara kekerasan atau ekstemis.5

Sebagai respon yang diberikan dari Kemenkumham, kebijakan yang diberikan oleh Kemenkumhan

3 BBC Indonesia, “Bom Makassar: Pelaku di duga Anggota Kelomopk JAD Ssbagai Balas Dendam dan Aksi Jelang Bulan Ramadan, Kata Pengamat Teroris”, BBC Indonesia, 28 Maret 2020. Diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/indonesia- 56556322.

4 Muhammad Ali Zaidan. 2017. Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pendekatan Kebijakan Kriminal). Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 3 (1). Halaman 149-180.

5 A Faiz Yunus. 2017. Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme: Pengaruhnya Terhadap Agama Islam. Jurnal Studi Al-Quran;

Membangun Tradisi Berfikir Qur’an 13 (1). Halaman 76-94.

(3)

922 Volume 7, Nomor 3, November 2023

dalam upaya program deradikaliasi yaitu dengan menerapkan kebijakan One Man One Cell. One Man One Cell merupakan suatu kebijakan yang hanya diterapkan bagi Lapas SMS atau kelompok narapidana resiko tinggi. Dalam kebijakan ini, setiap narapidana akan mendapatkan sel secara tersendiri. Hal tersebut dilakukan karena narapidana yang masuk kedalam kelompok resiko tinggi tidak hanya dari kasus terorisme saja, tetapi juga dari kasus narkotika, pembunuhan ataupun pelanggaran berat lainnya.

Sehingga upaya narapidana terorisme dalam melakuakn kontak terhadap narapidana lainnya pun tidak ada.

Lapas SMS adalah fasilitas penjara yang dibangun dengan tujuan meningkatkan keamanan staf penjara, narapidana, dan masyarakat umum. Lapas ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas keamanan seperti sel yang kokoh, CCTV, dan peralatan audio visual lainnya, yang memudahkan pengawasan narapidana resiko tinggi, termasuk narapidana teroris.

Kontribusi untuk Pemasyarakatan

Kenterian Hukum dan HAM sebagai salah satu instansi yang melakukan pengayoman terhadap para pelaku pidana langsung bertindak dengan cukup cepat dan bertanggung jawab akan tugas dan fungsinya. Melalui Ditjenpas, Kemenkumham langsung mendirikan Lapas bersistem SMS sebagai bentuk upaya dalam memberikan efek jerah kepada narapidana kelompok resiko tinggi, salah satunya terorisme.

Kementerian Hukum dan HAM, melalui Ditjenpas, memiliki peran penting dalam pemasyarakatan narapidana kasus terorisme. Lapas SMS berbasis Super Maximum Security dan kebijakan One Man One Cell menjadi bagian dari strategi deradikalisasi. Dalam konteks ini, deradikalisasi merujuk pada upaya untuk mengubah pandangan dan sikap narapidana teroris yang mungkin radikal atau ekstremis.

Dalam penerapannya, Kemenkumham juga menggunakan kebijakan One Man One Cell dalam pelaksanaan program deradikalisasi yang dilakukan di Lapas berbasis Super Maksimum Security. Tentu saja dari kebijakan tersebut melahirkan dampak positif dalam program deradikalisasi, di mana narapidana tidak dapat berhubungan satu sama lain yang mengakibatkan adanya tindakan teroris di dalam Lapas, selain itu petugas yang akan melakukan pelayanan, pembinaan dan penjagaan terhadap narapidana kasus teroris tidak akan langsung berhubungan dengan narapidana sebagai upaya untuk tidak terbujuk oleh ucapan dari teroris tersebut. Dan dampak positif lainnya yakni, narapidana dapat menghabiskan waktu sendiri untuk merenungkan kesalahan yang telah dia lakukan, dibantu dengan pembinaan dari berbagai aspek untuk menunjang program deradikalisasi tersebut.6

Kebijakan One Man One Cell membantu mencapai tujuan deradikalisasi dengan beberapa cara:

1. Isolasi: Narapidana teroris diisolasi dari narapidana lainnya, sehingga mereka tidak dapat melakukan indoktrinasi atau rekrutmen di dalam Lapas.

2. Pembinaan Individual: Narapidana teroris dapat menghabiskan waktu mereka sendiri, yang dapat digunakan untuk merenungkan kesalahan mereka. Pembinaan individual, termasuk aspek-aspek seperti kesadaran agama, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran hukum, konseling, dan asesmen perilaku, dapat membantu mereka mengubah pandangan mereka.

3. Pengawasan Staf: Staf Lapas yang bertanggung jawab atas narapidana teroris tidak akan berhubungan langsung dengan narapidana. Hal ini mengurangi risiko terhadap staf yang dapat dipengaruhi oleh narapidana.

4. Tidak Ada Kontak Teroris: Kebijakan ini memastikan bahwa narapidana teroris tidak dapat berkomunikasi atau berkoordinasi dengan anggota teroris di luar Lapas.

5. Selain itu, kebijakan One Man One Cell juga memberikan narapidana teroris kesempatan untuk merenung dan berpartisipasi dalam program-program pembinaan yang mendukung deradikalisasi. Ini dapat berkontribusi pada perubahan perilaku dan pemahaman mereka terhadap tindakan terorisme.

Dampak Positif dari Kebijakan One Man One Cell

Implementasi kebijakan One Man One Cell dalam Lapas SMS telah memberikan sejumlah dampak positif dalam upaya pemasyarakatan, khususnya dalam konteks narapidana resiko tinggi, termasuk narapidana teroris.7

6 Dian Ekon Rini, Teguh Kurniawan. 2019. Deradikalisasi Teroris melalui Lapas Supermaksimum Security dari Perspective Implementasi Kebijakan. Jurnal Administrasi Publik Volume 7 Nomor 2, halaman 42-57.

7 Rachmayanthy, Umar Anwar, Zulfikri. 2020. Pembinaan Narapidana Teroris di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) dalam Perspektif Pemasyarakatan. Journal of Correctional Issues Volume 2 Nomor 1, halaman 1-14.

(4)

923 Volume 7, Nomor 3, November 2023

1. Pengendalian Komunikasi: Kebijakan ini efektif dalam mengendalikan komunikasi antara narapidana teroris dan narapidana lainnya. Dengan isolasi yang ketat, risiko penyebaran ideologi radikal atau rekrutmen dapat diminimalkan.

2. Fokus pada Pembinaan: Narapidana teroris dapat fokus pada pembinaan diri mereka sendiri tanpa gangguan dari narapidana lain. Hal ini memungkinkan mereka untuk merenungkan tindakan mereka dan berpartisipasi aktif dalam program-program deradikalisasi.

3. Keamanan Staf: Staf Lapas tidak akan langsung berhubungan dengan narapidana teroris, mengurangi risiko pengaruh atau tekanan dari narapidana tersebut. Keamanan staf menjadi lebih terjamin.

4. Isolasi dari Jaringan Teroris: Kebijakan ini mencegah narapidana teroris berkomunikasi dengan jaringan teroris di luar Lapas. Hal ini mengurangi kemampuan mereka untuk merencanakan atau melaksanakan tindakan terorisme.

5. Pemahaman Diri: Narapidana teroris memiliki kesempatan untuk memahami lebih dalam kesalahan mereka dan mengapa tindakan mereka dianggap salah. Ini merupakan langkah penting dalam upaya deradikalisasi, karena pemahaman akan dampak negatif yang dihasilkan oleh tindakan terorisme dapat membantu narapidana teroris mengubah pandangan mereka.

6. Peningkatan Keamanan Umum: Dengan mengisolasi narapidana teroris, kebijakan ini juga berkontribusi pada peningkatan keamanan umum di dalam Lapas SMS. Ini menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi narapidana non-teroris dan staf Lapas.

7. Pencegahan Radikalisasi Lintas Generasi: Dengan mengendalikan kontak dan komunikasi, kebijakan ini juga berpotensi mencegah radikalisasi lintas generasi di dalam Lapas.

Narapidana teroris tidak dapat memengaruhi atau merekrut narapidana lain, termasuk generasi muda, ke dalam ideologi radikal.

8. Keterbukaan terhadap Pembinaan: Kebijakan One Man One Cell memberikan narapidana teroris kesempatan untuk berpartisipasi dalam program-program pembinaan dengan lebih keterbukaan. Mereka tidak terganggu oleh interaksi dengan narapidana lain, sehingga pembinaan dapat lebih efektif.

9. Peluang Keberhasilan Deradikalisasi: Isolasi narapidana teroris dan pemahaman diri yang lebih dalam meningkatkan peluang keberhasilan dalam program deradikalisasi. Narapidana teroris dapat lebih fokus pada perubahan perilaku positif.

10. Kontrol Terhadap Kebijakan Pemasyarakatan: Kebijakan ini memberikan kontrol yang lebih besar terhadap pelaksanaan kebijakan pemasyarakatan, terutama terkait dengan narapidana teroris. Hal ini memungkinkan pemantauan yang lebih ketat terhadap mereka.

Penting untuk diingat bahwa upaya pemasyarakatan narapidana teroris tidak hanya tentang mengisolasi mereka atau mengawasi mereka dengan ketat. Ini juga harus mencakup pemahaman terhadap akar masalah yang mendorong seseorang menjadi teroris. Beberapa faktor seperti radikalisasi, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan pengaruh kelompok dapat memainkan peran dalam membuat seseorang rentan terhadap ideologi terorisme.

Oleh karena itu, selain kebijakan One Man One Cell, program-program deradikalisasi harus mencakup pendekatan yang lebih luas untuk memahami dan mengatasi akar masalah ini. Ini bisa melibatkan psikolog, konselor, dan pekerja sosial yang bekerja sama dengan narapidana teroris untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong mereka dan membantu mereka mengatasi rasa ketidakpuasan atau ketidakadilan yang mungkin mereka rasakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam menghadapi ancaman terorisme di Indonesia, implementasi kebijakan One Man One Cell dalam Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) telah memberikan dampak positif yang signifikan dalam pemasyarakatan narapidana resiko tinggi, khususnya narapidana kasus terorisme.

Dampak positif tersebut meliputi pengendalian komunikasi, fokus pada pembinaan individual, keamanan staf yang lebih terjamin, isolasi dari jaringan teroris, pemahaman diri yang lebih dalam, peningkatan keamanan umum, pencegahan radikalisasi lintas generasi, keterbukaan terhadap pembinaan, peluang keberhasilan deradikalisasi, dan kontrol terhadap kebijakan pemasyarakatan.

Kebijakan ini berhasil menciptakan lingkungan yang lebih aman di dalam Lapas SMS, mengurangi risiko penyebaran ideologi radikal, dan mencegah narapidana teroris berkomunikasi dengan jaringan teroris di luar Lapas. Selain itu, narapidana teroris dapat lebih fokus pada pembinaan diri mereka sendiri

(5)

924 Volume 7, Nomor 3, November 2023

tanpa gangguan dari narapidana lain, yang membantu meningkatkan peluang keberhasilan dalam program deradikalisasi.

Namun, penting untuk diingat bahwa upaya pemasyarakatan narapidana teroris tidak hanya tentang mengisolasi mereka atau mengawasi mereka dengan ketat. Perlu ada pemahaman yang lebih dalam terhadap akar masalah yang mendorong seseorang menjadi teroris, seperti radikalisasi, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan pengaruh kelompok. Oleh karena itu, program deradikalisasi harus mencakup pendekatan yang lebih luas dengan melibatkan berbagai pihak seperti psikolog, konselor, dan pekerja sosial untuk membantu narapidana teroris mengatasi faktor-faktor pendorong mereka.

Dengan demikian, kebijakan One Man One Cell adalah langkah positif dalam upaya pemasyarakatan narapidana teroris, tetapi harus disertai dengan program deradikalisasi yang komprehensif untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam pencegahan terorisme dan rehabilitasi narapidana teroris. Implementasi kebijakan ini menjadi salah satu instrumen penting dalam menghadapi ancaman terorisme dan menjaga keamanan serta kedaulatan negara.

DAFTAR PUSTAKA

BBC Indonesia. (2020). Bom Makassar: Pelaku di duga Anggota Kelomopk JAD Ssbagai Balas Dendam dan Aksi Jelang Bulan Ramadan, Kata Pengamat Teroris. BBC Indonesia. Diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56556322

CNN Indonesia. (2021). Teror Bom Makassar, 2 Dekade Api Dendam Tak Padam. CNN Indonesia.

Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210329121848-12-623336/teror-bom- makassar-2-dekade-api-dendam-tak-pernah-padam

Kompas. (2019). Hari ini Dalam Sejarah: Tragedi Bom Bali. Kompas.com. Diakses melalui https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/12/063000665/hari-ini-dalam-sejarah--tragedi-bom- bali-i-renggut-202-nyawa?page=all

Rachmayanthy, U., Anwar, U., & Zulfikri. (2020). Pembinaan Narapidana Teroris di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security (SMS) dalam Perspektif Pemasyarakatan. Journal of Correctional Issues, 2(1), 1-14.

Rini, D. E., & Kurniawan, T. (2019). Deradikalisasi Teroris melalui Lapas Supermaksimum Security dari Perspektive Implementasi Kebijakan. Jurnal Administrasi Publik, 7(2), 42-57.

Yunus, A. F. (2017). Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme: Pengaruhnya Terhadap Agama Islam.

Jurnal Studi Al-Quran; Membangun Tradisi Berfikir Qur’an, 13(1), 76-94.

Zaidan, M. A. (2017). Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pendekatan Kebijakan Kriminal).

Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, 3(1), 149-180.

Referensi

Dokumen terkait

This decision is made under r 404a of the Ozone Layer Protection Regulations 1996 OLPR regarding a decision made under r 7H to consider applications for special permits to import bulk

4.1087 Ilmy Amiqoh Ilmu Administrasi Publik 4.1088 Dikhla Rif`A Ilmu Administrasi Publik 2.39 4.1089 Elfananda Istiqlalia Ilmu Administrasi Publik 4.1090 Hamida Condrowati Jayadi