• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Kebijakan Penataan Dan Penetapan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang Pemilu Tahun 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Analisis Kebijakan Penataan Dan Penetapan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang Pemilu Tahun 2019"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Kebijakan Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang Pemilu Tahun 2019

Policy on the Arrangement and Determination of the Electoral District of the DPRD Deli Serdang Regency for the 2019

Election

Syaiful Azhar, Tonny P. Situmorang & Bengkel Ginting Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 23 Maret 2023; Direview: 27 Maret 2023; Disetujui: 16 April 2023 Abstrak

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses dan hasil pembentukan daerah pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang untuk mengetahui dan memastikan sejauhmana penerapan prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan diterapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. teknik pengumpulan data dalam kajian ini terdiri atas wawancara, observasi sebagai data primer serta pengumpulan referensi ilmiah, dokumen pemerintahan, referensi umum dan data statistika sebagai data sekunder. Hasil penelitian didapatkan bahwa proses penyusunan, penataan dan penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang sepenuhnya telah diatur melalui Peraturan dan Keputusan KPU. Prinsip penataan daerah pemilihan yang diatur dalam regulasi dan juga yang dilaksanakan secara empirik belum sepenuhnya sejalan dengan pemaknaan prinsip penataan daerah pemilihan yang dikenal secara teoritik. Adanya pembatasan jumlah maksimal dan minimal dalam menentukan kursi pada lembaga perwakilan menyebabkan adanya ketidaksetaraan nilai suara secara nasional atau pada level provinsi antar kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

Kata Kunci: Analisis; Kebijakan Penataan; Penetapan Daerah Pemilihan Abstract

This study aims to analyze the process and results of the formation of the electoral district of the DPRD of Deli Serdang Regency in order to find out and ascertain how far the principles of forming electoral districts are applied. This research use desciptive qualitative approach. Data collection techniques in this study consisted of interviews, observations as primary data and collection of scientific references, government documents, general references and statistical data as secondary data. The results of the study found that the process of compiling, arranging and determining the electoral districts for the Members of the Deli Serdang Regency DPRD had been fully regulated through KPU Regulations and DecreesThe principle of arrangement of electoral districts that is regulated in regulations and also that is implemented empirically is not fully in line with the meaning of the principle of arrangement of electoral districts which is known theoretically. The existence of restrictions on the maximum and minimum number in determining seats in representative institutions results in inequality in the value of votes nationally or at the provincial level between districts/cities in their territories.

Keywords: Analysis; Setup Policy; Electoral District Determination

How to Cite: Azhar, S., Situmorang. & Ginting, B. (2023). Kebijakan Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang Pemilu Tahun 2019, PERSPEKTIF, 12(2):712-728

*Corresponding author:

E-mail: tonnysitumorang@usu.ac.id ISSN 2085-0328 (Print)

ISSN 2684-9305(Online)

(2)

PENDAHULUAN

Pemilu serentak tahun 2019 yang ditujukan untuk memilih pimpinan nasional dan anggota legislatif pada level nasional maupun daerah telah diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu. Pemilu serentak tersebut dilaksanakan secara bersamaan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta memilih anggota parlemen dalam kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perhelatan tersebut merupakan event demokrasi yang dilakukan untuk pertama kali sepanjang sejarah penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Sebelumnya, pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu anggota DPD, DPR dan DPRD diselenggarakan secara terpisah dimana pemilu legislatif (DPD, DPR dan DPRD) terlebih dahulu diselenggarakan sedangkan pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan segera setelah pemilihan anggota legislatif telah selesai.

Tidak mengherankan jika pada akhirnya sejumlah masalah, hambatan, resistensi, kritikan dan gugatan tetap saja mengemuka dalam perhelatan politik pemilu serentak tersebut.

Masalah, hambatan sampai pada gugatan penyelenggaraan pemilu serentak tersebut pada intinya berkaitan dengan aspek perencanaan, teknis pelaksanaan, proses maupun penetapan hasil pemilu.

Atau dalam lingkup teori elektoral, permasalahan dan tersebut hampir menyasar semua tahapan yang dikenal dalam siklus pemilu (election cycle). Namun demikian, sekalipun diwarnai banyak masalah, kualitas penyelenggaraan pemilu serentak tersebut tidak kalah dengan kualitas dari penyelenggaraan pemilu yang diselenggarakan pasca orde baru yang menjadi salah satu indikator dalam penobatan Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar,terbaik dan dijadikan sebagai best practices pengelolan demokrasi pada level global (Törnquist dkk., 2017).

Pemilu dalam berbagai sistem dan bentuk, secara praktis merupakan sarana

perwujudan demokrasi yang bersifat sirkular dan berkesinambungan. Bersifat sirkular dimaksudkan bahwa pemilu diselenggarakan melalui tahapan-tahapan yang berurutan, secara umum dibedakan atas tahapan pra pemilu (pre-election period), tahapan pelaksanaan pemilu (election period)dan tahapan pasca pemilu(post-election period) (ACE Project The Electoral Knowledge Network).

Tahapan pra pemilu mencakup pada penyusunan kerangka hukum, perencanaan pelaksanaan, pendidikan serta sosialisasi pemilu. Tahapan pelaksananaan pemilu terdiri atas pemungutan, perhitungan suara dan hasil verifikasi. Tahapan pasca pemilu sebagai tahapan akhir meliputi pengembangan, audit, evaluasi serta pembaruan dari tahapan perencanaan maupun pelaksanaan pemilu. Sedangkan pemilu berkesinambungan dimaksudkan bahwa antara satu penyelenggaraan pemilu dengan penyelenggaraan pemilu berikutnya saling berkaitan disertai perbaikan pada sektor-sektor yang dianggap bermasalah dan dilakukan penyelarasan dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan lingkungan sosial-budaya, politik, ekonomi maupun perkembangan teknologi.

Secara keseluruhan sistem pemilu ini mencakup 4 (empat) unsur penting yaitu yang berkaitan dengan daerah pemilihan (districtmagnitude), pola pencalonan (nominantion), model penyuaraan (balloting) dan formula pemilihan atau penentuan kandidat terpilih (electoralformula) (Surbakti, 2008).

Kategorisasi ini sedikit berbeda dangan pemaknaan sistem pemilu yang disampaikan oleh Pamungkas (2009) yang mencakup dimensi penyuaraan, besaran distrik, penentuan batas-batas representasi, formula pemilihan kandidat, ambang batas suara dan jumlah kursi pada lembaga legislatif.

Dalam kontes pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia, daerah pemilihan yang dibentuk dalam melaksanakan kontestasi pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Realitas akan minimnya perubahan daerah pemilihan di Indonesia juga dialami

(3)

Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas kabupaten/kota, menyusun Daerah Pemilihan dengan komposisi yang sama dengan Daerah Pemilihan yang digunakan pada penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014.

Namun demikian, sejumlah catatan terkait dengan perubahan daerah pemilihan pada Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 layak menjadi perhatian khusus.

Pertama, jumlah daerah pemilihan relatif tidak berubah. Kabupaten Samosir menjadi satu-satunya kabupaten/kota yang mengalami perubahan jumlah daerah pemilihan yaitu 3 (tiga) daerah pemilihan pada Pemilu Tahun 2014 menjadi 4 (empat) daerah pemilihan pada Pemilu Tahun 2019.

Kedua, jumlah alokasi kursi untuk anggota DPRD juga relatif tidak berubah.

Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi satu- satunya daerah atau kabupaten/kota di Sumatera Utara yang mengalami penambahan alokasi kursi yaitu dari sebelumnya 30 kursi pada Pemilu Tahun 2014 menjadi 35 kursi pada Pemilu 2019.

Ketiga, terjadi perubahan komposisi daerah pemilihan untuk 9 (sembilan) kabupaten/kota. Kabupaten/Kota yang mengalami perubahan komposisi daerah pemilihan tersebut adalah Kabupetan Karo, Deli Serdang, Simalungun, Mandailing Natal, Nias Selatan, Samosir, Padang Lawas Utara, Serdang Bedagai, dan Kota Tebing Tinggi.

Perubahan komposisi daerah pemilihan tersebut pada konteks ini dimaknai ketika ada kecamatan tertentu yang dipindahkan rumpun daerah pemilihannya dari rumpun daerah pemilihan sebelumnya. Keempat, Kabupaten Deli Serdang menjadi kabupaten/kota dengan perubahan komposisi daerah pemilihan yang paling intens. Tercatat, dari 6 (enam) daerah pemilihan atau rumpun daerah pemilihan semuanya mengalami perubahan komposisi.

Perdebatan dan tarik menarik tentang penataan daerah pemilihan tersebut juga didasari pada adanya unsur dalam penentuan daerah pemilihan yaitu penduduk, wilayah dan kursi (Agustyati, Junaidi & Ibrohim, 2015). Ketiga unsur

tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam pembentukan daerah pemilihan sehingga peneliti menyatakan ketiga unsur itu sebagai “trias determinan”

dalam penentuan daerah pemilihan. Unsur kependudukan berkaitan dengan akurasi dan validitas data demografi dimana data kependudukan yang tidak akurat berpotensi mengganggu prinsip proporsionalitas penetapan daerah pemilihan. Unsur wilayah berkaitan dengan latar belakang sosial-budaya dan integrasi wilayah. Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah baru berpotensi mengganggu integritas wilayah dan sustainibilitas daerah pemilihan. Terakhir, penetapan jumlah kursi berkaitan dengan jumlah minimal dan maksimal alokasi kursi yang tersedia dalam sebuah daerah pemilihan. Partai besar, seperti disampaikan terdahulu, mengharapkan adanya daerah pemilihan yang kecil dan partai kecil mengharapkan situasi sebaliknya. Alokasi kursi ini juga pada giliriannya berpotensi mengeliminasi prinsip proporsionalitas suara antara daerah pemilihan.

Permasalahan nasional atau pada tingkat lokal terkait dengan penataan daerah pemilihan berikut dengan ragam variannya sesungguhnya terjadi juga di Kabupaten Deli Serdang. Permasalahan itu secara umum mencakup semua unsur trias determinan penataan dapil yang dapat dielaborasi dalam penjelasan berikut ini:

Pertama, akurasi data kependudukan.

Sesuai ketentuan perundang-undangan data jumlah penduduk dijadikan sebagai basis utama dalam menyusun daerah pemilihan. Masalahnya, data administrasi kependudukan yang diterima oleh penyelenggara pemilu atau KPU maupun KPUDaerah adalah Data Agregat Kependudukan Kecamatan (DAK 2) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri yang akurasinya sering dipertanyakan publik (www.tribunnews.com, 2012). Data itu sesungguhnya masih memiliki banyak kelemahan seperti masih merekam penduduk yang sudah meninggal masih hidup, warga yang masih tercatat pada

(4)

alamat tertentu namun secara faktual sudah pindah, warga pindahan yang yang tidak terdata dalam administrasi kependudukan dan sebagainya. Permasalahan ini juga menjadi pusat perhatian partai politik dan stakeholder menjelang pelaksanaan pemilu tahun 2019 di Kabupaten Deli Serdang.

Kedua, pembagian wilayah daerah pemilihan. Terkait dengan unsur kedua ini, tercatat bahwa ada intensi dari beragam stkeholders untuk mendorong penataan, pemekaran wilayah kecamatan atau pembentukan kecamatan baru sebelum dan mejelang pelaksanaan Pemilu 2019 di Kabupaten Deli Serdang (waspada.co.id, 2016). Kecamatan dengan jumlah penduduk besar seperti Percut Sei Tuan, Sunggal dan Tanjung Morawa direkomendasikan untuk dimekarkan sehingga memudahkan dalam pembagian daerah pemilihan maupu terkait efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan tahapan pemilu lainnya. Pro dan kontra mengiringi usulan tersebut sehingga pada akhirnya penataan, pemekaran atau pembentukan kecamatan baru tidak terjadi sampai berakhirnya Pemilu 2019.

Ketiga, adanya perubahan komposisi antar daerah pemilihan pada Pemilu tahun 2019 dengan daerah pemilihan sebelumnya atau Pemilu tahun 2014. Daerah Pemilihan (Dapil) III pada Pemilu 2014, misalnya, yang terdiri atas Kecamatan Tanjung Morawa, Patumbak dan Batang Kuis dilebur dan masing-masing wilayah dimasukkan ke dalam daerah pemilihan lainnya pada Pemilu Tahun 2019. Pemecahan wilayah tersebut ke dalam Dapil yang masing- masing berbeda memberi dampak pada konteks sustainabilitas penyelenggaraan pemilu khususnya pada konteks kesinambungan penataan Dapil.

Keempat, terdapat kecamatan dengan jumlah penduduk besar seperti Kecamatan Sunggal dikeluarkan dari Dapil awalnya pada Pemilu 2014 dan dipindahkan ke Dapil baru dengan jumlah penduduk masing- masing kecamatan dalam Dapil tersebut lebih kecil. Selain dibenturkan lagi pada permasalahan sustainibilitas, penataan dapil ini berpotensi mengganggu keutuhan wilayah yakni kesatuan non administratif

yang berkaitan dengan kohesifitas sosial kemasyarakatan. Hal yang sama terjadi pada kecamatan Tanjung Morawa yang dimasukkan dalam Dapil baru berasama kecamatan STM Hilir, kecamatan STM Hulu, kecamatan Gunung Meriah dan kecamatan Bangun Purba. Jika merujuk pada sejarah kerajaan tradisional, wilayah ini berada dalam wilayah administratif yang sama (Azhari & Somakim, 2014). Namun, pada situasi kontemporer, beberapa abad setelah periode kesultanan; sosio-kultural dan profil etnisitas Tanjung Morawa dengan kecamatan-kecamatan tersebut telah berubah. Penataan ini selanjutnya juga dapat mengganggu integrasi sosial antara komunitas sosial dan keagamaan yang telah terjalin atau malah mengakar dalam sejarah panjang masyarakatnya.

Kelima, jumlah kursi antar daerah pemilihan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yakni Percut Sei Tuan yang awalnya punya Dapil tersendiri dengan jumlah alokasi kursi yang signifikan malah digabungkan dengan kecamatan baru yang sebelumnya berada pada Dapil lainnya pada pemilu tahun 2014. Penataan ini menjadikan jumlah kursi dari daerah pemilihan Percut Sei Tuan hampir mencapai batas maksimal jumlah alokasi kursi yakni 11 alokasi dari 12 alokasi yang diperbolehkan. Penetapan Dapil ini selanjutnya membawa masalah pada aspek proporsionalitas dan kesetaraan nilai suara antar Dapil yang ada di Kabupaten Deli Serdang yaitu kondisi berlebih (over representation) pada suatu Dapil maupun kondisi di bawah representasi (under representation).

Daerah pemilihan pada pemilu memiliki peran krusial karena wilayah ini merupakan arena pertarungan dan kompetisi politik yang sesungguhnya dalam makna pada lingkup geografis inilah partai politik maupun para kandidat legislatif berebut suara pemilih demi mendapatkan kursi (Idrus, 2019). Kalangan ahli juga sepakat bahwa hal penting yang menentukan kemampuan sistem pemilu dalam mengubah perolehan suara menjadi kursi secara proporsional adalah besaran

(5)

daerah pemilihan yaitu jumlah wakil yang dipilih pada setiap daerah pemilihan (International IDEA, 2002). Oleh karenanya daerah pemilihan yang dibentuk sedapat mungkin merepresentasikan populasi yang ada dalam daerah pemilihan demi menghindari apa yang disebut dengan malapportionment yaitu adanya ketidaksetaraan antara jumlah penduduk dengan alokasi kursi yang tersedia serta menciptakan kondisi yang disebut dengan over representation maupun under representation seperti disampaikan sebelumnya.

Secara teoritik banyak pendekatan yang dilakukan dalam menyusun daerah pemilihan termasuk di dalamnya konteks besaran Daerah Pemilihan (district magnitude). Prinsip teoritik umum dalam penyusunan atau penataan daerah pemilihan tersebut adalah OPOVOV yang merupakan akronim dari One Person, One Vote, One Value yang secara leksikal bermakna satu orang, satu suara dan satu nilai. Hal ini menyiratkan perlunya prinsip kesetaraan bagi semua pemilih, setiap orang mempunyai hak sama untuk memberikan suara dan memiliki nilai yang sama atas pilihan masing-masing pemilih. Suara setiap pemilih memiliki nilai yang sama dan tidak ada pemilih manapun yang memiliki nilai lebih dari suara pemilih lain (Surbakti, 2008).

Penataan daerah pemilihan pada Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang dalam Pemilu 2019 sekalipun telah dilakukan melalui mekanisme normatif sesuai yang dipersyaratkan, hasil penataan Dapil tersebut tetap saja mengundang reaksi dari publik baik yang dikategorikan sebagai kontestan dalam pemilu, pemilih maupun stakehoders lainnya. Hampir sama dengan daerah lainnya di Indonesia yang memiliki permasalahan serupa, penyusunan dan penataan Dapil tetap dianggap tidak konsisten serta polanya yang tidak diketahui karena ketiadaan alat ukur penyusunan dan pembentukan dapil (www.beritasatu.com, 2016). Perubahan daerah pemilihan di Kabupaten Deli Serdang pada Pemilu 2019 antara lain

mendapat penolakan dari beberapa anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang terhadap keputusan perubahan tersebut (www.lentera24.com, 2018).

Proses penataan dan penetapan daerah pemilihan dalam perspektif ilmu politik merupakan sebuah kebijakan. Hal ini sejalan dengan pemikiran (Agustino, 2012) yang menyampaikan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan lembaga eksekutif maupun lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Regulasi terkait dengan penyusunan, pembentukan dan penataan daerah pemilihan baik melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PKPU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penataan Dapil dan Alokasi Kursi Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota maupun Keputusan

KPU Nomor: 18/PP.02.-

Kpt/03/KPU/I/2018 tentang Petunjuk Teknis Penataan Dapil dan Alokasi Kursi DPRD Kabupaten/Kota adalah bentuk riil dari kebijakan publik. Regulasi penataan daerah pemilihan sebagai sebuah kebijakan perlu dianalisis dan pada konteks penelitian ini dinilai pada area penentuan agenda setting yang menyangkut identifikasi masalah terhadap Dapil yang ada (existing), formulasi kebijakan dan pembuatan keputusan serta implementasi kebijakan tersebut pada tataran empirik.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan, seperti Idrus (2019), menyimpulkan bahwa adanya resistensi dari partai politik sebagai peserta pemilu terhadap perubahan daerah pemilihan yang ditetapkan oleh KPU khususnya KPU Kabupaten Selayar. Resistensi itu terjadi ketika partai politik melihat bahwa peluang mereka untuk mendapatkan kursi sangat kecil dengan skema daerah pemilihan yang baru.

Penelitian Aji (2019) menunjukkan beberapa daerah pemilihan masih terjadi bias harga kursi antar daerah pemilihan dan kesenjangan tingkat kompetisi antar daerah pemilihan sehingga ke depan perlu dilakukan reformulasi dan perbaikan aturan main penatakelolaan daerah pemilihan. Penelitian Muzzammil (2021) bahwa besaran district magnitude yang

(6)

diperkecil sampai 3-6 kursi atau maksimum 3-8 kursi per daerah pemilihan dapat menyederhanakan komposisi partai di DPR RI, sehingga hanya dengan koalisi ramping, Presiden dapat menjalankan pemerintahan secara efektif sebagaimana menjadi visi dari sistem pemerintahan presidensial.

Selanjutnya konsekuensi multipartisme ekstrem yang tidak menguntungkan pemerintahan mewujud ke dalam beberapa bentuk, mulai dari impeachment sampai koalisi yang justru menyandera.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Afrizal (2014) metode kualitatif adalah pendekatan yang digunakan dalam disiplin ilmu sosial dengan mengumpulkan data serta melakukan analisa data dalam bentuk narasi, kata-kata dan menggambarkan perilaku manusia. Pemilihan metode deksriptif kualitatif dalam kajian ini diharapkan mampu menjelaskan secara lebih mendalam dan komprehensif tentang proses, dinamika, hasil dan potensi dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penyusunan, penataan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPRD di Kabupaten Deli Serdang pada Pemilu Serentak Tahun 2019.

Metode dan teknis pengumpulan data secara teoritis dapat dilakukan melalui berbagai sumber, setting maupun cara baik yang dilakukan secara terpisah atau bersamaan (Sugiyono, 2010). Sumber data dalam penelitian secara garis besar dibedakan atas data primer (primary data) atau data-data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti pada lokasi penelitian dan data sekunder (secondary data) yakni data-data atau informasi yang berkaitan dengan penelitian yang diambil tidak secara langsung oleh peneliti. Selaras dengan pendekatan penelitian kualitatif maka teknik pengumpulan data dalam kajian ini terdiri atas wawancara, observasi sebagai data primer serta pengumpulan referensi ilmiah, dokumen pemerintahan,

referensi umum dan data statistika sebagai data sekunder.

Informan penelitian dipilih secara langsung atau menggunakan teknik sampel purposif atau bertujuan. Purposive sampling merupakan metode penarikan sampel untuk kebutuhan sumber data dengan pertimbangan khusus atau tertentu (Sugiyono, 2010). Pertimbangan khusus sebagaimana dimaksudkan dalam studi ini adalah bahwa informan yang dipilih mewakili unsur pelaksana kebijakan, pengawas pelaksanaan kebijkan dan stakeholders kebijakan. Informan juga dapat diambil dari unsur masyarakat yang memiliki keahlian, pengalaman atau pengetahuan tentang objek penelitian.

Informan penelitian ini secara umum terdiri atas informan biasa dan informan kunci (key informant). Informan biasa adalah individu yang secara umum mengetahui atau memiliki pengalaman tentang objek yang diteliti. Sedangkan, informan kunci (key informant) adalah individu atau pejabat yang banyak mengetahui, pelaku langsung atau memiliki otoritas dalam proses penyusunan, penataan maupun penetapan daerah pemilihan di Kabupaten Deli Serdang.

Data primer dalam penelitian ini terdiri atas wawancara dan observasi.

Wawancara ini dilakukan oleh peneliti dengan memberikan sejumlah pertanyaan terkait dengan objek penelitian pada informan. Pada kasus tertentu yang tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara langsung dengan informan dapat digantikan dengan wawancara tidak langsung seperti melalui telepon (Creswell, 2008).

Observasi terbatas dapat dilakukan melalui pengamatan kembali rekaman video dokumentasi (Rosenstein, 2002).

Dokumentasi itu diantaranya pelaksanaan pertemuan dan sosialisasi yang diselenggarakan padasaat penyusunan dan penataan daerah pemilihan pada Pemilu Tahun 2019. Sumber data sekunder dalam kajian ini terdiri atas referensi ilmiah dan referensi umum. Di samping itu, referensi umum ini dapat juga berupa informasi atau

(7)

berita yang diambil dari berita atau informasi dari media massa baik media cetak maupun media online.

Metode validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan atas suatu informasi dari sumber yang berbeda (Bungin, 2007). Triangulasi sumber data dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari validitas informasi melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dari beberapa sumber yang berbeda yaitu pihak penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, kontestan pemilu maupun stakeholders lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Penataan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang

Tahapan pertama dalam penataan Dapil adalah penerimaan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) dari Kementerian Dalam Negeri melalui KPU RI.

Pentingnya data ini, sesuai dengan ketentuan UU Pemilu, bahwa jumlah penduduk dalam suatu daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi menjadi basis dalam penentuan jumlah kursi anggota DPRD. Dengan mekanisme ini, semakin banyak jumlah penduduk suatu daerah maka semakin banyak pula potensi alokasi kursi untuk keanggotaan DPRD.

Namun demikian, UU Pemilu tidak serta merta secara tepat mengkonversi jumlah penduduk menjadi alokasi kursi melainkan penetapan interval jumlah penduduk dengan alokasi kursi.

Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) Kabupaten Deli Serdang Pada Pemilihan Umum Tahun 2019 berbeda dengan DAK2 pada saat penyusunan Dapil untuk Pemilihan Umum Tahun 2014.

Normalnya, jumlah penduduk pada Tahun 2019 semestinya lebih besar dari pada jumlah penduduk pada 5 (lima) tahun sebelumnya atau pada saat persiapan penyusunan Dapil Pemilu 2014. Namun demikian, pada kasus Kabupaten Deli Serdang jumlah penduduk mengalami

penurunan dimana pada Pemilu 2014 berjumlah 1.847.332 sedangkan pada Pemilu 2019 berkurang menjadi 1.791.677 jiwa.

Dalam melakukan penataan daerah pemelihan, KPU Kabupaten Deli Serdang melakukan 3 (tiga) kali rapat kerja dengan pemangku kepentingan untuk mendapat masukan dalam penataan Dapil Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang. Hal ini pada tataran empirisnya merupakan gambaran bahwa KPU sebagai fasilitator dalam penataan Dapil.

Secara garis besar Rapat Kerja dalam penataan Dapil yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Deli Serdang dilakukan dalam 3 (tiga) kali kesempatan. Dalam pelaksanaan rapat kerja penataan Dapil, KPU Kabupaten Deli Serdang sebagai fasilitator melakukan pembahasan penataan Dapil dengan metode partisipatoris yaitu mengedepankan peran aktif peserta dalam memberikan usulan, tanggapan atau kritikan terhadap ide-ide yang muncul dalam diskusi. Secara teknisnya, KPU Kabupaten Deli Serdang membuat peserta dalam beberapa kelompok untuk saling berdiskusi dan mengusulkan format penataan Dapil. Hasil diskusi kelompok pada rapat kerja penataan

Pelibatan masyarakat atau beragam elemen dalam penataan daerah pemilihanyang dilakukan oleh KPU pada dasarnya merupakan bagian dari penegasan pentingnya pelaksanaan demokrasi prosedural dan substantif. Secara subtantif pelibatan elemen ini dilakukan manakala prinsip-prinsip penataan Dapil bukanlah menjadi variable yang statis melainkan dinamis yang berbeda dari satu kurun waktu ke waktu yang lain sesuai dengan perkembangan wilayah serta masyarakat yang ada di wilayah Dapil terjadi dinamika dalam sebuah masyarakat (Dahl, 2001).

Berdasarkan masukan pada rapat kerja yang sudah dilaksanakan, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Deli Serdang merumuskan usulan penataan Daerah Pemilihan DPRD Deli Serdang pada Pemilihan Umum Tahun 2019. Sesuai petunjuk teknis penataan daerah pemilihan

(8)

sebagaimana diatur dalam Keputusan KPU Nomor: 18/PP.02.-Kpt/03/KPU/I/2018, KPU Deli Serdang menyusun 3 draft daerah pemilihan dengan mempertimbangkan semua prinsip-prinsip penataan Daerah pemilihan sesuai dengan Pasal 4 PKPU No 16 Tahun 2017 Tentang Penataan Daerah Pemilihan.

Draft usulan I ini membagi Kabupaten Deli Serdang dalam 6 (enam) daerah pemilihan. Daerah Pemilihan Deli Serdang III memperoleh alokasi kursi terbesar yaitu sebanyak 11 kursi serta Daerah Pemilihan Deli Serdang II dan Daerah Pemilihan Deli Serdang VI dengan alokasi kursi terendah yaitu 6 kursi.

Draft usulan II ini membagi Kabupaten Deli Serdang dalam 5 (lima) daerah pemilihan. Daerah Pemilihan Deli Serdang I memperoleh alokasi kursi terbesar yaitu sebanyak 12 kursi serta Daerah Pemilihan Deli Serdang IV dan Daerah Pemilihan Deli Serdang V dengan alokasi kursi terendah yaitu 9 kursi.

Draft usulan III ini atau hanya terbatas pada simulasi membagi Kabupaten Deli Serdang dalam 6 (enam) daerah pemilihan.

Daerah Pemilihan Deli Serdang I memperoleh alokasi kursi terbesar yaitu sebanyak 12 kursi serta Daerah Pemilihan Deli Serdang V dengan alokasi kursi terendah yaitu hanya 4 kursi.

Sesuai dengan ketentuan, KPU Kabupaten/Kota wajib melakukan uji publik terhadap usulan Daerah Pemilihan.

Sehubungan dengan itu, KPU Kabupaten Deli Serdang mengumumkan tahapan uji publik melalui Pengumuman Nomor:

222/PL.01.3-PU/1207/Kpu-Kab/II/ 2018 tentang Penyampaian dan Pencermatan Draft Usulan Penataan Daerah Pemilihan dan Penghitungan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.

Pengumuman itu diterbitkan pada tanggal 6 Februari 2018.

Substansi dari pengumuman tersebut bahwa serangkaian diskusi melalui rapat kerja dengan beragam pemangku kepentingan telah dilaksanakan dalam rangka penataan Dapil. Rapat kerja itu telah

dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali masing- masing pada tanggal 13–14 Desember 2017 dengan Pimpinan Partai Politik, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Kesbangpol serta Panwaslu. Selanjutnya pada tanggal 18–19 Desember 2017 dengan Tokoh Masyarakat dari 22 Kecamatan, perwakilan tokoh Agama, MUI, Organisasi Kepemudaan. Terakhir dilakukan pada tanggal 16 Januari 2014. Hasil dari rapat kerja tersebut menghasilkan 2 draft usulan penataan daerah pemilihan. KPU Kabupaten Deli Serdang selanjutnya meminta kepada publik untuk mencermati draft usulan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Usulan Penataan Daerah Pemilihan Dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Dalam Pemilihan Umum di Tingkat Kabupaten Deli Serdang Nomor:

62/PL.01.3-BA/1207/KPU-Kab/II/ 2018 usulan disampaikan kepada KPU RI melalui KPU Sumatera Utara pada dasarnya usulan dari tokoh masyarakat atau unsur civil society yang merupakan usul perubahandaerah pemilihan sedangkan partai politik tidak mengusulkan draft perubahan melainkan Dapil yang digunakan untuk Pemilu Tahun 2014 sebagai Dapil pada Pemilu 2019.

Usulan Daerah Pemilihan yang pada akhirnya salah satu draft ditetapkan sebagai keputusan oleh KPU dilakukan secara berjenjang. Namun, pada hakikatnya apa yang diajukan oleh KPU Kabupaten/Kota dan diteruskan oleh KPU Provinsi jika telah memenuhi asas-asas atau prinsip penataan Dapil sudah dipenuhi oleh KPU Kabupaten/Kota usulan tersebut normalnya akan disetujui KPU RI dan ditetapkan dalam sebuah keputusan. Untuk daerah Pemilihan Kabupaten Deli Serdang, KPU Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan KPU Nomor :265/PL.01.3- Kpt/06/KPU/IV/2018 tentang Penetapan daerah pemilihan dan alokasi kursi Anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

(9)

dan Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 tanggal 4 April 2018.

Dalam melaksanakan program dan kegiatan terkait dengan penataan Dapil 2019, KPU pada setiap tingkat selalu diawasi guna memastikan bahwa pelaksanaan sampai pada penetapan Dapil dilakukan secara benar sesuai ketentuan perundang-undangan dan telah melewati proses yang dikenal sebagai bagian dari demokrasi prosedural maupun substansial.

Pengawasan utama terkait dengan penataan Dapil ini dilakukan oleh penyelenggara pemilu lainnya dari unsur pengawas yaitu Bawaslu.

Dinamika Penataan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten Deli Serdang

Penataan Daerah Pemilihan dan juga penetapan Daerah Pemilihan baru dalam penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Partai politik sebagaimana nature-nya melihat perubahan tersebut dari sisi pragmatisme atau kepentingan partai politik itu sendiri sementara publik secara luas melihat perubahan tersebut dalam konteks pembangunan demokrasi yang lebih baik atau pembangunan daerah secara keseluruhan. Lembaga pengawas pemilu sendiri dalam hal ini Bawaslu Kabupaten Deli Serdang menilai adanya desakan yang luas dari semua pihak tentang pentingnya perubahan Dapil pada Pemilu Tahun 2019.

Ada beberapa hal yang mendasari kepentingan partai yang established ini dalam mempertahankan Dapil. Pertama adalah kepentingan mempertahankan basis konsituen di Dapil tertentu yang ternyata menjadi lumbung suara mereka dalam memperoleh alokasi kursi. Kedua adalah minimnya sumberdaya atau modal ekonomi yang harus dialokasikan untuk mempertahankan suara dalam kontestasi pemilu yang akan datang. Ketiga bangunan jejaring dan mesin politik yang telah terbangun dan dibina dalam periode waktu yang relatif lama.

Kepentingan partai politik yang sudah mapan dalam mempertahankan Dapil

tersebut antara lain diungkapkan oleh tokoh pemuda yang sekaligus menjadi partisipan dalam diseminasi dan uji publik penataan Dapil DPRD Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019.

Partai politik menengah, kecil atau kontestan baru dalam Pemilu 2019 cenderung mendukung perubahan Dapil Tahun 2014. Hal utama yang mendasari dukungan tersebut antara lain karena alokasi kursi per Dapil sangat tidak seimbang sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing dalam Dapil kecil di tengah kukuhnya jejaring politik dan basis konsituen partai besar.

Adanya resistensi partai politik terhadap perubahan Dapil pada dasarnya beralasan karena pemilihan jika ditarik dalam perspektif yang lebih luas berperan strategis dan krusial karena adanya diskursus, perdebatan, deliberasi dan tarik menarik kepentingan antar partai politik maupun pihak berkepentingan terkait dengan formula dan hubungan matematis antara suara pemilih, jumlah kursi dalam satu daerah pemilihan dan potensi kursi yang akan diperoleh (Agustyati, Junaidi &

Ibrohim, 2015). Fenomena yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang pada dasarnya terjadi juga pada daerah lainnya di Indonersia. Studi yang dilakukan oleh (Idrus, 2019) menegaskan bahwa adanya resistensi dari partai politik sebagai peserta pemilu terhadap perubahan daerah pemilihan yang ditetapkan oleh KPU ketika partai politik melihat bahwa peluang mereka untuk mendapatkan kursi kecil dengan skema daerah pemilihan yang baru.

Dengan adanya usulan simulasi beberapa Dapil yang pada akhirnya diputuskan menjadi Dapil baru, publik lebih menerima jika dibandingkan dengan Dapil Pemilu Tahun 2014. Namun demikian, partai politik tidak sepenuhnya setuju dengan usulan masyarakat melalui tokoh- tokoh tersebut. Alasan utamanya bahwa publik secara luas sebenarnya tidak pernah dilibatkan dalam penataan Dapil melainkan hanya tokoh masyarakat dari kecamatan- kecamatan yang ada yang tidak sepenuhnya

(10)

mencerminkan atau merupakan representasi dari publik tersebut.

Respon publik selanjutnya berkaitan dengan aspek proporsionalitas yaitu bagaimana menjaga kesetaraan alokasi kursi antar Dapil yang ada. Pada pemilu 2014 Dapil seperti Percut Sei Tuan sudah hampir berada pada Dapil dengan alokasi maksimal yaitu 10 kursi sehingga pada konteks keterwakilan dalam kursi parlemen sudah dapat dikatakan over representation yaitu angka representasi sudah melebihi angka representasi kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Oleh karenanya tidak relevan lagi mengikutkan Kecamatan Batang Kuis dalam Dapil ini karena dikhawatirkan perhatian politisi ketika terpilih akan selalu dikesampingkan untuk wilayah ini. Informan menyatakan bahwa jika dilakukan perubahan Dapil pada pemilu 2024 maka jumlah penduduk pada DAK2 saat ini sudah menggambarkan alokasi kursi melebihi batas maksimal dalam satu Dapil yang dibatasi pada 12 kursi. Konsekuensinya adalah penetapan Dapil dengan basis sebagian desa dalam wilayah kecamatan menjadi Dapil A dan sebagian yang lain menjadi Dapil B. Hal ini mempertegas kembali bahwa konteks over representation telah terjadi pada Dapil Percut Sei Tuan.

Adanya respon positif atau persistensi elemen civil society dalam penataan Dapil karena penataan daerah pemilihan memegang peran penting dalam menentukan perilaku politik maupun perilaku memilih warganya serta mempertahankan perilaku memilih dan perilaku politik tersebut (Parinduri, Karim

& Lestari, 2020). Jika prinsip kohesifitas misalnya tidak diakomodir akan berpengaruh pada pemilih yang mempertahankan perilaku memilih pada pendekatan sosiologis dimana mereka cenderung memilih kandidat yang dekat secara kultural, sosio-religi maupun unsur primordial seperti berasal dari wilayah yang sama.

Penataan Daerah Pemilihan seperti disampaikan sebelumnya merupakan tahapan krusial dalam penyelenggaraan

Pemilu. Bahkan, IDEA (2002) menyatakan bahwa Daerah Pemilihan ini merupakan prasyarat penyelenggaraan pemilu.

Pentingnya penataan Dapil ini juga didasari pada fakta bahwa Dapil adalah ini merupakan arena pertarungan atau medan kompetisi politik yang sesungguhnya dalam makna pada lingkup geografis inilah partai politik dan calon anggota legislatif berebut suara pemilih untuk meraih kursi yang tersedia di wilayah (Idrus, 2019).

Konteks memakan “korban” yang dimaksudkan adalah adanya penyelenggara yang mendapatkan saksi kode etik atau malah terjerat dalam praktek pelanggaran pidana pemilu. Oleh karenanya, tidak salah jika publik menyatakan bahwa Dapil ini adalah Dapil rawan dengan segala problematika yang menyertainya.

Penataan Dapil seperti telah disampaikan pada bahagian terdahulu bukanlah merupakan kepentingan KPU sebagai penyelenggara pemilu melainkan adanya kebutuhan untuk menciptakan area kontestasi yang lebih adil, akomodasi atas perubahan demografi di Kabupaten/Kota maupun sebagai koreksi terhadap Dapil sebelumnya yang dinilai belum memenuhi prinsip-prinsip ideal penataan Dapil.

Penyelenggara pemilu menjalankan amanah Undang-undang dalam penataan Dapil Kabupaten/Kota pada Pemilu Tahun 2019 tetap memperhatikan Dapil yang telah ada sebelumnya. Sejumlah koreksi dilakukan oleh penyelenggara melalui mekanisme prosedural dan subtansial.

Mekanisme prosedural tersebut tentunya dilakukan melalui serangkaian uji publik secara berjenjang dan secara substansial melalui pemenuhan prinsip- prinsip penataan Dapil. Namun demikian, penetapan Dapil Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang yang diregulasikan oleh KPU RI tetap saja menjadi sorotan. Elemen masyarakat sipil mendukung perubahan Dapil di Kabupaten Deli Serdang yang selanjutnya telah ditetapkan menjadi salah satu “aturan main” dalam Pemilu 2019.

Publik melihat bahwa beragam prinsip ideal penataan Dapil tidak sepenuhnya diakomodir dalam Dapil 2014, masalah

(11)

pada prinsip kohesifitas maupun pada prinsip proporsionalitas sebagaimana dikutip dari wawancara tokoh masyarakat yang dilibatkan dalam uji publik penataan Dapil Anggota DPRD Tahun 2019.

Sementara partai politik sesungguhnya tidak ingin melakukan penataan kembali Dapil yang digunakan pada Pemilu 2014 dengan beragam alasan khususnya kepentingan untuk mempertahankan basis massa atau mempertahankan “investasi politik” yang telah dilakukan jauh sebelum perencanaan penataan Dapil tahun 2019.

Pemenuhan Ketaatan pada Asas Penataan Daerah Pemilihan

Prinsip kesetaraan nilai suara dimaknai sebagai upaya untuk menentukan nilai suara atau harga kursi yang setara antara satu Dapil dengan Dapil lainnya dengan prinsip satu orang satu suara satu nilai atau yang lazim disingkat dengan OPOVOV yang merupakan akronim dari one person, one vote, one value.

Penerapan prinsip ini dilakukan dengan cara menetapkan BPPd di kabupaten/kota.

Berdasarkan DAK 2 Berdasarkan Data Agregat Kependudukan (DAK) Per Kecamatan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri Tahun 2019, jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang adalah 1.791.677 jiwa. Dengan jumlah penduduk tersebut maka angka BPPd berjumlah 35.834.

Jumlah penduduk yang digunakan sebagai basis dalam penghitungan BPPd dan juga alokasi kursi dalam Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019 lebih kecil dari jumlah penduduk pada DAK2 yang diterbitkan untuk pelaksanaan Pemilu Tahun 2014. Berdasarkan hasil penelitian ini, anomali data kependudukan tersebut disebabkan adanya penataan kembali Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan menetapkan dokumen administratif berupa KTP elektronik yang berakibat pada penurunan jumlah penduduk yang cukup signifikan.

Jika dilihat dari persebaran jumlah penduduk, terlihat bahwa jumlah penduduk

pada masing-masing kecamatan sangat tidak proporsional dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak dengan persentase hampir mencapai 20% (19,69) dari total penduduk yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Sunggal selanjutnya mencapai 13% (12,93), Kecamatan Tanjung Morawa dengan persentase mencapai 11 % dan Kecamatan Hamparan Perak dengan persentase 8,5% dari dari total penduduk yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Jumlah penduduk pada ketiga kecamatan ini telah melebihi 50% dari jumlah penduk yang ada yang tersebar pada 22 kecamatan.

Terkait dengan prinsip kesetaraan nilai suara, pengaturan pada tingkat nasional melalui UU Pemilu tidak sepenuhnya mencerminkan prinsip ini. Hal ini antara lain karena adanya penetapan jumlah maksimal dan jumlah minimal keanggotaan DPRD kabupaten/kota yang disesuaikan dengan jumlah penduduk.

Berdasarkan ketentuan Pasal 189 UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) orang memperoleh alokasi 20 (dua puluh) kursi. Hal ini bermakna bahwa kesetaraan nilai kursi antara kabupaten/kota yang berada pada ketetapan itu tidak setara antara satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Demikian halnya dengan kabupaten/kota yang melebihi jumlah penduduk 3.000.000, jumlah alokasi perwakilannya adalah 55 kursi. Hal ini menyiratkan bahwa jumlah kursi diantara kota/kabupaten besar di Indonesia seperti Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kota Surabaya dan Kota Medan jumlahnya sama.

Jika dikembalikan kepada asas kesetaraan nilai suara maka asas ini sepenuhnya tidak tercapai sekalipun secara regulatif asas ini diadopsi dalam penyusunan dan penataan daerah pemilihan.

Pembatasan maksimal dan minimal jumlah kursi yang ada pada lembaga legislatif Kabupaten/Kota di Indonesia menyebabkan apa yang kemudian disebut dengan malapportionmentatau kondisi

(12)

dimana Daerah Pemilihan yang tidak setara antara alokasi kursi dan jumlah penduduk serta pemilihnya baik berlebih pada kondisi berlebih (over representation) maupun kondisi di bawah representasi (under representation) (Handley&Feeney, 2007).

Pada kasus propinsi Sumatera Utara, daerah dengan penduduk kecil seperti Pakpak Bharat atau kabupaten/kota di Kepulauan Nias mengalami kondisi over representation tersebut manakala Kabupaten Deli Serdang atau Kota Medan mengalami (underrepresentation).

Sementara itu prinsip ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional dimaknai bahwa pembentukan daerah pemilihan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap Partai Politik dapat setara dengan persentase suara sah yang diperolehnya. Pada ketentuan Pasal 189 UU Nomor 7 Tahun 2017 disampaikan bahwa Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

Prinsip ketaatan pada sistem pemilu proporsional ini mendorong agar setiap wilayah memiliki Dapil berkursi besar, diupayakan berada di interval 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) kursi. Hal ini dilakukan agar setiap partai politik mendapatkan distribusi kursi yang sama atau paling tidak mendekati, karena semakin besar Alokasi Kursi Dapil maka akan semakin setara prosentase perolehan kursi setiap partai.

Jika dilihat dari kedua regulasi beserta substansinya sebagaimana disebutkan di atas, penetapan jumlah minimal alokasi kursi sebagaimana dipersyaratkan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sepenuhnya mencerminkan ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional. Dengan menetapkan alokasi kursi pada angka 3 (tiga) atau 4 (empat) pada suatu daerah pemilihan dipastikan bahwa maksimal hanya 3 (tiga) atau 4 (empat) partai politik yang akan memperoleh kursi pada wilayah tersebut. Pada kasus tertentu dimana wilayah Dapil tersebut merupakan basis pemilih tradisional suatu partai politik,

dapat saja kursi yang tersedia diraup oleh satu partai politik saja.

Pada konteks penyusunan dan penataan Dapil Anggota DPRD di Kabupaten Deli Serdang pada Pemilu Tahun 2019, upaya untuk memenuhi asas ini sudah terlihat yakni dengan menetapkan jumlah alokasi kursi minimal 6 (enam) kursi pada setiap Dapil. Pada Pemilu sebelumnya masih ada 1 (satu) Dapil yang hanya terdiri atas 4 (empat) alokasi kursi.

Prinsip ketaatan pada pemilu proporsional ini pada dasarnya harus menjadi salah satu prioritas yang dilihat dalam penataan Dapil. Dapil dengan alokasi kursi kecil memunculkan adanya dominasi partai-partai besar yang establish di wilayah Dapil dan kesempatan partai politik kecil untuk mendapatkan kursi semakin sulit.

Oleh karena, teori Douglas & Scroggs (1967) yang menyatakan bahwa semakin kecil jumlah alokasi kursi dalam setiap daerah pemilihan akan menurunkan proporsionalitas pemilu atau pada kondisi tertentu justru memunculkan terjadi kondisi disproporsionalitas.

Prinsip proporsionalitas dimaknai sebagai upaya untuk memperhatikan kesetaraan alokasi kursi antar Dapil untuk menjaga perimbangan alokasi kursi setiap Dapil. Dalam penyusunan Dapil diupayakan agar kesenjangan Alokasi Kursi setiap Dapil tidak terlalu jauh. Rekomendasi dalam Keputusan KPU Nomor :18/PP.02.- Kpt/03/KPU/I/2018 diupayakan agar setiap Dapil berada di interval 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) kursi.

Jika dilihat dari Dapil yang ditetapkan oleh KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2019, rekomendasi ini belum sepenuhnya terpenuhi dimana alokasi kursi paling kecil berjumlah 6 (enam) dan alokasi kursi paling besar berjumlah 11 (sebelas).

Makna proporsionalitas dalam pemetaan Dapil sesungguhnya bukan hanya merupakan keadilan kuantitatif atau distributif yang berkaitan dengan alokasi kursi dan BPPd nilai suara yang ada melainkan juga berkaitan dengan apa yang disebut dengan adanya keseimbangan yang wajar baik dalam konteks hak warga negara

(13)

dan kewajiban mereka yang menjadi wakil terpilih dari Dapil tersebut. Oleh karenanya prinsip proporsionalitas ini semestinya menjadi salah satu prinsip prioritas yang harus diperhatikan dalam penataan Dapil.

Perbedaan jumlah penduduk antar kecamatan yang signifikan menjadi faktor utama tidak terwujudnya dapil yang proporsional.

Prinsip integralitas wilayah dalam penataan daerah pemilihan dimaknai bahwa daerah pemilihan yang dibentuk seyogyanya memperhatikan kesatuan, keutuhan dan keterpaduan wilayah baik dari sisi geografis, sarana perhubungan dan akses transportasi dalam menyusun beberapa daerah kabupaten/kota atau kecamatan ke dalam satu Dapil. Untuk memastikan hal ini, maka dalam penataan Dapil Kabupaten/Kota perlu memperhatikan secara cermat peta wilayah beserta garis batas wilayahnya.

Jika dilihat kembali secara tradisional, kawasan Selatan Kabupaten Deli Serdang sesungguhnya merupakan wilayah dengan komposisi penduduk yang dapat dikatakan berbeda dengan demografi wilayah Utara, Timur maupun Barat. Sejarah mencatat bahwa pada awal abad ke-17 terjadi beberapa gelombang perpindahan suku- suku Karo yang berada di Bukit Barisan, ke wilayah Langkat, Deli, dan Serdang (Takari, Zaidan & Djafar, 2012). Realitas ini secara tradisonal menyebabkan pemilik kekuasan pada masa kesultanan tidak terlalu memperhatikan wilayah ini sehingga pada perkembangannya wilayah-wilayah ini tertinggal dalam hal infrastruktur wilayah dan pembangunan.

Prinsip ini dimaknai bahwa Dapil yang terbentuk harus tercakup seluruhnya dalam suatu Dapil Anggota DPRD Provinsi.

Secara teoritiknya contemnius ini bukan hanya berada dalam satu wilayah yang sama dalam Dapil setingkat di atasnya melainkan juga pada semua tingkat dalam konteks ini adalah pemilihan DPR maupun DPD.

Jika dilihat dari Daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019, Dapil Anggota DPRD Kabupaten telah ditetapkan berada dalam

Dapil sama pada Dapil Anggota DPRD Provinsi, Dapil Anggota DPR maupun Dapil Anggota DPD. Semua wilayah Kabupaten Deli Serdang berada pada Dapil Sumatera Utara III untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi. Dapil ini meliputi semua wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan alokasi 12 (dua belas) kursi.

Pada konteks Pemilu Anggota DPR maupun Pemilu Anggota DPD, semua wilayah Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari Dapil Sumatera Utara I bersamaan dengan Kota Medan, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kota Tebing Tinggi dengan alokasi 10 (sepuluh) kursi.

Pada prinsip kohesivitas penyusunan Dapil dimaksudkan agar sedapat mungkin memperhatikan sejarah yang berkaitan dengan wilayah, kondisi sosial budaya masyarakatnya, adat istiadat dan eksistensi kelompok minoritas yang tinggal di wilayah tersebut. Dalam penyusunan Dapil di satu wilayah, diupayakan mencakup kesemua varian tersebut untuk menghindari permasalahan sosial yang berpotensi muncul di tengah masyarakat.

Jika dilihat dari Dapil Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang pada banyak hal prinsip kohesifitas ini tercapai seperti memperhatikan sejarah, adat istiadat maupun kondisi sosial budaya. Pada konteks ini, informan melihat dari aspek objektif dan subjektif tentang pemaknaan kohesifitas ini sehingga memunculkan opini yang berbeda.

Jika kembali dilihat sejarah tradisional di wilayah Kabupaten Deli Serdang, konfigurasi demografis dan kesatuan sosio- kultural dalam satu Dapil sebenarnya sudah jauh berubah hari ini. Tanjung Morawa sebagai kecamatan pada Dapil II sudah hampir lepas keterkaitan sosio-kuturalnya dengan kecamatan lainnya yang ada pada Dapil tersebut. Secara tradisional atau paling tidak sampai pada masa kesultanan Deli dan kesultanan Serdang, Tanjung Morawa merupakan kepingan sosio- kultural yang sama dengan kecamatan STM Hilir, STM Hulu, Gunung Meriah dan Bangun Purba (Azhari & Somakim, 2014).

(14)

Pada banyak kasus khususnya bagi wilayah yang dihuni oleh penduduk dengan latar belakang sosial yang homogen, prinsip kohesifitas ini sepenuhnya bisa menjadi penting karena masyarakatnya saling memiliki ketertarikan kelompok yang menyebabkan anggota kelompok tersebut berkeinginan untuk tetap tinggal dalam kelompok tersebut serta secara bersama menentukan dan memperjuangkan nasib mereka secara kolektif dalam pembangunan (Johnson & Johnson dalam Budiharto &

Koentjoro, 2004).

Prinsip kesinambungan, yaitu penyusunan Dapil dilakukan dengan memperhatikan Dapilyang sudah ada pada Pemilu Terakhir. Dengan demikian, perubahan terhadap Dapil diusahakan dilakukan seminimal mungkin. Adapun beberapa hal yang dapat menyebabkan Dapil berubah yaitu:

a. Dapil yang disusun dalam Pemilu Tahun 2014 tidak memenuhi prinsip-prinsip penataan Dapil sebagaimana diatur dalam Keputusan KPU Nomor: 18/PP.02.- Kpt/03/KPU/I/2018.

b. Munculnya kabupaten baru hasil pemekaran yang terbentuk setelah selesai penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2014.

c. Adanya kabupaten induk yang sebagian wilayah geografisnya dilakukan pemekaran dan telah membentuk kabupaten /kota baru.

d. Adanya kabupaten/kota yang mengalami perubahan jumlah baik penambahan maupun pengurangan kecamatan.

e. Adanya perubahan jumlah penduduk yang signifikan yang berakibat pada alokasi kursi yang melebihi 12 (dua belas) atau kurang dari 3 (tiga) kursi.

Perbandingan Antara Dapil Anggota DPRD Deli Serdang Pada Pemilu 2014 Dan Pemilu 2019 Dilihat Dari Prinsip Penataan Dapil

Kesetaraan nilai suara dimaknai sebagai upaya menentukan harga kursi

yang setara antara satu Dapil dengan Dapil lainnya dengan prinsip satu orang satu suara satu nilai. Penetapan alokasi kursi antara Dapil sebagaimana dalam regulasi ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dibagi dengan alokasi kursi total untuk satu Kabupaten sehingga menghasilkan apa yang kemudian disebut Bilangan Pembagi Penduduk (BPPd). Angka BPPd ini juga selanjutnya menjadi harga kursi untuk setiap Dapil yang ada. Secara umum nilai suara antara Dapil akan berbeda karena jumlah penduduk pada setiap Dapil bukan dalam kelipatan mutlak dari BPPd tersebut sehingga pada tahap akhir akan ada pemeringkatan jumlah suara antar Dapil sampai alokasi kursi yang ada terbagi habis dalam Kabupaten/Kota.

Jika dilihat dari data DAK2 yang digunakan pada Pemilu 2014 jumlah penduduk Kabupaten justru lebih tinggi dari DAK2 yang digunakan pada Pemilu Tahun 2019. Konsekuensinya adalah nilai BPPd pada Pemilu 2014 akan lebih tinggi disbanding nilai BPPd pada Pemilu 2019.

Pada saat yuang sama alokasi kursi untuk lembaga legislatifnya tidak berubah yakni tetap 50 kursi. Atas dasar itu pula dinyatakan bahwa nilai suara pada Pemilu 2014 lebih tinggi dari nilai suara pada Pemilu 2019. Konsekuensinya rata-rata nilai suara Dapil pada Pemilu 2019 cenderung berkurang kecuali untuk beberapa kecamatan seperti Patumbak, Lubuk Pakam, Pagar Merbau, Pantai Labu dan Beringin yang penduduknya pada DAK2 justru bertambah.

Sebagaimana disampaikan sebelumnya prinsip proporsionalitas dimaknai sebagai upaya untuk memperhatikan kesetaraan alokasi kursi antar Dapil untuk menjaga perimbangan alokasi kursi setiap Dapil. Pada konteks Pemilu 2014 kesenjangan atau interval jumlah kursi adalah interval 4-12 kursi sementara pada Pemilu Tahun 2014 dan pada Pemilu Tahun 2019 berada pada interval 6-11. Atas dasar itu pula, prinsip proporsionalitas lebih memenuhi pada Pemilu 2019.

(15)

Prinsip ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional dimaknai bahwa pembentukan daerah pemilihan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap Partai Politik dapat setara dengan persentase suara sah yang diperolehnya. Jika dilihat dari Dapil pada Pemilu 2014 terdapat jumlah alokasi kursi yang hanya 4 pada sebuah Dapil sementara yang tertinggi berada pada angka 12. Pada pemilu tahun 2019 alokasi kursi paling kecil adalah 6 kursi sementara alokasi kursi terbesar hanya pada angka 11.

Jika melihat hasil analisa di atas maka jika alokasi hasil pemilu hanya menempatkan kursi masing-masing 1 (satu) partai politik maka kesempatan untuk mendapatkan kursi bagi partai-partai kecil urutan 10 besar lebih besar karena ada 3 (tiga) Dapil yang memungkinkan diisi oleh 10 ragam partai sementara pada Pemilu 2019, dengan kasus yang sama, hanya berpeluang terjadi pada 2 (dua) Dapil.

Konsep ideal integrasi wilayah sebagai salah satu prinsip dalam penataan Dapil di Kabupaten Deli Serdang tidak serta merta dapat diterapkan di Deli Serdang. Hal ini banyak berhubungan perkembangan antar wilayah serta kemudahan perhubungan dan sarana transportasi yang tidak merata di Kabupaten Deli Serdang. Secara umum, wilayah Utara, Barat dan Timur Kabupaten Deli Serdang mengalami perkembangan dan pembangunan infrastruktur yang baik sehingga sarana perhubungan dan sarana transportasi antara wilayah tidak menjadi masalah yang berarti. Bahkan, jaringan transportasi antar desa maupun antar dusun sudah sangat memadai pada wilayah- wilayah ini.

Berbeda kondisinya dengan kecamatan lain yang berada di wilayah Selatan khusunya Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan STM Hulu, Kecamatan STM Hilir maupun Kecamatan Bangun Purba. Pada wilayah ini, secara umum hanya memiliki sarana perhubungan dan sarana transportasi antar kecamatan. Akses jalan antar desa apalagi antar dusun masih

belum bisa menghubungkan desa-desa maupun dusun-dusun yang ada pada wilayah tersebut.

Kondisi di atas tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2013/2014 saat penyusunan Dapil Pemilu Tahun 2014 dengan kondisi pada tahun 2018/2019 saat penataan kembali Dapil Pemilu 2019. Satu indikator yang dapat dijadikan sebagai pembenaran dalam konteks penataan Dapil Pemilu Tahun 2014 dan Dapil Pemilu Tahun 2019 adalah kedekatan geografis atau integralitas geografis antar kecamatan-kecamatan yang berada pada suatu Dapil.

Secara teoritiknya contermnius ini bukan hanya berada dalam satu wilayah yang sama dalam Dapil setingkat di atasnya melainkan juga pada semua tingkat dalam konteks ini adalah pemilihan DPR maupun DPD. Pada konteks Pemilu di Kabupaten Deli Serdang Dapil Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi pada Pemilu Tahun 2014 tidak berubah dengan Dapil Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi pada Pemilu Tahun 2019.Seluruh daerah Pemilihan untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang berada pada wilayah Dapil Sumatera Utara 3 untuk Pemilihan Anggota DPRD Provinsi. Demikian untuk pemilihan Anggota DPR RIsemua wilayah Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari Dapil Sumatera Utara I.

Penduduk Kabupaten Deli Serdang secara umum sudah menjadi miniatur Indonesia atau paling tidak menjadi miniatur Provinsi Sumatera Utara. Hal ini bermakna bahwa warga yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang sudah heterogen dalam beberapa beberapa dekade terakhir sehingga prinsip kohesifitas semestinya tidak lagi menjadi pertimbangan penting dalam penataan Dapil Anggota DPR.

Jika dibandingkan dengan kondisi demografi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2013/2014 dengan kondisi demografis pada tahun 2018/2019 tidak ada perubahan yang signifikan khususnya terkait dengan wilayah etnisitas, suku bangsa atau indikator sosial lainnya.

(16)

Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang didominasi oleh suku bangsa tertentu yang dapat dipertimbangkan dalam penataan Dapil mengikuti prinsip kohesivitas tersebut.

Kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah Selatan Kabupaten Deli Serdang seperti Gunung Meriah, STM Hulu, STM Hilir, Bangun Purba, Sibiru-Biru, Sibolangit dan Kutalimbaru secara demografis dihuni oleh suku dominan yaitu suku Karo. Dalam Dapil 2014 dan Dapil 2019, perumpunan ini masih sangat diperhatikan.

Prinsip kesinambungan sebagaimana disebutkan dalam regulasi maupun pada pemahaman teoritik dimaknai sebagai upaya untuk mempertahankan Daerah Pemilihan yang sudah ada pada Pemilu Terakhir. Pada kondisi ini perubahan terhadap Dapil diusahakan dilakukan seminimal mungkin manakala Dapil pemilu sebelumnya tidak memenuhi prinsip- prinsip penataan Dapil atau adanya perubahan struktur administrasi pemerintahan dan perubahan jumlah penduduk.

Dapil yang digunakan pada Pemilu Tahun 2014 adalah Dapil yang sama ketika digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Pada konteks ini, kesinambungan Dapil tercapai. Sementara Dapil yang digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah Dapil baru dengan perubahan- perubahan fundamental terkait dengan perumpunan Dapil dan juga alokasi kursi antar Dapil. Satu hal yang menjadi catatan adalah tidak adanya pemekaran wilayah pada rentang tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 serta tidak adanya perubahan komposisi jumlah penduduk yang signifikan.

SIMPULAN

Proses penyusunan, penataan dan penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang sepenuhnya telah diatur melalui Peraturan dan Keputusan KPU. Proses tersebut dilalui mengikuti mekanisme dan tahapan-tahapam yang secara teoritik dikenal sebagai bentuk dari demokrasi prosedural dan demokrasi

subtansial. Demokrasi prosedural dalam penataan daerah pemilihan ini antara lain dilakukan melalui serangkaian langkah dan tahapan-tahapan beserta timeline yang sudah ditentukan oleh KPU RI. Sedangkan pada konteks demokrasi subtansial dalam penataan daerah pemilihan ini dilakukan melalui rapat kerja dan uji publik yang melibatkan masyarakat dan partai politik.

Prinsip penataan daerah pemilihan yang diatur dalam regulasi dan juga yang dilaksanakan secara empirik belum sepenuhnya sejalan dengan pemaknaan prinsip penataan daerah pemilihan yang dikenal secara teoritik. Adanya pembatasan jumlah maksimal dan minimal dalam menentukan kursi pada lembaga perwakilan menyebabkan adanya ketidaksetaraan nilai suara secara nasional atau pada level provinsi antar kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

Regulasi yang ada juga hanya memuat 7 (tujuh) dari 9 (sembilan) prinsip ideal. Pada konteks ini terdapat 2 (dua) prinsip yaitu derajat keterwakilan dan pembentukan pemerintahan yang efektif yang belum diadopsi dalam regulasi. Nihilnya kedua prinsip tersebut berimplikasi terhadap hasil pemilu misalnya munculnya satu daerah dominan dalam sebuah Dapil yang menguasai alokasi kursi di parlemen lokal.

DAFTAR PUSTAKA

ACE Project The Electoral Knowledge. Electoral Management, aceproject.org.

Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam berbagai Disiplin Ilmu.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Agustino, L. (2012). Dasar - Dasar Kebijakan Publik.

Bandung: Alfabeta.

Agustyati, K., Junaidi, V., & Ibrohim. (2015). Potret Partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pemantauan Pemilu 1999-2014. Jakarta:

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.

Aji, S.P. (2019). Evaluasi Pembentukan Dapil Pemilu 2019: Pengukuran Prinsip Kesetaraan Nilai Suara, Proporsionalitas dan Tingkat Kompetisi Partai Politik. Call For Paper Evaluasi Pemilu

(17)

Serentak 2019 Bidang Evaluasi Penyelenggaraan Tahapan Pemilu.

Azhari, A. & Somakim, S. (2014). ‘PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK SISWA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI 2 BANYUASIN III’, Jurnal Pendidikan Matematika, 8(1). Available at:

https://doi.org/10.22342/jpm.8.1.992.1-12.

Budiharto, Y. & Koentjoro, K. (2004). ‘Gaya Kepemimpinan, Kohesivitas Kelompok, dan Komitmen Pada Partai Politik’, Psikologika:

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi,

9(17). Available at:

https://doi.org/10.20885/psikologika.vol9.is s17.art5.

Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Putra Grafika.

Creswell, J.W. (2008). Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approch.

California: SAGE Publications.

Douglas, W. & Scroggs, J.R. (1967). ‘SOME SOCIAL SCIENTIFIC PERSPECTIVES’, The Ecumenical Review, 19(3). Available at:

https://doi.org/10.1111/j.1758- 6623.1967.tb02156.x.

Idrus, A.R.I. Ruslam. (2019). ‘Dinamika Perumusan Kebijakan Penataan Daerah Pemilihan Pada Pemilihan Umum Tahun 2019: Studi Kasus KPU Kabupaten Kepulauan Selayar’, JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik)

[Preprint]. Available at:

https://doi.org/10.31947/jakpp.v1i2.8143.

International IDEA. (2002). ‘Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu’, International Institute for Democracy and Electoral Assistance [Preprint].

Keputusan KPU Nomor: 18/PP.02.- Kpt/03/KPU/I/2018 tentang Petunjuk Teknis Penataan Dapil dan Alokasi Kursi DPRD Kabupaten/Kota (no date).

Muzzammil, S. (2021). ‘Memperkecil District Magnitude, Menuju Multipartai Sederhana di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia’, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Ilmu Sosial, 2(2). Available at:

https://doi.org/10.36722/jaiss.v2i2.544.

Pamungkas, S. (2009). Perihal Pemilu. Yogyakarta:

Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM.

Parinduri, M.A., Karim, A. & Lestari, H. (2020). ‘Main Values of Toba Muslim Batak Culture in Moral Education Perspective’, Journal of Social and Islamic Culture, ISSN (1), pp. 121–140.

Available at:

https://doi.org/10.19105/karsa.v27i1.2567.

Pengumuman Nomor: 222/PL.01.3-PU/1207/Kpu- Kab/II/2018 tentang Penyampaian dan Pencermatan Draft Usulan Penataan Daerah Pemilihan dan Penghitungan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang.

PKPU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penataan Dapil dan Alokasi Kursi Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Rosenstein, B. (2002). ‘Video Use in Social Science Research and Program Evaluation’, International Journal of Qualitative Methods, 1(3), pp. 22–43.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Surbakti, R. (2008). Perekayasaan Sistem Pemilu Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis.

Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.

Takari, M., Zaidan, B.S. & Djafar, F.M. (2012). Sejarah Kesultanan Deli dan peradaban masyarakatnya. Medan: USU Press.

Törnquist, O. dkk. (2017). ‘The Downside of Indonesia’s Successful Liberal Democratisation and the Way Ahead. Notes from the Participatory Surveys and Case Studies 2000–2016’, Journal of Current Southeast Asian Affairs, 36(1). Available at:

https://doi.org/10.1177/186810341703600 105.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

waspada.co.id. (2016). Kecamatan di Deliserdang Siap Mekar di Deli Pesisir, waspada.co.id.

www.beritasatu.com. (2016). Persoalan Dapil DPRD Kabupaten Kota Jadi Sorotan, www.beritasatu.com.

www.lentera24.com. (2018). DPRD Deliserdang Persoalkan Penyegaran, www.lentera24.com.

www.tribunnews.com. (2012). Tidak Ada Hubungan Data DP4 Dengan Data e-ktp, www.tribunnews.com.

Referensi

Dokumen terkait

This study aims to evaluate the performance, especially the reduction of CO 2 emissions from using rice husks as an alternative energy source in the cement

Penuntun Praktikum Farmakoterapi 45 Program Studi Farmasi | Universitas Binawan KASUS 8 KASUS HIPERTENSI KOMPETENSI DASAR Mahasiswa mampu melakukan pemilihan obat untuk terapi