• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keekonomian Blok NSRN dengan Menggunakan PSC Gross Split dan Penambahan Diskresi

N/A
N/A
Uliya Meida

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Keekonomian Blok NSRN dengan Menggunakan PSC Gross Split dan Penambahan Diskresi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 88

ANALISIS KEEKONOMIAN BLOK NSRN DENGAN MENGGUNAKAN PSC GROSS SPLIT DAN PENAMBAHAN DISKRESI

Nisrina Afiati1, Syamsul Irham1, Havidh Pramadika1

1Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi dan Kebumian Energi, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta Barat

Email of Corresponding Author : [email protected]

ABSTRAK

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM RI No. 52/2017, Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) yang digunakan di Indonesia ialah PSC Gross Split. Kontrak Kerja Sama ini merupakan pengganti Kontrak Kerja Sama yang digunakan sebelumnya, yakni PSC Cost Recovery. Penggantian kontrak kerja sama ini terjadi karena PSC Cost Recovery dinilai kurang efektif. Hal yang menjadi pembeda antara PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery adalah dihilangkannya Cost Recovery dan pembagian split antara Pemerintah dan Kontraktor dilakukan diawal, hal ini berarti bahwa pembagian split langsung dibagi dari Gross Revenue. Nilai split yang didapatkan oleh kontraktor akan disesuaikan berdasarkan karakteristik Wilayah Kerja yang dikelola. Penelitian pada blok NSRN bertujuan untuk mengetahui keekonomian yang dihasilkan dengan menggunakan skema PSC Gross Split dan menentukan langkah apa yang harus dilakukan apabila hasil keekonomian dianggap kurang atraktif. Berdasarkan hasil keekonomian yang telah dilakukan, didapatkan nilai NPV 10% sebesar -141 MMUS$, MIRR sebesar 4%, Contractor Take sebesar 2.6BUS$, dan Government Take sebesar 1.4 BUS$. Hasil keekonomian tersebut tidak atraktif, sehingga ditambahkan diskresi sebesar 22.2% untuk Kontraktor agar blok NSRN memiliki hasil yang atraktif, didapatkan NPV 10% sebesar 217MMUS$, MIRR sebesar 18%, Contractor Take sebesar 3.5BUS$, dan Government Take sebesar 676MMUS$.

Kata Kunci : Production Sharing Contract, PSC Cost Recovery, PSC Gross Split

ABSTRACT

Based on the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 52 of 2017, the Production Sharing Contract used in Indonesia is the Gross Split PSC. This Cooperation Contract is a substitute for the Cooperation Contract used previously, namely PSC Cost Recovery. This cooperation contract replacement happened because PSC Cost Recovery was considered less effective. The difference between the Gross Split PSC and the Cost Recovery PSC is that the Cost Recovery is eliminated and the split between the Government and the Contractor is carried out at the beginning, it means that the split division is directly divided from the Gross Revenue. The split value obtained by the contractor will be adjusted based on the characteristics of the Work Area. Research on the NSRN block aims to determine the economics using the Gross Split PSC scheme and determine what steps should be taken if the economic results are considered less attractive. Based on the economic results that had been done, the NPV value of 10% is -141 MMUS $, MIRR is 4%, Contractor Take is 2.6BUS $, and Government Take is 1.4 BUS $. The economic results are not attractive, so a discretion of 22.2% is added to contractor’s split, so that the NSRN block would have attractive results, a 10% NPV of 217MMUS $, an MIRR of 18%, a Contractor Take of 3.5BUS $, and a Government Take of 676MMUS $.

Keywords : Production Sharing Contract, PSC Cost Recovery, PSC Gross Split

I. PENDAHULUAN

Sistem Kontrak Kerja Sama berupa PSC Cost Recovery telah digunakan di Indonesia Indonesia sejak tahun 1966. Kontrak ini menerapkan prinsip pengembalian biaya (Cost Recovery), dimana biaya operasional yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan digantikan oleh pemerintah.

Namun, kontrak kerja sama Cost Recovery menjadi perdebatan karena pengembalian biaya tersebut (Cost Recovery) dicurigai sebagai sarana penyalahgunaan dana operasi migas. Oleh karena itu, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM RI No.

8/2017 yang kemudian mengalami revisi menjadi

Peraturan Menteri ESDM RI No. 52/ 2017, terjadi perubahan bentuk kontrak kerja sama dari kontrak kerja sama Cost Recovery menjadi kontrak kerja sama Gross Split.

Pembentukan skema gross split ini dilakukan guna menyelesaikan permasalahan pengalokasian dana cost recovery yang kurang efektif. Sehingga, pemerintah mencetuskan sistem kontrak baru dimana cost recovery dihapuskan, hal ini berarti bahwa pengembalian biaya kepada kontraktor dihilangkan dan pembagian hasil produksi langsung dibagikan antara pemerintah dan kontraktor dari gross revenue yang masing-masing

(2)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 89 besar bagiannya telah disetujui. Pembagian besaran

split untuk kontraktor dan pemerintah sebelum pajak ini terdiri atas tiga komponen, yakni base split, variable split, dan progressive split.

II. PERMASALAHAN

PSC Gross Split mulai diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 2017 dengan ditetapkannya Peraturan Mentri ESDM RI No.08/2017 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Mentri ESDM RI No.52/ 2017. Tujuan dari perubahan skema ini adalah agar kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, diharapkan agar Kontraktor KKS dapat mengelola biaya operasi dan investasinya dengan menggunakan sistem keuangan korporasi, sehingga dapat mengurangi beban anggaran Negara dengan tidak adanya Cost Recovery. Kemudian, dengan adanya perubahan skema menjadi PSC Gross Split, timbul pertanyaan, langkah apakah yang harus dilakukan apabila PSC Gross Split mendapatkan hasil keekonomian yang tidak atraktif.

III. METODOLOGI

Analisis pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil keekonomian dengan menggunakan skema PSC Gross Split pada Blok NSRN. Dalam penelitian tugas akhir ini, data-data yang dikumpulkan merupakan data-data yang didapatkan dari metode pengumpulan data sekunder (Secondary data). Data-data ini merupakan data yang dibutuhkan untuk menunjang perhitungan analisis keekonomian. Data-data tersebut berupa:

data produksi minyak dan gas, harga minyak dan gas, biaya CAPEX, biaya OPEX serta fiscal terms dari kontrak yang berlaku. Data-data tersebut kemudian digunakan untuk perhitungan keenomian dan kemudian dilakukan analisis sensitivitas berdasarkan hasil keekonomian yang telah didapatkan.

IV. HASIL DAN ANALISIS

Blok NSRN merupakan Blok terminasi yang diambil alih pada tahun 2018 dan memiliki masa kontrak selama 20 tahun hingga tahun 2038.

Blok NSRN merupakan blok yang memproduksikan minyak dan gas. Untuk melakukan perhitungan sebagai dasar analisis keekomian pada blok NSRN, terlebih dahulu dibutuhkan input data atau parameter-parameter perhitungan yang dibutuhkan.

Adapun data-data yang dibutuhkan, antara lain:

1. Data produksi 2. Oil and gas price 3. Data CAPEX 4. Data OPEX

Blok NSRN merupakan blok yang memproduksikan gas dan minyak dari tahun 2018

hingga taun 2038 dengan laju produksi rata-rata minyak pertahun ialah sebesar 0.4 MMBOE dan laju produksi rata-rata gas pertahunnya ialah sebesar 13 BCF. Kemudian, diketahui bahwa harga rata-rata minyak ialah sebesar 6US$/BBL dan harga rata-rata gas ialah sebesar 6US$/MMBTU. Berdasarkan data yang telah didapatkan, maka dapat dilakukan perhitungan keekonomian berdasarkan skema PSC Gross Split. Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan Gross Revenue yang besarnya sama pada kedua sistem kontrak tersebut sebesar 4BUS$.

IV.1 Analisis keekonomian dengan PSC Gross Split

Untuk mengetahui hasil keekonomian pada Blok NSRN, hal yang perlu dilakukan pertama kali ialah mengetahui fiscal terms PSC Gross Split dari kontrak Blok NSRN.

Tabel 1. Fiscal Terms Fiscal Terms PSC Gross Split

Base Split Cont. Govt.

Oil 43% 57%

Gas 48% 52%

DMO 25%

Depreciation Decline Balance (5 Tahun)

Tax Rate 25%

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa nilai base split untuk kontraktor ialah sebesar 43% untuk minyak dan 48% untuk gas. Kemudian, dapat diketahui bahwa DMO (Domestic Market Obligation) atau bagian produksi kontrator yang harus dijual ke dalam negeri guna memenuhi komoditi dalam negeri ialah sebesar 25%. Pajak yang dikenakan pada skema PSC Gross Split ini ialah sebesar 25%, hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri ESDM RI No. 53/2017. Metode depresiasi yang digunakan pada skema gross split ini adalah dengan metode Declining Balance selama lima tahun. DMO Fee pada skema PSC gross split adalah sebesar 100% sehingga imbalan DMO yang dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor atas penyerahan minyak bumi dan / atau gas bumi sebesar 25% dari hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dibayarkan secara penuh oleh pemerintah (100%).

Sebelum menghitung keekonomiannya, terlebih dahulu dilakukan penentuan atau perhitungan split bagi kontraktor dan pemerintah.

Pada skema bagi hasil gross split, terdapat tiga komponen dalam perhitungan split yait base split, variable split, dan progressive split. Penjumlah dari ketiga komponen tersebut menghasilkan besaran split untuk kontraktor dan pemerintah menyesuaikan. Pemerintah menetapkan besaran

(3)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 90 bagi hasil awal (base split) dengan rincian untuk

minyak bumi 57% bagian negara dan 43% bagian untuk kontraktor, untuk gas 52% bagian untuk negara dan 48 % bagian untuk kontraktor. Pada variable split terdapat komponen-komponen yang mendapat split correction berdasarkan karakteristik Wilayah Kerja.

Tabel 2. Variable Split

Karakteristik Parameter Cont.

Split (%)

Status Wilayah No POD 0

Tahapan Produksi Primer 0 Kedalaman

Reservoir >2500m 1

Ketersediaan Infrastruktur

Well

Developed 0 Jenis Reservoir Konvension

al 0

Kandungan CO2 40 < x >

60% 2

Kandungan H2S <100 ppm 0

API >25 0

TKDN 50 < x >

70% 3

Lokasi Lapangan Onshore 0

Total 6

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa Wilayah Kerja Blok NSRN mendapatkan penambahan nilai split sebesar 6%. Angka penambahan ini didapatkan dari: Kedalaman reservoir mendapat split correction sebesar 1%, tingkat CO2 mendapat split correction sebesar 2%, tingkat TKDN mendapat split sebesar 3%. Sehingga total dari split correction yang didapat untuk variable splitnya adalah sebesar 6%. Setelah didapatkan nilai variable split, maka langkah yang dilakukan berikutnya ialah menghitung penambahan progressive split yang didasarkan pada harga minyak dan gas serta kumulatif produksi. Nilai progressive split ini akan berubah-ubah setiap tahunnya. Dengan pembagian split setelah memasukan parameter-parameter Base Split, Variable Split, dan Progressive Split lalu ditambah dengan beberapa data parameter (profil produksi migas, harga minyak dan gas, biaya CAPEX dan OPEX), maka dapat dilakukan perhitungan keekonomian pada Blok NSRN. Didapatkan hasil perhitungan pada Blok NSRN dengan menggunakan skema PSC Gross Split, sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Perhitungan PSC Gross Split

Indikator PSC Gross Split (MMUS$)

Gross Revenue 4,052

Expenditure 3,115

Net Cont. Share -491

Contr. NPV -141

Contr. MIRR 4%

Total Cont. Take -491

GOI Take 1,427

Dari hasil perhitungan keekonomian secara dengan menggunakan PSC Gross Split, didapatkan bahwa total dari gross revenue ialah sebesar 4,052MMUS$. Dimana total contractor take ialah sebesar -491MMUS$, dengan biaya expenditure sebesar 3,115MMUS$. Kemudian, dapat diketahui bahwa nilai NPV 10% ialah sebesar -141MMUS$

dan nilai MIRR ialah sebesar 4%. Berdasarkan nilai NPV dan MIRR, dapat diketahui bahwa Blok NSRN dapat dikatakan tidak atraktif untuk kontraktor. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang mendapatkan nilai negative dan nilai MIRR yang kurang dibandingkan dengan MARR, yakni sebesar 10%.

IV.2 Analisis keekonomian dengan penambahan Diskresi pada PSC Gross Split

Berdasarkan hasil perhitungan PSC Gross Split yang telah dilakukan, diketahui bahwa PSC Gross Split memberikan nilai keekonomian yang tidak atraktif. Solusi yang dapat dilakukan apabila kondisi ini terjadi adalah dengan menambahkan diskresi. Hal ini sesuai dengan Permen ESDM RI No. 52 Tahun 2017, pasal 7, dicantumkan bahwa dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, Menteri dapat menetapkan tambahan presentase bagi hasil kepada Kontraktor. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, dapat ditambahkan diskresi sebesar 22.2% pada perhitungan PSC Gross Split agar Blok NSRN tetap memberikan keekonomian yang menarik. Penambahan diskresi sebesar 22.2% untuk split bagi hasil kontraktor ini dilakukan dengan mempertimbangkan agar nilai Net Contractor Take yang diterima oleh kontraktor pada skema PSC Gross Split akan sama besarnya dengan Net Contractor Take pada skema PSC Cost Recovery.

Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan hasil keekonomian PSC Gross Split Blok NSRN sebagai berikut:

(4)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 91 Tabel 4. Hasil Perhitungan PSC Gross Split

Setelah Penambahan Diskresi

Indikator

PSC Gross Split after diskresi 22.2%

(MMUS$)

Gross Revenue 4,052

Expenditure 3,115

Net Cont. Share 259

Contr. NPV 217

Contr. MIRR 18%

Total Cont. Take 3,549

GOI Take 676

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa penambahan diskresi untuk kontraktor sebesar 22.2% pada PSC Gross Split, didapatkan nilai Total Contractor Take sebesar 3,549MMUS$ dan Net.

Contractor Share sebesar 259MMUS$. Kemudian, dapat diketahui bahwa nilai NPV 10% ialah sebesar 217 MMUS$ dan nilai MIRR ialah sebesar 18%.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa perhitungan dengan PSC Gross Split setelah ditambahkan split 22.2% mendapatkan hasil yang atraktif. Hal ini dapat terlihat dari nilai NPV yang bernilai positive dan nilai MIRR yang lebih besar dari nilai MARR.

Tabel 5. Perbandingan Hasil Keekonomian

Indikator PSC GS (MMUS$)

PSC GS After Diskresi (MMUS$) Net Cont.

Share -491 259

Total Cont.

Take -491 3,549

Cont. NPV -141 217

Cont. MIRR 4% 18%

Berdasarkan Perbandingan hasil keekonomian pada Tabel 5 antara PSC Gross Split sebelum dan setelah diskresi, dapat diketahui bahwa Kontrak Kerja Sama yang paling cocok untuk Blok NSRN merupakan skema PSC Gross Split dengan penambahan split 22.2% untuk kontraktor. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV dan MIRR kedua skema, dimana nilai NPV dan MIRR setelah penambahan split merupakan hasil yang atraktif untuk kontraktor.

IV.3 Analisis Sensitivitas

Setelah hasil indikator keekonomian telah didapatkan, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah menganalisis sensitivitas nilai keekonomian untuk mengantisipasi terjadinya

perubahan-perubahan pada parameter yang menjadi indikator keekonomian, yaitu NPV dan MIRR.

Parameter yang akan diuji kali ini adalah harga minyak dan gas, produksi minyak dan gas, CAPEX, dan OPEX. Masing-masing parameter tersebut akan dikurangi hingga 50% dari nilai awal dan akan dinaikkan hingga sebesar 50% dari nilai awal.

Gambar 1. Analisis Sensitivitas NPV Berdasarkan grafik pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa parameter yang paling berpengaruh atau yang paling sensitif terhadap perubahan NPV adalah Gas Price dan Produksi. Hal ini mengindikasikan, apabila terjadi penurunan atau peningkatan gas price dan produksi dari keadaan normal, maka akan sangat memengaruhi nilai NPV.

Untuk perubahan gas price, apabila terjadi penurunan harga gas hingga 50% dari kondisi normal, maka nilai NPV yang didapatkan mencapai -138MMUS$. Namun, apabila terjadi peningkatan harga gas hingga 50% dari kondisi normal, maka nilai NPV yang didapatkan mencapai 560MMUS$.

Sementara itu, apabila terjadi penurunan produksi hingga 50% dari kondisi normal, maka nilai NPV yang didapatkan mencapai -564MMUS$ dan apabila terjadi peningkatan produksi hingga 50%

dari kondisi normal, maka nilai NPV yang akan didapatkan mencapai 894MMUS$. Nilai NPV pada keadaan normal atau 100% ialah sebesar 217MMUS$.

Berdasarkan grafik analisis sensitivitas terhadap niali MIRR pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa parameter yang paling berpengaruh atau paling sensitif terhadap perubahan nilai MIRR adalah produksi dan OPEX. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan terhadap produksi dan OPEX, baik peningkatan ataupuun penurunan dari keadaan normal akan sangat memengaruhi nilai MIRR. Untuk perubahan produksi, apabila terjadi penurunan produksi hingga 50% dari keadaan normal, maka nilai MIRR akan

-800,00 -600,00 -400,00 -200,00 0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00

50% 75% 100% 125% 150%

NPV

Oil Price Gas Price Opex

Capex Production

(5)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 92 menjadi -5% dan apabila terjadi peningkatan

produksi hingga 50% dari keadaan normal, maka nilai MIRR akan menjadi 27%. Untuk perubahan OPEX, apabila terjadi penurunan biaya OPEX hingga 50% dari keadaan normal, maka nilai MIRR akan menjadi 29% dan apabila terjadi peningkatan harga OPEX hingga 50% dari keadaan normal, maka nilai MIRR akan menjadi 4%. Nilai MIRR pada keadaan normal ialah sebesar 18%.

Gambar 2. Analisis Sensitivitas MIRR

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan perhitungan yang telah dilakukan, serta pembahasan yang telah diuraikan, maka didapatkan kesimpulan bahwa sistem kontrak PSC Gross Split setelah penambahan diskresi split untuk kontraktor sebesar 22.2% pada Blok NSRN memiliki hasil lebih atraktif dari segi total pendapatan kontraktor dibandingkan dengan sistem kontrak PSC Gross Split tanpa penambahan diskresi. Hasil perhitungan dengan menggunakan skema PSC Gross Split sebelum penambahan split pada Blok NSRN menghasilkan NPV sebesar -141MMUS$ dan MIRR Sebesar 4%. Hasil Keekonomian PSC Gross Split setelah penambahan split 22.2% menghasilkan NPV sebesar 217MMUS$ dan MIRR sebesar 18%.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dengan menaikkan perubahan nilai dari masing- masing mulai dari 50%, 75%, 100%, 125%, dan 150% menunjukan bahwa parameter yang paling sensitif terhadap NPV 10% dan MIRR adalah parameter harga gas, jumlah produksi, dan OPEX.

Saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian mengenai skema kontrak baru, yaitu PSC

Gross Split lebih lanjut disarankan untuk mengevaluasi kembali bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor agar keekonomian yang didapatkan lebih optimal. Selain itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai diskresi yang dapat diberikan oleh Menteri dan batasan-batasan apa saja yang dapat menambahkan atau mengurangkan jumlah split, baik untuk kontraktor maupun pemerintah.

VI. UCAPAN DAN TERIMA KASIH Penulis sangat bersyukur dapat menyelesaikan jurnal ini. Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis juga berterima kasih pada Pertamina Hulu Indonesia yang telah membantu dalam penyajian data dan kepada kedua pembimbing penulis yang senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat dan membantu dalam penulisan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anjani, B. R., & Baihaqi, I. (2018).

Comparative Analysis of Financial Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery with PSC Gross Split : Case Study in One of The Contractor SKK Migas. Journal of Administrative and Business Studies, 1-16.

2. Daniel, H. (2017). Indonesia Milestone in Production-Sharing Contract in Perspective of Government Take, Contractor Take, Cost Recovery and Production Target. SPE- 187008-MS, 4.

3. Doshi, H. e. (2017). Uncertainty, Capital Investment, adn Risk Management. 4.

4. Finansialku. (t.thn.). Dipetik 11 27, 2018, dari

Finansialku, Cash Flow:

https://www.finansialku.com/definisi-arus- kas-atau-cash-flow-adalah/)

5. Giatman, M. (2006). Ekonomi Teknik. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

6. Halim, A. (2014). Pengertain, Tujuan, dan Metode-Metode Penyusutan. Dalam A. Halim, Akuntansi Keuangan Menengah II.

7. Irham, S., & Julyus, P. (2018). The New Energy Management Policy : Indonesian PSC- Gross-Split on Steam Flooding Project. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1-6.

8. Irham, S., Sibuea, S., & Danu, A. (2018). The New Management Policy : Indonesian PSC Gross Split Applied on CO2 Flooding Project.

1-6.

9. Kementrian ESDM. (2017). Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2017.

10. Kementrian ESDM. (2017). Permen ESDM No. 52 - 2017. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

50% 75% 100% 125% 150%

MIRR

Oil Price Gas Price Opex

Capex Production

(6)

Jurnal Petro juli, Th, 2020 93 11. Kementrian ESDM. (2017). Permen ESDM

No. 53. Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

12. Kementrian ESDM. (2017). Permen ESDM No. 8. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

13. Lubiantara, B. (2012). Ekonomi Migas.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

14. Nandasari, P. a. (2016). Analisis Keekonomian Proyek Perusahaan Minyak dan Gas Bumi : Studi Kasus ABC Oil. 3.

15. Nasir, A. (2014). Sejarah Sistem Fiskal Migas Indonesia. Jakarta: Grasindo.

16. Pramadika, H., & Satiyawira, B. (2018).

Pengaruh Harga Gas dan Komponen Variabel Terhadap Keuntungan Kontraktor Pada Gross Split. Jurnal Petro 2018, 1-5.

17. Roach, B. a. (2018). The Indonesian PSC : the end of an era. Journal of World Energy Law and Business, 116 - 135.

18. Satiyawira, B., & Pramadika, H. (2018).

Pengaruh Harga Gas Dan Komponen Variabel Terhadap Keuntungan Kontraktor Pada Gross Split. Vol 7, No. 3.

19. Tandelilin, E. (2001). Manajemen Investasi.

Dalam E. Tandelilin, EKMA 5312/Modul 1.

Yogyakarta: BPFE.

20. William, Kartoatmodjo, T., & Prima, A.

(2017). Studi Kelayakan Keekonomian Pada Pengembangan Lapangan GX, GY, dan GZ Dengan Sistem PSC Dan Gross Split. 1-6.

Referensi

Dokumen terkait