• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN

GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

William1), Trijana Kartoatmodjo2), Andri Prima3) 1) Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Trisakti 2) Pembimbing Skripsi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti 3) Pembimbing Skripsi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

williamcun@rocketmail.com trijana52@gmail.com andry.prima@trisakti.ac.id

Abstrak

Sejak pertama kali minyak bumi Indonesia ditemukan tahun 1880-an di Langkat, Sumatera Utara, berbagai fenomena industri migas telah terjadi. Sempat berjaya tahun 1977 dan 1995 dengan produksi minyak sekitar 1,5 juta barrel per day (bpd), saat ini hanya berproduksi hampir setengahnya atau sekitar 800 ribu bpd. Di usia yang telah lebih dari 130 tahun, cadangan migas relatif stagnan dengan kecenderungan menurun. Rendahnya kegiatan eksplorasi menjadi penyebab utama. Seringkali penawaran wilayah kerja migas tidak laku atau nyaris tak laku. Seperti yang terjadi pada tahun 2015 dan 2016 lalu. Hulu migas Indonesia mulai jenuh, perlu di-reformasi. Mulai dari hal yang paling mendasar, yaitu Production Sharing Contract (PSC). Tahun 1960-an, Indonesia menjadi pelopor penerapan PSC cost recovery bagi negara lain. Indonesia dapat dikatakan sebagai pencipta PSC tersebut. Seolah mengulang sejarah, tahun 2017 ini Pemerintah Indonesia menciptakan PSC model baru. PSC skema gross split dengan model yang belum pernah ada di dunia ini diciptakan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil gross split. Berbeda dengan PSC cost recovery, split antara Pemerintah dengan kontraktor pada PSC gross split ditetapkan diawal. Dari gross revenue langsung di-split antara Pemerintah dengan kontraktor. PSC ini juga sangat adil bagi Pemerintah dan kontraktor. Split kontraktor dapat bertambah, juga mungkin berkurang, sesuai dengan kekhususan lapangan migas yang akan dikelola. Pada tugas akhir ini, penulis melakukan studi menilai PSC gross split ini.

Kata kunci : production sharing contract, gross split, cost recovery, gross revenue, split Pendahuluan

Dunia bisnis adalah dunia yang dinamis. Tak terkecuali untuk bisnis di industri hulu migas. Pasar yang berubah ditandai dengan fluktuasi harga minyak dunia hingga penemuan teknologi baru membuat industri hulu migas harus dapat beradaptasi. Skema atau model bisnis hulu migas pun dapat berubah sehingga landscape industri juga akan bergerak dinamis.

Skema bagi hasil atau PSC yang selama ini menjadi patokan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) ketika berbisnis di Indonesia pun harus ditinjau ulang. Pilihan yang diambil oleh pemerintah adalah mengubah skema bisnis PSC menjadi gross split. Dengan skema baru ini pemerintah tak perlu lagi memikirkan penggantian biaya operasi hulu migas (cost recovery). Dalam sejarahnya, mengubah skema bisnis migas bukan sesuatu yang baru karena sebelum PSC, Indonesia pernah menggunakan sistem konsesi dan kontrak karya. Skema PSC memang bertahan lama sejak 1965 dan telah melewati tiga tahapan generasi. Generasi pertama (1965 - 1978) cost recovery dibatasi sebesar 40 persen, bagian kontraktor adalah 35 persen bersih dan Domestic Market Obligation (DMO) tanpa grace period. Generasi kedua (1978 - 1988) cost recovery tidak ada pembatasan, bagian kontraktor 15 persen bersih, investment credit sebesar 20

(2)

serta DMO yang bervariasi antara harga ekspor.

Skema cost recovery kerap memicu perdebatan karena penggantian biaya kepada Kontraktor KKS kerap jadi persoalan seperti bagaimana menentukan besaran cost recovery. Dalam skema gross split komponen cost recovery ditiadakan. Kontraktor KKS akan menanggung seluruh biaya operasi hulu migas. Sebaliknya, pemerintah hanya mendapatkan pembagian produksi. Penentuan split tambahan kepada Kontraktor KKS dengan melihat beberapa variable split dan progressive split. Misal, Kontraktor KKS akan mendapatkan tambahan split jika wilayah kerjanya memiliki tingkat kesukaran yang besar. Kontraktor KKS juga akan mendapat tambahan split jika persentase penggunaan komponen lokal lebih besar. Adapun yang masuk dalam 10 variable split yakni, status wilayah kerja (WK), lokasi WK (onshore, offshore, atau remote area), kedalaman reservoir, infrastruktur pendukung, tingkat kandungan CO2 (karbon dioksida), tingkat kandungan H2S (sulfur), spesifikasi gravity, komponen lokal, dan fase produksi. Sedangkan komponen yang masuk progressive split adalah harga minyak dan kumulatif produksi.

Studi Pustaka

Kontrak Bagi Hasil merupakan perjanjian bagi hasil di bidang minyak dan gas bumi dan para pihaknya adalah Pertamina dan Kontraktor. Sementara itu, dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001 para pihaknya adalah badan pelaksana dengan badan usaha atau usaha tetap. Dengan demikian, defenisi Production Sharing Contract adalah : “Perjanjian atau kontrak yang dibuat antara badan pelaksana dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak dan gas bumi” , dengan prinsip bagi hasil :

1.

Adanya perjanjian atau kontrak

2.

Adanya subjek hukum atau badan pelaksana dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap

3.

Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, dimana eksplorasi bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan, sedangkan eksploitasi bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi.

4.

Kegiatan di bidang minyak dan gas

5.

Adanya prinsip bagi hasil

Prinsip bagi hasil merupakan prinsip-prinsip yang mengatur pembagian hasil yang diperoleh dari eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas bumi antara badan pelaksana dengan badan usaha tetap. Pembagian hasil ini dirundingkan antara kedua belah pihak dan biasanya dituangkan dalam Production Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil). Metode Penelitian

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif. Untuk menunjang metode peneletian tersebut, maka pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan dalam penulisan ini dilakukan dengan wawancara kepada staff – staff Direktorat Jenderal Minyak & Gas Bumi dan juga narasumber lain yang memiliki pengetahuan di bidang kontrak bagi hasil di dunia minyak dan gas bumi. Dengan dilakukannya penelitian lapangan seperti ini, maka data yang diperoleh dapat menjadi data pendukung untuk menegaskan persoalan yang diteliti. Metode komparatif dilakukan untuk penelitian perbandingan jenis kontrak bagi hasil di dunia minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode komparatif dapat diterapkan untuk mengetahui persamaan dan perbandingan dari

(3)

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

obyek yang diteliti. Pada penelitian ini obyek yang dimaksud adalah sistem PSC cost recovery dan PSC gross split sehingga dapat diketahui jenis kontrak manakah yang menghasilkan hasil lebih baik untuk diterapkan pada penelitian ini.

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan dua skema kontrak bagi hasil, yaitu PSC cost recovery dan gross split untuk dibandingkan manakah kontrak yang akan memberikan imbal hasil yang lebih menarik bagi kontraktor dilihat dari nilai Net Present Value ( NPV ), Internal Rate of Return ( IRR ), Pay Out Time ( POT ), dan Profit to Investment Ratio ( PIR ). Setelah dilakukan analisa keekonomian pada lapangan GX didapatkan hasil untuk jenis kontrak PSC Cost Recovery memberikan nilai Net Present Value @ 10% sebesar 636.866 MUS$, Internal Rate of Return sebesar 288,210%, Pay Out Time 1,2415 tahun, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,0427. Sementara itu untuk jenis kontrak Gross Split memberikan nilai Net Present Value @ 10% sebesar 845.780 MUS$, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,0568. Untuk nilai Internal Rate of Return dan Pay Out Time pada jenis kontrak Gross Split pada lapangan GX ini tidak dapat diperoleh karena nilai cash flow kontraktor pada tahun awal sudah menunjukkan hasil yang positif sehingga tidak dimungkinkan untuk mendapatkan nilai Internal Rate of Return dan Pay Out Time pada jenis kontrak ini. Dilihat dari indikator keekonomian Net Present Value dan Profit to Investment Ratio terlihat bahwa skema bagi hasil Gross Split akan lebih menarik untuk digunakan pada lapangan GX ini karena memberikan imbal hasil yang lebih besar bagi kontraktor.

Tabel 1. Hasil Analisis Keekonomian Kontrak PSC Cost Recovery Lapangan GX

Tabel 2. Hasil Analisis Keekonoomian Kontrak PSC Gross Split Lapangan GX

Pada lapangan GY ini setelah dilakukan analisis keekonomian dengan skema kontrak bagi hasil dengan sistem PSC Cost Recovery diperoleh nilai Net Present Value @ 10% sebesar 350.743 MUS$, Internal Rate of Return sebesar 21,400%, Pay Out Time 9,8386 tahun, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,2403. Sementara itu untuk skema kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split diperoleh nilai Net Present Value @ 10% sebesar 563.102 MUS$, Internal Rate of Return sebesar 28,5221%, Pay Out Time 9,9402 tahun, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,3858. Dilihat dari indikator keekonomian Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Profit to Investment Ratio terlihat bahwa skema bagi hasil dengan sistem Gross Split memberikan imbal hasil yang lebih menarik kepada kontraktor, tetapi untuk indikator keekonomian Pay Out Time terlihat bahwa

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 636.866

Contractor IRR, % 288,21

Contractor POT, Years 1,24

Contractor PIR 0,0427

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 845.780

Contractor IRR -%

Contractor POT, Years

(4)

Tabel 3. Hasil Analisis Keekonomian Kontrak PSC Cost Recovery Lapangan GY

Tabel 4. Hasil Analisis Keekonoomian Kontrak PSC Gross Split Lapangan GY

Setelah dilakukan analisa keekonomian pada lapangan GZ ini dengan menggunakan skema kontrak bagi hasil dengan sistem PSC Cost Recovery diperoleh nilai Net Present Value @ 10% sebesar 110.999 MUS$, Internal Rate of Return sebesar 21,944%, Pay Out Time 10,6853 tahun, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,1215. Sementara itu untuk skema kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split diperoleh nilai Net Present Value @ 10% sebesar 211.810 MUS$, Internal Rate of Return sebesar 44,718%, Pay Out Time 6,8124 tahun, dan Profit to Investment Ratio sebesar 0,2319. Dilihat dari empat jenis indikator keekonomian terlihat jelas bahwa skema kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split untuk lapangan GZ ini akan memberikan imbal hasil yang sangat menarik bagi kontraktor, terlihat dari nilai Net Present Value yang naik hampir dua kali lipat dibandingkan jenis kontrak PSC Cost Recovery.

Tabel 5. Hasil Analisis Keekonomian Kontrak PSC Cost Recovery Lapangan GZ

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 350.743

Contractor IRR, % 21,40

Contractor POT, Years 9,84

Contractor PIR 0,24

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 563.102

Contractor IRR, % 28,52

Contractor POT, Years 9,94

Contractor PIR 0,39

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 350.743

Contractor IRR, % 21,40

Contractor POT, Years 9,84

(5)

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589

Tabel 6. Hasil Analisis Keekonoomian Kontrak PSC Gross Split Lapangan GZ

Kesimpulan

1. Kepastian investasi meskipun harga minyak naik ataupun turun dengan menggunakan skema kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split. Apabila harga minyak kurang menarik, maka kontraktor bisa mendapatkan tambahan split hingga maksimal 7,5%. Sebagai contoh dengan harga minyak saat ini sekitar US$ 50 per barel, maka dengan skema kontrak bagi hasil dengan sistem gross split, kontraktor akan mendapatkan tambahan split sebesar 5%.

2. Bagi kontraktor dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, akan mendapat split tambahan pada sistem Gross Split. Tambahan split sebesar 2% apabila TKDN-nya mencapai 30% hingga kurang dari 50%. Jika TKDN sebesar 50% hingga kurang dari 70% akan mendapatkan tambahan split sebesar 3%. Sedangkan, jika kontraktor berhasil mencapai TKDN sebesar 70% keatas akan dapat tambahan split sebesar 4%. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para kontraktor untuk menggunakan produk dalam negeri.

3. Proses procurement yang dilakukan oleh kontraktor menjadi lebih sederhana. Tidak perlu proses persetujuan oleh SKK Migas, karena biaya operasi migas sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor. Semakin efisien kontraktor, keuntungan kontraktor semakin besar.

4. Bagi kontraktor yang berfikir bahwa sistem kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split menyebabkan keekonomian proyek jadi tidak menarik, hal tersebut tidak tepat. Karena Pasal 7 ayat 1 Permen Gross Split, menyatakan dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, Menteri ESDM dapat memberikan tambahan split paling banyak 5% kepada kontraktor. Ini adalah wujud konkrit Pemerintah melindungi investasi agar fairness tetap terjaga.

5. Dalam skema kontrak bagi hasil dengan sistem Gross Split ini, kontrol negara tidak hilang. Sebaliknya, yang hilang adalah ketidakefisienan proses procurement dari kegiatan operasi migas. Penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi, serta aspek komersil migas tetap ditentukan negara. Pembagian bagi hasil juga tetap ditentukan negara, penerimaan negara menjadi lebih pasti dan produksi dibagi di titik serah. 6. Dari hasil studi analisa keekonomian proyek terlihat bahwa NPV @ 10% skema

kontrak bagi hasil dengan sistem PSC Cost Recovery dan Gross Split berturut – turut pada lapangan GX menunjukkan nilai 636.886 MUS$ dan 845.780 MUS$, pada lapangan GY menunjukkan nilai 350.743 MUS$ dan 563.102 MUS$, pada lapangan GZ menunjukkan nilai 110.999 MUS4 dan 211.810 MUS$. Hal ini menunjukkan bahwa skema Gross Split lebih menarik dibandingkan skema PSC Cost Recovery terlihat dari nilai NPV yang lebih besar dengan menggunakan skema Gross Split.

Daftar Pustaka

Amelia, Anggita, “Pemerintah Siap Negosiasikan Porsi Bagi Hasil Skema Gross Split”, Website (Online) http://katadata.co.id/berita/2017/05/19/pemerintah-buka-ruang-negosiasi-bagi-hasil-di-skema-gross-split diakses pada 09 Juli 2017.

Deskripsi Nilai

Contractor NPV@10%, MUS$ 350.743

Contractor IRR, % 21,40

Contractor POT, Years 9,84

(6)

https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-9-fenomena-hulu-migas-indonesia-peluang-memperbaiki-iklim-investasi-dengan-kontrak-migas-gross-split.pdf diakses pada 09 Juli 2017.

Kementrian ESDM, “Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split”, Website (Online) http://www.migas.esdm.go.id/post/read/permen-esdm-nomor-08-tahun-2017-tentang-kontrak-bagi-hasil-gross-split diakses pada 09 Juli 2017. Kementrian ESDM, “Dengan Skema Gross Split, KKKS Dapat Lakukan Sistem Pengadaan Sendiri”, Website (Online) http://www.migas.esdm.go.id/post/read/dengan-skema-gross-split,-kkks-dapat-lakukan-sistem-pengadaan-sendiri diakses pada 09 Juli 2017.

Lubiantara, Benny, “Dinamika Industri Migas Catatan Analis OPEC”. PETROMINDO. Jakarta. 2012.

Lubiantara, Benny. “Ekonomi Migas Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas”. PETROMINDO. Jakarta. 2012.

Partowidagdo, Widjajono, “Production Sharing Contract (PSC) dan Cost Recovery di

Industri Hulu Migas Indonesia”, Website (Online)

http://widjajonopartowidagdo.blogspot.co.id/2011/08/production-sharing-contract-psc-dan.html diakses pada 09 Juli 2017.

Pusdatin ESDM, “Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2012”, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 2012.

Rochman, Viet, “Opex VS Capex”, Website (Online) http://akuntansi-psc.blogspot.co.id/2009/05/jenis-pengeluaran-migas.html diakses pada 09 Juli 2017. Rovicky, “Perkembangan Tata Kelola Migas di Indonesia (1900-2012)”, Website (Online) http://rovicky.com/2012/11/16/perkembangan-tata-kelola-migas-di-indonesia-1900-2012/ diakses pada 09 Juli 2017.

SKK Migas, “Mengenal Kontrak Hulu Migas Indonesia”, http:// www.skkmigas.go.id/ mengenal-kontrak-hulu-migas-indonesia diakses pada 09 Juli 2017.

SKK Migas, “Buletin SKK Migas”, Website (Online)

http://skkmigas.go.id/images/upload/file/Bumi_Februari_2017.pdf diakses pada 09 Juli 2017.

Widyanita, “Skema Baru Kontrak Migas”, Website (Online) http://katadata.co.id/infografik/2017/01/25/skema-baru-kontrak-migas diakses pada 09 Juli 2017.

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Keekonomian Kontrak PSC Cost Recovery Lapangan GX
Tabel 3. Hasil Analisis Keekonomian Kontrak PSC Cost Recovery Lapangan GY
Tabel 6. Hasil Analisis Keekonoomian Kontrak PSC Gross Split Lapangan GZ

Referensi

Dokumen terkait