• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERUSAKAN TRANSMISI ALLISON SERI 6000 DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT HH TRANSINDO - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KERUSAKAN TRANSMISI ALLISON SERI 6000 DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT HH TRANSINDO - Repository ITK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PT HH Transindo

PT HH Transindo, Balikpapan, Kalimantan Timur merupakan salah satu Perusahaan Swasta yang bergerak di bidang jasa pelayanan service dan penyediaan produk. PT HH Transindo telah melayani industri pertambangan, konstruksi, kelautan, pembangkit listrik dan minyak selama lebih dari 10 tahun. Fokus utama Transindo adalah remanufacture transmisi, turbocharger, differential, driveline, radiator, dan oil cooler, sambil menawarkan rangkaian lengkap layanan dan suku cadang tambahan. PT HH Transindo adalah dealer resmi pabrik untuk Kalimantan dan Sulawesi, mewakili Allison Transmissions dan Garrett Turbocharger, serta menjadi bagian Indonesia, penjualan dan layanan untuk Transflow Pumps dan agen untuk suku cadang Carlisle Brake (https://hh-transindo.com).

2.2 Transmisi Allison

Transmisi adalah salah satu dari sistem pemindah tenaga dari mesin ke diferensial kemudian ke poros axle yang mengakibatkan roda dapat berputar dan menggerakkan mobil. Transmisi berfungsi mendapatkan variasi momen dan kecepatan sesuai dengan kondisi jalan dan kondisi pembebanan, yang pada umumnya dengan menggunakan perbandingan-perbandingan roda gigi dan untuk mereduksi putaran sehingga diperoleh kesesuaian tenaga mesin dengan beban kendaraan. Transmisi diperlukan karena mesin pembakaran yang umumnya digunakan dalam mobil merupakan mesin pembakaran internal yang menghasilkan putaran rotasi.

Transmisi Allisonmerupakan transmisi otomatis yang biasanya digunakan pada kendaraan-kendaraan yang berbahan bakar diesel, seperti bus, truck, excavator, dan yang lainnya. Transmisi Allisonmemiliki jenis transmisi otomatis mulai dari seri 1000 hingga seri 9000. Perusahaan-perusahaan di bidang alat berat pada umumnya di Kota

(2)

Balikpapan seperti PT Hexindo Adiperkasa, PT Elnusa, PT Halliburton Indonesia, dan masih banyak lagi yang menggunakan Transmisi Allisondengan seri 3000,4000,5000 dan 6000. Allison Transmission Incorporated memberikan name plate parts serial number untuk membedakan setiap unit dari transmisi tersebut. Berikut gambar 2.1 yang menunjukkan name plate pada Transmisi Allison.

Gambar 2.1 Name plate Transmisi Allison (Allison Transmission Inc,2013)

Gambar 2.2 Transmisi AllisonSeri 6000 (Allison Transmission Catalog, 2005)

(3)

Gambar 2.3 Transmisi AllisonSeri 6000 Cross View (Allison Transmission Catalog, 2005)

Tabel 2.1 Komponen Utama Transmisi AllisonSeri 6000

NO PART NAME

1 Lockup clutch piston

2 Flywheel

3 Lock up clutch

4 Torque converter turbine

5 PTO cover

6 Torque converter pump 7 Torque converter stator 8 Input (engine) Speed sensor

9 PTO idler gear

10 Retarder housing 11 Retarder rotor

12 Turbine shaft

13 Turbine Speed sensor 14 Splitter-low clutch 15 Splitter-high clutch Plates 16 Splitter planetary carrier

(4)

NO PART NAME 17 Splitter Ring gear 18 High-range clutch Plates 19 Intermediate-range clutch Plates 20 Low-range clutch Plates 21 Reverse-range clutch Plates 22 Transmission rear cover

23 Output shaft

24 Output Speed sensor

25 Parking brake

26 Output flange

27 Speedometer drive gear 28 Reverse-range clutch piston 29 Reverse-range carrier 30 Reverse-range sun gear 31 .Low-range Ring gear 32 .Low-range planetary carrier 33 Low-range sun gear 34 Intermediate-range sun gear 35 Splitter output shaft 36 Splitter sun gear

37 Ground sleeve

38 Oil pump drive idler gear 39 Oil pump drive gear 40 Oil pump assembly

41 Input pump

42 Scavenge pump

(Allison Transmission Catalog, 2005)

2.3 Maintenance

Maintenance atau perawatan merupakan kegiatan yang bertujuan memelihara menjaga fasilitas peralatan pabrik, mengadakan suatu perbaikan, penyesuaian atau penggantian komponen yang diperlukan. Sehingga mendapatkan kondisi operasi produksi yang dapat memuaskan sesuai dengan yang direncanakan oleh perusahaan

(Rachman, 2017).

Hampir semua sistem teknis dapat dipelihara. Pemeliharaan sistem mencakup corrective Maintenance dan Preventive Maintenance. Tujuan utama dilakukannya proses pemeliharaan mesin, yaitu :

(5)

1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan produk dan kegiatan produksi.

3. Mengurangi pemakaian barang barang atau bahan yang tidak diperlukan dan penyimpanan di luar batas perusahaan. Sehingga dapat menjaga modal investasi dalam perusahaan pada jangka waktu yang telah ditentukan.

4. Menjaga biaya pemeliharaan serendah mungkin

5. Memperhatikan dan menghindari kegiatan operasi mesin serta peralatan peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

6. Mengadakan suatu kerjasama dalam rangka mencapai tujuan utama perusahaan (Pandi, 2014).

2.4 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Preventive Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi. Jadi, semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan (Preventive Maintenance) akan terjamin kontinuitas kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Adapun manfaat Preventive Maintenance:

1. Memperkecil overhaul (turun mesin).

2. Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar.

3. Mengurangi biaya kerusakan / pergantian mesin.

4. Memperkecil kemungkinan produk-produk yang rusak.

5. Meminimalkan persediaan suku cadang.

6. Memperkecil hilangnya gaji-gaji tambahan akibat penurunan mesin (overhaul).

7. Menurunkan harga satuan dari produk pabrik.

(Sembiring, 2020)

(6)

2.5 Corrective Maintenance

Corrective Maintenance merupakan proses pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan.

Sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Corrective Maintenance sering juga disebut dengan proses perbaikan atau reparasi. Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang terjadi karena tidak dilakukannya Preventive Maintenance ataupun setelah dilakukan Preventive Maintenance. Tapi pada saat waktu tertentu kondisi peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal tersebut kegiatan Maintenance dilakukan pada saat kerusakan terjadi dahulu baru kemudian komponen akan diperbaiki. Tujuan tindakan perbaikan ini adalah agar peralatan dapat dipergunakan kembali pada proses produksi, sehingga produksi tetap dapat berjalan dengan lancar (Pandi, 2014).

2.6 Klasifikasi Kerusakan

Dalam proses menghitung nilai dari suatu transisi suatu proses, maka sistem mesin akan dikelompokkan sesuai dengan tingkat kerusakannya. Kondisi ini adalah tingkat keadaan mesin pada saat akan dilakukannya proses perawatan periodik terhadap kondisi terakhir mesin. Dalam menentukan tingkat kondisi, sistem akan diperiksa secara bertahap. Setelah dilakukan pemeriksaan kondisi keadaan mesin, maka dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu :

1. Kondisi Baik

kondisi pada saat mesin dapat beroperasi sesuai ketentuan-ketentuan yang disetujui (baik), seperti pada saat keadaan mesin masih baru. Proses perawatan pencegahan atau pemeriksaan rutin dilakukan bertujuan agar mesin tetap dapat beroperasi dengan baik.

2. Kondisi Kerusakan Ringan

Kondisi mesin saat beroperasi dengan baik, tetapi terkadang terjadi kerusakan- kerusakan kecil. Kerusakannya yang ditimbulkan cukup Ringan dan memerlukan biaya yang cukup kecil.

(7)

3. Kondisi Kerusakan Sedang

Mesin dapat beroperasi seperti biasanya, tetapi kondisi keadaannya mengkhawatirkan.

4. Kondisi kerusakan berat

Mesin tidak dapat digunakan untuk beroperasi sehingga proses produksi terhenti.

Waktu perbaikan cukup lama dengan biaya perbaikanya yang cukup besar, kadang juga diikuti dengan penggantian komponen utama

(Pandi, 2014)

2.7 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA(Failure Mode and Effect Analysis) untuk studi ini menilai risiko dalam tiga kategori: Occurrence (O) adalah penilaian seberapa sering penyebab kegagalan spesifik diproyeksikan terjadi, Severity (S) adalah penilaian keseriusan efek dari potensi kegagalan terhadap proses atau sistem dan sekitarnya. Namun, Non Detection (D) adalah penilaian probabilitas bahwa parameter operasi sistem kontrol, tidak akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya, sebelum komponen rusak, dan sistem dihentikan (Ahmed, 2020).

FMEA berfungsi menganalisis sistem berdasarkan fungsi subsistem atau komponen unit. Analisis FMEA harus secara lengkap, seperti bagaimana komponen tersebut gagal, efek yang ditimbulkan dari kegagalan komponen tersebut, dan frekuensi munculnya kegagalan tersebut. Analisis tersebut diperlukan dalam menentukan nilai RPN (Risk Priority Number), dimana bertujuan untuk menentukan nilai kepentingan atau prioritas masing masing pada setiap komponen. Variabel- variabel yang digunakan dalam menentukan nilai RPN, yang dapat ditampilkan dalam format tabel Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2 (Setiawan,2014).

(8)

Tabel 2.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

No Nama Item

Mode Kegagalan

Efek

Kegagalan Penyebab Rating Resiko

S O D RPN

(Deulgonkar, 2021)

Tabel 2.3 Penilaian peringkat Nilai RPN Rank Linguistic Variable Range

1 Negligible RPN < 5

2 Very Low 5 < RPN < 10

3 Low 10 < RPN < 20

4 Relatively Low 20 < RPN < 50 5 Moderately Low 50 < RPN < 100 6 Moderate 100 < RPN < 150 7 Moderately High 150 < RPN < 250

8 High 250 < RPN < 350

9 Very High 350 < RPN < 500 10 Extremely High RPN > 500 (Deulgonkar, 2021)

A. Severity

Severity merupakan nilai tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat efek kegagalan sebuah sistem, dimana efek kegagalan tersebut mempengaruhi keseluruhan dari sistem. Nilai pada severity yaitu antara 1 sampai 10, dimana nilai 10 diberikan

(9)

apabila kegagalan yang terjadi pada komponen memiliki dampak yang sangat besar pada sistem (Ardani, 2019).

Tabel 2.3 Penilaian Severity

No Rank Kriteria

1 None Tidak ada efek pada mesin

2 Very Minor Efek yang dapat diabaikan pada kinerja Mesin 3 Minor Sedikit efek pada kinerja Mesin, kesalahan non-vital

dapat diperhatikan sebagian besar waktu 4 Low Efek kecil pada kinerja Mesin

5 Moderate Performa Berkurang dengan penurunan performa bertahap

6 Significant Mesin dapat dioperasikan dan aman tetapi kinerjanya menurun

7 Major Performa mesin sangat terpengaruh

8 Extreme Mesin tidak dapat dioperasikan tetapi aman

9 Very Extreme Kegagalan mesin yang mengakibatkan efek berbahaya sangat mungkin terjadi

10 Serious Kegagalan mesin yang mengakibatkan efek berbahaya hampir pasti

(Ahmed, 2020) B. Occurrence

Occurence berfungsi untuk menilai tingkat frekuensi keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan pada sistem. Occurenceberhubungan dengan jumlah tingkat kegagalan yang muncul akibat kegagalan pada sebuah unit atau sistem. Nilai pada Occurenceyaitu antara 1 sampai 10, dimana nilai 10 diberikan apabila kegagalan yang terjadi memiliki nilai intensitas yang tinggi atau sering terjadi

(Ardani, 2019).

Tabel 2.4 Penilaian Occurance

No Rank Kriteria

1 Unlikely kendaraan atau barang

2 Very Remote 0,1 per seribu kendaraan atau barang 3 Remote 0,5 per seribu kendaraan atau barang 4 Very Low 1 per seribu kendaraan atau elemen 5 Low 2 per seribu kendaraan atau barang

(10)

No Rank Kriteria

6 Moderate 5 per seribu kendaraan atau barang 7 Moderately High 10 per seribu kendaraan atau barang 8 High 20 per seribu kendaraan atau elemen 9 Very High 50 per seribu kendaraan atau barang 10 Almost Certain

(Standard IEC 60812, 2016) C. Non Detection

Non Detectionbertujuan mendeteksi penyebab terjadinya kegagalan pada suatu sistem. Menentukan tingkat Detection yaitu menentukan sebuah kontrol proses yang akan mendeteksi secara spesifik akar penyebab dari kegagalan. Non Detection adalah sebuah pengukuran untuk mengendalikan kegagalan yang dapat terjadi (Ardani, 2019).

Tabel 2.5 Penilaian Non Detection

No Rank Kriteria

1 Almost Certain Sistem kontrol pasti akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

2 Very High Kemungkinan yang sangat tinggi bahwa sistem kontrol desain

3 High Kemungkinan besar bahwa sistem kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

4 Moderately High Peluang yang cukup tinggi bahwa Sistem Kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan selanjutnya

5 Moderate Peluang sedang bahwa Sistem Kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

6 Low Kemungkinan kecil bahwa Sistem Kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan selanjutnya

7 Very Low Sangat kecil kemungkinan bahwa Sistem Kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

8 Remote Peluang Remote Sistem Kontrol mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

(11)

No Rank Kriteria

9 Very Remote Kemungkinan yang sangat kecil bahwa Sistem Kontrol akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial dan mode kegagalan berikutnya

10 Almost Impossible Sistem Kontrol tidak akan mendeteksi penyebab atau mekanisme potensial atau mode kegagalan berikutnya; atau tidak ada Kontrol Tata Letak ( Standard IEC 60812, 2016)

Setelah mendapatkan masing-masing nilai dari Severity, Occurence, Non Detectionmaka kemudian mencari nilai RPN (Risk Priority Number). Dimana semakin tinggi nilai RPN pada komponen, maka semakin tinggi memiliki peranan dalam penyebab kegagalan pada proses produksi.

RPN = S × O × D (2.1)

(Setiawan, 2014)

2.8 FTA (Fault Tree Analysis)

Metode Deductive seperti FTA (Fault Tree Analysis) merupakan sebuah proses dalam menentukan faktor penyebab kemungkinan besar terjadinya kegagalan. FTA merupakan sebuah analisis yang dapat menerjemahkan secara grafik terkait kombinasi kombinasi yang dapat menyebabkan kegagalan pada sebuah sistem (Ferdiana, 2015).

(12)

Gambar 2.4 Diagram FTA (Fault Tree Analysis) (Ferdiana, 2015)

FTA (Fault Tree Analysis) memiliki simbol-simbol yang digunakan dalam proses pembuatan grafik. Simbol-simbol kejadian digunakan untuk menunjukkan sifat dari setiap kejadian dalam sistem yaitu pada gambar 2.2. Simbol kejadian akan memudahkan dalam mengidentifikasi kejadian yang akan terjadi, adapun simbol- simbol kejadian yang digunakan dalam FTA yang ditunjukkan pada tabel 2.5 sebagai berikut:

Tabel 2.6 Simbol-simbol diagram FTA (Fault Tree Analysis)

Simbol Keterangan

Top Event Logic Event OR Logic Event AND Transferred Event Undeveloped Event

Basic Event (Ferdiana, 2015)

(13)

Metode Fault Tree Analysis ini efektif dalam menemukan inti permasalahan karena menilai bahwa suatu kejadian yang tidak diharapkan atau kerugian yang telah ditimbulkan oleh sebuah sistem tidak hanya berasal pada satu titik kegagalan. Fault Tree Analysisdapat mengidentifikasi Hubungan antara faktor penyebab kegagalan dan ditampilkan dalam bentuk pohon kesalahan yang dimana melibatkan gerbang logika sederhana (Setiawan, 2014)

2.9 Aplikasi TopEvent FTA

TopEvent FTA adalah perangkat lunak interaktif untuk analisis pohon kesalahan kualitatif dan kuantitatif. Pohon kesalahan adalah diagram grafik yang menggunakan gerbang logika untuk memodelkan berbagai kombinasi kegagalan, kesalahan, dan peristiwa normal yang terlibat dalam menyebabkan peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Metode analisis pohon kesalahan terutama digunakan di bidang teknik keselamatan dan teknik keandalan untuk memahami bagaimana sistem dapat gagal, untuk mengidentifikasi cara terbaik untuk mengurangi risiko atau untuk menentukan tingkat kejadian kecelakaan (Ardani, 2019).

2.10 Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan beberapa rangkuman dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, dimana memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dibuat.

Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1. Reza, dkk 2017 Metode : FMEA pada data kerusakan mesin Mandrel Tension Reel

Hasil:Setelah dilakukan analisis kerusakan mesin Mandrel Tension Reel dengan FMEA, terdapat 8 mode kegagalan dari 2 item dengan nilai RPN tertinggi sebesar 80 yaitu jamming

(14)

No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

2 Ridwan,dkk 2019 Metode : FMEA pada simulasi sistem dinamis dalam perancangan mitigasi risiko pengadaan material alat excavator

Hasil : mendapatkan hasil RPN tertinggi sebesar 6,124 dari 12 kejadian risiko yang teridentifikasi yaitu pada kejadian risiko material bahan baku terlambat dating,

3 Suherman, dkk 2019 Metode : FMEA pada pengendalian kualitas produksi .

Hasil : mendapatkan hasil yaitu jenis cacat yang paling dominan pada proses produksi merupakan dimensi tidak standar sebesar 49,75% yang paling besar disebabkan oleh pipa cairan HE error

4. Ardani,dkk 2019

Metode: FMEA pada analisa Ringkat risiko pada komponen pembangkit listrik di kota Balikpapan

Hasil : mendapatkan nilai RPN tertinggi sebesar 144 yang terdapat pada komponen Radiator Motor Fan di sistem Radiator dan komponen LO Separator di sistem Lube Oil Supply System 5 Pibisono,dkk 2020 Metode: FMEA dan FTA pada analisis

kegagalan MaintenanceUnit Produksi di PT.

Saptaindra Sejati

Hasil : mendapatkan 4 komponen kritis pada unit Dump Truck CAT785C yaitu engine tidak bisa start sebesar 160 (12,5%), error 03 transmisi sebesar 132 (10,3%), Speed mundur problem sebesar 132 (10,3%) dan error engine dirate sebesar 128 (10%)..

Referensi

Dokumen terkait

Metode failure mode and effect analysis FMEA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab cacat pada proses produksi dan menggunakan pendekatan kaizen