• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Mutu Pelayanan BPJS Kesehatan pada Tahun 2021

N/A
N/A
Afriliandra Pratama (andra)

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Mutu Pelayanan BPJS Kesehatan pada Tahun 2021"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Mutu Pelayanan BPJS Kesehatan Di 2021 “Analysis of BPJS Health Service Quality in 2021”

Meliana Putri

[email protected]

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

 

ABSTRAK

Pendahuluan:Memperoleh pelayanan kesehatan merupakan hak asasi bagi seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk memperluas cakupan pelayanan kesehatan guna memenuhi hak masyarakat Indonesia tersebut. Perluasan cakupan pelayanan kesehatan diupayakan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS).

Metode: Desain Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka yang berasal dari dari buku, jurnal, artikel, web terpercaya, dan sebagainya yang ditelusuri secara daring melalui google, google scholar, web resmi pemerintah, dan portal lainnya untuk mencari literatur dengan memakai kata kunci yang terdapat dalam topik penelitian baik  dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Kesimpulan: Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan metode Six Sigma. Selain itu, terdapat beberapa strategi yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan.

Kata Kunci:  Pelayanan Kesehatan, Mutu Pelayanan, Kesehatan, BPJS, Pemerintah

Abstract

Background: Obtaining health services is a human right for all Indonesian people as mandated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The Indonesian government continues to strive to expand the scope of health services in order to fulfill the rights of the Indonesian people. The expansion of health service coverage is pursued through the National Health Insurance (JKN) program organized by the Social Security Administration (BPJS). Methods: This research design uses a literature review method that comes from books, journals, articles, trusted websites, and so on which are searched online through Google, Google Scholar, official government websites, and other portals to search for literature by using the keywords found. in research topics in both English and Indonesian. Conclusion: Improving the quality of health services can be done using the Six Sigma method. In addition, there are several strategies that have been recommended by the Indonesian Ministry of Health in maintaining the quality of health services.

 

Keywords: Health Services, Quality of Service, Health, BPJS, Government

(2)

PENDAHULUAN 

Pelayanan kesehatan merupakan hak asasi bagi seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk memperluas cakupan pelayanan kesehatan guna memenuhi hak masyarakat Indonesia tersebut. Perluasan cakupan pelayanan kesehatan diupayakan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang

diselenggarakan oleh Badan

Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS).

Cakupan kepesertaan JKN terus mengalami peningkatan sejak awal diberlakukan pada 1 Januari 2014 hingga tahun 2020. Pada tahun 2014, tercatat kepesertaan JKN sebanyak 133,4 juta dan meningkat terus hingga mencapai 222,4 juta pada tahun 2020 (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Hal tersebut menunjukkan bahwa Program JKN dinilai mampu mendukung terwujudnya Universal Health Coverage atau jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh masyarakat Indonesia. Peningkatan jumlah kepesertaan JKN tersebut beriringan dengan penambahan ketersediaan akses layanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014, fasilitas

kesehatan pada program JKN dibedakan menjadi fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). FKTP dalam program JKN, meliputi Puskesmas, praktik dokter, klinik pratama, dan rumah sakit kelas D pratama. Sementara itu, FKTRL dalam program JKN, meliputi klinik utama, rumah sakit umum, dan rumah sakit khusus. Pada tahun 2020, sebanyak 23.043 FKTP dan 2.507 FKRTL yang sudah bekerja sama dengan BPJS dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Namun, banyaknya fasilitas kesehatan yang ada masih belum diikuti dengan pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu. Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari seberapa besar kepuasan pasien atas pelayanan yang telah diberikan oleh fasilitas kesehatan (Andriani, 2017).

Penelitian-penelitian yang ada terkait kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di berbagai fasilitas kesehatan di berbagai daerah menunjukkan bahwa kepuasan pasien masih rendah, baik dari aspek fisik, kehandalan, daya tanggap, akses, jaminan, empati dan lain-lain. Hasil penelitian tentang mutu pelayanan program JKN di RSUD Dr. Muhammad Soewandhie Kota Surabaya menunjukkan

(3)

bahwa masih rendahnya kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan dalam aspek fisik, daya tanggap, dan kehandalan.

Kurangnya fasilitas ruang tunggu, kurangnya luas ruangan dan pendingin udara, ketersediaan bed masih belum mencukupi kebutuhan jumlah pasien, petugas belum mampu menjaga konsistensi ketepatan waktu pelayanan, serta penanganan pengaduan dan masukan dari pasien masih belum baik (Larasati, 2016).

Penelitian lain terkait pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak juga menunjukkan hasil masih rendahnya mutu pelayanan Puskesmas, seperti belum adanya alat rontgen, belum adanya tenaga farmasi dan tenaga analis kesehatan, petugas yang kurang ramah dan kurang mampu menangani pasien secara cepat dan tanggap (Nopiani dan Sasmito, 2019). Sangat disayangkan apabila penambahan jumlah fasilitas kesehatan yang ada tidak diikuti oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Perhatian terhadap isu mutu pelayanan belum begitu tinggi karena berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan terbatasnya sumber daya lainnya. Padahal, pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan pasien sehingga

memberikan pengaruh yang baik terhadap citra dari sebuah fasilitas pelayanan kesehatan (Ulumiyah, 2018). Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar operasional prosedur yang ditetapkan sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka yang merupakan cara menganalisis suatu fenomena atau topik dengan mengumpulkan berbagai informasi dari buku, jurnal, artikel, web terpercaya, dan sebagainya untuk menemukan rujukan yang relevan dengan topik penelitian dalam rangka menghasilkan suatu tulisan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan data sekunder sebagai sumber data penelitian yang notabenenya berasal dari penelitian sebelumnya. Dalam metode kajian pustaka, peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung di lapangan melainkan dari literatur yang tersedia dan berkaitan dengan topik.

Dalam penelitian ini, data sekunder yang dimaksud akan didapatkan dari jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan sumber informasi kredibel lainnya yang ditelusuri

(4)

secara daring. Peneliti menggunakan  google, google scholar, web resmi pemerintah, dan portal lainnya untuk mencari literatur dengan memakai kata kunci yang terdapat dalam topik penelitian yaitu “Pelayanan Kesehatan”, “Mutu Pelayanan Kesehatan”, “Pelayanan Kesehatan Di Indonesia”, “Kesehatan BPJS di Indonesia” dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia.

HASIL DAN DISKUSI

1. Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu Pelayanan Kesehatan Mosadeghrad (2011) mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian dengan spesifikasi, persyaratan atau standar dan memuaskan harapan serta kebutuhan pelanggan. Mutu pelayanan kesehatan adalah penilaian dan penyediaan perawatan yang efektif dan aman, yang tercermin dalam budaya keunggulan, yang menghasilkan pencapaian kesehatan yang optimal atau diinginkan (Allen-Duck, 2017). Pelayanan kesehatan yang bermutu sebenarnya tidak hanya semata-mata memberikan kepuasan kepada pasien, tetapi juga memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar operasional yang telah ditetapkan. Maksud dari pernyataan tersebut adalah ketika ada pasien yang datang ke instalasi gawat

darurat (IGD) segera diberikan infus oleh tenaga kesehatan padahal tidak semua pasien yang datang ke IGD membutuhkan tindakan infus. Apabila pasien diinfus padahal tidak membutuhkan infus dapat membahayakan kondisi pasien sehingga keselamatan pasien terancam. Hal tersebut tentunya tidak dapat dikatakan sebagai pelayanan yang berkualitas hanya dengan memberikan tindakan infus segera setelah masuk ruangan IGD. Layanan yang bermutu secara komprehensif juga dapat diartikan dengan sejauh mana realitas layanan yang di berikan sesuai dengan kriteria dan standar profesional medis terkini dan baik yang sekaligus telah memenuhi atau bahkan melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal (Astuti, 2017). Dimensi mutu pelayanan kesehatan tentunya akan berbeda dari sudut pandang pemakai jasa pelayanan kesehatan, pemberi layanan kesehatan, penyandang dana pelayanan kesehatan, pemilik sarana layanan kesehatan, dan administrator layanan kesehatan. Pemakai jasa layananan kesehatan atau pasien melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhannya, diselenggarakan dengan cara yang sopan

(5)

dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya, serta mencegah berkembangnya penyakit yang dideritanya. Layanan kesehatan bermutu dari sudut pandang pemberi layanan kesehatan berkaitan dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan tersebut. Penyandang dana kesehatan memandang layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien atau dapat dikatakan pasien mampu disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Pemilik sarana layanan kesehatan berpendapat bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat. Layanan yang bermutu menurut administrator layanan kesehatan merupakan layanan yang dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan

pasien serta pemberi layanan kesehatan (Sriyanti, 2016)

2. Kepuasan Pasien dan Mutu Pelayanan BPJS Kesehatan Mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan kepuasan pasien.

Kepuasan pasien menjadi indikator penting terkait kualitas pelayanan kesehatan dan dianggap sebagai outcome dari pelayanan kesehatan (Karaca dan Durna, 2019). Kepuasan pasien itu sendiri dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan terhadap pasien, kemampuan untuk memberikan perhatian sesegera mungkin, waktu tunggu, dan kemampuan untuk menyampaikan informasi (Wong et al., 2013). Aspek-aspek kepuasan pasien yang berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan, yaitu efektif, efisien, akses, patient centered, adil, dan aman.

Keefektifan pelayanan diukur dengan kehandalan petugas kesehatan dalam melaksanakan tugasnya, seperti memberikan pelayanan yang tepat, pelaksanaan prosedur pendaftaran yang cepat dan mudah, dan ketepatan jadwal dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Efisiensi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan pelayanan yang tidak berbelit-belit dan lama. Aspek akses dapat diukur dengan kemudahan atau

(6)

keterjangkauan dalam memanfaatkan pelayanan atau jasa yang ditawarkan.

Patient centered yang mengutamakan pelayanan yang berfokus pada kebutuhan pasien. Aspek adil dapat diukur dengan perasaan pasien yang merasa diterima dan dilayani dengan baik tanpa melihat dan membedakan latar belakang ekomi pasien, latar belakang budaya, suku, ras, dan agama. Aspek aman dapat diukur dengan upaya fasilitas kesehatan dalam menjamin keselamatan pasien selama berada di fasilitas kesehatan (Siregar et al., 2021).

Apabila aspek- aspek tersebut dapat terpenuhi, maka pelayanan kesehatan yang diberikan dapat dianggap memiliki mutu yang baik. Terdapat beberapa alat atau metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien. Hong Kong Inpatient Experience Questionnaire (HKIEQ) merupakan salah satu alat ukur kepuasan pasien yang tervalidasi pertama di Asia dengan membawa 9 (sembilan) dimensi, meliputi akses yang cepat, penyediaan informasi, perawatan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan, kebutuhan fisik dan emosional, koordinasi perawatan, rasa hormat dan privasi, lingkungan dan fasilitas, menangani umpan balik pasien, dan perawatan secara keseluruhan terkait

profesional perawatan kesehatan dan kualitas perawatan. Kuesioner pada metode HKIEQ telah terbukti dapat diandalkan, konsisten, dan berguna sebagai pilihan bagi pengambil kebijakan untuk memastikan bahwa pelayanan telah memenuhi kebutuhan pasien (Wong et al., 2013).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan.

Menurut Mosadeghrad (2014), mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor penyedia layanan kesehatan, pasien, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan organisasi kesehatan serta lingkungan yang lebih luas. Ketersediaan sumber daya, kolaborasi dan kerjasama antara penyedia layananan kesehatan juga menjadi faktor internal yang mampu mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Faktor individu yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, meliputi usia, kepribadian, pendidikan, kemampuan, dan pengalaman. Sementara itu, faktor organisasi yang mempengaruhi kualitas pelayanan, di antaranya gaya manajemen, kondisi kerja, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor lingkungan terdiri dari pengaruh ekonomi dan sosial. Faktor yang berkaitan dengan pelanggan atau pasien,

(7)

meliputi variabel sosio-demografis, sikap, dan kerjasama. Faktor yang berkaitan dengan pelanggan datang dari sudur pandang penyedia layanan kesehatan tetapi cukup berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan. Sementara itu, Burhanuddin (2016) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan, meliputi kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), bukti langsung (tangibles), jaminan (assurance), perhatian (emphaty). Kehandalan (reliability) merupakan kemampuan fasilitas kesehatan dalam menghasilkan produk atau jasa pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya keakuratan, kecepatan, kemampuan dalam memberikan penjelasan, dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar.

Daya tanggap (responsiveness) merupakan kemampuan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, mengerti kebutuhan pasien, cepat dalam menanggapi keluhan atau masalah yang dihadapi oleh pasien. Bukti langsung (tangibles) merupakan keberadaan fasilitas fisik, peralatan, sarana komunikasi, ruang tunggu, dan lain-lain.

Jaminan (assurance) merupakan kepercayaan pasien terhadap jaminan

kesembuhan dan keamanan selama menerima pelayanan kesehatan serta tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan kepada pasien. Perhatian (emphaty) merupakan kemampuan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan secara individu berupa perhatian khusus, memahami kebutuhan, mengutamakan kepentingan pasien, komunikasi yang baik, dan mudah dihubungi.

4. Hubungan Mutu Pelayanan BPJS Kesehatan dengan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan berkaitan dengan kondisi sumber daya manusia kesehatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Suharmiati (2012) menjelaskan bahwa terbatasnya jumlah dan jenis tenaga kesehatan dapat menyebabkan adanya tugas rangkap. Apabila tenaga kesehatan memiliki tugas rangkap sehingga beban kerja yang dimiliki bertambah, maka kemungkinan pasien atau masyarakat tidak terlayani dengan baik. Kualitas sumber daya manusia kesehatan juga harus terjamin secara kompetensi, keterampilan, dan sikap. Rensi (2019) menyebutkan bahwa kompetensi tenaga

(8)

medis dan layanan kesehatan bersama- sama menciptakan kepuasan pasien.

Kemampuan SDM kesehatan dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara langsung maupun tidak langsung dengan mendorong perilaku kerja proaktif pada karyawan mereka. Kemampuan SDM kesehatan di Indonesia merupakan hal yang penting karena fasilitas kesehatan di Indonesia sangat padat orang dan layanan.

Hal tersebut dapat dilihat dari pengeluaran kesehatan untuk upah tenaga kesehatan yang sangat tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, apabila fasilitas kesehatan ingin memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi dengan biaya terjangkau, maka perlu memberikan perhatian yang jauh lebih besar pada sumber daya manusianya (Khatri et al., 2017). Tidak hanya itu, tenaga kesehatan yang dibebani dengan beban kerja yang berat, paket kompensasi yang buruk, kualitas kehidupan kerja yang rendah, dan kepemimpinan yang buruk dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan (Mosadeghrad, 2014). Manajemen sumber daya manusia kesehatan yang efektif sangat dibutuhkan mengingat pengaruhnya yang signifikan terhadap kepuasan pasien sehingga turut mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.

Dalam implementasinya, masih terdapat kesenjangan pada pelayanan kesehatan antara pengguna BPJS dengan pengobatan mengunakan biaya pribadi. Masyarakat sering kali merasa tidak puas saat melakukan pengobatan menggunakan BPJS. Dari segi fasilitas, sering kali kita temukan fasilitas yang kurang memadai bagi pasien yang menggunakan BPJS.

Menyebabkan sedang dirawat merasa kurang nyaman saat diperiksa oleh tenaga kesehatan. Dari segi sumber daya manusia, menurut Hasibuan (2016), sumber daya manusia terdiri dari daya pikir serta fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan manusia ditentukan oleh daya pikir serta fisiknya. Sumber daya manusia merupakan unsure utama dalam melakukan aktivitas. Peralatan yang canggih tetapi tidak diiringi kualitas sumber daya manusia tidak akan berarti apa – apa. Akan tetapi dalam pelaksanaan nya sering kali kita temukan banyak sekali rumah sakit yang minim Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi yang baik. Hal tersebut menyebabkan  berat beban kerja perawat dan kinerjanya menjadi kurang optimal.  Kuantitas serta kualitas SDM yang mumpuni sangat diperlukan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan.

(9)

5. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan

Terdapat beberapa metode atau cara untuk meningkatan pelayanan kesehatan.

Metode Six Sigma merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas dengan melibatkan proses pengukuran, investigasi, analisis, dan evaluasi dari suatu masalah. Metode Six Sigma dapat dianggap sebagai sebuah proyek pengendalian manajemen guna meningkatkan kualitas produk dari suatu organisasi, pelayanan, dan prosesnya secara berkelanjutan dengan mengurangi cacat atau kesalahan. Terdapat beberapa faktor penting dalam keberhasilan penerapan Six Sigma, di antaranya: (a) Keterlibatan manajemen dan komitmen;

(b) Perubahan budaya; (c) Komunikasi;

(d) Infrastruktur organisasi; (e) Pelatihan sebagai pembelajaran paralel; (f) Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis, pelanggan, pemasok, dan sumber daya manusia; (g) Keterampilan manajemen proyek dan kaitannya dengan manajemen mutu; (h) Memahami alat dan teknik dalam cakupan Six Sigma; (i) Prioritas proyek dan alat (Hassan, 2013).

Nilai sigma yang dicapai menjadi ukuran keberhasilan penerapan Six Sigma. Putri (2015) menjelaskan bahwa penerapan Six

Sigma dilakukan melalui beberapa cara, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Define merupakan penentuan tujuan dan lingkup pelayanan, mengumpulkan informasi dari para pasien, dan mengetahui proses dalam menentukan pelayanan yang akan diberikan. Measure merupakan penentuan pengukuran apa saja yang akan dibutuhkan guna menguantifikasi masalah. Tujuannya adalah menilai suatu proses pada waktu tertentu dan menetapkan tujuan yang harus dicapai. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan karakteristik mutu pelayanan kesehatan. Analyze merupakan analisis akar penyebab masalah dan kesenjangan kinerja melalui data-data yang tersedia.

Pada tahap ini, sumber penyebab kegagalan pelayanan dapat digambarkan dengan detail dalam bentuk diagram.

Improve merupakan proses memilih karakteristik kinerja proses yang harus ditingkatkan dan sebabsebab kesalahan yang harus dihilangkan atau dalam kata lain menentukan solusi untuk memecahkan masalah berdasarkan diagram yang telah dibuat sebelumnya.

Control merupakan pengendalian kinerja proses dan menetapkan rencana tindakan perbaikan yang diikuti dengan proses pengukuran mutu pelayanan kesehatan

(10)

pada fasilitas kesehatan (Putri, 2015).

Sriyanti (2016) dalam publikasi Kementerian Kesehatan RI juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa strategi program menjaga mutu pelayanan kesehatan, antara lain: (1) Memastikan indikator mutu yang dipakai, baik indikator input, indikator proses, maupun indikator output ataupun indikator outcome; (2) Program jaminan mutu yang dipilih harus bersifat dinamik dan fleksibel, dikembangkan sesuai masalah spesifik pada masing-masing bidang pelayanan kesehatan; (3) Peningkatan motivasi pelaksana pelayanan kesehatan;

(4) Program difokuskan pada aspek mutu bukan pada kuantitas; (5) Pengukuran mutu lebih ditekankan pada kontak layanan kesehatan antara pemberi layanan kesehatan dengan pasien. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, meliputi: (a) Setiap orang dalam institusi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian, dan peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing kontrol serta bertanggung jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing- masing orang; (b) Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan setiap pelanggan, baik pelanggan eksternal

maupun pelanggan internal; (c) Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan metode statistik, dan keterlibatan setiap orang yang terkait; (d) Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami; (e) Pembentukan team work, baik dalam part-time teamwork, full-time teamwork ataupun cross-functional team;

(f) Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of employees) melalui keterlibatan dalam pemgambilan keputusan; (g) Partisipasi dari setiap orang dalam kegiatan merupakan dorongan yang positif dan harus dilaksanakan; (h) Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu modal dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan; dan (i) Supplier dan costumer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu tidak hanya semata-mata memuaskan pasien tetapi juga harus

(11)

sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar operasional yang berlaku. Mutu pelayanan kesehatan dapat dinilai melalui kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterimanya. Mutu pelayanan kesehatan tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari kondisi fasilitas kesehatan maupun sisi pasien itu sendiri. Ternyata, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kesehatan juga berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan sehingga manajemen sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam meningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Manajemen tersebut meliputi manajemen dari segi kuantitas maupun kualitas. Mutu pelayanan kesehatan harus terus dijaga dan ditingkatkan melalui berbagai cara yang sesuai dengan fasilitas kesehatan. Secara teori, peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan metode Six Sigma. Selain itu, terdapat beberapa strategi yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan yang baik tentunya tidak hanya berdampak positif pada pasien tetapi juga fasilitas

kesehatan itu sendiri. Pasien akan terpenuhi kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan juga dapat bekerja sesuai dengan tanggung jawab dan kapasitasnya, serta fasilitas kesehatan dapat memperoleh citra yang baik dan keuntungan guna menjaga keberlanjutan pengadaan pelayanan kesehatan.

Selain itu juga pemerintah dapat melakukan perbaikan produktifitas.

Dengan adanya pengukuran kinerja dapat diketahui mengenai kelebihan serta kekurangan dari pelayanan yang diberikan pemerintah untuk masyarakat.

Dengan terdeteksinya kekurangan mengenai pelayanan maka pemerintah dapat melakukan perbaikan produktifitas dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Dengan adanya upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat maka akan tercipta pelayanan kesehatan yang optimal dan akan menciptakan kepuasan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah. Tentunya hal tersebut akan berdampak pula pada berbagai bidang penyelenggaraan Negara. Apabila masyarakat mendapat pelayanan

(12)

kesehatan yang optimal maka akan mewujudkan masyarakat yang sehat dan dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan di berbagai bidang dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

 Adriani, A., 2017. Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Psien di Ruangan Poli Umum Puskesmas Bukittinggi. Journal Endurance, 2(1).

 Allen-Duck, A., Robinson, J.C., and Stewart, M.W., 2017.

Healthcare Quality: A Concept Analysis. Nurs Forum, 52(4).

 Astuti, D, 2017. Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Puskesmas. HIGEIA, 1(3).

 Burhanuddin, N, 2016.

Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien RSUD Syekh Yusuf Gowa. Jurnal MKMI, 12(1).

 Hassan, Mohamed, K., 2013.

Applying Lean Six Sigma for Waste Reduction in a

Manufacturing Environment.

American Journal of Industrial Engineering, 1(2).

 Karaca, A. and Durna, Z., 2019.

Patient Satisfaction with The Quality of Nursing Care. Nursing Open, 6(2).

 Kementerian Kesehatan RI, 2021. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

 Karistiawan, I., 2021. BPJS Kesehatan. [online] Bpjs- kesehatan.go.id. Available at:

[Accessed 23 December 2021]

 Larasati, N., 2016. Kualitas Pelayanan Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Rangka Menjamin Perlindungan Kesehatan Bagi Peserta BPJS di RSUD DR.M.Soewandhie Kota Surabaya. Kebijakan dan Manajemen Publik, 4(2).

 Mosadeghrad, A.M., 2011.

Healthcare Service Quality:

Towards a Broad Definition.

International Journal of Health Care Quality Assurance, 26(3).

 Mosadeghrad, A.M., 2014.

Factors Influencing Healthcare Service Quality. International

(13)

Journal Health Policy Management, 3(2).

 Sasmito, C and Nopiani, 2019.

Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Banyuke Hulu Kabupaten Landak. Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi, 7(1).

 Siregar, H.K., Lipin, and Pipin, A., 2021. Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit: A Literature Review.

Jurnal Kesehatan Holictic, 5(2),

 Sriyanti, C, 2016. Mutu Layanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

 Suharmiati, Handayani, L., and Kristiana, L., 2012. Faktor- Faktor yang Memengaruhi Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Daerah Terpencil Perbatasan di Kabupaten Sambas (Studi Kasus di Puskesmas Sajingan Besar).

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(3).

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Available at:

http://jkn.kemkes.go.id/attachme nt/unduhan/PMK%20No.

%2028%20ttg%20Pedoma n

%20Pelaksanaan%20Program

%20JKN.pdf

 Putri, E, 2015. Analisis Lean Six Sigma Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi RS PMI Bogor.

Farmaka, 15(3).

 Ulumiyah, N.H., 2018.

Meningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Penerapan Upaya Keselamatan Pasien di Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 6(2).

 Wong, E.L.Y., Coulter, A., Cheung, A.W.L., Yam, C.H.K, Yeoh, E.K., Griffiths, S, 2013.

Validation of Inpatient Experience Questionnaire.

International Journal for Quality in Health Care, 25(4).>

   

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi

Hubungan Pendidikan Pasien BPJS Kesehatan dengan Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Pasien Balai Pengobatan Sukarami Palembang Tahun 2016... Hubungan Jenis Kelamin

Penelitian yang dilakukan oleh Retno Eka pada tahun 2013 mengenai kualitas Pelayanan Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Sumbersari Jember membuktikan

Data penelitian diperoleh dari Tenaga Kesehatan, Rumah Sakit Swasta dan Dinas Kesehatan untuk menguji secara ilmiah apakah kualitas pelayanan BPJS

Hasil dari analisis data dengan Ho ;perbedaan kualitas pelayanan kesehatan antara peserta BPJS kesehatan PBI dan non PBI kelas 3 rawat inap RSUD dr Suratno

Kesimpulan Dari penelitian yang kami lakukan mengenai Pengaruh Motivasi Terhadap Penggunaan Sistem Pelayanan Kartu BPJS Kesehatan Masyarakat Pada Kantor BPJS Kesehatan Tembilahan,

180565201013 Abstrak Kualitas pelayanan kesehatan RSUD Kabupaten Natuna Terhadap Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Tahun 2021, menghadapi sejumlah masalah, yakni

Hubungan Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Temindung Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 dari 36 responden dengan kepuasan cukup,