• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pencahayaan Ruangan Pada Ruang Kelas Di Universitas Singaperbangsa Karawang Menggunakan Dialux Evo 9.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan " Analisis Pencahayaan Ruangan Pada Ruang Kelas Di Universitas Singaperbangsa Karawang Menggunakan Dialux Evo 9.1 "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pencahayaan Ruangan Pada Ruang Kelas Di Universitas Singaperbangsa Karawang Menggunakan Dialux Evo 9.1

Gita Yusvita1

1Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang, Karawang, Jawa Barat

*Koresponden email: [email protected]

Diterima: 30 Juli 2021 Disetujui: 9 Agustus 2021

Abstract

Room lighting is an important factor in the work environment to improve performance and is also a factor in occupational health and safety. Lighting that does not comply with standards can cause eye fatigue, resulting in decreased worker performance. In educational institutions, the classroom is the one most commonly used relative to other rooms, so that the classroom needs adequate lighting to support the occurrence of teaching and learning activities in the room. In two classrooms at the University of Singapperbangsa Karawang, an analysis of interior lighting was conducted to determine the level of lighting. The purpose of this study is to determine whether the lighting level in the classroom conforms to SNI 03-6575-2001 , which is 250 Lux. Based on the calculation of the number of lights, in class 1, it is necessary 8 lights and in class 2, it is necessary 14 lights. Calculations using Dialux Evo 9.1 in class 1 the lighting level during the day is 280 lux and at night is 187 Lux, while in class 2 has a lighting level of 189 Lux during the day and 199 Lux at night. This is an indication of the need to repair the lighting installation.

Keywords: work environment, lighting, classroom, SNI, dialux evo 9.1

Abstrak

Pencahayaan ruangan adalah satu faktor yang penting pada lingkungan kerja untuk meningkatkan kinerja dan juga menjadi salah satu faktor dalam kesehatan dan keselamatan kerja. Pencahayaan yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan kelelahan pada mata, sehingga performa pekerja menjadi menurun. Dalam lembaga pendidikan ruang kelas adalah ruangan yang paling sering digunakan dibandingkan ruangan lainnya, sehingga ruang kelas diperlukan pencahayaan yang memadai untuk menunjang terjadinya aktivitas belajar-mengajar dalam ruangan. Pada dua ruang kelas di Universitas Singaperbangsa Karawang dilakukan analisis pencahayaan dalam ruangan untuk mengetahui tingkat pencahayaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah tingkat pencahayaan pada ruang kelas sudah sesuai standar SNI 03-6575-2001, yaitu sebesar 250 Lux. Berdasarkan perhitungan jumlah lampu, pada ruang kelas 1 dibutuhkan 8 lampu dan pada ruang kelas 2 dibutuhkan 14 lampu. Perhitungan menggunakan Dialux Evo 9.1 pada ruang kelas 1 tingkat pencahayaan siang hari sebesar 280 Lux dan malam hari sebesar 187 Lux, sedangkan pada ruang kelas 2 tingkat pencahayaan pada siang hari sebesar 189 Lux dan pada malam hari sebesar 199 Lux. Hal tersebut menunjukkan bahwa diperlukan adanya perbaikan instalasi pencahayaan.

Kata Kunci: lingkungan kerja, pencahayaan, ruang kelas, SNI, dialux evo 9.1.

1. Pendahuluan

Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kinerja pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat lebih produktif, sehingga diperlukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan kerja dalam membuat ruang kerja [1]. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan kerja adalah pencahayaan [2]. Pencahayaan dapat menentukan kemampuan dalam melihat, seperti menentukan besaran suatu objek, baik dalam waktu maupun kecepatan [3].

Pencahayaan yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan kelelahan mata karena pupil mata harus menyesuaikan cahaya yang diterima, sehingga mengakibatkan mata harus berkontraksi secara berlebihan untuk menyesuaikan cahaya. Pengaruh kelelahan pada mata adalah penurunan performansi kerja, berkurangnya produktivitas, kualitas kerja yang rendah, terjadinya kesalahan kerja dan meningkatnya kecelakaan kerja [4]. Pencahayaan yang baik dan sesuai standar dapat meningkatkan produktivitas kerja sebesar 10%-50% serta dapat mengurangi persentase tingkat kesalahan kerja sebesar 30%-60%. Apabila dilakukan peningkatan intensitas cahaya sebesar 1 lux, maka dapat menurunkan sebesar 1.783 milidetik kelelahan pada mata. Hal ini membuktikan bahwa pencahayaan ruangan yang baik sangat diperlukan [5] .

(2)

Pencahayaan dalam ruangan berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Setiap ruang memiliki standar pencahayaannya masing-masing, Tabel 1 memuat standar pencahayaan ruangan menurut SNI 03-6575-2001 [6].

Tabel 1. Standar pencahayaan ruangan

Fungsi Ruangan Tingkat pencahayaan (lux) Rumah Tinggal

Teras 60

Ruang tamu 120-250

Ruang makan 120-250

Ruang kerja 120-250

Kamar tidur 120-250

Kamar mandi 250

Dapur 250

Garasi 60

Perkantoran

Ruang Direktur 350

Ruang kerja 350

Ruang komputer 350

Ruang rapat 350

Ruang gambar 750

Lembaga Pendidikan

Ruang kelas 250

Perpustakaan 300

Laboratorium 500

Ruang Gambar 750

Sumber: SNI 03-6575-2001 (2001)

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa setiap ruangan memiliki standar pencahayaannya masing-masing, hal ini tergantung dari aktivitas yang dilakukan dalam ruangan.

Dalam lembaga pendidikan ruang kelas adalah ruangan yang paling sering digunakan dibandingkan ruangan lainnya, sehingga ruang kelas diperlukan pencahayaan yang memadai untuk menunjang terjadinya aktivitas belajar-mengajar dalam ruangan. Salah satunya adalah ruang kelas di gedung H. Opon Soepandji pada Universitas Singaperbangsa Karawang. Ruang kelas ini memiliki dua tipe ruangan yaitu ruang kelas besar dan kecil. Ruang kelas ini beroperasi pada dari jam 07.00 wib hingga 21.00 wib, sehingga dibutuhkan pencahayaan yang sesuai standar, baik saat siang hari maupun malam hari. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pencahayaan dalam ruang kelas sudah sesuai standar SNI 03-6575- 2001 atau tidak.

2. Metode Penelitian

Pencahayaan adalah jumlah cahaya yang jatuh pada sebuah permukaan bidang. Pencahayaan memiliki satuan Lux (lumen/m2). Menurut sumbernya, pencahayaan dibedakan menjadi tiga yaitu penerangan alami yang berasal dari cahaya matahari, penerangan buatan yang berasal dari lampu, dan penerangan gabungan antara penerangan alami dan buatan [7]. Dalam ergonomi, pencahayaan yang baik akan membuat pekerja menjadi nyaman, sehingga produktivitas yang dihasilkan meningkat. Persamaan (1) adalah perhitungan jumlah titik lampu dalam ruangan;

N = 𝐸 𝑥 𝐴

𝑖 𝑥 𝐶𝑈 𝑥 𝐿𝐿𝐹 ... (1)

Keterangan:

N = Jumlah armatur (titik lampu) E = Intensitas penerangan (Lux) A = Luas ruangan (meter)

i = Tingkat pencahayaan (lumen) 𝐶𝑈 = Faktor Utilisasi (%)

LLF = Faktor rugi cahaya (%)

(3)

Koefisien Penggunaan / Coefficient of Utilization (CU)

Perbandingan pada fluks luminius yang sampai di bidang kerja dengan keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu merupakan faktor dari koefisien penggunaan. Penentuan koefisien pemakaian didasarkan oleh faktor reflektasi pada langit-langit, dinding, dan lantai yang dipengaruhi oleh pemantulan masing-masing warna maupun material yang digunakan [8].

Tabel 2. Tabel reflektivitas Cahaya

Material Persentase Pantulan Cahaya

Aspal 10%

Batu bata merah 25-45%

Beton 30-50%

Alumunium, reflektor 90-98%

Alumunium, dipelitur 70-85%

Warna hitam 4%

Warna putih 70-90%

Batu 5-50%

Kayu 5-40%

Cermin 80-90%

Sumber: Lechner (2015)

Faktor kehilangan cahaya / Light-Loss Factor (LLF)

Faktor kehilangan cahaya adalah perbandingan pada tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan dengan tingkat pencahayaan pada saat waktu instalasi baru digunakan. Biasanya koefisien depresiasi ditentukan berdasarkan estimasi. Faktor kehilangan cahaya dibedakan menjadi dua, yaitu non recoverable factor dan recoverable factor [9]. Adapun non recoverable terdiri atas;

a. Luminaire Ambient Temperature (LAT), atau temperatur di dekat luminer. Temperatur diatas 250o celcius pada lampu jenis fluorescent, akan kehilangan cahaya 1% tiap peningkatan temperatur sebesar 10o celcius. Apabila lampu beroperasi pada lingkungan yang normal sesuai desain pabrik sehingga LAT= 1. Adapun lingkungan normal merupakan kondisi yang sesuai arahan pabrik pada pembuat lampu.

b. Voltage Variatiton (VV), atau variasi pada tegangan listrik. Memaparkan jika transformasi 1% di tegangan listrik akan mempengaruhi hingga 3% lumen pada lampu pijar, jika lampu difungsikan pada volta yang sesuai akan menghasilkan VV= 1.

c. Luminaire Surface Depreciatian (LSD), atau depresiasi pada permukaan luminer. Penurunan kualitas pada permukaan luminer, seperti penutup yang berganti warna, reflektor yang tergores, serta hal lainnya yang akan mempengaruhi kuantitas ataupun mutu terhadap penerangan dalam ruangan.

d. Ballast Factor (BF), atau faktor balas. Dimana balas yang digunakan pada luminer terkadang berbeda dengan apa yang tercantum pada data teknis, hal ini mengakibatkan sering terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam perhitungan.

Adapun dalam Recoverable factor meliputi bagian sebagai berikut ini:

a. Luminaire Dirt Depreciation (LLD), merupakan depresiasi cahaya yang diakibatkan karena terjadinya penimbunan kotoran di luminer. Hal ini karena pengaruh luminer, kondisi lingkungan, serta waktu pada pembersihan luminer secara berkala.

b. Room Surface Dirt Depreciation (RSDD), adalah depresiasi cahaya yang mana terjadi akibat dari penumpukan kotoran pada permukaan ruang. Pencahayaan yang sering memanfaatkan pemantulan akan lebih rentan menyebabkan terjadinya penumpukan kotoran, yaitu debu dan lainnya.

c. Lamp Lumen Depreciation (LDD), merupakan suatu faktor yang tergantung terhadap jenis lampu serta waktu penggantiannya.

d. Lamp Burnout (LBO), adalah perkiraan jumlah lampu yang telah mati sebelum jadwal penggantian yang sebelumnya telah direncanakan. Jika lampu melakukan pergantian secara seluruhnya, maka LBO

= 1, tetapi apabila pergantian lampu hanya terjadi pada lampu yang mati, maka LBO = 0,95.

Maka, dapat dirumuskan dalam mencari LLF adalah persamaan (2).

LLF = (1,0) (RSDD x LLD x LBO x LDD)... (2)

(4)

Penelitian dilakukan di Gedung H. Opon Soepandji di Universitas Singaperbangsa Karawang.

Gedung ini dioperasikan sebagai ruang kelas dan terdapat beberapa ruang fungsional lainnya. Dalam gedung ini diambil dua ruang kelas yaitu ruangan berukuran 6 x 5,9 meter dan ruangan berukuran 9 x 5,9 meter.

Penelitian dimulai dengan menentukan tujuan penelitian, dilanjutkan dengan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari sumber informan baik secara individu maupun kelompok, seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti [10]. Sedangkan data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, tetapi dengan melihat dokumen ataupun penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain [11]. Dalam penelitian ini data sekunder didapatkan jurnal-jurnal maupun buku mengenai pencahayaan dalam ruangan.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data berdasarkan rumus jumlah kebutuhan lampu dalam ruangan dan perhitungan pencahayaan ruangan dengan menggunakan simulasi dengan software Dialux Evo, simulasi dilakukan pada siang hari dan malam hari. Dialux merupakan program tata cahaya buatan dan alami, tersedia secara gratis, berkembang dengan pesat, memenuhi kebutuhan informasi teknologi pencahayaan terkini, memiliki kemampuan membuat laporan secara otomatis, dan kemampuan visual rendering yang diperbaharui secara berkelanjutan [12]. Dialux adalah sebuah metode radiosity untuk melakukan komputasi distribusi dalam penyebaran cahaya, dimana radiosity merupakan algoritma iluminasi global yang digunakan dalam pemodelan grafis 3D rendering dalam menyelesaikan intensitas pada titik diskrit di sebuah skema [13].

3. Hasil dan Pembahasan

Berikut adalah data dimensi dua ruang kelas dan jumlah penerangan yang digunakan dalam penelitian pada Gedung H. Opon Soepandji;

Tabel 3. Data ruangan

Ruang Kelas Panjang (m) Lebar (m) Luas (m2) Jumlah Titik Lampu

1 6 5,9 35,4 4

2 9 5,9 53,1 6

Sumber: Data penelitian (2019)

Adapun jenis lampu yang digunakan dalam ruangan adalah jenis lampu compact flourescent yang memiliki daya 18 watt dengan lumen sebesar 2200 [14].

Perhitungan jumlah lampu untuk pencahayaan standar

Untuk melakukan perhitungan jumlah lampu, maka bagian pertama yang harus dilakukan adalah menghitung nilai LLF (Light Lost Factor). Jenis lampu yang digunakan adalah tipe flourescent, menggunakan sistem pencahayaan langsung, dan pemeliharaan dilakukan berdasarkan lampu yang mati [15], sehingga didapat;

LLF = (1,0)(RSDD x LLD x LBO x LDD)

= (1,0)(0,92 x 0,85 x 1,0 x 0,90)

= 0,7

a. Ruang kelas 1

Berdasarkan persamaan 1, maka jumlah lampu yang harus digunakan pada area 1 adalah sebagai berikut;

N = 250 𝑥 35,4

2200 𝑥 𝑜,7 𝑥 0,65 = 8,8 titik lampu ≈ 9 titik lampu b. Ruang kelas 2

Berdasarkan persamaan 1, maka jumlah lampu yang harus digunakan pada area 2 adalah sebagai berikut;

N = 250 𝑥 53,1

2200 𝑥 𝑜,7 𝑥 0,65 = 13,26 titik lampu ≈ 14 titik lampu

Perhitungan menggunakan Dialux evo 9.1

Berikut adalah simulasi pencahayaan berdasarkan kondisi eksisting pada ruang kelas 1 dan 2 menggunakan aplikasi Dialux evo 9.1. Simulasi dilakukan pada siang hari dan malam hari untuk

(5)

mengetahui bagaimana distribusi cahaya pada waktu tersebut. Berdasarkan perhitungan menggunakan Dialux evo 9.1 distribusi cahaya pada ruang kelas 1 pada siang hari dan malam hari seperti Gambar 1-2.

Gambar 1. Distribusi cahaya di ruang kelas 1 pada siang hari Sumber: Data Dialux Evo 9.1

Gambar 2. Distribusi cahaya di ruang kelas 1 pada malam hari Sumber: Data Dialux Evo 9.1

Berdasarkan perhitungan menggunakan Dialux Evo 9.1 diketahui bahwa distribusi cahaya di ruang kelas 1 pada siang hari sebesar 280 Lux, dan pada malam hari pencahayaan ruangan sebesar 187 Lux.

Sedangkan distribusi cahaya pada ruang kelas 2 didapat sebagai berikut;

Gambar 3. Distribusi cahaya di ruang kelas 2 pada siang hari Sumber: Data Dialux Evo 9.1

(6)

Gambar 4. Distribusi cahaya di ruang kelas 2 pada malam hari Sumber: Data Dialux Evo 9.1

Pada ruang kelas 2 setelah dilakukan perhitungan menggunakan Dialux Evo 9.1 didapat bahwa tingkat pencahayaan ruangan pada siang hari sebesar 189 Lux dan pada malam hari sebesar 199 Lux.

Melalui perhitungan diketahui bahwa ruang kelas 1 dan ruang kelas 2 masih membutuhkan lampu tambahan, dimana ruang kelas 1 membutuhkan empat lampu tambahan dan ruang kelas 2 membutuhkan delapan lampu tambahan apabila menggunakan spesifikasi lampu yang sama. Perhitungan menggunakan aplikasi Dialux Evo 9.1 menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan dalam ruangan masih jauh, dimana menurut standar SNI 03-6575-2001 tingkat pencahayaan minimum ruang kelas sebesar 250 Lux.

Perhitungan menunjukkan bahwa pada ruang kelas 1 tingkat pencahayaan pada siang hari sebesar 280 Lux dan pada malam hari sebesar 187 Lux, artinya pada siang hari tingkat pencahayaan telah sesuai standar SNI 03-6575-2001 dan pada malam hari tingkat pencahayaan tidak sesuai standar. Sedangkan pada ruang kelas 2, tingkat pencahayaan pada siang hari sebesar 189 Lux dan pada malam hari sebesar 199 Lux, menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan tidak sesuai standar SNI 03-6575-2001.

Maka dari itu diperlukan perbaikan instalasi pencahayaan dalam ruangan. Adapun pada ruang kelas sangat disarankan untuk menggunakan lampu dengan jenis fluorescent atau biasa yang disebut lampu TL, serta disarankan untuk memperhatikan jendela dalam ruang kelas sebagai sumber cahaya yang alami [16].

4. Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan jumlah lampu diketahui bahwa jumlah lampu yang dibutuhkan pada ruang kelas 1 sebanyak delapan lampu dan pada ruang kelas 2 jumlah lampu yang dibutuhkan sebanyak 14 lampu, yang artinya jumlah lampu yang digunakan pada ruangan saat ini masih kurang, sehingga dibutuhkan perbaikan instalasi pencahayaan.

Perhitungan menggunakan Dialux Evo 9.1 menunjukkan pada ruang kelas 1 tingkat pencahayaan pada siang hari sebesar 280 Lux dan pada malam hari sebesar 187 Lux. Perhitungan pada ruang kelas 2 menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan pada siang hari sebesar 189 Lux dan pada malam hari sebesar 199 Lux. Sehingga dari hasil keseluruhan perhitungan bahwa pencahayaan pada ruang kelas 1 dan 2 masih jauh dibawah standar SNI 03-6575-2001, dengan tingkat pencahayaan sebesar 250 Lux. Analisis perhitungan pencahayaan yang dilakukan pada ruang kelas, menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan masih rendah, sehingga dibutuhkan perbaikan pada instalasi pencahayaan yang digunakan.

5. Referensi

[1] D. Handayani, L. D. Fathimahhayati, Suhendrianto, S. Pinangki, and I. G. B. B. Dharma, “Analisis Pencahayaan Ruang Kerja: Studi Kasus Pada Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) Batik Tulis di Yogyakarta,” Din. Rekayasa, vol. 9, no. 1, pp. 6–9, 2013.

[2] Y. Helianty, M. G. D. Ario, and C. Sw, “Perbaikan Lingkungan Kerja Pada Bagian Permesinan Dengan Kriteria Beban Fisiologis Kerja,” J. INTECH Tek. Ind. Univ. Serang Raya, vol. 01, no. 02, pp. 280–289, 2013.

[3] E. Muslimah, G. O. Nusa, J. T. Indutri, F. Teknik, and U. M. Surakarta, “Aspek pencahayaan dalam pekerjaan pemeriksaan visual,” pp. 98–104, 2012.

[4] A. M. Mappalotteng and Syahrul, “Analisis Penerangan Pada Ruangan Di Gedung Program Pascasarjana UNM Makassar,” Sci. Pinisi, vol. 1, no. 1, pp. 87–96, 2015.

[5] B. I. Tawwaddud, “Kajian Illuminati pada Laboratorium Teknik Grafika Polimedia Jakarta terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri (K3),” J. Nas. Ilmu Kesehat., vol. 2, pp. 141–150, 2020.

(7)

.

[7] R. Rahim, N. Jamala, S. Latief, and R. Hiromi, “Distribusi Pencahayaan Alami di Arya Duta Hotel Makassar,” J. Lingkung. Binaan Indonesia., vol. 8, no. 1, pp. 42–48, 2019, doi: 10.32315/jlbi.8.1.42.

[8] N. Lechner, HEATING, COOLING, LIGHTING Sustainable Design Methods for Architects, 4th ed.

New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2015.

[9] B. Guntur and G. M. Putro, “Analisis Intensitas Cahaya Pada Area Produksi Terhadap Keselamatan Dan Kenyamanan Kerja Sesuai Dengan Standar Pencahayaan (Studi Kasus Di PT. Lendis Cipta Media Jaya),” Opsi-Jurnal Optimasi Sist. Ind., vol. 10, no. 2, pp. 115–124, 2017, doi:

10.31315/opsi.v10i2.2106.

[10] R. U. Huri, S. Sukarelawati, and M. Fitriah, “Perilaku Sosial Muslim Terhadap LGBT Dalam Film Cinta Fiisabiilillah Versi Youtube,” J. Komun., vol. 5, no. 1, pp. 15–18, 2019, doi:

10.30997/jk.v5i1.1690.

[11] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Afabeta, 2013.

[12] P. Satwiko, “Pemakaian Perangkat Lunak Dialux Sebagai Alat Bantu Proses Belajar Tata Cahaya,”

J. Arsit. KOMPOSISI, vol. 9, no. 2, pp. 142–154, 2011.

[13] L. Isnaeni, H. H. Santoso, and E. K. Wati, “Optimasi Sistem Pencahayaan Buatan Pada Gedung Olahraga Hoki Di Kota Administrasi Jakarta Selatan,” J. Ilm. Giga, vol. 22, no. 1, p. 33, 2020, doi:

10.47313/jig.v22i1.741.

[14] “Philips Lighting-LED & Conventional Solution,” 2021. lighting.philips.co.id.

[15] F. Rizqi, “Analisa efisiensi belajar menggunakan beberapa jenis lampu,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017.

[16] L. Budiman and H. C. Indrani, “Desain Pencahayaan Pada Ruang Kelas SMA Negri 9 Surabaya,”

Dimens. Inter., vol. 10, no. 1, pp. 33–41, 2012, doi: 10.9744/interior.10.1.33-41.

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : ANALISIS KESULITAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL- SOAL VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG PADA KELAS IX SMP MUHAMMADIYAH 9 NGEMPLAK TAHUN

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah dengan mengambil sampel ruang kelas di lantai 1, 2, dan 3.Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih

K2 Apakah posisi bukaan cahaya (jendela dan sky lighting ) membuat mata anda lelah (kondisi pandangan yang

Pada hasil penelitian yang didapat nilai occupancy rate ruang kelas per hari di Universitas Telkom baru mencapai 47.10% dari 100% maksimum, yang berarti Universitas

Hasil perhitungan kinerja ruang transportasi multimoda yang terdiri dari pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum untuk kondisi eksisting, rencana 1 dan rencana 2

36-45 ISSN Online : ISSN Print : PENGARUH PSIKOLOGI RUANG PADA RUANG KELAS STRUKTUR 1 DI UNIVERSITAS LANCANG KUNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA Andrie

Pengukuran dilakukan dengan mengambil titik pedoman sebesar 1x1 m 2 Tabel 1 dapat dilihat hasil dari pengukuran pencahayaan yang didapat menggunakan alat ukur LUXmeter pada ruang kuliah

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kebumen untuk Rehabilitasi 2 dua Ruang Kelas dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan, dengan harapan SMP Negeri 1 Karanganyar