• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PENGUKURAN ULANG BIDANG TANAH DARI HASIL MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BATAS (Studi Kasus Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS HUKUM PENGUKURAN ULANG BIDANG TANAH DARI HASIL MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BATAS (Studi Kasus Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Page 169 of 179

ANALISIS HUKUM PENGUKURAN ULANG BIDANG TANAH DARI HASIL MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BATAS

(Studi Kasus Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu)

UNIVERSITAS ANDI DJEMMA Jalan H. Puang Daud, No. 04 Kota Palopo

SUNARDING sunarding@unanda.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengukuran ulang bidang tanah dari hasil mediasi dalam penyelesaian sengketa batas, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pengukuran ulang di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan empiris. Sehingga data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang diambil adalah melalui wawancara dan dari dokumen yang mendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Pelaksanaan pengukuran ulang batas bidang tanah sengketa di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu didasarkan atas permohonan, dan Pengukuran ulang dilakukan dengan pertimbangan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap subjek dan objek.

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pengukuran ulang batas kepemilikan tanah dalam rangka pengembalian batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu yaitu belum ada kesepakatan terhadap pemasangan tanda batas tanah yang dimohonkan.

Kata Kunci : Pengukuran Ulang, Batas Bidang Tanah, Sengketa

1. PENDAHULUAN

Hukum Agraria berkembang sesuai perjalanan sejarahnya. Sejarah merupakan bukti dari sebuah perkembangan karena yang terjadi pada masa kini merupakan hasil dari sebuah perkembangan karena yang terjadi pada masa kini merupakan hasil dari yang telah dilalui pada masa lalu. Begitupun dengan hukum Agraria, pengaturan yang ada saat ini merupakan hasil dari sejarah perubahan- perubahan pengaturannya. Hampir semua unsur dalam kehidupan hukum negara ini merupakan hasil dari akulturasi budaya dan kebiasaan yang dibawa oleh bangsa-bangsa lain yang pernah masuk dan mendirikan pemerintah di Indonesia. Tanah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena setiap kegiatan baik yang dilakukan oleh pemerintah, perusahaan swasta maupun masyarakat tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan tanah sebagai wadah kegiatannya. Walaupun hubungan manusia dengan tanah boleh dikatakan bersipat kodrati, tetapi para ahli selalu berbeda pendapat mengenai sifat hubungan tersebut, Maksudnya apakah manusia baik sebagai perseorangan, masyarakat, maupun Negara dapat mengadakan hubungan langsung dengan tanah. Dalam hal ini hubungan langsung yang di maksudkan itu adalah hak milik.

(Abdul Hamid Usman, 2011, Dasar-Dasar Hukum Agraria). Terlebih lagi bagi petani di pedesaan, tanah berfungsi sebagai tempat di mana warga masyarakat bertempat tinggal.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria, selanjutnya disebut (UUPA), merupakan induk dari peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan di Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3)

(2)

Page 170 of 179

Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Salah satu tujuan dari pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria adalah meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya.

Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan hal tersebut diselengarakan pendaftaran tanah. Asas pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu:

1. Asas sederhana, berarti ketentuan pokok dan prosedur dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama para pemegang hak atas tanah.

2. Asas aman, berarti pendaftaran tanah diselengarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

3. Asas terjangkau, berarti keterjangkauan bagi para pihak untuk memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelengaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.

4. Asas mutakhir, berarti kelengkapan yang memadai dalam pelaksanannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah. Data yang tersedia harus menunjukan keadaan yang muktahir sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan yang terjadi di kemudian hari.

5. Asas terbuka, berarti data pendaftaran tanah harus dipelihara secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan harus sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

Pengukuran bidang tanah adalah proses pemastian letak batas satu atau beberapa bidang tanah berdasarkan permohonan pemegang haknya atau calon pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar dalam satu desa/kelurahan dalam rangka penyelengaran pendaftaran tanah (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997).Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pasal 41 Nomor 16 Tahun 2021. Dalam Ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. Pemeliharaan peta pendaftaran, Gambar Ukur dan data ukur terkait merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional.

2. Dalam hal terdapat peta pendaftaran, Gambar Ukur, dan data ukur terkait yang rusak atau hilang, Kepala Kantor Pertanahan diwajibkan memperbaiki atau mengembalikan data informasi tersebut.

3. Dalam hal pengukuran untuk pembuatan peta pendaftaran dan Gambar Ukur terdapat kesalahan teknis data ukuran, maka Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional dapat memperbaiki kesalahan tersebut. Dalam hal pembuatan peta pendaftaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metode fotogrametrik, terdapat kekeliruan yaitu bidang tanah yang dipetakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan maka berdasarkan pengukuran di lapangan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional dapat memperbaiki peta pendaftaran tersebut.

4. Dalam hal suatu bidang tanah yang diukur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) sudah diterbitkan Sertifikat, selain dilakukan perubahan pada Gambar Ukur dan peta pendaftaran juga dilakukan perubahan pada surat ukurnya.

5. Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), (4) dibuatkan Berita Acara.

Bidang tanah yang dikelilingi pagar bila posisinya berdampingan dan dimanfaatkan pada saat yang sama, maka pagar pembagi mungkin akan menjadi pagar bersama, batasnya merupakan garis batas yang terletak di tengah-tengah garis pagar, tetapi sudah tentu bidang-bidang tanah berdampingan tidaklah selalu dimanfaatkan pada saat bersamaan. Apabila satu bidang tanah terlebih dahulu dimanfaatkan maka garis pembagi atau garis batas itu seluruhnya terletak diatas garis tanah dengan sendirinya pemilik tanah tidak mungkin mencatat sendiri letak garis batas. Bila pemilik tanah berdampingan datang memanfaatkan pagar tersebut maka akan jelas siapa yang memiliki pagar tersebut, tetapi hal ini masih belum dibuat catatannya. Pagar itu hanya merupakan suatu masalah persetujuan antar tetangga dan belum ada diungkapkan dalam surat pernyataan tertulis antara pemilik tanah berbatasan yang dikenal dengan asas kontradiktur, tidak ada aspek lain dari pendaftaran tanah yang menimbulkan kontroversi kecuali dari letak batas-batas pemilikan tanah.

(3)

Page 171 of 179

Apabila para pemilik tanah berbatasan tidak memperoleh kata sepakat dengan letak sebenarnya dari suatu batas tanah walaupun telah dilakukan mediasi, maka penetapan batas terpaksa di serahkan kepada Hakim. Pasal 14 sampai Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun1961 menetapkan bahwa untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak ditetapkan terlebih dahulu kepastian hukum objeknya melalui penetapan batas bidang tanah. Penetapan batas bidang fisik atau penetapan batas pemilikan bidang tanah diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berdasarkan kepastian para pihak, bila belum ada kesepakatan maka dilakukan penetapan batas sementara, diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Data ukuran letak batas bidang tanah dicatat pada Gambar ukur.

Dalam pengupayaan penyelesaian sengketa tentang tanah diluar pengadilan ini muncul aturan pelaksananya yakni Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional pada Pasal 3 huruf (f) yang mana untuk terlaksananya tugas pihak Badan Pertanahan Nasional telah membuat suatu fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan dan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tetang petunjuk teknis penaganan dan penyelesaian masalah Pertanahan pada penetapan pertama ayat 5 yang menyatakan Petunjuk teknis Nomor 05/JUKNIS/DV/2007 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi“, yang mana semakin terlihat jelas pengupayaan untuk melakukan penyelesaian berbagai masalah mengenai persengketaan tentang tanah, dan membuat rincian mekanisme yang mengunakan penyelesaian sengketa tentang tanah dengan cara mediasi di lingkungan instansi Badan Pertanahan Nasional.

Penyelesaian para pihak yang sedang dalam persengketaan disarankan untuk mengembalikan itikad baiknya atas apa yang telah terjadi. Terlepas dari hal tersebut, hasil dari keputusan mediasi yang telah dilakukan dengan seksama menjadikan lebih kuat jika bisa melakukan pendaftaran di Pengadilan Negeri (PN) setempat, untuk itu pada setiap mediasi yang dihasilkan terkhususnya pada masalah yang berkaitan dengan Pertanahan perlu dicantumkan klasual untuk dapat ditindak lanjuti dengan pendaftaran di Pengadilan Negeri. Setelah semuanya selesai, hasil dari mediasi tersebut akan ditelusuri lebih lanjut dengan melakukan suatu perbuatan yang mengandung Hukum didepan para pejabat yang berkewenangan, dan apabila peralihan terhadap haknya agar segera mungkin untuk mendaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Masalah tanah dapat menimbulkan persengketaan oleh karena itu tentu bidang tanah dalam hal terjadi pergeseran atau perubahan batas sering terjadi dikarenakan alam, karena oleh manusia yang menginginkan luas tanahnya bertambah.

Dengan kondisi yang tidak menguntungkan maka dalam memberikan tanda batas harus sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu dengan suatu benda patok yang telah disediakan oleh Kantor Pertanahan Nasional. Sengketa perdata yang objeknya tanah dapat terjadi antara individu atau antara individu dengan badan hukum yang disengketakan beraneka ragam baik yang menyangkut data fisik tanahnya, Data yuridisnya. Atau karena perbuatan hukum yang dilakukan atas tanah. Maka dengan itu sepemilik tanah harus memasang dan menjaga patok batas tanahnya sendiri agar terhindar dari masalah sengketa tanah, patok batas bidang tanah diumpamakan sebagai polisinya batas tanah.

Di Indonesia ini terkhusus di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu, itu sendiri sering terjadi permasalahan mengenai ukuran tanah dan terkadang tidak sesuai dengan sertifikat yang dimiliki, yang sudah ada. Jadi diperlukan pengukuran ulang agar sertipikat tersebut sesuai dengan bentuk bidang tanah sesuai dengan kondisi sekarang yang sebenarnya berdasarkan pengukuran dilapangan dan adanya persetujuan tetangga batas yang disepakati oleh pihak-pihak yang berbatasan langsung. Oleh karena itu alasan penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Analisis Hukum Pengukuran Ulang dari Hasil Mediasi untuk Meminimalisir Sengketa Batas” bidang tanah, karena belum banyak penelitian yang membahas mengenai permasalahan tersebut. Alasan lainnya karena berdasarkan contoh kasus dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu bahwa pernah terjadi di Desa Bolong Kecamatan Walenrang pada tahun 2021, anak dari almahrum Indo Lise yang bernama Ahmad (Pengugat), mengajukan keberatan kepada saudari Tikara ( Tergugat ). Karena menurut penggugat sebagian lokasi orang tuanya telah dikuasai oleh tergugat, berdasarkan sertipikat tahun 1994 Nomor 00284, Desa Bolong Kecamatan Walenrang. Surat Ukur Nomor 00953 Desa Bolong tahun 1994 (adanya pemekaran wilayah sekarang menjadi Bosso Timur Kecamatan Walenrang Utara). Pengugat berpatokan pada gambar bidang tanah yang tertera pada surat ukur tersebut diatas, gambar bidang

(4)

Page 172 of 179

tanah berbentuk huruf L. Sedangkan kenyataan di lapangan, lokasi yang dikuasai berbentuk persegi panjang. Sehingga kedua belah pihak melakukan mediasi di Kantor Desa Bosso Timur. Tetapi kedua belah pihak merasa tidak puas dan tidak menemukan titik terang atau solusi yang tepat, sehingga kedua belah pihak melaporkan sengketa batas bidang tanah tersebut di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu. Kemudian pihak dalam hal ini Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu memfasilitasi kedua belah pihak untuk dimediasi dan kemudian kedua belah pihak sepakat untuk dilakukan Pengukuran Ulang dan Pemetaan Kadastral.

2. METODE

Penelitian ini mengunakan tipe penelitian hukum empiris, dimana penelitian hukum empiris

merupakan sebuah penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti, bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu. Adapaun pertimbangan dipilihnya lokasi tersebut adalah dikarenakan Badan Pertanahan Nasional yang berwenang melaksanakan pengukuran ulang dan penyelesaian sengketa batas bidang tanah. Kemudian Kabupaten Luwu yang memiliki area luas dan mempunyai banyak bidang tanah terdaftar sehingga mempunyai kasus-kasus pertanahan yang kompleks.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Deskripsi Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu adalah instansi vertikal yang diberikan kewenangan di daerah untuk penyelengaraan urusan Pertanahan yang bersifat pelayanan dan pra pelayanan dalam rangka mewujudkan catur tertib pertanahan di Kabupaten Luwu dalam pengurusan Sertifikat Tanah baik berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), Setifikat Hak Guna Usaha ( HGU) Sertifikat Hak Pakai (HP) dan lain-lain. Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu secara organisasi terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Survei dan Pemetaan, Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan, Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan. Dalam hal melaksanakan Pengukuran ulang bidang tanah akibat dari sengketa batas, Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan Serta Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan yang menangani permasalahan tersebut. Seksi survey pengukuran dan pemetaan diberikan tugas dan fungsi melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan serta kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi tanah serta penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. Sedangkan untuk Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan diberikan tugas dan fungsi menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan konflik dan perkara pertanahan, pengkajian masalah serta melaksanakan pelaporan penanganan penyelesaian melalui mediasi.

Wilayah Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara 2°3’45”

sampai 3°37’30” LS dan 119°15” sampai 121°43’11” BB. Kabupaten Luwu memiliki wilayah geografis yang unik karena Wilayahnya terbagi dua yang dipisahkan oleh sebuah daerah otonom yakni Kota Palopo, ada pun daerah yang terpisah tersebut adalah Wilayah Walenrang dan Lamasi atau yang juga dikenal dengan sebutan Walmas.

b. Proses Pengukuran Ulang Bidang Tanah Dari Hasil Mediasi Dalam Upaya Penyelesaiaan Sengketa Batas di Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu

1. Prosedur Pengukuran Ulang Bidang Tanah

Prinsip dasar pengukuran bidang tanah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan sehingga bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan dapat diketahui letak, batas dan luas di atas peta serta dapat diidentifikasi batas- batasnya di lapangan serta memenuhi asas Kontradiktur Delimitasi. Penetapan batas bidang tanah

(5)

Page 173 of 179

dalam kegiatan pengukuran ulang bidang tanah baik yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang sekarang, perlu dilakukan pengukuran ulang berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan langsung (Kontradiktur delimitasi). Kegiatan teknis kadastral ini menghasilkan peta pendaftaran yang menggambarkan atau memetakan semua bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran yang sudah diukur sehingga terwujudnya tertib adminstrasi Pertanahan dan salah satu solusi untuk menghindari sertifikat tumpang tindih. Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftar dibuatkan apa yang disebut surat ukur. Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya, dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Zaldy Amir, S.ST Kepala Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu Pada hari Kamis Tanggal 19 Januari 2023, menjelaskan bahwa,

“Prosedur untuk melaksanakan Pengukuran Ulang Batas Bidang Tanah yang bersengketa ialah, dilakukan dengan alasan tanda batas tanah yang dimiliki hilang atau bergeser atau keadan tanah tidak sesuai lagi dengan gambar yang ada pada Surat Ukur lama dengan keadaan bidang tanah yang sekarang dan pengukuran ulang dapat dilakukan dengan adanya kesepakatan dan disaksikan oleh pihak-pihak yang berbatasan langsung. Pengukuran ulang bidang tanah muncul dari inisiatif kedua belah pihak yang bersengketa dengan mengajukan permohonan secara tertulis Ke Kantor Pertanahan dan dilengkapi dengan Bukti yang dimiliki Yaitu Sertifikat asli”.(Hasil wawancara tanggal 19 Januari 2023).

Proses Pengukuran Ulang Bidang Tanah dari hasil mediasi dalam upaya penyelesaian sengketa batas di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu mengacu pada Undang-Undang yang mengatur tentang pengukuran Ulang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, Pasal 41 berbunyi sebagai berikut :

1. Pemeliharaan Peta Pendaftaran, Gambar Ukur dan Data Ukur terkait merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional.

2. Dalam hal terdapat peta pendaftaran, Gambar Ukur, dan data ukur terkait yang rusak atau hilang, Kepala Kantor diwajibkan memperbaiki atau mengembalikan data informasi tersebut.

3. Dalam hal pengukuran untuk pembuatan peta Pendaftaran dan Gambar Ukur terdapat kesalahan teknis data ukuran, maka Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional dapat memperbaiki kesalahan tersebut.

4. Dalam hal pembuatan peta Pendaftaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metode fotogrametrik terdapat kekeliruan yaitu bidang tanah yang dipetakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dilapangan maka berdasarkan pengukuran dilapangan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional dapat memperbaiki peta Pendaftaran tersebut.

5. Dalam hal suatu bidang tanah yang diukur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) sudah diterbitkan Sertifikat, selain dilakukan perubahan pada Gambar Ukur dan peta Pendaftaran juga dilakukan perubahan pada Surat Ukurnya.

Berikut prosedur untuk mengajukan permohonan Pengukuran Ulang sebagai berikut :

1. Pemohon atau kuasanya datang langsung Ke Kantor Pertanahan, Loket Pendaftaran dengan menyerahkan surat permohonan dan dilampiri dengan dokumen.

2. Pemohon atau kuasanya membayar biaya pengukuran ke bendahara khusus penerima dan dicatat dalam daftar isian, selanjutnya pemohon menyerahkan kwitansi pembayaran ke petugas loket.

Kemudian petugas loket mencatat permohonan pengukuran dan memberikan jadwal pengukuran ke pemohon atau kuasanya.

3. Petugas ukur menyiapkan surat perintah kerja dan menyerahkan ke koordinator lapangan, selanjutnya diserahkan ke Kepala Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan untuk ditanda tangani.

4. Kepala Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan memerintahkan petugas ukur untuk melaksanakan pengukuran dengan membawa surat perintah kerja, bila diperlukan maka koordinator lapangan wajib mendampingi petugas ukur di lapangan.

5. Menghadirkan para pihak, antara lain menghadirkan tetangga batas bidang tanah yang berbatasan langsung dengan tanah tersebut dan menghadirkan perangkat desa.

(6)

Page 174 of 179

6. Kesepakatan atau persetujuan terkait pemasangan tanda batas sesuai dengan kebijakan Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021.

Pemohon dalam mengajukan pengukuran ulang batas bidang tanah, pemilik tanah harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila bukti tertulis tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian pemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan mengenai pemilikan tanah itu berfungsi menguatkan bukti tertulis yang tidak lengkap itu, atau sebagai ganti bukti tertulis yang sudah tidak ada lagi. Dalam pelaksanaan pengukuran bidang tanah selain mengukur bidang tanah yang dimaksud, juga mengukur titik dasar teknis yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat. Sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 Pasal 30 yaitu Setiap pengukuran bidang tanah harus dibuatkan gambar ukurnya. Gambar ukur dapat menggambarkan satu bidang tanah atau lebih. Gambar ukur dapat dibuat pada formulir daftar isian, peta foto/peta garis, blow- up foto udara atau citra lainnya. Seluruh data hasil ukuran batas bidang tanah dicatat pada gambar ukur dan harus dapat digunakan untuk pengembalian batas atau pun Pengukuran ulang batas bidang- bidang tanah yang bersangkutan apabila diperlukan. Setiap gambar ukur dibuatkan nomor gambar ukurnya dengan nomor urut dalam daftar isian 302. Bangunan yang terdapat pada suatu bidang tanah digambarkan pada gambar ukur. Dalam gambar ukur dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan apabila diperlukan simbol-simbol kartografi.

Akibat hukum yang timbul dari pengukuran ulang, apabila luas tanah awal dengan luas tanah setelah dilakukan pengukuran ulang terjadi selisih dan juga selain pengunaan alat ukur gambar ukur lama juga menjadi salah satu masalah yang dihadapi di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu, yakni gambar ukur lama tidak ditemukan dan selain itu administrasi yang kurang bagus juga menjadi kendala karena banyak juga gambar ukur lama tidak lengkap datanya. Selanjutnya dalam pelaksanaan Pengukuran ulang dilapangan yang akan dilaksanakan, maka petugas ukur wajib membawa surat tugas dan meminta pemohon untuk menunjukan letak bidang tanah yang akan diukur dan telah terpasang tanda batas atau patok batas.

Menurut Bapak Koko Saputro, S.Tr Selaku Penata Kadastral Pertama Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu menjelaskan bahwa,

“Petugas ukur dalam melaksanakan pengukuran ulang bidang tanah harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut yaitu membawa alat ukur (meteran, total station, real time kinematic), membawa gambar ukur, membawa surat tugas, membawa alat tulis, dan pada saat pengukuran patok batas bidang tanah sudah terpasang dilokasi, batas bidang tanah ditunjukan oleh pemohon dan disaksikan oleh tetangga batas yang berbatasan langsung dan disaksikan oleh aparat Kelurahan/Desa”. (Hasil wawancara tanggal 19 Januari 2023).

Dengan adanya Pengukuran Ulang bidang tanah dapat meminimalisir sengketa tanah, memperbaiki dan menata, terpenuhinya asas unsur Kadastral, perbaikan informasi pada peta dan terpenuhinya asas kontradiktur delimitasi.

2. Mediasi Dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Batas Di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu Berdasarkan contoh kasus yang sudah penulis jelaskan pada pendahuluan, dari penjelasan tersebut penulis melaksanakan observasi ke lapangan dan menemukan memang banyak lahan sawah di Desa Bosso Timur yang tidak memiliki batas sesuai dengan Undang-Undang, Batas yang dimiliki hanya berupa pematang sawah dan sebagian hanya pohon jarak saja. Namun, penyelesaian permasalahan yang dilakukan di kemudian hari nanti lebih mudah daripada penyelesaian masalah yang dilakukan sebelum mereka memiliki sertifikat hak milik. Karena sertifikat hak milik masyarakat Desa Bosso Timur dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Apabila kembali ke masalah sebelumnya, Sengketa terjadi karena adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak pemilik lahan sawah terkait dengan luas dan batas tanah sawah. Penyelesaian sengketa batas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu yaitu dengan mengedepankan musyawarah. Penyelesaian Sengketa Batas Tanah Sawah di Desa Bosso Timur Kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu belum menemukan

(7)

Page 175 of 179

kepastian dikarenakan beberapa hal. Selain masyarakat Desa Bosso Timur belum mendaftarkan tanah sawah mereka secara resmi ke Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu, juga disebabkan karena pemasangan batas patok harus dengan ijin pemilik lahan sawah yang berada disebelahnya. Apabila pemilik lahan sawah disebelahnya tidak mengijinkan adanya pemasangan batas patok, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan. Penyelesaian dari Badan Pertanahan Nasional sendiri juga terbatas dikarenakan Badan Pertanahan Nasional tidak dapat memberikan solusi apabila pemilik lahan sawah tidak mendaftarkan tanah sawahnya secara resmi ke Badan Pertanahan Nasional.

Cara penyelesaian sengketa pertanahan melalui Badan Pertanahan Nasional yaitu kasus tentang pertanahan yang mana timbul karena adanya klaim/ pengaduan / keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh pejabat dilingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta terhadap keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut, dengan adanya klaim tersebut, pihak yang bersengketa ingin mendapatkan penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut dengan koreksi serta merta dari pejabat yang berwenang terhadap hal tersebut. Kewenangan terhadap koreksi tersebut ada pada pejabat Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Kepala Badan Pertanahan Nasional. Penyebab utama sengketa batas tanah adalah patok yaitu sebagai tanda batas tanah. Pembuatan atau pemasangan patok sebagai tanda batas tanah ini sangat penting karena untuk menghindari kecurangan yang terjadi seperti kelebihan atau kekurangan tanah dan juga tanah sisa. Dalam menangani kasus ini Kantor Pertanahan terus mengupayakan solusi penyelesaian sengketa dengan tetap memperhatikan rasa keadilan dan menghormati hak kewajiban para pihak. Proses penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam lingkup Kementerian tahapannya yaitu;

1. Pengaduan;

2. Pengumpulan data;

3. Analisis;

4. Pengkajian;

5. Pemeriksaan lapangan;

6. Pemaparan dan pengambilan keputusan;

7.

Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu telah banyak melakukan kegiatan mediasi sebagai salah satu upaya penyelesaian permasalahan sengketa tanah yang ada pada wilayah Kabupaten Luwu dengan adanya aturan-aturan Hukum yang diberlakukan atau memperjelas dan mempermudah kerja dan upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah dengan cara mediasi tersebut, dalam hal tersebut penanganan mediasi selama ini berada kewenangan Seksi Sengketa dan Perkara dan oleh sebab itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan demi kepetingan umum.

“Berdasarkan hasil Wawancara dengan Kepala seksi Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu, dengan menganalisis pengaduan masyarakat yang masuk pada 2 (dua) tahun terakhir ini 2021, 2022 . Jawabannya ialah bahwa pengaduan masyarakat yang masuk pada Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu pada tahun 2021 sebanyak 8 kasus, tahun 2022 sebanyak 11 kasus. Selanjutnya menurut Kepala Seksi Sengketa Kantor Pertanahan kabupaten Luwu untuk menjadi seorang mediator dalam hal terjadi sengketa batas tanah tupoksi berada pada Kepala seksi atau Kepala Sub Seksi Sengketa asalkan telah mendapatkan kewenangan karena jabatan yang didapat dalam menangani sengketa tanah tersebut”. (Hasil wawancara tanggal 19 Januari 2023).

Pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu. Keputusan terakhir dalam proses mediasi, tetap berada di tangan para pihak, mediator hanya mencari titik temu atau jalan keluar agar para pihak mau untuk duduk bersama dan menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang sedang dialami oleh para pihak. Mediator yang menangani sengketa batas tanah yang terjadi adalah mediator yang disiapkan oleh Kantor Pertanahan. Kepala seksi selaku pejabat di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu, menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan sengketa, konflik, perkara pertanahan sebagaimana perintah Pasal 1 Angka 21 Permen No. 11 Tahun 2016. Badan Pertanahan sebagai lembaga yang ditunjuk dalam penyelesaian sengketa kasus tanah dengan menjalankan tugasnya sesuai dengan Permen No. 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Proses mediasi dimulai dengan adanya laporan pengaduan dari masyarakat dalam bentuk permohonan secara tertulis yang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan, dilengkapi identitas pengadu dan uraian kasus.

(8)

Page 176 of 179

Setelah pengaduan diterima petugas yang bertangungjawab dalam menangani pengaduan dalam hal berkas pengaduan memenuhi syarat dan petugas menyampaikan berkas pengaduan kepada penjabat yang bertanggung jawab dalam menangani sengketa serta mengadministrasi pengaduan ke dalam register penerimaan pengaduan.

c. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Pengukuran Ulang Batas Bidang Tanah Dari Hasil Mediasi Sengketa Oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa pertanahan antara lain : 1. Adimistrasi Pertanahan dimasa lalu yang kurang tertib

2. Peraturan Perundang-undangan yang saling tumpang tindih 3. Penerapan hukum pertanahan yang kurang konsisten

4. Penegakan hukum yang belum dapat dilaksanakan secara konsekuen.

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Bapak Koko Saputro, S.Tr Selaku Penata kadastral Pertama Seksi Survey Pengukuran Dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan pengukuran ulang bidang tanah yaitu arsip Gambar Ukur tidak ditemukan, pemilik tidak mengetahui letak dan batas tanahnya secara pasti, terjadi perubahan kondisi fisik dilapangan, pada saat pemangan patok batas bidang tanah tidak disaksikan oleh tetangga batas yang berbatasan langsung, pemohon memalsukan tanda tangan tetangga batas dan patok yang terpasang dibatas-batas bidang tanah tidak permanen”. (Hasil wawancara tanggal 19 Januari 2023).

Gambar Ukur adalah Dokumen atau tempat mencantumkan gambar suatu bidang atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut dan azimuth Surat Ukur adalah Dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. Arsip surat ukur dan gambar situasi tidak mencantumkan posisi letak pada peta tertentu. Apabila petugas ukur melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah pada pendaftaran pertama kali, petugas ukur akan kesulitan untuk mengidentifikasi apakah bidang tanah yang dimohon atau tetangga bersebelahan sudah mempunyai sertipikat dan dapat dimungkinkan terjadi tumpang tindih penguasaan bidang tanah.

Ditemukan tumpang tindih (overlapping) batas penguasan tanah saat pemilik tanah merasa batas tanahnya tidak sesuai dan mengajukan pengukuran ulang bidang tanah.

Selanjutnya upaya dan kendala dalam pengukuran ulang sangatlah banyak dan beragam, tidak hanya satu faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Bahkan dalam satu bidang tanah biasa didapatkan beberapa permasalahan yang terpaut sehingga petugas ukur harus jeli dan teliti saat melakukan tugasnya melakukan pengukuran ulang. Selanjutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan sengketa batas bidang tanah, serta pelaksanaan pengukuran ulang yaitu :

1. Faktor penyebab masyarakat mengajukan permohonan pengukuran ulang yakni sengketa batas bidang tanah, hilangnya patok batas tanah, dan akan dilakukan jual beli, dari hal tersebut dapat dijabarkan kembali penyebab-penyebabnya yakni sengketa bidang tanah, hilangnya patok batas bidang tanah.

2. Terjadinya tumpang tindih serta rendahnya kesadaran hukum masyarakat, nilai ekonomis tanah semakin meningkat;

3. Data lapangan tidak valid, administrasi pertanahan yang tidak tertib dan adanya masalah antara pemilik tanah dengan tetangga batas saat dilakukannya pengukuran ulang bidang tanah dilapangan dan tak jarang sangat menghambat kerja petugas ukur untuk melaksanakan pengukuran. Ada kalanya petugas ukur harus kembali pada hari lain kerena terjadi keributan antara pemilik tanah dengan tetangga batas yang sedang bersengketa.

Selain kendala tersebut di atas, ada kendala lain yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan pengukuran ulang batas tanah yang dimohonkan. Kendala tersebut adalah belum ada kesepakatan terhadap pemasangan tanda batas tanah yang dimohonkan. Belum adanya kesepakatan terhadap pemasangan tanda batas diantara para pihak yang bersangkutan di mana mereka yang mempunyai kepentingan dengan tanah tersebut. Hal ini menyebabkan tidak dapat dilaksanakan pengukuran ulang batas tanah yang bersangkutan oleh Badan Pertanahan Nasional. Para pihak diharuskan untuk membuat kesepakatan mengenai pemasangan tanda batas tanah yang bersangkutan, kemudian baru akan dilakukan pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional. Hal ini dilakukan untuk

(9)

Page 177 of 179

menghindari terjadinya konflik-konflik yang muncul setelah dilakukannya pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Luwu.

Tanda batas yang hilang sering menimbulkan terjadinya sengketa tanda batas tanah sehingga hal itu dapat menghalangi pelaksanaan pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional. Birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku sejumlah oknum yang mengambil keuntungan. Tidak adanya transparansi mengenai biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran ulang, dikhawatirkan dapat merugikan pihak pemohon karena sebagian besar pemohon tidak mengetahui tarif sebenarnya yang dikenakan. Selain itu juga kendala mengenai biaya yang dianggap mahal oleh banyak orang. Kondisi semacam ini berdampak negatif karena masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikasi tanah, pendaftaran tanah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanahan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal mediasi sering juga terjadi hambatan dalam penyelesaian sengketa batas tanah Pertama, para pihak atau salah satu pihak tidak hadir untuk mengikuti proses mediasi. Ketidak hadiran para pihak dalam proses mediasi sangatlah menentukan proses mediasi, karena tidak mungkin proses mediasi dapat dilaksanakan, jika salah satu pihak/para pihak tidak hadir pada pertemuan yang telah dijadwalkan. Hal inilah yang sering terjadi di Badan Pertanahan Kabupaten Luwu sehingga berpengaruh pada minimnya jumlah perkara yang berhasil dimediasi. Tidak sedikit tergugat yang absen di persidangan apakah sengaja atau tidak, yang menjadikan tidak dapatnya dilakukan proses mediasi yang dapat menjadi proses penghalang penegakan hukum karena mediasi tidak dapat dilaksanakan, bahkan bisa menjadi senjata jitu bagi orang-orang nakal untuk terhindar dari hukuman yang diberikan hakim. Kehadiran para pihak juga akan menunjukkan itikad baik dari para pihak dalam menempuh proses perdamaian, sehingga para pihak atau salah satu pihak tidak mau menghadiri pertemuan yang telah dijadwalkan, maka tidak dapat dipandang bahwa para pihak tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketanya secara damai. Dan adanya pihak-pihak penghasut yang memiliki kepentingan pribadi sehingga terhambatnya proses penyelesaian masalah.

Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikatnya perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak suatu penyelesaian atau gagasan selama mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh dari para pihak untuk menghindarkan penanganan dysfunctional conflict berkepentingan dan biaya tinggi (misalnya melalui pengadilan) dapat dimanfaatkan model Alternative Dispute Resolution (ADR) dengan melibatkan pihak ketiga sebagai mediator untuk menyelesaikan perselisihan atau masalah.

4. KESIMPULAN a. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam hasil penelitian sebagai berikut :

1. Tujuan Pengukuran Ulang yaitu menyelesaikan atau meminimalisir sengketa batas bidang tanah, terpenuhinya asas unsur kadastral, sifatnya memperbaiki dan menata, perbaikan informasi pada peta.

2. Undang-Undang yang mengatur tentang pengukuran ulang atau perbaikan gambar yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, Pasal 41.

3. Faktor – faktor penyebab timbulnya sengketa pertanahan yaitu administrasi pertanahan dimasa lalu yang kurang tertib, peraturan perundangan yang saling tumpang tindih dan penerapan hukum pertanahan yang kurang konsisten

4. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pengukuran ulang batas kepemilikan tanah dalam rangka pengembalian batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu yaitu, belum ada kesepakatan terhadap pemasangan tanda batas tanah yang dimohonkan. Belum adanya kesepakatan terhadap pemasangan tanda batas diantara para pihak yang bersangkutan di mana mereka yang mempunyai kepentingan dengan tanah tersebut. Serta Birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku sejumlah oknum yang mengambil keuntungan.

5. Strategi Badan Pertanahan Nasional dalam meminimalisir sengeketa batas bidang tanah yaitu sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat patok batas bidang tanah serta memfasilitasi kedua belah pihak melalui mediasi agar mendapatkan solusi yang tepat.

(10)

Page 178 of 179 b. Saran

1. Diharapkan masyarakat lebih teliti dan memperjelas tanda batas tanah masing-masing demi meminimalisir terjadinya sengketa batas.

2. Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu diharapkan lebih teliti dalam menghadapi permohonan pengukuran ulang dan pembuatan sertifikat Hak milik agar dikemudian hari dapat mengurangi angka sengketa yang terjadi di Wilayah Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu.

3. Penulis analisa, bahwa dari hasil penyelesaian sengketa batas tanah Badan Pertanahan perlu mengadakan penindak lanjutan dengan melakukan pengukuran kembali batas-batas tanah sesuai dengan sertifikat yang ada dengan meletakkan batasan yang jelas agar sengketa tentang batas tanah dapat diminimalisir, sehingga Masyarakat dapat memiliki kepastian hukum terhadap penggunaan, penguasaan maupun kepemilikan dari tanah yang dimilikinya.

5. DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Hamid Usman,2011,”Dasar Dasar Hukum Agraria”,Tunas Gemilang Press Palembang, hlm.

59-60

Andi Hamzah, 2009, “Kamus Hukum”, lihat dalam A. Suriyaman Mustari Pide, Quo Vadis Pendaftaran Tanah, PUKAP-Indonesia, Makassar

Adrian Sutedi I, 2013, “Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya”, Sinar Grafika, Jakarta.

Arie S. Hutagalung, 2000. “Penerapan Lembaga “Rechstverwerking” Untuk Mengatasi Kelemahan Sistem Publikasi Negatif Dalam Pendaftaran Tanah, Hukum dan Pembangunan”, Universitas Indonesia, Jakarta.

C. B. Lombogia, 2017, “Perolehan Hak Atas Tanah Melalui Penegasan Konversi Menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, Lex Et Societatis”, Volume 5 Nomor 5, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi.

Florianus SP Sangun. 2008. “Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah”. Jakarta : Transmedia Pustaka.

H.M. Arba, 2015, ”Hukum Agraria Indonesia”, Jakarta, Sinar Grafika Offset, hlm.07

Hadjon M. Philipus, 1987. “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia” (Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penangananya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara), Surabaya:Bina Ilmu

Hamzah. 1991 “Hukum Pertanahan Di Indonesia”, Jakarta: Rineka Cipta,

Jimmy Joses Sembiring, 2010 “Paduan Mengurus Sertifikat Tanah”, Jakarta:Visi Media

Maria S.W. Sumardjono. 2001. “Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi”. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

Peter Mahmud Marzuki, 2011. “Penelitian Hukum”, Kencana Pranada Media Group, Jakarta

Prof.Budi Harsono. 1993. “Hukum Agraria Indonesia”, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.

Rusmadi Murad,1991 “Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah”, Bandung: Mandar Maju.

(11)

Page 179 of 179

Satjipto Raharjo. 2000. “IlmuHukum”. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Soedharyo Soimin, 1993, “Hak dan Pengadaan Tanah”. SinarGrafika, Jakarta.

Soedjono Dirdjosisworo,1984. “Filsafat Hukum Dalam Konsepsi dan Analisa”.

Soni Harsono, “Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya”, Yogyakarta: Seminar Nasional, 9 Juli 1992.

Sudikno Mortokusumo, 1985, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, Yogyakarta Liberty;

Urip Santoso, 2015, “Hukum Agraria Kajian Komprehensif”, Jakarta, Prenada media Group, hlm 7.

Referensi

Dokumen terkait

Muhammad Budi Santoso, NIM: C100110136, PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERINDIKASI OVERLAPPING DENGAN CARA MEDIASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL (Study Kasus di

Tujuan dilakukannya pengamatan untuk mengetahui tata kearsipan Gambar Ukur yang berjalan di Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pertimbangan para pihak untuk menyelesaikan sengketa batas tanah melalui jalur mediasi di Kantor Badan Pertanahan

Para pihak tidak memiliki sertifikat tanah Diantara kasus-kasus sengketa tanah yang masuk ke kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Jambi, ternyata ada kasus

Hasil dari penelitian ini adalah pertama Kewenangan Badan Pertanahan Nasional terhadap penyelesaian masalah dengan cara mediasi dapat memberikan pengaruh terhadap putusan

Muhammad Budi Santoso, NIM: C100110136, PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERINDIKASI OVERLAPPING DENGAN CARA MEDIASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL (Study Kasus di

Namun didalam keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat,

Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang meliputi Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T),