• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN MASSA FILLERMATRIKS TERHADAP SIFAT PENYERAPAN AIR DAN SIFAT MEKANIK PADA KOMPOSIT CANGKANG BIJI KARET - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN MASSA FILLERMATRIKS TERHADAP SIFAT PENYERAPAN AIR DAN SIFAT MEKANIK PADA KOMPOSIT CANGKANG BIJI KARET - Repository ITK"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet (Hevea brasilience)

Hevea brasiliensis, pada awalnya tanaman berasal dari negara Brazil dikenal dengan nama tanaman karet. Di Indonesia tanaman ini dikenal semenjak abad ke 18, dikenal dengan jenis tanaman perkebunan oleh masyarakat.

Menggunakan biji sebagai pembiakan generatif, tumbuhan karet memiliki biji dengan jenis biji tertutup, jenis tumbuhan dengan biji tidak dapat nampak karena buah dari biji karet terbungkus oleh sebuah cangkang. Awal mula tanaman biji karet ditanam di Indonesia pada tahun 1876 yang dibawa oleh Henry A. Wickham dan ditanam di Bogor sebagai kebun percobaan pertanian, kemudian pemasukan bibit- bibit karet mulai masuk pada tahun 1890, 1896, dan 1898. Waktu yang diperlukan tidak sebentar dalam hal membudidayakan tanaman karet ini hingga bernilai guna berupa hasil karet alam. Indonesia dengan tanah yang subur menjadi salah satu negara dengan perkebunan terluas, dalam kurun waktu 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya. Perkebunan karet Indonesia saat ini mencapai 3.262.291 Ha, luas areal tersebut terbagi menjadi 84,5% milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik negara. Tanaman karet termasuk dalam divisi:

spermatophyte, subdivisi angiospermae dan dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, family euphorbiance, genus hevea, serta termasuk spesies Hevea brasiliensis.

Gambar 2.1 Biji Karet

(2)

6

Sebagai penghasil serta alam, tanaman karet banyak dibudidayakan dengan menggores bagian batang tanaman untuk mendapatkan bahan karet alam yang bernilai ekonomis. Selain serat alam tanaman karet juga menghasilkan biji karet yang berbentuk ellipsoidal, pada Gambar 2.1 ditampilkan bentuk dari biji tanaman karet. Biji karet masih kurang dimanfaatkan, sebagian besar petani hanya membiarkan saja atau bahkan membakarnya untuk mengurangi salah satu jenis limbah perkebunan tersebut. Biji karet memiliki ukuran sedang dan memiliki kulit atau cangkang yang keras dan terdapat bercak pola khas dengan warna cokelat kehitaman. Biji karet setelah berumur enam bulan akan masak dan pecah dengan sendirinya dan menjadi individu baru (Kasrianti, 2017).

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Cangkang Biji Karet

Komponen penyusun Rumus kimia Persentase (%)

Selulosa (C6H10O5)n 48,64

Lignin (C9H10O2(OCH3)n) 33.54 Pentosan (hemiselulosa) (C5H8O4)n 16.81

Kadar abu 1.25

Kadar silica 0.52

*) Safitri, 2003

Cangkang biji karet tersusun dari beberapa komponen seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.1 komponen penyusun terdiri dari 48,64% selulosa, 33,54% lignin, 16,81% pentosan, 1,25% kadar abu, dan 0,52% kadar silica.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh sarma siahaan (2009) dan Kasrianti (2017) mengenai pemanfaatan dalam bidang pembuatan biokerosin dengan membandingkan biji karet tanpa cangkang dan biji karet dengan cangkang, serta membandingkan hasil biji karet yang berasal dari pohon tanaman karet yang dipelihara dan biji karet yang berasal dari pohon tanaman karet yang tidak dipelihara. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa biji karet tanpa cangkang memiliki hasil yang lebih baik dalam pembuatan biokerosin.

Pemanfaatan biji karet dalam bahan baku pembuatan komposit sebelumnya dilakukan oleh Banon dkk (2016) dengan menggunakan matriks berasal dari limbah plastik polipropilena dengan membandingkan massa komposit yaitu 50 gram dan 100 gram serta 150 gram serbuk cangkang biji karet. Hasil yang di dapatkan dari

(3)

7 penelitian tersebut, bahwa serbuk dengan variasi 50 gram serbuk cangkang biji karet memiliki hasil terbaik khususnya pada sifat mekanik.

2.2 Perlakuan Kimia (Alkalisasi)

Proses alkalisasi merupakan suatu perlakuan kimia yang digunakan untuk memberikan modifikasi pada serat alam. Alkalisasi merupakan metode yang digunakan untuk menghilangkan lapisan lignin pada permukaan serat alam dalam penelitian ini di gunakan cangkang biji karet, proses dilakukan dengan merendam serat alam pada larutan alkali (NaOH) dengan perlakuan temperatur dan waktu tertentu menurut penelitian yang dilakukan chandramohan dkk (2017) waktu alkalisasi yang baik dilakukan selama dua hingga tiga jam perendaman. Alkalisasi menggunakan NaOH akan memunculkan selulosa dan menghilangkan pengotor pada serat alam yang digunakan. Selulosa berfungsi memberi kekuatan pada serat dan juga memiliki kemampuan tidak mudah terdegradasi secara kimia dan mekanis.

Keuntungan yang bisa didapatkan dengan menggunakan selulosa sebagai bahan penguat pada matriks polimer yang digunakan sebagai bahan pembuatan komposit, yaitu densitas rendah, tidak mudah terabrasi, kemampuan mengisi tinggi dan menghasilkan kekakuan yang tinggi (Pradana dkk, 2017).

Proses alkalisasi di tunjukan pada Persamaan 2.1 yang terdapat dalam penelitian terdahulu oleh Pradana dkk, lignin akan bereaksi dengan larutan NaOH yang terdisosiasi menjadi Na+ dan OH-, ion OH- bereaksi dengan gugus H pada lignin, kemudian membentuk H2O. Hal tersebut mengakibatkan gugus O membentuk radikal bebas dan reaktif dengan C kemudian membentuk cincin epoksi (C-O-C), lalu serangkaian gugus melepaskan ikatan pada gugus O dan menghasilkan dua cincin benzene dimana masing-masing cincin memiliki gugus O yang reaktif. Gugus O yang reaktif ini akan bereaksi dengan Na+ dan ikut larut dalam air aquades atau air destilasi, sehingga lignin hilang ketika serat alam dibilas (pradana, 2017).

Fiber – OH + NaOH Fiber – O-Na+ + H2O (2.1)

(4)

8

2.3 Komposit

Bahan atau material yang digabungkan dari dua jenis material yang berbeda, bahkan lebih dari dua jenis yang berbeda kemudian dibentuk menjadi bahan baru disebut komposit. Penggabungan dilakukan agar didapatkan material baru dengan sifat yang lebih baik atau sesuai kebutuhan, dalam komposit dikenal istilah filler dan matriks. Filler berfungsi sebagai material pengisi atau penguat pada komposit sedangkan matrik digunakan sebagai bahan pengikat. Komposit terdiri dari beberapa jenis, menurut bahan penguatnya terdapat komposit dengan bahan penguat anorganik (sintetis) yaitu berupa hasil rekayasa buatan manusia dan bahan organik (natural) yang didapatkan dari alam tanpa proses pencampuran secara kimia. Bahan penguat pada komposit sebagai penopang beban utama, oleh karena itu bahan penguat akan lebih baik jika memiliki modulus elastisitas yang lebih baik dari matriksnya. Selain itu, dibutuhkan ikatan matriks dan jenis bahan penguat yang baik dan peka, karena saat menerima pembebanan maka matrik akan meneruskan keserat penguat (van Vlack, 1999).

2.2.1 Penggolongan Komposit

Penggolongan komposit berdasarkan bahan pengikat atau matrik pengikatnya sebagai berikut:

A. Komposit partikel (particulate composite)

Bentuk penguat yang digunakan pada komposit jenis ini adalah partikel atau butiran yang berukuran mikroskopis. Partikel penguat berbentuk partikel disisipkan ke dalam pembuatan sebagai bahan pengikat untuk mendapatkan komposit dengan sifat mekanik yang baik sesuai kebutuhan. Beberapa keuntungan penggunaan bentuk penguat partikel seperti meningkatkan kekuatan, menambahkan ketahanan temperatur dan lain-lain. Contoh pengaplikasian bentuk penguat partikel adalah partikel alumunium pada karet, partikel silicon karbida pada alumunium, kerikil, pasir dan semen untuk pembuatan beton.

B. Komposit serat (fibrous composite)

Filler yang digunakan pada komposit jenis ini berupa serat sebagai penanggung beban utamanya. Memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih baik dibanding dengan matrik bahan pengikatnya adalah jenis serat yang baik

(5)

9 digunakan. Serat yang sering digunakan bisa berupa serat sintetis (fiberglass, nylon, kawat, plywood, vynil) serta serat organik (seperti batang daun dan biji tumbuhan).

C. Komposit Lamina (laminated composite)

Penguat pada komposit ini dengan bentuk lapisan atau terdiri dari lebih dari satu material yang disusun berlapis-lapis. Penyusunan lapisan searah dengan arah orientasinya bahkan bisa melintang atau bervariasi dari lapisan sebelumnya.

Keberagaman lapisan bertujuan meningkatkan sifat mekanik dari komposit (Hendrike, 2017).

2.2.2 Matriks

Salah satu bahan penting dalam pembuatan komposit yang berfungsi mengikat material pengisi pada komposit. Komposit terbagi menjadi tiga jenis menurut bentuk matriksnya yaitu MMC (metal matrix composite), PMC (polimer matrix composite), dan CMC (ceramic matrix composite). Matrik yang biasa digunakan pada pembuatan komposit ialah resin termasuk dalam jenis PMC. Jenis resin beragam, beberapa diantaranya yaitu poliester, phenolic, epoxy, polypropylene, silicone, alkyd, melamine polymide. Resin termasuk jenis thermoplastic (dapat dicairkan dan dikeraskan secara berulang) dan juga thermoset (tidak dapat dileburkan dan digunakan kembali). Poliester merupakan resin thermoset dengan bentuk cair yang mana jika ditambahkan katalis akan memiliki viskositas rendah. Resin jenis ini memiliki suhu deformasi termal yang lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya.

Ketahanan resin poliester termasuk baik yaitu 110-1400⁰C, umumnya jenis resin ini tahan terhadap asam tetapi tidak tahan pada jenis asam peroksida, dan akan lemah terhadap alkali jika di masukkan ke dalam air yang mendidih dalam jangka waktu yang cukup lama yang akan berakibat retak dan pecah pada bahan.

Pengaplikasian resin jenis ini terhadap cuaca sangat baik, tahan akan kelembaban serta sinar ultraviolet bila di tempatkan di udara luar, namun sifat tembus cahaya bahan akan rusak dalam beberapa tahun. Penelitian ini menggunakan resin poliester merek Yucalac BQTN-157 merupakan tipe resin yang cepat kering, cocok di gunakan pada pengaplikasian produk komposit dengan menggunakan metode hand lay-up dan spray-up molding. Resin poliester banyak di gunakan banyak digunakan

(6)

10

pada pengaplikasian komposit di dunia industri dengan pertimbangan harga relative murah, waktu curing cepat, warna jernih, dimensi yang stabil dan mudah penanganannya (Davallo dkk, 2010). Resin Yucalac BQTN-EX series memenuhi standar persyaratan lioyd’s register’s rules & regulation dan US food and drug administration (U.S FDA).

Bahan tambahan pendukung resin pada matrik komposit adalah penambahan katalis. Bahan kimia penambah pada matrik ini berfungsi dalam proses pembekuan atau pengeringan resin, penambahan katalis dalam jumlah banyak akan menimbulkan panas yang berlebihan pada saat proses curing (Bilmeyer,1984). Bahan katalis yang di gunakan pada penelitian ini sebagai bahan penambah resin poliester dalam mempercepat proses pengeringan adalah methyl- ethyl-ketone-peroxide (MEKP). Kecepatan resin menuju fase pada saat pengeringan atau pembekuan dapat dikontrol dengan penambahan katalis sebesar 0.5%-3% dari jumlah fraksi volume matrik. Penambahan katalis yang tidak tepat akan mempengaruhi proses curring. matrik merupakan unsur yang bertugas untuk mengikat dan melindungi penguat (Purnama, 2018).

2.4 Fraksi Volume Komposit

Pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan cetakan berbahan kaca. Proses pencetakan komposit dengan pencampuran secara manual antara resin dan hardener (katalis). Campuran tersebut dituangkan ke dalam sebuah wadah yang di gunakan menjadi cetakan. Sebelum penuangan campuran bahan, cetakan dilapisi dengan bahan release agent. Di bawah ini merupakan perhitungan pencampuran bahan berdasarkan fraksi volume bahan yang diketahui dengan perhitungan micromechanical komposit lalu didapatkan komposisi massa filler, matriks, dan komposit. Persamaan 2.2 digunakan untuk mendapatakan nilai dari densitas komposit kemudian untuk mengetahui volume cetakan menggunakan persamaan 2.3 setelah itu dilakukan perhitungan volume komposit menggunakan persamaan 2.4. persamaan 2.5 dan persamaan 2.6 digunakan untuk mengetahui perbandingan volume fiber dan volume matriks dalam pembuatan komposit. Persamaan 2.7 dan 2.8 digunakan untuk mengetahui komposisi massa fiber dan matriks yang digunakan (kaw, 2014).

(7)

11 a. Densitas komposit

Keterangan : ρc = densitas komposit (gr/cm3) ρf = densitas fiber (gr/cm3) Vf = fraksi volume fiber ρm = densitas matriks (gr/cm3) Vm = fraksi volume matriks

b. Volume cetakan

Keterangan : Vc = volume cetakan (cm3) a = panjang cetakan (cm) b = lebar cetakan (cm) c = tebal cetakan (cm) c. Volume Komposit

Keterangan : vc = volume cetakan (cm3) Wc = berat komposit (gram) ρc = densitas komposit (gr/cm3) d. Volume fiber

Keterangan : vf = volume fiber (cm3) Vf = fraksi volume fiber vc = volume komposit (cm3) e. Volume matriks

ρc = ρfVf+ ρmVm (2.2)

vc = a × b × c (2.3)

Vc = Wc

ρc (2.4)

vf= Vf × vc (2.5)

(8)

12

Keterangan : vm = volume matriks (cm3) Vm = fraksi volume matriks vc = volume komposit (cm3)

f. Massa fiber

Keterangan : wf = massa fiber (cm3) ρf = densitas fiber (gr/cm3) vf = volume fiber (cm3) g. Massa matriks

Keterangan : wm = massa matriks (cm3) ρm = densitas matriks (gr/cm3) vm = volume matriks (cm3)

2.5 Metode Hand Lay-Up

Proses sederhana dengan metode cetakan terbuka salah satunya yaitu metode hand lay-up. Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan resin secara manual ke dalam serat dan diberikan tekanan sekaligus meratakan bahan. Proses dilakukan berulang hingga mencapai ketebalan yang di inginkan. Metode ini, resin akan berkontak dengan udara dan proses pencetakan dilakukan pada suhu kamar.

Metode ini lebih mudah digunakan, dapat digunakan untuk pembuatan komponen yang besar dan memiliki volume yang rendah. Jenis metode ini sering digunakan bersamaan dengan penggunaan resin poliester dan epoxies.

2.6 Pengujian Tarik

Kemampuan material atau bahan dalam menahan beban dengan pemberian tarik pada beban tertentu disebut kekuatan tarik. Mengetahui kekuatan tarik

vm = Vm × vc (2.6)

wf = ρf × vf (2.7)

wm= ρm × vm (2.7)

(9)

13 didapatkan dari nilai regangan serta modulus elastisitas hasil pengujian. Proses pengujian dengan memberikan beban pada kedua ujung spesimen uji yang secara perlahan-lahan ditingkatkan pembebanannya hingga spesimen patah atau putus.

Hasil yang didapatkan pada pengujian ini yaitu kekuatan tarik maksimum, kekuatan luluh, beban maksimal yang diterima bahan, modulus elastisitas, tegangan, regangan, dan pertambahan panjang spesimen serta untuk mengetahui sifat ulet dan getas dari bahan. Nilai kekuatan tarik maksimum yang didapat akan menunjukan kemampuan maksimum dari material dalam menerima beban tarik sedangkan kemampuan material melakukan deformasi plastis disebut kekuatan luluh. Bahan atau material elastis jika ditarik oleh suatu gaya, maka akan terjadi pertambahan panjang sampai panjangnya sebanding dengan gaya yang bekerja pada setiap satuan panjang benda. Hal tersebut karena gaya yang bekerja sebanding dengan panjang benda dan berbanding terbalik dengan luas penampang akibat dari besarnya gaya yang bekerja dibagi dengan luas penampang (callister, 2009).

Gambar 2.2 Diagram Uji Tarik (callister, 2009)

Pengujian Tarik dilakukan lalu didapatkan kurva tegangan regangan yang menunjukan tegangan tarik maksimum hingga spesimen patah atau putus.

Berdasarkan Gambar 2.2 Material akan menunjukan kemampuannya dalam menahan beban pada uji tarik sebelum mengalami perubahan bentuk atau penciutan. Kondisi ini gaya tarik bahan akan bekerja secara maksimum, gaya maksimum yang dapat ditahan oleh bahan sebelum mengalami perubahan bentuk pada penampangnya hal ini disebut kekuatan tarik. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai pada hasil pengujian tarik yaitu sebagai berikut:

(10)

14

Persamaan 2.5 digunakan untuk mencari nilai kekuatan tarik dimana F adalah beban maksimum atau gaya maksimum yang diberikan dan A merupakan luas penampang awal ketika belum ada gaya apapun yang diberikan pada spesimen.

Menggunakan persamaan 2.6 dapat diketahui nilai regangan pada spesimen dimana 𝜀 adalah perpanjangan tarik, ∆𝑙 adalah pertambahan panjang dan L adalah panjang awal spesimen. Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dirumuskan sebagai berikut:

E merupakan modulus elastisitas bahan untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas digunakan persamaan 2.7, 𝜎 adalah tegangan dan 𝜀 adalah regangan.

Pengujian tarik memiliki standar sebagai acuan pembentukan spesimen uji, pada penelitian ini menggunakan ASTM D638 sebagai standar pengujian, dan berikut adalah tabel ukuran dimensi spesimen uji tarik menurut ASTM D638.

Gambar 2. 3 Spesimen Benda Uji Tarik (ASTM D638, 2014) σ =fmaks

A0 (2.5)

ε =∆l

L (2.6)

E =σ

ε (2.7)

(11)

15 Tabel 2.2 Dimensi Spesimen Uji Tarik

*) ASTM D638, 2014.

Dimension

7 (0.28) or under

Over 7 to 14 (0.28 to

0.55)

4 (0.16)

Or under Tolerances Type I Type

II Type III Type IVB

Type VCD W (width of

narrow section)

13 (0.50)

6

(0.25) 19 (0.75) 6 (0.25) 3.18 (0.125)

+ 0.5 (+0.02)B,C L (length of

narrow section)

57 (2.25)

57

(2.25) 57 (2.25) 33 (1.30)

9.53 (0.375)

+ 0.5 (+0.02)C

WO (width overall)

19 (0.75)

19

(0.75) 29 (1.13) 19

(0.75) … + 6.4 (+

0.25) WO (width

overall) … … … … 9.53

(0.375)

+ 3.18 (+

0.125) LO (length

overall)

165 (6.5)

183

(7.2) 246 (9.7) 115 (4.5)

63.5 (2.5)

no max (no max) G (Gage

length)

50 (2.00)

50

(2.00) 50 (2.00) … 7.62 (0.300)

+ 0.25 (+

0.010)C G (gauge

length) … … … 25

(1.00) … + 0.13 (+

0.005) D (distance

between)

115 (4.5)

135

(5.3) 115 (4.5) 65 (2.5) 25.4

(1.0) + 5 (+ 0.2) R (radius of

fillet)

76 (3.00)

76

(3.00) 76 (3.00) 14 (0.56)

12.7 (0.5)

+ 1 (+

0.04)C RO (outer

radius) … … … 25

(1.00) … + 1 (+

0.04)

(12)

16

2.7 Flexural test (Uji Bending)

Kemampuan bahan untuk menerima pembebanan seperti tegangan lengkung, lentur (defleksi sudut yang dibentuk akibat lenturan) dan elastisitas dapat diketahui menggunakan pengujian bending. Bahan akan diberikan perlakuan berupa penekanan pada sisi bagian atas spesimen dan mengalami proses tarik pada sisi bagian bawah spesimen hingga perlahan mengalami patah karena tidak mampu menahan tegangan. Proses pengujian memiliki dua jenis metode pengujian, yaitu 3 point-bending dan 4 point-bending.

a. Four Point Bending

Pengujian bending pada metode ini menggunakan dua tumpuan dan dua penekan.

Gambar 2. 4 Four Point Bending (Khamid, 2011)

b. Three Point Bending

Pengujian bending metode ini merupakan pengujian dengan menggunakan dua tumpuan dan satu penekanan.

(13)

17 Gambar 2.5 Pengujian Bending (Callister, 2013)

Secara bertahap akan mengalami perubahan bentuk dari elastis menjadi plastis hingga mengalami kerusakan atau patah. Proses pembebanan dalam pengujian bending, terdapat dua gaya yang bekerja dengan jarak (L/2) serta bekerja bersama-sama dengan arah yang berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan bending, persamaan 2.8 digunakan sebagai persamaan dasar mendapatkan kekuatan bending yang kemudian disubstitusikan dan ditunjukkan pada persamaan 2.9 dan 2.10.

Keterangan : M = momen bending maksimal C = jarak dari pusat spesimen I = momen inersia

Tabel 2.3 Persamaan Momen Bending

M c I

Rectangular PL

4

d 2

bd3 12

Circular PL

4 R πR4

4

*) Callister, 2013

𝜎 =𝑀𝑐

𝐼 (2.8)

(14)

18

Berdasarkan persamaan yang ditampilkan, 𝜎𝑓 merupakan kekuatan bending (MPa), P adalah gaya pembebanan (N), L adalah jarak antar tumpuan atau biasa dikenal dengan support span (mm) serta b adalah lebar spesimen (mm), d adalah tebal spesimen (mm), dan D adalah defleksi maksimum (mm). Persamaan 2.11 digunakan untuk mengetahui kekuatan bending, persamaan tersebut didapatkan dari persamaan 2.10 yang disederhanakan. Persamaan 2.12 juga dapat digunakan untuk mengetahui tegangan bending digunakan jika support span dan tebal spesimen memiliki rasio ukuran lebih dari 1:16. Perbandingan nilai regangan bending dapat diketahui dari persamaan 2.13 yaitu sebagai berikut:

Keterangan : 𝜀𝑏 = Regangan

D = Defleksi maksimum (mm) L = Panjang span

d = Tebal

2.8 Daya Serap Air

Kemampuan bahan dalam menyerap air hingga batas maksimal. Metode dalam pengujian ini memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai referensi untuk menentukan proporsi air yang dapat diserap oleh bahan beserta dampaknya dan agar dapat mengontrol keseragaman bahan dan produk yang ingin dihasilkan. Prosedur pengujian daya serap air menurut ASTM D570 terdiri dari dua jenis, dengan

σf = (PL 4 ×

d 2) bd3

12

(2.9)

σf= 12 PLd

8 bd3 (2.10)

σf= 3 PLd

2 bd2 (2.11)

σf = (3PL

2bd2) [1 + 6 (D L)

2

− 4 (d l) (D

L)] (2.12)

εb = 6Dd

L2 (2.13)

(15)

19 perendaman atau dikeringkan menggunakan oven, pada penelitian ini dilakukan dengan prosedur perendaman di air aquades. Hasil pengujian daya serap air ditentukan dari pengukuran daya serap air, sebelum melakukan pengukuran tersebut dilakukan pengukuran kenaikan berat selama perendaman dengan menggunakan persamaan 2.14 yang ditunjukan berikut:

Dimana :

B1 = Berat spesimen setelah perendaman (gram) B2 = Berat spesimen setelah perendaman (gram)

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan dengan berdasar pada beberapa penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Banon dkk (2016) yang berjudul “Cangkang Biji Karet dengan Perekat Limbah Plastik Polipreopilena Sebagai Alternatif Papan Partikel”. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai pengaruh perbandingan massa serbuk cangkang biji karet variasi tersebut adalah 50 gram, 100 gram dan 150 gram, terhadap karakteristik mekanik papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, Modulus of Rupture (MOR), Modulus of Elasticity (MOE). Spesimen terbaik diperoleh pada variasi berat serbuk cangkang biji karet 50 gram. Papan partikel pada penelitian ini didapatkan kerapatan 0.81 – 0.88 g/cm3, kadar air 0.34%-0.93%, daya serap air 5.67%-10.69% dan tebal pengembangan 0.26%-1.62%, nilai keteguhan patah 53-56.54 kgf/cm2, nilai keteguhan elastis 253.85-4008.87 kgf/cm2. Rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Kadar air (%)

=

B2−B1

B1

x 100

(2.14)

(16)

20

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1 Falma irawati sijabat, dkk. 2013

Metode: Pengaruh ukuran serbuk cangkang kelapa, metode hand lay-up dengan standar pengujian ASTM D638

Hasil: kekuatan tarik maksimum komposit dari pengujian tarik pada ukuran 70 mesh sebesar 71.661 MPa

2 Banon, dkk. 2016.

Metode: pengaruh variasi berat serbuk cangkang biji karet terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel.

Hasil : hasil daya serap air komposit 5.67%- 10.69% dan tebal pengembangan dari komposit.

setelah perendaman 0.26%-1.62%. hasil uji sifat mekanik keteguhan patah spesimen 53-56.54 kgf/𝑐𝑚2 nilai keteguhan elastis spesimen didapatkan 253.85-400.87 kgf/𝑐𝑚2.

3

D. Chandramohan, A.J. Presin

Kumar

Metode: pengaruh variasi massa filler dan jenis filler terhadap sifat mekanik komposit sekam padi dan komposit kulit kacang kenari dan cangkang kelapa.

Hasil : komposit cangkang sekam padi memiliki persentase kadar air terbesar dari ketiga variasi, dan untuk sifat mekanik komposit dengan cangkang kulit kelapa memiliki hasl yang baik dibanding komposit cangkang kulit kacang kenari.

(17)

21 No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

4 Akindapo, dkk.

2017

Metode : perbandingan massa filler-resin komposit epoxy dengan filler kulit kacang tanah dan sekam padi.

Hasil :kekuatan impak maksimum 7.91 J/𝑚𝑚2 pada variasi 12.5 % dan kekuatan bending maksimum 28.21 N/𝑚𝑚2 pada variasi 5 % .

Referensi

Dokumen terkait

Tanya Jawab 2 x 50’ Mendiskusikan Pendidikan Anti Korupsi Mahasiswa dapat menganalisis Pendidikan Anti Korupsi Tugas/ 5% 11 Analisis Wawasan Nusantara sebagai Geo Politik