• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Kinerja Rudder Single Plate Kapal Spob. Adeline 01 Dan Rudder Fishtail Dengan Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Perbandingan Kinerja Rudder Single Plate Kapal Spob. Adeline 01 Dan Rudder Fishtail Dengan Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic - Repository ITK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Barge ( Tongkang )

Kapal tongkang atau yang biasa disebut dengan ponton merupakan jenis kapal yang memiliki bentuk lambung datar atau kotak besar yang mengapung. Kapal tongkang dibuat untuk digunakan sebagai transportasi sungai dan kanal untuk membawa muatan dalam jumlah yang besar. Di pulau Kalimantan kapal tongkang menjadi salah satu alat transportasi yang cukup favorit untuk membawa hasil tambang yang beragam seperti muatan padat (batu bara, kayu, pasir) dan muatan cair (crude oil dan palm oil). Kontruksi kapal tongkang yang membawa muatan padat berbeda dengan kapal tongkang yang membawa muatan cair.

Kapal tongkang yang membawa muatan padat umumnya menggunakan deck / geladak sebagai ruang muatnya sedangkan kapal tongkang yang membawa muatan cair memiliki ruang muat dan desain lambung serta kontruksi yang serupa dengan kapal tanker.

Umumnya kapal tongkang merupakan jenis kapal yang tidak memiliki sistem penggerak sendiri seperti mesin dan propeller, sehingga harus ditarik atau ditunda 15 dengan kapal tunda / tug. Karena pada dasarnya, jenis kapal tongkang berbeda dengan jenis kapal pada umumnya, kapal ini hanya dibangun konstruksinya saja tanpa dilengkapi dengan mesin dan sistem propulsi lainnya seperti kapal pada umumnya. Sedangkan kapal tunda merupakan kapal yang digunakan untuk melakukan pergerakan terutama menarik dan mendorong kapal lainnya di pelabuhan. Maka dari itu, kapal tunda atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tug Boat sering digunakan untuk menarik kapal tongkang.

Tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan permintaan konsumen yang beragam, ada kapal tongkang yang didesain dan dibangun dengan mesin penggerak sendiri dan juga dilengkapi perlengkapan keselamatan dan pelayaran seperti kapal pada umumnya, kapal ini biasa disebut dengan nama SPB (Self-Propeller Barge) dan SPOB (Self-Propeller Oil Barge).

Di beberapa daerah, kapal tongkang tidak hanya berfungsi sebagai pengangkut hasil tambang, tetap juga sebagai transportasi penyebrangan yang mengangkut kendaraan – kendaraan masyarakat seperti mobil, truk, motor, atau lainnya dengan menggunakan kapal jenis ini salah satu contohnya bisa dilihat seperti Gambar 2.1 berikut:

(2)

6

Gambar 2. 1 Kapal SPOB ADELINE 01

2.2. Rudder

Secara prinsip, motor penggerak kemudi kapal sangat dipengaruhi oleh perancangan, sistem propulsi dan sistem kemudi. Sejumlah elemen tersebut secara langsung memberi pengaruh terhadap gaya-gaya dan momen hidrodinamika yang bekerja pada daun kemudi.

Hal lain yang juga bisa berpengaruh adalah akibat kondisi daun kemudi yang terlalu besar, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara mesin penggerak kemudi dengan kemudi tersebut pada saat kapal dibelokkan. Ketika kapal bergerak dengan kecepatan tertentu (U) pada aliran bebas ada beberapa gaya yang bekerja, antara lain tahanan kapal, dan gaya dorong kapal. Dan agar kapal dapat berbelok maka sudut rudder dirubah arahnya sehingga membentuk sudut 𝛼 (angle of attack) terhadap center line dan adanya resultan gaya hydrodynamic F. Resultan gaya didapat dari komponen lift atau gaya angkat (L) yang arahnya tegak lurus degan arah aliran dengan komponen drag (D) yang arahnya sejajar dengan arah aliran. Untuk menentukan besar gaya kemudi dengan ukuran luas kemudi dan kecepatan operasional yang berbeda (Sembiring, 2016).

2.3 Jenis Rudder

Jenis rudder, lokasi serta penempatannya relatif terhadap propeller bertujuan untuk memengaruhi efektivitas kemudi dan kemampuan kontrol kapal. Rudder harus ditempatkan di dekat buritan dan harus ditempatkan di aliran baling-baling untuk pengendalian yang

(3)

7

baik. Karakteristik kinerjanya sangat penting untuk pengendalian kapal seperti pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2. 2 Variasi bentuk rudder

2.3.1 Rudder Tipe Single Plate

Single plate merupakan sebuah plat berbentuk persegi dua dimensi yang sangat sederhana untuk mendesign serta merupakan sebuah plat yang mudah untuk diproduksi dengan harga jual yang murah.

Plat kemudi berhenti pada sudut yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis profil lainnya, dikarenakan proses pemisahan aliran yang lebih awal dan lebih kuat tetapi plat ini dapat digunakan pada kapal - kapal kecil dan kapal antik tidak cocok untuk kapal yang lebih modern. Adapun kelebihan pada rudder single plate, pelat datar dapat mencapai efisiensi tinggi kondisi lurus ke depan dan untuk kekurangannya rudder single plate efisiensi tinggi ini hanya muncul pada sudut serangan yang kecil, yaitu hingga sekitar 5 °.

Setelah ini, koefisien lift berhenti dan rasio lift-to-drag Hilang. (Liu, 2016). Seperti pada Gambar 2.3 berikut

(4)

8

Gambar 2. 3 Rudder tipe Single Plate

2.3.2 Rudder Tipe Fishtail

Profil Fishtail, juga dikenal sebagai kemudi Schilling (Schilling 1963; Schilling and Rathert 1978), biasanya dikembangkan didasarkan pada profil NACA, HSVA, dan IFS konvensional dengan ekor tertinggal. Bagian cekung, tempat profil asli terhubung dengan ekor, dihaluskan untuk memiliki distribusi tekanan yang lebih baik.

mengembangkan fishtail high-lift profil dengan mengoptimalkan ketebalan kemudi maksimum dan ketebalan ujung trailing. Namun, sangat sedikit penelitian yang meneliti profil fishtail dengan tes eksperimental.. Adapun kelebihan Rudder fishtail dapat secara efektif dihasilkan gaya angkat meningkatkan kemampuan manuver kapal dan untuk kekurangannya offset dari profil fishtail umumnya tidak tersedia untuk umum. (Liu, 2016).

Seperti pada Gambar 2.4 berikut

Gambar 2. 4 Rudder tipe Fishtail

2.4 Gaya yang bekerja pada Rudder

Ketika kapal bergerak dengan kecepatan tertentu (U) pada aliran bebas ada beberapa gaya yang bekerja, antara lain tahanan kapal, gaya dorong kapal. Dan agar kapal dapat berbelok maka sudut rudder dirubah arahnya sehingga membentuk sudut α (angle of attack) terhadap center line dan memicu adanya resultan gaya hydrodynamic F. Gaya ini bekerja pada satu titik yang disebut center of pressure (CP). Resultan gaya didapat dari komponen lift atau gaya angkat (L) yang arahnya tegak lurus degan arah aliran dengan komponen drag (D) yang arahnya sejajar dengan arah aliran seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 berikut (Mahaboob, 2014).

(5)

9

Gambar 2.5 di atas merupakan beberapa komponen gaya yang bekerja pada rudder.

Untuk menentukan besar gaya kemudi dengan ukuran luas kemudi dan kecepatan operasional yang berbeda, kita dapat menggunakan persamaan dibawah ini : (Lewis, 1989)

𝐶

𝐿

=

𝐿

(ρ/2) Ar U2

(2.1)

𝐶

𝐷

=

𝐷

(ρ/2) Ar U2

(2.2)

Dimana :

𝐶

𝐿 = Coefficient Lift

𝐶

𝐷 = Coefficient Drag

𝐿

= Lift Force 𝐷 = Drag Force

𝐴𝑟

= Luas penampang daun kemudi

𝑈

= Kecepatan aliran fluida ρ = Massa jenis fluida

2.5 Dimensi Rudder

Berdasarkan “RULES FOR HULL” Vol. II, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dimensi rudder pada Gambar 2.6 sebagai berikut:

Gambar 2. 5 Komponen gaya pada rudder (Lewis, 1989)

(6)

10

Gambar 2. 6 Dimensi rudder Keterangan:

A = Luas mid-plane rudder yang berada di belakang poros

Af = Luas mid-plane rudder yang berada di depan poros

c = Lebar rudder

b = Tinggi rudder

X1 = Lebar bagian bawah rudder

X2 = Lebar bagian atas rudder

Berdasarkan “RULES FOR HULL” Vol. II, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) telah menentukan aturan desain suatu rudder agar memiliki kemampuan manuver yang baik.

Salah satu aturan yang dimuat mengatur tentang luas rudder.

A = C1 . C2 . C3. C4

1,75 .𝐿.𝑇

100

[m2] (2.3) Dimana :

C1 = Faktor tipe kapal

= 1.0 untuk kapal umum

= 0.9 untuk kapal curah dan kapal minyak dengan displacement lebih dari 50.000 ton

= 1.7 untuk kapal tug dan trawlers C2 = Faktor tipe daun kemudi

(7)

11

= 1.0 untuk tipe daun kemudi umum

= 0.9 untuk semi spade rudder

= 0.7 untuk high lift rudder C3 = Faktor profil daun kemudi

= 1.0 untuk profil NACA dan plate

= 0.9 untuk profil hollow dan campuran C4 = Faktor perencanaan daun kemudi

= 1.0 untuk daun kemudi di dalam propeller jet

= 1.5 untuk daun kemudi di luar propeller jet

Berdasarkan jenisnya, profil dari kemudi pelat ganda juga terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya tipe NACA, hollow, fish tail, flat side dan lain – lain. Berikut merupakan tipe profil menurut standar Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dapat dilihat di Gambar 2.7 sebagai berikut:

2.6 Menghitung Performa Manuver

Evaluasi dari dua efek model rudder terhadap kinerja manuver kapal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Clark. Dalam perhitungan ini, model kemudi dipasang

Gambar 2. 7 Tipe profil rudder (BKI Vol II Rules For Hull, 2019)

(8)

12

pada kapal yang detailnya diberikan dalam lampiran. Steady Turning Test dapat dilakukan untuk mengevaluasi kinerja manuver kapal.

Di sini kinerja kapal dapat diprediksi dengan mengukur Steady Turning Diameter (STD), Tactical Diameter (TD), Transfer (Tr) dan Advance (Ad) pada setiap sudut kemudi.

Turning test umumnya dibagi menjadi empat tahap. Tahap persiapan pertama yang pada tahap ini kapal bergerak lurus dari posisi diam hingga mencapai kecepatan yang diinginkan.

Pada tahap ini tidak ada putaran kemudi, tahap ini berakhir ketika kemudi mulai berputar.

Tahap kedua dimulai ketika kemudi telah diputar untuk membentuk sudut yang diinginkan dan berakhir ketika arah kapal sekitar 90° ke arah aslinya. Tahap ketiga dimulai ketika kemudi telah mencapai sudut maksimum, dan berakhir ketika kapal telah berputar hingga 180°.

IMO (International Maritime Organization) telah menetapkan standar kemampuan manuver kapal tertentu dan setiap kapal harus memenuhi standar ini untuk dapat berlayar.

Standar tes belok adalah Advance (Ad) tidak boleh lebih dari 4,5 kali panjang kapal dan Tactical Diameter (TD) tidak boleh lebih dari 5 kali panjang kapal.

Program simulasi manuver dikembangkan berdasarkan persamaan Clark di mana koefisien lift diperlukan sebagai input. Koefisien hidrodinamika dari manuver dihitung menggunakan seperangkat persamaan (Mahaboob, 2014).

𝑌𝑣̇′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [1 + 0.16 × 𝐶𝑏× (𝐵

𝑇) − 5.1 × (𝐵

𝐿)2] (2.4) 𝑌𝑣′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [1 + 0.4 × 𝐶𝑏× (𝐵

𝑇)] (2.5) 𝑌𝑟̇′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [0.67 × (𝐵

𝐿) − 0.0033 × (𝐵

𝑇)2] (2.6) 𝑌𝑟′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [−0.5 + 2.2 × (𝐵

𝐿) − 0.08 × (𝐵

𝑇)] (2.7) 𝑁𝑣̇’ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [1.1 + (𝐵

𝐿) − 0.041 × (𝐵

𝑇)] (2.8) 𝑁𝑣′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2 × [0.5 − 2.4 × (𝑇

𝐿)] (2.9) 𝑁𝑟̇′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [1

12+ 0.017 × 𝐶𝑏× (𝐵

𝑇) − 0.33 × (𝐵

𝐿)] (2.10) 𝑁𝑟′ = −𝜋. (𝑇

𝐿)2× [0.25 + 0.039 × (𝐵

𝑇) − 0.56 × (𝐵

𝐿)] (2.11) Dimana variabel Yὺ’, Yὺ, Yṙ’, Yṙ, Nὺ’, Nὺ, Nṙ’, Nṙ adalah koefisien hidrodinamik non-dimensional. Koefisien hidrodinamik yang terkait dengan gaya kemudi adalah nilai Yδ dan dapat dihitung dengan persamaan.

(9)

13 Y𝛿′ = (𝐴𝑟

𝑇×𝐿) × (𝐵

𝑇) × (𝑑𝐶𝐿

𝑑𝛿) ×

𝐶

𝐿× (𝑐

𝑢)2 (2.12) Dimana

𝐶

𝐿 merupakan koefisien lift and c merupakan kecepatan aliran pada permukaan daun kemudi. Dan variabel (𝑑𝐶𝑙/𝑑𝛿) merupakan kemiringan kurva pengangkatan kemudi dan diberikan oleh persamaan.

𝑑𝐶𝐿

𝑑𝛿 = 0.9×2𝜋×𝛼

57.3[(𝑐𝑜𝑠 Ω×√ 𝛼2

cos2 Ω+4)+1.8]

(2.13) Posisi kemudi diasumsikan setengah dari panjang kapal setelah di tengah kapal, momen kemudi non-dimensi Nδ’ dapat dihitung dengan persamaan.

𝑁𝛿 = 0.5 Y𝛿′ (2.14) 𝑆𝑇𝐷 = (𝐿

𝛿) × [(𝑌𝑣×𝑁𝑟−𝑁𝑣×(𝑌𝑟−𝑚))

𝑁𝑣×Y𝛿−𝑌𝑣×𝑁𝛿 ] (2.15) Di sini m adalah massa kapal dan δ adalah sudut kemudi. Parameter lain yang menunjukkan kinerja manuver seperti Ad, TD dan Tr dapat diperkirakan dengan persamaan.

𝑇𝐷

𝐿 = 0.14 + 1.0 × (𝑆𝑇𝐷

𝐿 ) (2.16)

𝐴𝑑

𝐿 = 1.1 + 0.514 × (𝑇𝐷

𝐿 ) (2.17) 𝑇𝑟 = 0.375 + 0.531 × (𝑇𝐷

𝐿 ) (2.18)

2.7 Standar Manuver

Dalam maneuvering sebuah kapal, prosedur yang digunakan mengacu kepada peraturan standar kemampuan maneuver kapal yang direkomendasikan oleh International Maritime Organization (IMO) yakni resolusi MSC.137 (76) annex.6 tertanggal 4 Desember 2002 dan mulai diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2004, resolusi ini merupakan amandemen terhadap resolusi sebelumnya yakni A.751 (18) mengenai standar kemampuan manuver kapal dan terminologinya didefinisikan sebagai berikut :

1. Zig zag manuver dengan sudut kemudi 10° dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:

A. Setelah tercapai steady approach dengan percepatan yang sama dengan nol, maka kemudi dibelokan sebesar 10° ke arah starboard atau portside (eksekusi pertama).

(10)

14

B. Pada saat sudut heading berubah 10° dari sudut heading semula, maka kemudi dibelokan berlawanan atau dibalik 10° ke arah portside atau starboard (eksekusi kedua).

C. Setelah kemudi dibelokan ke arah portside/starboard, maka kapal akan terus berbelok pada arah semula dengan mengalami penurunan kecepatan belok.

Untuk mengetahui respon kapal terhadap kemudi maka selanjutnya kapal harus dibelokan ke arah portside/starboard. Ketika kapal sudah mencapai sudut heading 10° ke arah portside/starboard dari lintasan semula maka selanjutnya kemudi dilawan atau diarahkan sebaliknya yakni 10° ke arah starboard/portside (eksekusi ketiga).

2. Sudut overshoot pertama adalah penambahan dari deviasi sudut heading pada zig - zag maneuver pada eksekusi kedua.

3. Sudut overshoot kedua adalah penambahan dari deviasi sudut heading pada zig- zag maneuver pada eksekusi ketiga.

4. Zig-zag maneuver dengan sudut kemudi 20° dilaksanakan dengan prosedur yang sama dengan urutan prosedur no.3 sampai dengan no.5.

IMO telah merekomendasikan beberapa kriteria standar untuk manuverabilitas kapal.

Kriteria tersebut harus dipenuhi oleh sebuah kapal saat beroperasi baik di perairan yang dalam (deep water) maupun di perairan terbatas atau beroperasi di sekitar pelabuhan atau di perairan yang dangkal (restricted and shallow water), Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Standar Manuverabilitas Kapal oleh IMO (IMO, 2002)

Ability Test Criteria

Turning ability Turning test with max.

Rudder Angle (35 deg.)

Advanced <4,5 L Tactical Diameter <5,0 L

Initial turning ability 100 / 100 Z-test Distance ship run before 2nd rudder execution <

2,5 L Stopping ability Stopping test with full

astern

Track reach < 15 L

(11)

15 Course-keeping and

yaw-checking ability

100 / 100 Z-test 1st Overshoot

<10°(L/U<10

<(5+0,5(L/U))°(10s<L/

U<30s)

<20° (30s<L/U) 2nd Overshoot

<25° (L/U<10s)

<(17,5+0,75(L/U))° (10s<L/U<30s)

<40° (30s<L/U) 2nd Overshoot

<25° (L/U<10s)

<(17,5+0,75(L/U))° (10s<L/U<30s)

<40° (30s<L/U)

*) IMO, 2002

Manuver yang digunakan dalam percobaan di laut mengikuti rekomendasi dari maneuvering trial code of ITTC (1975) and the IMO circular MSC 389 (1985). IMO juga menentukan penampilan dari beberapa hasil pada poster, bucklet dan maneuvering bucklet pada IMO resolution A.601 (15) (1987).

2.8 Aliran Fluida

Fluida merupakan suatu zat yang mampu mengalir dan mengubah bentuknya sesuai dengan tempat atau wadah dimana dia berada yang wujudnya berupa cairanmaupun gas.

Fluida mampu mengubah bentuknya dengan mudah, sehingga memiliki volume yang sama dengan volume wadah yang membatasi fluida tersebut. Pemakaian mekanika kepada medium kontinyu, baik benda padat maupun fluida didasari pada hukum Newton yang digabungkan dengan hukum gaya yang sesuai. Aliran dapat diklasifikasikan atau digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu; laminar, transisi, dan turbulen (Dwitara. I, 2013).

(12)

16 2.8.1 Aliran Laminar

Aliran laminar merupakan aliran fluida yang ditujukan dengan gerak dari partikel – partikel fluidanya yang sejajar dan garis – garis arusnya halus. Dalam aliran laminar, partikel – partikel fluida seakan – akan bergerak sepanjang lintasan – lintasan yang lancar dan halus, dengan satu lapisan bergerak meluncur secara mulus pada lapisan yang bersebelahan. Sifat kekentalan atau viskositas pada zat cair berperan penting dalam membentuk aliran laminar. Aliran laminar bersifat steady yang artinya memiliki aliran yang tetap atau kecepatan aliran yang tidak berubah terhadap fungsi waktu seperti yang terlihat pada (Gambar 2.8 berikut (Dwitara dkk, 2013).

2.8.2 Aliran Turbulen

Pada aliran turbulen, kecepatan aliran fluida yang relatif tinggi dapat menghasilkan aliran yang tidak laminar melainkan kompleks, lintasan dari gerak partikel fluida saling tidak beraturan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga diketahui bahwa ciri – ciri dari aliran turbulen pada suatu aliran fluida yaitu; tidak adanya keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran tidak banyak bercampur, kecepatan fluida tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya randah. Untuk dapat membedakan antara aliran laminar dengan aliran turbulen, terdapat suatu bilangan yang tidak memiliki satuan yang dikenal dengan bilangan Reynold (Reynolds Number). Bilangan ini diperoleh melalui persamaan sebagai berikut;

𝑒 =

𝜌𝜐𝑠𝐿

𝜇

=

𝜐𝑠𝐿

𝜈

=

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠 (2.4) Gambar 2. 8 Bentuk Aliran Laminar (Dwitara dkk, 2013)

(13)

17 Keterangan :

𝜐𝑠 = kecepatan fluida 𝐿 = panjang karakteristik µ = viskositas absolut dinamis

𝑉 = viskositas kinematik fluida v = µ / 𝜌 𝜌 = kerapatan (densitas) fluida

Menurut hasil percobaan oleh Reynold, apabila nilai dari Reynolds Number kurang dari 2000, maka kondisi aliran yang biasaya terjadi merupakan aliran laminar. Sedangkan, apabila nilai dari Reynolds Number lebih dari 4000, maka kondisi aliran yang biasanya terjadi adalah aliran turbulen. Sedangkan, kondisi aliran pada saat nilai dari Reynolds Number berada diatntara 2000 dan 4000 maka disebut sebagai aliran transisi yang dimana tergantung dari pada faktor – faktor lain yang mempengaruhi aliran seperti yang terlihat pada Gambar 2.9 berikut (Dwitara dkk, 2013).

kondisi aliran pada saat nilai dari Reynolds Number berada diatntara 2000 dan 4000 maka disebut sebagai aliran transisi yang dimana tergantung dari pada faktor – faktor lain yang mempengaruhi aliran (Dwitara. I, 2013).

2.9 Hambatan Kapal

Hambatan kapal adalah gaya yang menahan kapal ketika melaju dengan kecepatan dinasnya. Hambatan tersebut sama dengan gaya fluida yang bekerja sejajar dengan sumbu gerakan kapal. Sedangkan suatu hambatan kapal ini adalah sama dengan suatu gaya dan karena dihasilkan oleh air, maka ini disebut gaya hidrodinamika. Gaya hidrodinamika ini semata - mata disebabkan oleh gerakan relatif kapal terhadap air.

Hambatan total yang dialami oleh kapal yang bergerak pada permukaan air tenang terdiri dari beberapa komponen, yaitu: wave making resistance, skin frictional resistance,

Gambar 2. 9 Bentuk Aliran Turbulen (Dwitara dkk, 2013)

(14)

18

viscous pressure resistance, air resistamce dan appendage resistance (Rawson dan Tupper, 2001).

Hambatan kapal disederhanakan dalam 2 komponen utama hambatan yaitu hambatan viskos (viscous resistance) yang disebabkan oleh gaya geser (tangential shear forces) dan hambatan gelombang (wave resistance) yang disebabkan oleh gaya normal (normal force) (Molland, 2011).

Hambatan gesek (skin friction) dibagi menjadi two-dimensional flat plate friction dan three-dimensional effects. Hal ini digunakan untuk mengilustrasikan rincian sehubungan dengan metode ekstrapolasi model-to-ship yang menggunakan data gaya gesek pelat datar (flat plate friction). Komponen wave breaking dan spray penting bagi kapal cepat (high- speed craft), dalam kasus katamaran, komponen wave breaking akan sangat signifikan terjadi antara lambung dengan kecepatan tertentu.

Banyak hal yang berkaitan dengan meminimalkan hambatan baik untuk mengurangi kebutuhan daya atau meningkatkan ekonomi bahan bakar, oleh karena itu sangatlah penting bentuk badan kapal yang streamline guna meminimalisir hambatan yang ada selama kapal berlayar.

2.10 Konsep CFD (Computational Fluid Dynamic)

Computational fluid dynamic (CFD) adalah salah satu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik dan algoritma untuk menyelesaikan dan menganalisis masalah yang terjadi pada aliran fluida. CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer.

(15)

19

Dalam CFD, penggunaan computer untuk melakukan analisis sangat vital, karena harus melakukan jutaan perhitungan untuk mensimulasikan interaksi fluida dan gas yang digunakan pada bidang engineering. Ketika kita menggunakan CFD dengan dukungan perangkat keras yang canggih sekalipun, maka hasil yang didapatkan hanya berupa pendekatan. Inilah salah satu aspek yang terus dibenahi dalam pengembangan metode CFD.

Secara ringkas CFD adalah memprediksi secara kuantitatif apa yang akan terjadi ketika terjadi aliran fluida dan seringkali terjadi kombinasi dengan hal-hal berikut:

a. Aliran perpindahan kalor.

b. Mass transfer.

c. Perubahan fase benda, seperti; peleburan, pembekuan, pendidihan.

d. Reaksi kimia, seperti; pembakaran.

e. Pergerakan komponen mekanik; pergerakan piston, kipas mesin, dll.

f. Tegangan dan perpindahan yang terjadi di dalam struktur benda solid.

Kegunaan CFD adalah untuk mengetahui bagaimana fluida mengalir, dan memperkirakan apa yang akan terjadi pada benda yang mengalami kontak dengan aliran fluida. CFD bisa diterapkan dalam membantu berbagai aspek engineer seperti di bawah ini:

a. CFD membantu insinyur sipil dan arsitek untuk menyediakan lingkungan yang nyaman dan aman bagi manusia.

b. Membantu desainer power plants untuk mendapatkan efisiensi maksimum, dan mengurangi polusi.

c. Insinyur kimia untuk memaksimalkan hasil dari reaktor dan peralatan produksi.

d. Perancang kendaraan darat, laut, dan udara untuk mendapatkan performa yang maksimal dan minim biaya produksi.

e. Analis resiko dan bahaya, serta safety engineer, untuk memperkirakan kerusakan yang terjadi pada bangunan, peralatan, manusia, flora dan fauna yang diakibatkan kebakaran, ledakan dan gelombang ledakan.

f. Analisis aspek hidrodinamika pada perkapalan seperti resistance, olah gerak, dll.

Konsep dasar penggunaan software berbasis CFD ini adalah penyelesaian metode numerik dengan sebuah persamaan fluida yaitu Persamaan Navier-Stokes, dengan prinsip:

a. Kekekalan massa

(16)

20

Persamaan kontinuitas menyatakan bahwa laju perubahan massa untuk volume kontrol kecil sama dengan laju fluks massa melalui batas permukaannya.

𝜕𝜌

𝜕𝑡+ ∇. (𝜌𝑉) = 0 (2.5)

di mana ∇ adalah operator diferensial (𝜕/𝜕𝑥, 𝜕/𝜕𝑦, 𝜕/𝜕𝑧) dan V adalah Vektor krcepatan arah X, Y, dan Z.

b. Kekekalan momentum

Persamaan momentum menyatakan bahwa laju perubahan momentum untuk volume kontrol yang sangat kecil sama dengan tingkat di mana momentum masuk atau keluar melalui permukaan volume kontrol, ditambah jumlah kekuatan yang bekerja pada volume itu sendiri.

𝜕(𝜌𝑢)

𝜕𝑡 + ∇. (𝜌𝑢𝑉) = −𝜕𝑝

𝜕𝑥+𝜕𝜏𝑥𝑥

𝜕𝑥 +𝜕𝜏𝑦𝑥

𝜕𝑦 +𝜕𝜏𝑧𝑥

𝜕𝑧 + 𝜌𝑓𝑥

𝜕(𝜌𝑣)

𝜕𝑡 + ∇. (𝜌𝑣𝑉) = −𝜕𝑝

𝜕𝑦+𝜕𝜏𝑥𝑦

𝜕𝑥 +𝜕𝜏𝑦𝑦

𝜕𝑦 +𝜕𝜏𝑧𝑦

𝜕𝑧 + 𝜌𝑓𝑦

𝜕(𝜌𝑤)

𝜕𝑡 + ∇. (𝜌𝑤𝑉) = −𝜕𝑝

𝜕𝑧+𝜕𝜏𝑥𝑧

𝜕𝑥 +𝜕𝜏𝑦𝑧

𝜕𝑦 +𝜕𝜏𝑧𝑧

𝜕𝑧 + 𝜌𝑓𝑧 (2.6) di mana V adalah = (𝑢, 𝑣, 𝑤)

Persamaan Navier-Stokes hanya bisa dipecahkan secara analitis hanya untuk beberapa kasus saja. Dalam prakteknya, dimungkinkan untuk membuat sejumlah asumsi penyederhanaan yang memungkinkan solusi analitis dapat diperoleh atau untuk mengurangi upaya komputasi yang diperlukan secara signifikan untuk menyelesaikan persamaan Navier-Stokes secara penuh (Molland, 2011).

2.11 Fluent

Fluent adalah perangkat lunak dalam komputer yang digunakan untuk mensimulasikan aliran fluida dan perpindahan panas. Aliran dan perpindahan panas dari berbagai fluida dapat disimulasikan pada bentuk/geometri yang rumit. Dengan menggunakan program Fluent, dapat diketahui parameter-parameter aliran dan perpindahan panas yang diinginkan. Distribusi tekanan, kecepatan aliran, laju aliran massa, distribusi temperatur, dan pola aliran fluida yang terjadi dapat diketahui pada tiap titik yang terdapat dalam sistem yang dianalisa. karena Fluent menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap. Fluent didukung oleh jenis mesh tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedral-hexahedral- pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). Fluent juga memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada.

(17)

21

2.12 Perbandingan Metode CFD dengan Metode Lain

Dalam analisis aspek resistance pada perkapalan terdapat beberapa metode selain metode CFD yaitu:

1. Metode empiris, contoh: perhitungan Holtrop, perhitungan Guldhammer 2. Metode slender body, contoh: software Maxsurf Resistance

3. Pengujian Towing Tank

Di mana pengujian towing tank merupakan analisis resistance yang paling akurat dari metode lain. Namun, metode CFD memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan dibanding dengan metode lain, yaitu:

1. Simulasi aliran fluida dapat divisualisasikan untuk analisis lebih lanjut

2. Proses simulasi lebih efisien, sehingga proses optimasi model atau fenomena aliran lebih mudah ketika terjadi kesalahan/kekurangan

3. Lebih murah dari pengujian towing tank

4. Dapat menangkap fenomena aliran fluida yang tidak tertangkap oleh towing tank Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil yang optimum pengujian resistance kapal dilakukan dengan metode CFD terlebih dahulu sebelum pengujian towing tank (Budi, 2019).

2.13 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan. Dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu

No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

1 Aries, 2014 Metode : Pengembangan desain rudder fishtail terhadap kemampuan manuver menggunakan metode Computational Fluid Dynamic (CFD).

Hasil : 2 model desain menghasilkan performa manuver yang lebih baik.

(18)

22 2 Mahaboob,

2014

Metode : Perbandingan performa manuver dari rudder konvensional dengan rudder fishtail menggunakan metode Computational Fluid Dynamic (CFD).

Hasil : Rudder fishtail memiliki performa manuver yang lebih baik dibandingkan dengan rudder konvensional.

3 Reinhard dkk, 2017

Metode : Pengaruh penambahan fin pada rudder terhadap kemampuan manuvering kapal dengan menggunakan metode Computational Fluid Dynamic (CFD).

Hasil : Menghasilkan kemampuan yang lebih baik dengan penambaha fin.

4 Muharrom, 2019

Metode : Komparasi Performa Manuver antara Daun Kemudi Tipe Konvensional Dengan Daun Kemudi Tipe Single Plate pada Kapal SPOB. DMLD 01 Menggunakan Metode Computational Fluid Dynamic.

Hasil : Daun kemudi NACA 0018 memiliki nilai coefficient drag yang lebih rendah dibandingkan nilai coefficient drag daun kemudi Single Plate di setiap variasi sudutnya.

5 Asram, 2020

Metode : Analis perbandingan kinerja drag force dan lift force antara rudder konvensional dan rudder fishtail dengan menggunakan cfd”

Hasil : Rudder konvensional memiliki nilai drag force yang lebih baik dari Rudder fishtail, lift force Rudder fishtail lebih baik dari Rudder Konvesional.

Lanjutan Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu 6 Nuzhand,

2020

Metode : Analisis perbandingan pengujian Turning circle antara rudder Konvensional dengan rudder jenis Fishtail pada model kapal barge Dengan metode experiment.

Hasil : Pengujian turning circle test antara rudder konvensional dan rudder jenis fishtail dengan pengujian eksperimen pada model kapal barge yakni Rudder Konvesional.

Referensi

Dokumen terkait

2 empty Trial completion date empty Scientific title The effect of IL-6 inhibitor Tocilizumab on the prognosis of covid-19 patients with acute respiratory failure Public title The