Analisis Perbandingan Optimizer pada Pelatihan Model Convolutional Neural Network untuk Kasus Klasifikasi Hewan
Primata
Sinta Solihat, Suprih Widodo, Dian Permata Sari*
Pendidikan Sistem dan Teknologi Informasi, Universitas Pendidikan Indonesia, Purwakarta, Indonesia Email: 1[email protected], 2[email protected], 3,*[email protected]
Email Penulis Korespondensi: [email protected]
Abstrak−Klasifikasi merupakan suatu cara untuk mengelompokan hal tertentu contohnya hewan primata berdasarkan persamaan serta perbedaan yang ada pada hewan. Klasifikasi ini ditujukan untuk mengidentifikasi persamaan atau ciri-ciri yang ada pada hewan tersebut. Image classification adalah proses pengelompokan suatu objek berupa gambar ke dalam kategori tertentu menggunakan algoritma CNN, akan tetapi tingkat akurasi yang dihasilkan belum memuaskan. Maka daripada itu, tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan optimizer yang tepat untuk digunakan pada model CNN. Pada penelitian ini data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode web scrapping dan sumber data merupakan dari google image, sehingga total jumlah data yang diperoleh adalah 1631 gambar. Framework untuk menyelesaikan penelitian ini adalah AI Project Cycle yaitu di antaranya adalah problem scoping, data acquisition, data exploration, modelling, dan evaluation. Berdasarkan hasil penelitian optimizer yang memiliki nilai akurasi tertinggi merupakan Adadelta dengan nilai akurasi 75%. Maka dari itu Adadelta merupakan optimizer yang tepat untuk digunakan pada model algoritma CNN untuk klasifikasi primata.
Kata Kunci: Adadelta; CNN; Hewan Primata; Klasifikasi Gambar; Optimizer
Abstract−Classification is a way to group certain things, for example primate animals, based on the similarities and differences that exist in animals. This classification intends to identify similarities or characteristics in these animals. Image classification is the process of grouping an object in the form of an image into certain categories using the CNN algorithm, but the resulting accuracy level is not satisfactory. Therefore, this research aims to produce the right optimizer to be used in the CNN model. In this study, the data was collected using the web scrapping method, and the data source is Google Images, so the total amount of data obtained is 1631 images. The framework for completing this research is the AI Project Cycle, which includes problem scoping, data acquisition, data exploration, modelling, and evaluation. Based on the research results, the optimizer with the highest accuracy value is Adadelta, which has an accuracy value of 75%. Therefore, Adadelta is the right optimizer for primate classification in the CNN algorithm model.
Keywords: Adadelta; CNN; Image Classification; Optimizer; Primate Animals
1. PENDAHULUAN
Indonesia, sebagai sebuah negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, memiliki tingkat keanekaragaman satwa yang luar biasa, terutama dalam hal primata. Keragaman ini mencerminkan kekayaan alam Indonesia dan penting untuk dijaga dan dilestarikan. Dalam budaya Indonesia, primata dihargai dan dilindungi sebagai bagian dari warisan alam bangsa. Perlindungan primata ini sangat penting karena beberapa spesies primata hanya dapat ditemui di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia, seperti di berbagai taman nasional yang tersebar di seluruh negeri. Ini menunjukkan betapa pentingnya konservasi dan perlindungan habitat alami primata. Selain itu, perlindungan ini juga membantu mempertahankan dan melestarikan populasi primata yang ada, sehingga generasi mendatang juga dapat mengapresiasi kekayaan alam ini.
Secara khusus, terdapat 62 spesies primata yang tercatat ada di Indonesia. Ini mencakup 6 spesies dari famili Lorisidae, 13 spesies dari famili Tarsidae, 31 spesies dari famili Cercopithecidae, 9 spesies dari famili Hylobatidae, dan 2 spesies dari famili Homidae. Dari semua spesies primata ini, yang mendominasi adalah dari famili Cercopithecidae. Kekayaan dan keragaman spesies ini menunjukkan betapa pentingnya upaya konservasi dan perlindungan habitat alami primata. Selain itu, di Indonesia juga terdapat berbagai spesies primata yang dapat ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia [1]. Misalnya, di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan di Aceh, peneliti menemukan lima spesies primata yaitu Macaca fascicularis (Monyet ekor panjang), Macaca nemestrina (beruk), Trachypitheus cristatus (lutung kelabu), Hylobates lar (Owa sumatera), dan Symphalangus syndactylus (Siamang). Penemuan-penemuan ini menunjukkan betapa kaya dan uniknya fauna di Indonesia, dan betapa pentingnya upaya kita semua untuk membantu melindungi dan melestarikan mereka untuk generasi mendatang [2]. Sementara itu, di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kabupaten Kapuas, tiga spesies primata berhasil ditemukan, yaitu Pongo pygmeus (Orangutan), Nasalis larvatus (Bekantan), dan Macaca fascicularis (Monyet ekor panjang). Keberagaman spesies ini menegaskan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman satwa yang luar biasa beragam [3]. Keberagaman ini perlu kita lestarikan dengan memperkenalkan pada anak-anak mengenai satwa- satwa yang harus dilindungi. Sebagai upaya untuk memperkenalkan jenis-jenis primata kepada masyarakat, maka diperlukan sebuah teknologi untuk mengenali bentuk serta ciri-ciri dari jenis primata tersebut. Urgensi tersebut menjadi dasar dari penelitian ini, karena tanpa menggunakan teknologi, anak-anak akan sulit untuk memahami langsung ciri-ciri dari jenis hewan primata.
Dalam era teknologi yang semakin maju ini, perkembangan teknologi telah menjadi faktor kunci dalam berbagai upaya dan inisiatif. Salah satu teknologi paling signifikan yang telah muncul dalam beberapa tahun terakhir adalah kecerdasan buatan [4]. Teknologi ini memungkinkan komputer dan mesin untuk melakukan prediksi yang akurat dan mendalam terhadap berbagai objek. Pada penelitian sebelumnya, penggunaan kecerdasan buatan telah dilakukan terutama dalam permasalahan pengenalan hewan-hewan [5]. Akan tetapi, pada penelitian tersebut hanya berfokus pada satu spesies hewan saja. Maka dapat dikatakan penelitian saat ini dikategorikan baru karena menggunakan data hewan primata dari beberapa spesies. Penerapan kecerdasan buatan tidak jauh dengan kalimat model AI, dimana pada penelitian ini, model tersebut dibuat dengan menggunakan arsitektur deep learning [6].
Deep learning adalah model komputasi yang dirancang untuk meniru cara otak manusia memahami dan memproses informasi. Ini memungkinkan mesin untuk secara implisit menangkap struktur dan pola dalam data yang diproses [5]. Dengan kemampuan ini, deep learning telah menjadi alat penting dalam berbagai aplikasi, termasuk analisis data, pemrosesan gambar, pengenalan ucapan, dan deteksi objek. Ada banyak algoritma deep learning yang telah dikembangkan dan diterapkan dalam berbagai bidang. Beberapa contoh termasuk Deep neural networks (DNN), Deep Blotzman machines (DBM), dan Recurrent Neural Networks (RNN). Ada juga deep auto encorder, yang merupakan algoritma yang dirancang untuk belajar representasi data yang berguna dan efisien.
Selain itu, ada tiga model mendasar dalam metode deep learning yang telah menjadi standar dalam industri. Ini termasuk Deep Belief Networks (DBN), Convolutional Neural Networks (CNN), dan Stacked Auto Encorder (SAE) [7]. Masing-masing model ini memiliki aplikasi dan kegunaan yang unik, dan mereka telah membantu mendorong kemajuan dalam teknologi deep learning.
Penerapan teknologi deep learning ini sangat beragam dan tidak terbatas pada satu bidang saja. Misalnya, dalam bidang konservasi, teknologi ini dapat digunakan untuk membantu dalam pengenalan dan klasifikasi spesies hewan, seperti primata [8]. Teknologi deep learning dapat membantu dalam upaya ini dengan memungkinkan pengenalan otomatis spesies primata berdasarkan gambar atau video. Ini dapat membantu peneliti dan konservasionis lebih efisien dalam mengidentifikasi dan melacak populasi primata, serta memahami perilaku dan kebiasaan mereka, lalu hal-hal tersebut bisa dikumpulkan informasinya dan diberikan kepada anak-anak dengan media yang menarik. Maka daripada itu, perlu adanya model deep learning dalam mempelajari karakteristik dari hewan primata. Salah satu contoh penerapan deep learning dalam konservasi adalah penggunaan Convolutional Neural Network (CNN) untuk pengenalan spesies primata [9].
Sebagai salah satu model mendasar dalam metode deep learning, CNN telah terbukti efektif dalam mengenali dan mengklasifikasikan gambar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model CNN untuk pengenalan tiga jenis primata yang ada di Indonesia yaitu Orangutan, Siamang, dan Simpanse. Pada penelitian sebelumnya, alogirtma CNN telah diimplementasikan. Akan tetapi, tingkat akurasi yang didapatkan masih sangat kecil [10], [11]. Hal tersebut dapat mengkhawatirkan jika nantinya model yang telah dibuat akan memprediksi data dengan salah. Maka daripada itu, perlu adanya optimisasi pada model yang dibuat. Optimisasi juga merupakan aspek penting dalam penggunaan deep learning. Pada arsitektur CNN sangat banyak sekali parameter-parameter yang digunakan, akan tetapi hal yang sangat perlu diperhatikan adalah parameter optimizer karena parameter tersebut berperan sebagai pengoptimal model supaya model yang dibuat kokoh dalam memprediksi sebuah data [12]. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lima optimizer yaitu Adadelta, SDG, Adam, Nadam, dan RMS Prop [13].
Pada penelitian sebelumnya optimizer Adam memiliki nilai akurasi tertinggi, sedangkan SGD memiliki nilai akurasi yang paling rendah. Ini menunjukkan bahwa pemilihan optimizer yang tepat sangat penting dalam meningkatkan efektivitas dan akurasi model deep learning[14]. Sejalan dengan itu, deep learning juga terus berkembang dan berinovasi. Banyak penelitian dan pengembangan sedang dilakukan untuk menciptakan algoritma dan model baru yang lebih efisien dan akurat. Dengan kemajuan ini, kita dapat berharap bahwa teknologi deep learning akan terus berperan penting dalam berbagai bidang, termasuk konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Beberapa penelitian sebelumnya juga menjadi dasar-dasar untuk melakukan penelitian ini. Penelitian yang berhubungan dengan pengembangan algoritma CNN sangat penting untuk dilakukan terutama dalam hal klasifikasi hewan yang memiliki banyak sekali spesies-spesies. Penelitian yang dilakukan Gramandha Wega Intyanto dengan judul “Klasifikasi Citra Bunga dengan Menggunakan Deep Learning: CNN (Convolution Neural Network)” berhasil mengimplementasikan algoritma CNN untuk mengklasifikasi gambar dengan baik [11]. Lalu, penelitian yang dilakukan oleh Yangling Ma dan Yixin Luo dengan judul “Bone fracture detection through the two-stage system of Crack-Sensitive Convolutional Neural Network” berhasil juga mengimplementasikan algoritma CNN. Akan tetapi, dari kedua penelitian tersebut akurasi yang didapatkan masih kecil pada rentan 20%
hingga 50% saja. Maka daripada itu, hasil penelitian tersebut menjadi alasan kenapa perlu adanya pengembangan pada model CNN terhadap data yang baru salah satunya adalah hewan primata. Selain itu, penelitian ini juga mengambil dasar dari penelitian yang telah dilakukan oleh Amien Aziz dan kawan kawan dengan judul
“Klasifikasi 10 Spesies Monyet Berdasarkan Citra Menggunakan Convolutional Neural Network” menyatakan bahwa algoritma CNN mampu untuk memprediksi 10 spesies monyet [24]. Maka daripada itu, pada penelitian ini mencoba untuk mengembangkan dengan dataset yang baru. Selain data yang digunakan pada penelitian ini baru, peneliti juga memfokuskan pada akurasi dari model yang dibuat.
Maka, pada penelitian penulis menggunakan model Convolutional Neural Network (CNN) untuk pengenalan tiga jenis primata yang ada di Indonesia yaitu Orangutan, Siamang, dan Simpanse. Ini sangat berkaitan dengan fungsi optimizer yang digunakan pada model ini serta menggunakan lima optimizer yaitu Adadelta, SDG, Adam, Nadam, dan RMS Prop untuk dibandingkan optimizer yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi [12].
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan di Aceh ditemukan 5 spesies primata yaitu Macaca fascicularis (Monyet ekor panjang), Macaca nemestrina (beruk), Trachypitheus cristatus (lutung kelabu), Hylobates lar (Owa sumatera), Symphalangus syndactylu [15]. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kabupaten Kapuas ditemukan 3 spesies primata yaitu Pongo pygmeus (Orangutan), Nasalis larvatus (Bekantan), Macaca fascicularis (Monyet ekor panjang). Harapannya, dari penelitian ini menghasilkan sebuah model kecerdasan buatan yang dapat mengklasifikasi hewan-hewan primata secara akurat. Beberapa hal akan dijelaskan pada bab selanjutnya, dimana pada bab 2 menjelaskan secara detail metode penelitian, pada bab 3 menjelaskan hasil dari penelitian ini, lalu pada bab terakhir adalah kesimpulan.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Tinjauan pustaka
2.1.1 Convolutional Neural Network (CNN)
Convolutional Neural Network (CNN) merupakan sebuah algoritma dalam deep learning yang dirancang untuk mengolah data dalam citra dua dimensi, seperti gambar atau suara [16]. CNN biasanya sering digunakan untuk mengenali sebuah benda atau pemandangan serta melakukan deteksi terhadap sebuah gambar dan melakukan segmentasi objek. CNN terdiri dari tiga pokok arsitektur diantaranya, local receptive fields, Shared weight, dan spatial subsampling. CNN menggunakan pendekatan yang berbeda dari Jaringan Syaraf Tiruan (JST) tradisional, dengan memanfaatkan operasi konvolusi untuk mengekstraksi fitur pada data citra. Fitur-fitur ini kemudian digunakan untuk mempelajari pola-pola yang ada dalam citra dan menghasilkan keluaran yang lebih baik dalam hal pengenalan objek atau klasifikasi gambar. Metode optimasi, seperti backpropagation dan Gradient Descent, juga digunakan dalam CNN untuk memperbaiki dan mengoptimalkan performa jaringan [17].
2.1.2 Optimizer
Pada Convolutional Neural Network (CNN) terdapat beberapa metode optimasi yang sering digunakan untuk melakukan pelatihan terhadap JST [18]. Metode-metode ini digunakan untuk meningkatkan kinerja dan akurasi dari program yang menggunakan JST. Salah satu metode yang sering digunakan adalah backpropagation, yang memungkinkan JST untuk belajar dari kesalahan dan mengoptimalkan nilai keluaran yang dihasilkan [19]. Selain itu, terdapat juga metode-metode lain seperti Gradient Descent yang membantu dalam mencapai nilai akurasi yang lebih tinggi. Dengan menggunakan metode-metode optimasi ini, program yang menggunakan CNN dapat memberikan hasil dengan nilai keluaran terbaik dan akurasi yang tinggi [20]. Metode ini digunakan untuk mencapai konvergensi yang lebih cepat dan nilai akurasi yang lebih tinggi. Dengan menggunakan metode optimasi yang tepat, program yang menggunakan CNN dapat memberikan hasil dengan nilai keluaran terbaik dan akurasi yang optimal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode optimasi merupakan komponen penting dalam pelatihan CNN. Dengan menggunakan metode optimasi yang sesuai, program dapat mencapai hasil yang lebih baik dalam hal akurasi dan kinerja.
2.1.3 Primata
Primata merupakan salah satu hewan mamalia yang terkelompok dalam ordo Primata. Primata adalah kelompok hewan yang memiliki beberapa ciri-ciri umum yang membedakannya dari hewan-hewan lain. Beberapa ciri-ciri tersebut antara lain adalah adanya perbedaan arah ibu jari dengan jari-jari lainnya, jari kuku yang berukuran pendek, serta jari-jari yang panjang menutup ke dalam[21]. Selain itu, primata juga memiliki bentuk gigi yang serupa dan rancangan tubuh yang cenderung lebih sederhana. Salah satu ciri khas dari primata adalah pandangan mata yang fokus ke depan, yang memungkinkan mereka untuk melihat dengan jelas objek di depan mereka. Ordo primata terbagi menjadi dua subordo, yaitu infraordo dan pavorodo (Maulana, 2022). Ini menunjukkan bahwa primata memiliki keragaman yang luas dalam klasifikasinya dan memiliki peran yang penting dalam ekosistem.
Primata merupakan salah satu hewan mamalia yang terkelompok dalam ordo Primata. Primata adalah kelompok hewan yang memiliki beberapa ciri-ciri umum yang membedakannya dari hewan-hewan lain. Beberapa ciri-ciri tersebut antara lain adalah adanya perbedaan arah ibu jari dengan jari-jari lainnya, jari kuku yang berukuran pendek, serta jari-jari yang panjang menutup ke dalam. Selain itu, primata juga memiliki bentuk gigi yang serupa dan rancangan tubuh yang cenderung lebih sederhana. Salah satu ciri khas dari primata adalah pandangan mata yang fokus ke depan, yang memungkinkan mereka untuk melihat dengan jelas objek di depan mereka. Ordo primata terbagi menjadi dua subordo, yaitu infraordo dan pavorodo. Ini menunjukkan bahwa primata memiliki keragaman yang luas dalam klasifikasinya dan memiliki peran yang penting dalam ekosistem.
2.2 Tahapan Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Framework AI Project Cycle yang terdiri dari 6 tahapan akan tetapi hanya 5 tahapan saja yang wajib dilakukan. Berikut adalah tahapan-tahapan dari AI Project Cycle [22].
Gambar 1. Siklus Projek AI.
Berikut adalah penjelasan secara rinci dari gambar di atas.
2.2.1 Problem Scoping
Problem scoping merupakan sebuah proses awal dari AI Project Cycle yang sangat penting. Hal ini melibatkan penentuan lingkup permasalahan yang akan dibahas. Untuk menemukan akar permasalahan, tahap ini menggunakan 4Ws, yaitu Who, Where, What, dan Why [23]. Dalam penelitian ini, kami menggunakan 1631 data berupa gambar sebagai sampel. Data tersebut berhasil kami dapatkan melalui teknik web scraping menggunakan google image. Dalam dataset ini, terdapat 592 data orang utan, 568 data Siamang, dan 471 data simpanse.
Selanjutnya, kami melakukan pembagian data menjadi dua bagian, yaitu data training dan data validasi. Dalam data training, kami menggunakan 70 gambar per hewan, sehingga totalnya adalah 70 data Orang utan, 70 data Siamang, dan 70 data Simpanse. Sedangkan dalam data validasi, kami menggunakan 20 gambar per hewan, sehingga totalnya adalah 20 data Orang utan, 20 data Siamang, dan 20 data Simpanse. Dengan menggunakan jumlah data yang cukup, kami berharap hasil penelitian ini dapat mencerminkan keberagaman dan representasi dengan baik.
2.2.2 Data Acquisition
Data Acquisition adalah proses yang dilakukan setelah identifikasi sebuah permasalahan dan solusinya. Proses ini sangat penting dalam setiap penelitian atau analisis data, karena kualitas data yang digunakan akan sangat mempengaruhi hasil dari penelitian atau analisis tersebut. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Ada banyak cara untuk mengumpulkan data, salah satunya adalah melalui web scrapping. Selanjutnya, data yang telah terkumpul akan divalidasi untuk memastikan bahwa data tersebut akurat, relevan, dan dapat diandalkan. Dalam konteks ini, proses data acquisition dilakukan dengan melakukan web scrapping pada google image guna menghasilkan data yang dibutuhkan yang berupa gambar-gambar primata. Data ini nantinya akan digunakan dalam analisis yang lebih lanjut untuk memecahkan permasalahan yang ada. Setelah data berhasil dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah melakukan pra-pemrosesan data.
Pra-pemrosesan data adalah suatu tahapan penting dalam setiap penelitian atau proyek yang melibatkan penggunaan data. Tahap ini melibatkan berbagai proses seperti pembersihan data, transformasi data, dan ekstraksi fitur. Pembersihan data melibatkan identifikasi dan penanganan data yang hilang, duplikat, atau tidak konsisten.
Transformasi data dapat melibatkan normalisasi data, mengubah format data, dan lainnya. Sedangkan ekstraksi fitur adalah proses mengidentifikasi dan menggabungkan berbagai atribut atau fitur dari data yang bisa digunakan untuk model analisis atau prediksi. Dalam konteks penelitian ini, pra-pemrosesan data mungkin melibatkan proses seperti pengubahan ukuran gambar, normalisasi warna, dan ekstraksi fitur penting dari gambar-gambar primata yang telah dikumpulkan. Setelah pra-pemrosesan data selesai, langkah selanjutnya adalah membangun dan melatih model.
2.2.3 Data Exploration
Pada tahap ini, kita melanjutkan langkah sebelumnya dengan melakukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap karakteristik data yang telah didapatkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa ukuran gambar telah disesuaikan secara optimal dengan keseluruhan konten. Selain itu, kita juga dapat melibatkan metode analisis tambahan untuk menggali wawasan baru dari data yang ada. Langkah ini merupakan bagian penting dalam proses pengolahan data yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penyesuaian ukuran gambar secara keseluruhan agar mudah dibaca atau dideteksi oleh sistem yang akan dibuat. Ukuran gambar disesuaikan menjadi 150x150 piksel. Selain itu, juga dilakukan pemrosesan data lainnya seperti rotasi, pembalikan horizontal, dan peningkatan ukuran gambar. Dalam tahap ini, ditemukan bahwa terdapat 328 data dengan 3 kelas yang memiliki gambar yang sesuai. Langkah ini memastikan bahwa data telah siap untuk digunakan dalam tahap
selanjutnya, yakni pembuatan model AI. Dengan melakukan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik data dan melakukan penyesuaian ukuran gambar, kita dapat memastikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini telah optimal dan siap untuk digunakan dalam pembuatan model CNN. Langkah ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa model yang akan dibuat dapat mengenali dan mengklasifikasikan jenis- jenis primata dengan akurasi yang tinggi.
2.2.4 Modelling
Pada tahap ini, dilakukan pengembangan model yang mencakup pemilihan algoritma yang akan digunakan. Dalam pengembangan model ini, pemilihan algoritma CNN dengan model ResNet sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan. Algoritma ini telah terbukti efektif dalam berbagai aplikasi pengenalan pola, termasuk dalam pengolahan gambar dan pengenalan objek. Dengan menggunakan algoritma ini, diharapkan model dapat memberikan prediksi yang akurat dan dapat diandalkan dalam konteks yang sesuai.
2.2.5 Evaluation
Pada tahap evaluasi ini, dilakukan evaluasi dengan memperhatikan nilai akurasi dari data yang digunakan untuk pelatihan model. Selain itu, dilakukan pengujian terhadap 5 optimizer yang digunakan dalam tahap ini. Dari pengujian tersebut, akan didapatkan optimizer dengan nilai akurasi yang paling tinggi. Dalam proses evaluasi ini, akan dipertimbangkan juga faktor-faktor lain seperti kecepatan konvergensi dan kestabilan model yang dihasilkan.
Dengan melakukan evaluasi yang komprehensif, dapat memastikan bahwa pemilihan optimizer yang tepat untuk model ini.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Perumusan Masalah dan Akuisisi Data (Problem Scoping and Data Acquisition)
Pada tahap pertama penelitian yaitu melakukan analisis permasalahan dengan dilakukannya wawancara terhadap salahsatu guru sekolah dasar terkait kondisi peserta didik terhadap pengenalan jenis-jenis primata yang ada di Indonesia. Berdasarkan wawancara tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa peserta didik sekolah dasar khususnya kelas bawah belum dapat mengklasifikasikan jenis-jenis kera dan belum sepenuhnya mengenal mengenai jenis- jenis primata yang di Indonesia. Maka dirancanglah sebuah program image classification. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk penelitian ini digunakanlah sebuah metode Convolutional Neural Network dengan melakukan pengujian Optimizer mana yang menghasilkan akurasi paling tinggi. Data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil web scraping melalui google image. Berikut adalah informasi dari data yang diambil.
Gambar 2. Jumlah Data Train Hewan
Dapat dilihat pada gambar 2 bahwa data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 1631 data, yang terdiri dari 592 data orang utan, 568 data Siamang, dan 471 data simpanse. Kemudian data yang didapatkan tersebut disimpan di dalam google drive guna memudahkan pengaksesan ketika melakukan pengolahan data. Lalu, data tersebut dibagi menjadi dua, yaitu data training dan validasi. Berikut adalah informasi dari data yang telah dipotong.
Gambar 3. Hasil Data Validasi
Dapat dilihat pada gambar 3 bahwa dengan menggunakan data yang didapatkan yaitu data dihasilkan masing-masing 70 data untuk data training, kemudian setalah itu melakukan validasi dengan hasil akhir 20 dari masing-masing species.
3.2 Eksplorasi Data dan Prapemrosesan Data (Data Exploration and Data Preprocessing)
Pada tahap preprocessing dengan tujuan melatih sistem yang dibuat agar mudah mengenali berbagai jenis kondisi dari data yang ada. Pada tahap preprocessing ini menggunakan framework machine learning tensorflow. Pada tahap dilakukannya add library dengan cara mengimport tensorflow dengan cara seperti dibawah ini. Kemudian pada tahap ini dilakukannya penyesuaian gambar dengan tujuan gambar mudah untuk dibaca atau di deteksi.
Kemudian setelah itu melakukan penyesuain gambar pada ukuran gambar 150x150 sehingga ukuran gambar
sesuai. Pada tahap preprocessing ini diketahui terdapat 328 dengan 3 kelas yang memiliki gambar yang sesuai.
Berikut adalah proses pra pemrosesan data.
Gambar 4. Syntax Preprocessing
Dapat dilihat pada gambar 4 bahwa data training dan validasi dibuat secara rotasi, terbalik horizontal, dan diperbesar. Selanjutnya, data tersebut digunakan pada tahap pembuatan model.
3.3 Pembuatan Model (Modelling)
Rancangan model ini menggunakan deep learning dengan model ResNet. Karakteristik utama dari arsitek ResNet adalah model ini mampu menghindari menghilangnya masalah gradien akibat penurunan fungsi loss untuk menemukan bobot yang sesuai. Penggunaan model ini diharapkan mampu menghasilkan akurasi yang baik.
Arsitektur dasar dari model ResNet yaitu terdiri dari convolutional layer, pooling layer, dan fully connected layer serta penambahan skip connection pada setiap beberapa convolution layer. Berikut adalah hasil dari pembuatan arsitektur algoritma CNN.
Gambar 5. Syntax Uji Parameter Model ResNet
Dapat dilihat pada gambar 5 bahwa arsitektur di atas memiliki beberapa tahap, yaitu penmanggilan fitur ResNet, lalu flatten dimana proses mengubah feature map hasil pooling layer kedalam bentuk vektor, dense mendefinisikan parameter neural networks dimana pada layer dalam sebanyak 512, dropout untuk mematikan jaringan syaraf apabila tidak digunakan sebanyak 30%.
3.4 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa optimizer, seperti Adadelta, SDG, Adam, Nadam, dan RMSProp. Berikut adalah visualisasi dari masing-masing optimizer terhadap data training dan data validasi.
(a) (b)
Gambar 6. Hasil Akurasi Training serta Validasi (a) dan Hasil Loss Training serta Validasi (b) Optimizer Adadelta
(a) (b)
Gambar 7. Hasil Akurasi Training serta Validasi (a) dan Hasil Loss Training serta Validasi (b) Optimizer SDG
(a) (b)
Gambar 8. Hasil Akurasi Training serta Validasi (a) dan Hasil Loss Training serta Validasi (b) Optimizer Adam
(a) (b)
Gambar 9. Hasil Akurasi Training serta Validasi (a) dan Hasil Loss Training serta Validasi (b) Optimizer Nadam
(a) (b)
Gambar 10. Hasil Akurasi Training serta Validasi (a) dan Hasil Loss Training serta Validasi (b) Optimizer RMSProp
Pada gambar 6 terdapat informasi bahwa optimizer Adadelta ini menunjukan nilai training akurasi sebesar 0.92 dan nilai validasi akurasi sebesar 0.75 dimana dapat dikatakan mendekati nilai 1. Kemudian untuk nilai training loss nya sendiri menunjukan nilai 0.2 dan nilai dari validasi loss nya sendiri 0.85. Lalu, pada gambar 7 nilai training akurasi pada optimizer SDG berada di angka 0,69 dan train loss nya menunjukan angka 0,81.
Sedangkan validasi akurasi berada di angka 0,69 dengan validasi loss nya berada di angka 0,71. Train loss yang lebih tinggi dibandingkan dengan train akurasinya menunjukkan bahwa optimizer SDG kurang mampu untuk melatih model. Begitupun dengan validasi loss yang lebih tinggi daripada validasi akurasi menunjukan bahwa optimizer SDG kurang mampu memberikan output yang tepat.
Pada gambar 8 train accuracy pada data train dengan menggunakan optimizer Adam menunjukan angka 0,81 dengan train loss sebesar 1,6. Sedangkan untuk validasi akurasi berada di angka 0,7 dengan validasi loss berada di angka 3,03. Pada gambar 9 dapat dilihat optimizer Nadam, tingkat akurasi data train lebih rendah dibandingkan dengan train loss nya. Adapun selisih nilainya train loss lebih tinggi 0,06 dibandingkan train validasi yang hanya bernilai 0,79. sedangkan validasi memiliki rentang nilai validasi dan akurasi yang lebih jauh yaitu 0,60 untuk validasi akurasi dan 1,18 untuk validasi loss. Pada gambar 10 dapat dilihat optimizer RMSProp, train akurasi menunjukan angka yang baik yaitu 0,89. Angka tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan nilai train loss yang berada di angka 0,30. sedangkan untuk validasi akurasi masih kalah tinggi dibandingkan dengan validasi loss.
Validasi loss berada di angka 1,71 sedangkan validasi akurasi berada di angka 0,69. Secara rinci data di atas akan divisualisasikan menggunakan tabel berikut ini.
Tabel 1. Hasil Eksperimen Optimizer Hasil
Adam
Train loss = 1.6 Validation loss = 3.03 Train accuracy = 0.81 Validation accuracy = 0.70
Adadelta
Train loss = 0.20 Validation loss = 0.85 Train accuracy = 0.92 Validation accuracy = 0.75
SDG
Train loss = 0.81 Validation loss = 0.71 Train accuracy = 0.69 Validation accuracy = 0.69
Nadam
Train loss = 0.85 Validation loss = 1.18 Train accuracy = 0.79 Validation accuracy = 0.60
RMSProp
Train loss = 0.30 Validation loss = 1.71 Train accuracy = 0.89 Validation accuracy = 0.69
Setelah melakukan perbandingan optimizer dengan validation accuracy tertinggi, dapat dilihat pada tabel 1 ditemukan di optimizer Adadelta dengan nilai 0.75 atau 75% dan Nadam sebagai optimizer dengan nilai akurasi yang paling terendah dengan nilai 0.60 atau 60%. Sedangkan pada penelitian sebelumnya pada penelitian klasifikasi jamur RMS prop merupakan optimizer yang memiliki nilai akurasi yang paling tinggi, sedangkan Adam sebagai optimizer dengan nilai akurasi yang paling rendah. Optimizer dapat dikatakan tepat apabila memiliki nilai akurasi mendekati 1, maka dapat dengan pengujian ke 5 optimizer tersebut Adadelta merupakan optimizer yang tepat digunakan dengan nilai akurasi yang mendekati 1. Maka dapat dikatakan optimizer ini merupakan optimizer yang tepat untuk digunakan pada program klasifikasi.
4. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian 5 optimizer terhadap pelatihan model Convolutional Neural Network Adadelta merupakan optimizer yang memiliki nilai akurasi yang tertinggi dibandingkan dengan 4 optimizer lainnya. Akurasi yang dicapai sebesar 75% dicapai dengan 10 epoch. Optimizer dengan nilai terendah diraih oleh Nadam dengan nilai akurasi sebesar 60%. Maka dari itu berdasarkan penelitian Adadelta merupakan optimizer yang direkomendasikan untuk digunakan pada kasus klasifikasi hewan dengan model CNN. Namun tentu terdapat beberapa kekurangan pada penelitian ini sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya perbaikan dapat difokuskan pada perbaikan tingkat akurasi menjadi lebih tinggi dengan menggunakan hyperparameter
tuning. Serta diharapkan pemodelan CNN untuk kasus klasifikasi primata tersebut dapat terealisasi dalam berbentuk website.
REFERENCES
[1] N. M. Heriyanto, I. Samsoedin, dan M. Bismark, “Biodiversity Flora and Fauna in the Region Forest Bukit Datuk Dumai Riau Province,” J. Sylva Lestari, vol. 7, no. 1, hal. 82, Feb 2019, doi: 10.23960/jsl1782-94.
[2] H. Azi Darma et al., “Faktor-Faktor Penentu Perubahan Kondisi Keanekaragaman Flora dan Fauna,” J. Sylva Lestari, vol. 7, no. 2, hal. 204–2013, 2019.
[3] R. Triko, “Identifikasi Potensi Pariwisata Alam Pada Kawasan Konservasi (Studi Kasus: Kawasan Strategis Kabupaten Koridor Taman Nasional …,” J. KaLIBRASI-Karya Lintas Ilmu Bid. …, hal. 56–71, 2019, [Daring]. Tersedia pada:
http://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/teknik/article/view/579
[4] P. A. Nugroho, I. Fenriana, dan R. Arijanto, “Implementasi Deep Learning Menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) pada Ekspresi Manusia,” Algor, vol. 2, no. 1, hal. 12–21, 2020.
[5] Anggeli, Sashmita, dan K. A. Sekarwati, “Implementasi Deep Learning Menggunakan Metode Convolutional Neural Network Dan Multimedia Development Life Cycle Pada Aplikasi Pengenalan Jenis,” Pengemb. Rekayasa dan Teknol., vol. 17, no. 2, hal. 70–79, 2021.
[6] J. Bobadilla, S. Alonso, dan A. Hernando, “Deep learning architecture for collaborative filtering recommender systems,”
Appl. Sci., vol. 10, no. 7, 2020, doi: 10.3390/app10072441.
[7] A. A. Kurniawan dan M. Mustikasari, “Implementasi Deep Learning Menggunakan Metode CNN dan LSTM untuk Menentukan Berita Palsu dalam Bahasa Indonesia,” J. Inform. Univ. Pamulang, vol. 5, no. 4, hal. 544, 2021, doi:
10.32493/informatika.v5i4.6760.
[8] H. Dhika, N. R. Kurnianda, P. Irfansyah, dan W. Ananta, “Model Prediksi Jenis Hewan dengan Metode Convolution Neural Network,” J. Format, vol. 9, no. 1, hal. 31–40, 2020.
[9] ENDANG PURNAMA GIRI, “Convolutional Neural Network Konsep, Penerapan, dan Implementasi dengan Contoh Ekperimen,” J. Mat. dan Ilmu Pengetah. Alam, hal. 1–17, 2021, [Daring]. Tersedia pada:
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/111112/Algoritma Convolutional Neural Network - EPG 2.pdf?sequence=1
[10] Y. Ma dan Y. Luo, “Bone Fracture Detection Through the Two-Stage System of Crack-Sensitive Convolutional Neural Network,” Informatics Med. Unlocked, vol. 22, hal. 100452, 2021, doi: 10.1016/j.imu.2020.100452.
[11] G. W. Intyanto, “Klasifikasi Citra Bunga dengan Menggunakan Deep Learning: CNN (Convolution Neural Network),”
J. Arus Elektro Indones., vol. 7, no. 3, hal. 80, Des 2021, doi: 10.19184/jaei.v7i3.28141.
[12] D. Anggara, N. Suarna, dan Y. Arie Wijaya, “Performance Comparison Analysis Of Optimizer Adam, SGD, and RMSPROP on The H5 Model,” J. Ilm. NERO, vol. 8, no. 1, hal. 2023, 2023, [Daring]. Tersedia pada:
https://www.kaggle.com/datasets/jonathanoheix/face-expression-recognition-dataset
[13] M. Abdel-Basset, D. El-Shahat, I. El-henawy, V. H. C. de Albuquerque, dan S. Mirjalili, “A New Fusion of Grey Wolf Optimizer Algorithm with a Two-Phase Mutation for Feature Selection,” Expert Syst. Appl., vol. 139, no. 112824, hal.
0957–4174, 2020, doi: 10.1016/j.eswa.2019.112824.
[14] N. Rochmawati, H. B. Hidayati, Y. Yamasari, H. P. A. Tjahyaningtijas, W. Yustanti, dan A. Prihanto, “Analisa Learning Rate dan Batch Size pada Klasifikasi Covid Menggunakan Deep Learning dengan Optimizer Adam,” J. Inf. Eng. Educ.
Technol., vol. 5, no. 2, hal. 44–48, 2021, doi: 10.26740/jieet.v5n2.p44-48.
[15] A. Latudarra, “Keanekaragaman Satwa Primata dan Status Populasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak,”
ResearchGate. Diakses: 13 Januari 2024. [Daring]. Tersedia pada: https://www.researchgate.net/publication/342198381 [16] Tri Wahyu Qur’ana, “Implementasi Metode Convolutional Neural Network (CNN) untuk Klasifikasi Motif pada Citra Sasirangan,” Media Inform., vol. 7, no. 2, hal. 10, 2023, [Daring]. Tersedia pada:
http://jurnal.big.go.id/index.php/GM/article/view/810
[17] R. R. Amaanullah, G. R. Pasfica, S. A. Nugraha, M. R. Zein, dan F. D. Adhinata, “Implementasi Convolutional Neural Network untuk Deteksi Emosi Melalui Wajah,” JTIM J. Teknol. Inf. dan Multimed., vol. 3, no. 4, hal. 236–244, 2022, doi: 10.35746/jtim.v3i4.189.
[18] A. R. Syulistyo, D. M. Jati Purnomo, M. F. Rachmadi, dan A. Wibowo, “Particle Swarm Optimization (PSO) for Training Optimization on Convolutional Neural Network (CNN),” J. Ilmu Komput. dan Inf., vol. 9, no. 1, hal. 52, 2016, doi:
10.21609/jiki.v9i1.366.
[19] Z. L. Mulyani, “Implementasi Metode Convolutional Neural Network (CNN) pada Klasifikasi Citra Serat Kayu,” Digital Repository UNILA. Diakses: 11 Januari 2024. [Daring]. Tersedia pada: https://digilib.unila.ac.id/73929/
[20] Rima Dias Ramadhani, A. Nur Aziz Thohari, C. Kartiko, A. Junaidi, T. Ginanjar Laksana, dan N. Alim Setya Nugraha,
“Optimasi Akurasi Metode Convolutional Neural Network untuk Identifikasi Jenis Sampah,” J. RESTI (Rekayasa Sist.
dan Teknol. Informasi), vol. 5, no. 2, hal. 312–318, Apr 2021, doi: 10.29207/resti.v5i2.2754.
[21] Giri MMS et al., “Keanekaragaman Satwa Primata di Wilayah Operasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Taman Nasional Gunung Halimun Salak,” J. Primatol. Indones., vol. 16, no. 1, hal. 3–9, 2019.
[22] M. Haakman, L. Cruz, H. Huijgens, dan A. van Deursen, “AI lifecycle models need to be revised,” Empir. Softw. Eng., vol. 26, no. 5, hal. 95, Sep 2021, doi: 10.1007/s10664-021-09993-1.
[23] M. C. Utami, A. S. Jahar, dan Z. Zulkifli, “Tinjauan Scoping Review Dan Studi Kasus,” RADIAL J. Perad. Sains, Rekayasa dan Teknol., vol. 9, no. 2, hal. 152–172, 2021, doi: 10.37971/radial.v9i2.231.