ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERUNDUNGAN SIBER (CYBERBULLYING) MELALUI MEDIA SOSIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 MENGENAI
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Rachmaya Noor Canty1, Akhmad Munawar2, Maksum3
1Ilmu Hukum, 74201,Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, NPM16.81.0535
2Ilmu Hukum, 74201,Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, NIDN1101087301
3Ilmu Hukum, 74201,Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, NIDN1125086601
email: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif salah satunya adalah cyberbullying. Cyberbullying merupakan suatu bentuk perluasan dari bullying yang berupa perbuatan intimidasi yang dilakukan di dunia maya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang upaya perlindungan hukum terhadap masalah cyberbullying pada saat ini di Indonesia dan pengaturan hukum dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban cyberbullying. Kebijakan hukum pidana terhadap masalah cyberbullying pada saat ini di Indonesia diidentifikasi dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Mengenai Perlindungan Saksi Dan Korban dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Mengenai Perlindungan Saksi Dan Korban yang berlaku saat ini dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan bentuk cyberbullying.
Kata Kunci : Cyberbullying, Perlindungan Hukum, Korban
ABSTRACT
Developments in the field of information and communication technology besides causing positive impacts also cause negative impacts, one of which is cyberbullying. Cyberbullying is an extension of bullying in the form of acts of intimidation committed in cyberspace. The purpose of this study is to find out about the legal protection of cyberbullying problems at this time in Indonesia and legal policies in providing legal protection for victims of cyberbullying.The current criminal law policy on cyberbullying issues in Indonesia is identified by Act Number 31 of 2014 concerning Amendments to Law Number 13 of 2006 Regarding Protection of Witnesses and Victims and Act Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. In Law Number 31 Year 2014 Regarding Amendements to Law Number 13 Year 2006 Regarding the Protection of Witnesses and Victims that are in force today and Act Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions there are several articles relating to forms of cyberbullying.
Keywords : Cyberbullying, Legal Protection, Victim
PENDAHULUAN
Globalisasi telahXmenjadi pendorong lahirnyaXera perkembangan teknologi informasi. Perkembangan teknologi yang saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia salah satunyaXadalah internet. SehinggaXdapat dikatakan teknologi informasiXsaat ini telah menjadi pedangXbermata dua, karena selain memberikanIkontribusi bagi peningkatanXkesejahteraan, kemajuan, sekaligusXmenjadi sarana efektifXperbuatan melawan hukum. Media sosial (Medsos)Xmerupakan salah satuXbentuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui media sosial, manusiaXdiajak berdialog, mengasah ketajamanXnalar dan psikologisnya denganXalam yang hanya tampak padaXlayar, namun sebenarnya mendeskripsikanXrealitas kehidupan manusia.Namun, tidakXdisangkal bahwa pesan-pesanXyang ditayangkan melalui mediaXelektronik dapatXmengarahkan khalayak, baik ke arah perilakuXprososial mau pun antisosial.
BanyaknyaXpenyedia situs berbasisXsosial network dengan potensiXjumlah pengguna yang besar di jejaringXsosial, sewajarnya jika dimanfaatkanXdengan bijaksana untukXmendistribusikan segala konten atau informasiXdari media yang sedangXdibangun.
Sebab pada dasarnya jejaring sosialXselain memberikan kemudahan dalamiberkomunikasi dan berinteraksiXdengan baik dengan lingkunganXsosial, juga memberikan kesempatan kepadaXremaja untuk belajar sehinggaXtidak gagap teknologi, di samping itu dapat mempercepat pendewasaan remaja, apabilaXdigunakan dengan bijaksana. Namun, tidak semua ikatan sosial bersifatXmendukung. Pola jejaring sosialXyang negatif dapat terjadi, sebagaiXcontoh anggota jejaring sosial dapatXterlalu kritis atau menuntut satu sama lain, atauXanggota jejaring sosial dapatXImemperkuat atau mendorong perilakuXyang membahayakan. BanyakXterjadi penyalahgunaan dariXsitus-situs tersebut. Munculnya beberapa kasus terkaitXpenyalahgunaan jejaring sosial marak terjadi, salahIsatunya adalah perundungan (bullying). Perundungan (bullying) sebagai salahXsatu bentuk tindakanIagresif merupakan permasalahan yangXsudah mendunia, salah satunya di Indonesia.
Sebuah riset yang dilakukanXsitus jejaring sosial YahooIdi Indonesia melaporkan bahwaXpengguna terbesar internet di IndonesiaXadalah remaja berusia 15-19 tahunXyaitu sebesar 64%. Perundungan (bullying) dapatXdidefinisikan sebagai sebuahXkegiatan atau perilaku agresifXyang sengaja dilakukan oleh sekelompokXorang atauXseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktuXterhadap seorang korban yang tidakXdapat mempertahankan dirinya denganImudah atau sebuah penyalahgunaanIkekuasaan/kekuatan secara sistematik. Perundungan (bullying) telah berkembangXmenjadi masalah yang saat ini dikenal sebagai perundungan siber (cyberbullying). TidakXIseperti perundungan (bullying) , perundungan siber (cyberbullying)Xmemungkinkan pelaku untukXmenutupi identitasnya melaluiXkomputer. Membuat lebih mudah bagi pelaku untukImenyerang korban tanpa harusImelihat respons fisik korban. PengaruhIperangkat teknologiIterhadap remaja sering menyebabkan mereka untukXmengatakan dan melakukan hal-hal kejamXdibandingkan dengan apa yang didapatiXdalam tatap muka pelaku perundungan (bullying).
Istilah perundungan siber (cyberbullying) ini merujuk kepada penggunaanIteknologi informasi untuk menggertakXorang dengan mengirim atau posting teks yangXbersifat mengintimidasi atau mengancamXIuntuk melecehkan korbannyaXImelalui perangkat teknologi. PelakuXingin melihat seseorang terluka, ada banyakXcara yang mereka lakukan untukXmenyerang korban denganXpesan kejam dan gambar yangXmengganggu dan disebarkan untuk mempermalukanXkorban bagi orang lain yangXmelihatnya. Perundungan siber (cyberbullying) memiliki dampak yang sangatitidak baik bagi korban dan berkonsekuensi serius, antara lain; hargaXdiri rendah, penurunan nilai, mengalami depresi,
tidak tertarikXpada aktivitas yang dahulunya disukai, menghindariXsekolah atau kelompok teman bermain, bahkan perubahanXsuasana hati, perilaku atau tingkah laku, pola tidur dan nafsu makan.
Perundungan siber (cyberbullying) terdiri dari beberapaIindividu yang berperan, ada yangXdisebut pelaku, target, dan orang sekitarIyang menyadari adanya bullying, samaIseperti perundungan (bullying) di duniaInyata. Target adalah sasaran, atau disebut juga sebagai korban. DiluarXpelaku dan korban, ada individu lain yangXtercakup atau mendukung perundungan (bullying) dengan pelaku untukImelecehkan korban atau yang tidakImelakukan apapun. Perundungan siber (cyberbullying) yang dilakukanXoleh remaja tidakIberpatokan pada jenis kelamin atau gender, sebab seorang remaja baik laki-laki maupun perempuan dapat menjalankan aksinyaIsebagai perundungan siber (cyberbullying) yang dilatar belakangi oleh motif-motifItertentu, yaitu :
1. Dendam.
Karena dendam yang tak terselesaikanXpelaku melakukan aksinya denganXbeberapa cara yakni:
a. Amarah, yaitu pendapatXonline menggunakan pesan elektronikXdengan bahasa yang agresifXatau kasar.
b. Pelecehan, yakni pesan-pesanXyang berisi pesan kasar, menghina atau yang tidak diinginkan, berulang kali
2. Pelaku Yang Termotivasi
Yakni sekedarIiseng dan dalam istilah bullyingIbentuknya adalah:
a. PencemaranInama baik
b. Peniruan di mana seseorangXberpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkanXpesan-pesan atau statusXyang tidak baik.
c. Membujuk seseorangXdengan tipu daya supayaXmendapatkan rahasia atau fotoXpribadi orang tersebut.
3. Keinginan Untuk Di Hormati
Pelaku menggunakanXkewenangan untuk memperlihatkanXbahwa pelaku cukup kuat dalamXmembuat dan mengontrol orangXlain dengan rasa takut.
Beberapa faktor penyebab terjadinya perundungan siber (cyberbullying) adalah pemahaman yang minim akan media social serta penggunaannya tanpa filter atau pengawasan orang tua maupun orang dewasa. Di sisi lain, situasi keluarga yang sewenang- wenang, main hakimXsendiri, tanpa aturanXdan disiplin yang baik pada anak maka secara otomatis dan tidak sadarXakan memberikan kebiasaan tingkah laku burukXorang tua serta orang dewasaXyang ada di dekatnya. Sehingga anakXikut-ikutan menjadi sewenang-wenang, suka menggunakanXkekerasan dan perkelahianXsebagai sarana penyelesaian suatu masalah.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukanXadalah Jenis penelitian ini menggunakanXpenelitian hukum normative,yang akanXmenelaah secara mendalamXterhadap asas-asas hokum, peraturanIperundang-undangan, yurisprudensi, pendapat para ahli hokum yang berstandar pada kajian ilmu hokum. Penelitian ini menggunakanXsifat penelitian deskriptif analistis.
Secara deskriptifXpenelitian ini menggambarkan secara sistematik mengenaiIPerlindungan Hukum Terhadap KorbanXTindak Pidana Perundungan siber (Cyberbullying) Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang-UndangXNomor 31 Tahun 2014 TentangXPerubahan Atas Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006 Mengenai PerlindunganXSaksi Dan Korban.
Analistis artinya penelitian ini menganalisa unsur-unsur yang terkait dengan Perlindungan
Hukum TerhadapXKorban Tindak Pidana Perundungan siber (Cyberbullying) Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang-UndangXNomor 31 Tahun 2014 TentangIPerubahan Atas Undang-UndangINomor 13 Tahun 2006 MengenaiIPerlindungan Saksi Dan Korban.
Data penelitian ini menggunakanXsumber data primer, sekunder dan tersier. Bahan hokum primer yang digunakan berupan Undang-undang, bahan hokum sekunder berasal dari buku-bukuXilmu hukum, karya tulis ilmiah, literature, jurnal, makalah dan internet sedangkan untuk hban hokum tersier berasal dari kamus hokum yang memuat istilah-istilah hokum seperti Ensiklopedia dam Wikipedia.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan bahan hokum melalui studi dokumen atau studiXkepustakaan yang meliputi bahan hokum primer, bahan hokum sekunderIdan bahan hokum tersier denganXcara melakukan identifikasi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalahXmetode kualitatif, bahan hokum yang telah terkumpul dari studi dokumen hokum dikelompokkanIsesuai dengan permasalahan yang akanIdibahas.
Bahan hokum tersebut kemudia ditafsirkan danXdianalisis agar mendapatkan kejelasan dari masalahIyang akan dibahas.
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Hukum PidanaXTerhadap Korban Tindak Pidana Perundungan Siber (Cyberbullying) Melalui Media Sosial
Perundungan siber (cyberbullying) merupakanXdampak negatif dari penggunaan teknologi informasi yang semakinXberkembang. Untuk mengetahuiXmengenai perundungan siber (cyberbullying)Ilebih lanjut, harus diketahuiIbahwa perundungan siber (cyberbullying) merupakan salah satu bentukXdari perundungan (bullying). Perundungan (bullying)Iadalah bentuk kekerasan dan intimidasiXyang dilakukan oleh seseorangXatau sekelompok orang secara terusXmenerus dengan tujuanImenindas korban membuatikorban menjadi terluka, kehilanganXkepercayaan diri, atau terbunuhXkarakternya.
Perundungan (bullying) mempunyaiXtiga unsur yang mendasarIyaitu perilakuIyang bersifat menyerang (agresif) danXnegatif, dilakukan secara berulangXkali, danXadanya ketidakseimbangan kekuatan antaraXpihak yang terlibat. Perundungan siberI(cyberbullying) dilakukan dengan menggunakanXmedia elektronik di dunia maya, dampaknyaIsendiri bukanlah merupakanXakibat yang menggangguXIfisik secara langsung ,tetapiImenyangkut gangguan psikis, psikologisXdan mental. Perundungan siber (cyberbullying)Xmemang merupakan suatu bentuk baru dariXbullying, tetapi tidak semuaXpengaturan hukumIyang dapat digunakan untukXbullying dapat digunakanXsecara langsung untuk menjerat kasus ini.
DenganIsemakin berkembangnyaIteknologi dan semakin besarnyaIpeluang terjadi kejahatan di dunia maya, dibutuhkanXpayung hukum untuk menanggulangiIkondisi perkembangan teknologi ini. Berikut merupakan Perundang-UndanganXdi Indonesia yangXmengatur secara tidakXlangsung dan berkaitanXdengan perundungan siber (cyberbullying) yaitu :
1. Undang-UndangXNomor 19 Tahun 2016 TentangXPerubahan Atas Undang- UndangXNomor 11 Tahun 2008 Mengenai Informasi dan TransaksiXElektronik
Undang-UndangXInformasi dan TransaksiXElektronik (UU ITE) merupakanXhukum siber pertamaIIndonesia dan pembentukannyaIbertujuan untuk memberikanIkepastian hukum bagi masyarakatXyang melakukan transaksi secaraXelektronik, mendorongIpertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya kejahatanIberbasis teknologi informasiXdan komunikasi serta melindungiXmasyarakat pengguna jasaXyang memanfaatkanXteknologi informasi dan
komunikasi. Undang-UndangIInformasi dan Transaksi ElektronikImengatur berbagai macam tindak pidana yang dilakukanIdengan modus yangXmodern, yakni denganXpengunaan media elektronikXsebagai sarana untukXmelakukan tindak pidana.
Pengaturan di dalamXUndang-Undang InformasiXDan Transaksi ElektronikXyang berkaitan dengan perundungan siberX(cyberbullying).
1. Pasal 27 ayat (3)
“Setiap orangXdengan sengaja dan tanpa hakXImendistribusikan dan/atau mentransmisikanXdan/atau membuat dapatXdiaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yangXmemiliki muatan penghinaanXdan/atau pencemaranInama baik.”
Adapun unsur-unsurXtindak pidana yang terkandungXadalah sebagai berikut : a. SetiapXorang
MenurutXPasal 1 butir 21CUndang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,
"orang adalahXorang perseorangan, baik wargaXNegara Indonesia, wargaiNegara asing, maupunXbadan hukum." Undang-undang tersebut menegaskan bahwa undang-undang berlaku untuk setiapXorang yang melakukanXperbuatan hukum yangIdiatur dalam undang-undangXtersebut baik yangXberada di wilayahihukum Indonesia maupunIdiluar wilayah hukumIIndonesia yang memiliki akibat hukum di wilayahiIndonesia dan merugikanikepentingan Indonesia.
b. Dengan sengaja
Sengaja melakukanXsuatu kejahatan adalahXmelakukan perbuatan yangIdilarang dengan “dikehendaki” dan “diketahui”. MemorieXVanXToelichting menyatakan ada 2 (dua) aspek kesengajaanXialah sengaja sebagaiXkehendak danIsengaja sebagai pengetahuan. Disini sengajaXberfungsi sebagaiXpenghubung antara sikap batinIseseorang dengan perbuatanIyang dilakukannya.
c. Tanpa hak
Unsur “tanpa hak” dalamXketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-UndangIInformasi Dan TransaksiXElektronik merupakanIperumusan unsur sifatXmelawan hukum.
Dari hubunganIinilah dapat diketahuiIalasan tercelanya perbuatanIyang dilarang dalam tindak pidana. DalamIhal-hal ada alasanIsaja maka unsurImelawan hukum perluXdicantumkan. Hal-hal yang dimaksudXialah apabila ada orang lain yang berhakImelakukan perbuatan yangIsama seperti tindak pidana yangIdirumuskan undang-undang. Undang-UndangIInformasi Dan TransaksiXElektronik tidak memberikan keteranganImengenai dalam hal apa perbuatanXdalam Pasal 27 ayat (3) berhakidilakukan. Oleh karena itu harus dicari dari sumber hukum penghinaan dalam Kitab Undang-UndangXHukum Pidana.
d. Mendistribusikan DokumenXXElektronik
Mendistribusikan memiliki artiImenyalurkan menyebarkanIsecara luas Informasi dan/atauIDokumen Elektronik melalui melaluiImedia elektronik. Namun aktivitas di dunia maya memangItidak mudah diketahui/dideteksiIapakah sudah ada yang mengakses, melihatIsecara virtual sehinggaIkeadaan telah adaIpihak yang mengakses tidak boleh diabaikanidalam pertimbangan. Membuat dapat diaksesnya merupakan kegiatanIuntuk membuat agar data atauXinformasi elektronikIdapat diakses orang lain, halXini menyebabkan bahwaXselesainya tindak pidanaIapabila secara nyata dapat diaksesnyaIInformasi ElektronikXtersebut.
e. Memiliki muatanXpenghinaan dan/atau pencemaranXnama baik
Penghinaan danIpencemaran nama baik dalamIUndang-Undang Informasi Dan TransaksiIElektronik mengacu padaXketentuan penghinaan atauXpencemaran
nama baikIyang diatur dalamIKitab Undang-UndangIHukum Pidana (KUHP).
Esensi penghinaan atau pencemaran namaIbaik dalamIUndang-Undang Informasi dan TransaksiXElektronik dan KitabXUndang-Undang HukumXPidana ialah tindakan menyerangXkehormatan atau namaXbaik orang lain denganImaksud untuk diketahui oleh umum. DapatXdikatakan bahwa penghinaan dan/atau pencemaran nama baikIdalam rumusanIPasal 27 ayat (3)XUndang-Undang Informasi dan TransaksiXElektronik adalah unsur keadaanIyang menyertaiIyang melekat pada unsurIobyek tindak pidana, ialahiinformasi dan dokumen elektronik.
DilihatXdari Putusan MahkamahXKonstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 telah ada penegasan bahwaXPasal 27 ayat (3) Undang-UndangXInformasi Dan Transaksi ElektronikImerupakan delikXaduanIkarena tidak dapatIdilepaskan dari norma hukumIpokok dalam Pasal 310 KitabiUndang-Undang Hukum Pidana yang mensyaratkan pengaduanXuntuk dapat dituntut.
2. Pasal 27 ayat (4)
“Setiap orangXdengan sengaja danXtanpa hakXImendistribusikan dan/atau mentransmisikanXdan/atau membuat dapat diaksesnyaIIInformasi Elektronik dan/atauXDokumen Elektronik yangXmemiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.” Pada dasarnya suatu tindakan yang bersifat menyebarluaskan informasi yang dapat merugikan orang lain dapat dijerat dalam pasal tersebut.
Dari sudut letak sifat larangannya Pasal 27 ayat (4)XUndang-Undang Informasi Dan Transaksi ElektronikXmengacu pada pemerasa dan pengancamanXdalam Bab XXIII Buku II KitabXUndang-Undang Hukum Pidana. Tindak pidana pada pasal 27 ayat (4)IUndang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik merupakan bentuk khusus dari pemerasan(Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan pengancaman (Pasal 369 Kitab Undang-UndangXHukum Pidana). Pemerasan danXpengancaman dalam Kitab Undang-UndangXHukum Pidana mempunyai unsur yang sama yaituXdengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secaraImelawan hukum, dan memaksaXseseorang.
3. Pasal 28 ayat (2)
“Setiap orangXdengan sengaja dan tanpaXhak menyebarkanXinformasi yang ditujukanIuntuk menimbulkan rasa kebencianIatau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentuIberdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).” Contoh penerapannyaXadalah apabila seseorang menuliskan status dalamIjejaring sosial informasi yangIberisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksudImenghasut masyarakat untuk membenciIatau melakukan anarki terhadapIikelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat(2)iiUndang-Undang Informasi DanXTransaksiIElektronik ini secara langsung dapatIXdipergunakan untuk menjerat pelaku yangXmenuliskan status tersebut.
4. Pasal 29
“Setiap orangidengan sengaja dan tanpaihak mengirimkaniInformasi Elektronik dan/atauXDokumen Elektronik yangXberisi ancaman kekerasan atau menakut- nakuti yang ditujukanIsecara pribadi.” PerbuatanImengirimkan informasi dan dokumenIelektronik merupakan bagianIatau wujud dariimendistribusikan dan/atau mentransmisikan. InformasiXdan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasanXatau menakut-nakutiIImenimbulkan rasa takut, cemas, khawatirIakan suatu hal yang berupaIkekerasan atau hal yang membuatnyaitakut akan terjadi.
Perundungan siber (cyberbullying) dalam Undang-Undang Informasi danXTransaksi Elektronik tidak terdapatXunsur yang jelas. Hanya terdapatXunsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan. SedangkanIjenis perundungan siber (cyberbullying) tidak hanyaXmengandung unsur penghinaan, pencemaranXnama baik, pengancamanXdan pemerasan saja.
Perundungan siber (cyberbullying) yang telah dibahas menggunakan Kitab Undang- UndangXHukum Pidana danXUndang-Undang InformasiXDan Transaksi Elektronik memiliki beberapa persamaan yaituXbahwa setiap pasal memuatXadanya unsur kesengajaan.
Kitab Undang-UndangXHukum Pidana dan Undang-UndangXInformasi Dan Transaksi ElektronikImempunyai kesamaanjuga dalam hal perbuatan yangXbersifat menyerang. Dalam Kitab Undang-UndangXHukum Pidana dan Undang-UndangXInformasi Dan Transaksi Elektronik menyerang yang dimaksud adalahImenyerang kehormatan dan namaXbaik seseorang serta menyerangXkejiwaan seseorang. Masih banyak hal yangItidak termuat dalam Kitab Undang-UndangXHukum Pidana maupunXUndang-Undang Informasi Dan TransaksiXElektronik yaitu dalam hal penegasanIbahwa perbuatanIperundungan (bullying) di dunia maya. SehinggaXuntuk memberantas perbuatanXperundungan siber (cyberbullying), perumusan yang tidak jelas akanXmenyulitkan dalam halXmenanggulangi perundungan siberI(cyberbullying).
B. Upaya PerlindunganXHukum Terhadap Korban TindakXPidana Perundungan Siber (Cyberbullying) Melalui Media Social BerdasarkanXUndang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 TentangXPerubahan Atas Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006 Mengenai PerlindunganISaksi dan Korban
Salah satu syaratIuntuk negara hukum adalah adanyaIjaminan atas hak-hak asasi.
Jaminan ini harusXterbaca dan tertafsirkan dari konstitusiXyang berlaku dalam suatu negara.
Upaya dalam perlindunga Hukum Terhadap Korban TindakXPidana Perundungan Siber (Cyberbullying ) harus diperhatikan. Dalam Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006Itentang Perlindungan Saksi dan Korban dibentukXuntuk memberikan rasa amanXterhadap setiap saksi dan/atau korbanXdalam memberikan keteranganXpada setiap prosesiperadilan pidana.
PenjelasanXUndang-Undang RI Nomor 13 TahunX2006 tentang PerlindunganXSaksi dan KorbanXmenyebutkan bahwa:
“PerlindunganXSaksi dan Korban dalamXproses peradilanXpidana di Indonesia belumXdiatur secara khusus. Pasal 50 sampaiXdengan Pasal 68 Undang-Undang NomorX8 Tahun 1981 tentangIHukum Acara PidanaIhanya mengatur perlindunganXterhadap tersangka atau terdakwaXuntuk mendapat perlindunganIIdari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasiImanusia”.
Seperti yangXdirumuskan dalam Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006Itentang Perlindungan Saksi dan KorbanXpada Pasal 1 ayat (1)Idan ayat (2). Isi Pasal 1 ayatX(1) Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006Xtentang PerlindunganXSaksi dan Korban, yaitu:
”Saksi adalah orangXyang dapat memberikanXketerangan gunaIkepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, danXpemeriksaan di sidangIpengadilan tentang suatuXperkara pidana yang ia dengarXsendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alamiXsendiri”
Perlindungan terhadapXsaksi dan korban diberikanXberdasarkan beberapa asas sepertiXyang tercantum dalamIPasal 3 Undang-UndangINomor 13 Tahun 2006 yaitu:
penghargaanXatas harkat danImartabat, rasa aman, keadilan, tidakXdiskriminatif, dan kepastianXhukum. PerlindunganIhukum terhadap saksi danXkorban selama ini didasarkan pada KitabIIUndang-Undang Hukum PidanaIsebagai sumber hukumImateriil, dengan menggunakanIKitab Undang-UndangXHukum Acara PidanaXsebagai hukum acara. Akan tetapiIdi dalam KitabIUndang-Undang HukumXAcara Pidana lebih banyakXdiatur tentang
tersangkaIdari pada mengenai saksiIdan korban. KedudukanIsaksi dan korban pun tampaknya belum optimal dibandingkanXkedudukan pelaku.
Keterangan saksiXsebagai alat bukti ialahXapa yang saksi nyatakan diXsidang pengadilan. DenganIdemikian BAP sebagai hasilIpemeriksaan pihak penyidik, baikIterhadap saksi, tidak lebihXdari sekadar pedomanXbagi hakim untukXmenjalankan pemeriksaan.
Apa yangXtertulis di dalam BAP tidak menutupXkemungkinan berisiipernyataan-pernyataan saksi yang timbul karena situasiXpsikis, kebingungan, atau bahkanXketerpaksaan disebabkan siksaan. Keenggananisaksi untuk bersaksi terutamaIsaksi pelapor tindak pidana cyberbullying adalah alasan keamanan.
KeberhasilanXsuatu proses peradilanXpidana sangat bergantungIpada alat bukti yangIberhasil diungkap atauIditemukan. Dalam prosesIpersidangan, terutama yangiberkenaan dengan Saksi, banyakXkasus yang tidakIterungkap akibat tidak adanyaXSaksi yangIdapat mendukung tugas penegakIhukum. Padahal, adanyaISaksi dan Korban merupakanIunsur yang sangatImenentukan dalam prosesXperadilan pidana. KeberadaanXSaksi dan Korban dalamIproses peradilan pidanaXselama ini kurangXmendapat perhatian masyarakatXdan penegak hukum. Dalam prosesXpersidangan, saksi dan korbanXmenempati posisi yang penting dalamXterungkapnya kasus pidana. Di lain pihakXkeberadaan saksi dan korban dalamXproses peradilan pidanaXkurang mendapatXperhatian masyarakat danXpenegak hukum. Banyak kasusXyang tidak terungkap dan tidak terselesaikanIdisebabkan saksi dan korban takut memberikanIkesaksian kepada penegakIhukum karena mendapatIancaman dari pihakItertentu.
Agar perlindunganXtersebut dapat diberikanXsesuai dengan hukum dan keadilan, makaXsesuai dengan ketentuanXPasal 34XUndang-undang Nomor 26 Tahun 2000, perlindunganXtersebut perlu ditetapkanXdalam PeraturanXPemerintah. Dalam Peraturan PemerintahXini perlindungan yang diberikan kepadaXkorban dan atau saksiXmeliputi perlindunganIfisik maupun mental, kerahasiaanXidentitas, dan pemberian keteranganXpada proses pemeriksaan di sidangXpengadilan tanpa bertatapXmuka dengan tersangka.
PermohonanIperlindungan dapat diajukanXoleh korban dan saksiXkepada aparatIpenegak hukum dan atau aparatXkeamanan, dan perlindungan diberikanXsecara cuma-cuma.
PENUTUP 1. Kesimpulan
a. Kebijakan hukumXpidana dalam upaya perlindungan korbanXtindak pidana perundungan siber (cyberbullying) di Indonesia saat ini diatur dalam pasal 27 Undang-UndangXNomor 19 Tahun 2016 TentangIPerubahan AtasIUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 TentangXInformasi dan Transaksi Elektronik, namunIterdapat beberapa tindakan yang termasuk cyberbullying yakni Flaming (provokasi), HarassmentX(gangguan), Denigration (pencemaranXnama baik), Impersonation (peniruan), Outing (menyebarkanIrahasia orang lain), TrickeryI(tipu daya), Exclusion (pengeluaran),ICyberstalking (penguntitan). Undang-UndangIInformasi dan Transaksi Elektronik hanya memuatXunsur penghinaan dan pengancaman, padahalItindakan perundungan siber (cyberbullying) lainnya jugaXkerap kali terjadi danXmenjadi langkah awalXtindak pidana lain. DenganXberkembangnya situs jejaringXsosial maka hal tersebut akan memudahkanIpelaku perundungan siberX(cyberbullying Imelakukan tindakannya. TidakXsedikit dari tindakan perundungan siber (cyberbullying) yang menelanXkorban. Sehingga denganXalasan tersebut maka sangatXperlu pengaturan lebih lengkapXdan lebih tegasXtindak pidana perundungan siber (cyberbullying) ini.
b. Dalam Undang-UndangXNomor 13 Tahun 2006 TentangXPerlindungan Saksi dan KorbanXdisebutkan dalamXpasal 1 berbunyi : “Perlindungan Saksi danXKorban bertujuan memberikanXrasa aman kepadaXSaksi dan Korban dalamXmemberikan keteranganIpada setiap prosesIperadilan pidana” karena kedudukan Saksi dan Korban sangatlah penting. Melihat pentingnya kedudukanIsaksi dalam pengungkapan kasus pidana, sudah saatnya paraXsaksi dan pelapor diberiXperlindungan fisikImaupun psikis korban secara hukum yang berlaku.
2. Saran
a. Seorang korban dalamXpersidangan lebih sebagaiXbagian dari pencarianIkebenaran materil yaitu sebagai saksiIdalam suatu kejahatanIjuga karena kedudukanIkorban sebagai subyek hukumXyang memilikiXkedudukan sederajat di depanXhukum (equalityIbefore the law).
b. Dalam penyelesaianXperkara pidanaXseringkaliXhukum terlaluXmengedepankan hak-hakItersangka/terdakwaIsementara hak-hak korban diabaikan, hal iniXbanyak dijumpai korban kejahatanIkurang memperoleh perlindunganXhukum yangImemadai baik perlindunganXIhukum yang sifatnya immaterialXmaupun materilXsehingga kemungkinan bagi korban untukXmemperoleh keleluasaanXdalamImemperjuangkan haknya adalah sangatXkecil. Diharapkan agarXperlindungan korbanXkejahatan wajib dilaksanakanXoleh aparat penegakXhukum atau aparatIkeamanan untuk memberikan rasa aman baik fisikXmaupun mental, kepadaIkorban kejahatan dariXancaman, gangguan, terorXdan kekerasan dariXpihak manapun.
REFERENSI Buku:
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik, (Malang: Bayumedia Publishing, 2011)
Guse Prayudi, Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997)
NovanArdyWiyani, Save Our Children From School Bullying, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2012)
O.C. Kaligis, Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
SiswantoSunarso, ViktimologidalamSistemPeradilanPidana, SinarGrafika,2012
Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Undip, 2009)
Jurnal:
Ahmad Ramli, Cyber Law Dan HAKI-Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung:
Rafika Aditama, 2004)
Chris Natalia, “Remaja, Media Sosial dan Cyberbullying”, Komunikatif : Jurnal Ilmiah Komunikasi / Volume 5 / Nomor 2 Desember 2016
Ika Dewi Sartika Saimima, Anita Pristiani Rahayu, Jurnal JK I20 (2): 125-136 (Mei 2020)
“Anak Korban Tindak Pidana Perundungan (Cyberbullying) Di Media Sosial Dalam Perspektif Viktimologi”
Kathryn Gerald, (2012), “Intervensi Praktis Bagi Remaja Berisiko”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 101 Tanya Jawab Seputar UU ITE, (Jakarta: Kominfo, 2013)
Rahmat, Kesaksian, Majalah Kesaksian Edisi II, 2012
Website:
“Banyak Remaja Indonesia jadi korban kejahatan di facebook”, http://www.hidayatullah.com/iptekes/saintek/read/2012/02/20/56844/banyakremaja -indonesia-jadi-korban-kejahatan-facebook.html , diakses 21 Mei 2020.
Wikipedia, 2019, Intimidasi dunia maya,http://id.wikipedia.org./wiki/Cyberbullying, diakses 22 Mei 2020.
“Pengertian, Bentuk, Karakteristik dan tindak pidana cyberbullying” diakses 22 Mei 2020 https://www.kajianpustaka.com/2019/11/pengertian-bentuk-karakteristik-dan- tindak-pidana-cyberbullying.html
“Perlindungan Hukun Korban Bullying” diakses 21 Mei 2020.
https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XI-8-II-P3DI- April-2019-193.pdf
http://penerbit.apvi.or.id/index.php/press/article/view/28/28 diakses 22 Mei 2020
Muhammad Yusuf, Urgensi Perlunya Memberikan Perlindungan Terhadap Saksi (Tulisan Pakar)http://www.parlemen.net/site/Idealis.php?guid=baee06da68922a888206f829 c46d0af8&docid=tpakar.31/08/2005.Diakses 26 Juli 2020
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Mengenai Perlindungan Saksi Dan Korban
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik