• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis persaingan jeruk impor dan jeruk lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis persaingan jeruk impor dan jeruk lokal"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini hampir setiap negara melakukan perdagangan Internasional karena tidak mungkin suatu negara mampu memenuhi kebutuhan negaranya sendiri tanpa melibatkan negara lain. Organisasi terbesar dalam penyelenggaraan dan pengaturan perdagangan multilateral saat ini adalah World Trade Organization (WTO). WTO bertujuan untuk menurunkan hambatan perdagangan pada skala global. Namun, saat ini beberapa kelompok negara melakukan perjanjian dalam lingkup yang lebih kecil guna memperoleh kesepakatan dari para anggota yang lebih sedikit dibandingkan dengan WTO dan menghilangkan hambatan perdagangan dalam kelompok negara yang lebih kecil (Wild dan Wild 2012).

Indonesia termasuk negara yang tergabung dalam suatu kesepakatan baik regional, multilateral, serta hubungan bilateral. Dampak dari kesepakatan hubungan internasional adalah mendorong industri dalam negeri untuk memperluas pemasaran di pasar internasional. Di sisi lain, dalam era perdagangan bebas menuntut kesiapan kemampuan produksi dalam negeri dan kemampuan meningkatkan daya saing produknya untuk menghadapi produk dari negara lain.

Argumen yang paling mendasar bagi perdagangan internasional bahwa memungkinkan suatu negara untuk memperluas jumlah barang dan jasa yang dikonsumsinya (Gould et al. 1993). Perdagangan bebas diharapkan dapat memberikan tambahan devisa bagi Indonesia dengan peningkatan ekspor, namun kenyataanya Indonesia cenderung mengalami defisit dimana nilai impor hortikultura Indonesia lebih tinggi dibandingkan ekspornya. Hal ini disebabkan oleh beberapa permasalahan diantaranya jumlah produksi dalam negeri yang masih rendah, serta produktivitas dan mutu produk yang dihasilkan masih rendah.

Sektor yang terkena dampak dari adanya perdagangan bebas di Indonesia adalah sektor pertanian salah satunya subsektor hortikultura. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah populasi tertinggi di ASEAN. Jumlah penduduk sampai saat ini mencapai 250 juta jiwa, bahkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2020 adalah 1.19 persen (Bappenas 2013).

Jumlah penduduk yang tinggi meningkatkan kebutuhan komoditas hortikultura dalam negeri yang dipenuhi melalui impor. Oleh karena itu, Indonesia menjadi pasar potensial untuk produk impor. Hal tersebut tercermin dari neraca perdagangan komoditas hortikultura yang bernilai negatif mencapai US $ -1.176 juta pada tahun 2014 (Kementan 2015).

Berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura 2015-2019, komoditas hortikultura terus tumbuh dan berkembang sebagai komoditas yang banyak diminati oleh konsumen. Perkembangan tersebut dipengaruhi adanya kesadaran konsumen akan arti penting komoditas hortikultura yang tidak hanya sebagai kebutuhan pangan, tetapi juga mempunyai peran terhadap peningkatan aspek kesehatan, estetika, dan lingkungan. Oleh karena itu, komoditas hortikultura terus tumbuh dan berkembang sebagai komoditas yang banyak diminati oleh konsumen yaitu sayuran, buah, tanaman hias, dan tanaman obat. Sejumlah komoditas hortikultura menjadi isu strategis yang mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku usaha antara lain dari kelompok sayur dan buah (bawang

(2)

2

merah, cabai dan jeruk) sehingga kegiatan dan realisasi akan diprioritaskan pada komoditas ini.

Jeruk menjadi salah satu buah-buahan yang disukai oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1995-2014 tercatat konsumsi jeruk segar untuk kebutuhan rumah tangga cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 11,65% per tahun. Pada Gambar 1 menunjukkan adanya tren penurunan produksi buah jeruk Indonesia selama tahun 2008-2013, walaupun pada tahun 2014 mengalami kenaikan namun kembali menurun pada tahun 2015. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia belum mampu mempertahankan tingkat produksinya. Adanya kesepakatan perdagangan bebas belum mampu mendorong peningkatan produksi jeruk nasional secara berkelanjutan, bahkan cenderung meningkatkan jumlah impor jeruk.

Sumber: BPS (2016a)

Gambar 1 Jumlah produksi jeruk siam/keprok Indonesia tahun 2008-2015 Sejak berlakunya CAFTA (Cina-ASEAN Free Trade Area) produk buah jeruk impor dari Cina terus mengalami peningkatan dikarenakan Cina merupakan negara penghasil jeruk utama di dunia (FAOSTAT 2016). Selain itu, Indonesia dan Pakistan melakukan perjanjian Prefrential Trade Agreement (PTA) pada tahun 2012. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan mengenai tariff impor.

Indonesia diberi hak istimewa untuk mengekspor kelapa sawit mentah dengan tarif 0%. Begitupun Pakistan diberikan hak instimewa dengan bea masuk sebesar 0% atas ekspor jeruk kino ke Indonesia. Perjainjian tersebut berdampak pada semakin meningkatnya jumlah impor jeruk dari Pakistan. Peningkatan buah impor akan berdampak secara ekonomi terhadap daya saing buah lokal (Firdaus 2005).

Ketersediaan jeruk impor yang melimpah di pasar eceran mengindikasikan semakin tidak berdayanya jeruk lokal menghadapi jeruk impor di pasar jeruk Indonesia sebagai pangsa pasar utama.

Berdasarkan Gambar 2, impor jeruk ke Indonesia hingga tahun 2012 menunjukkan perkembangan namun pada tahun 2013 impor jeruk megalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014 impor jeruk kembali meningkat. Menanggapi peluang banjir produk impor hotikultura, pemerintah

0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000

Kuintal

Tahun

(3)

3 Indonesia berupaya menerapkan beberapa kebijakan untuk mengontrol fenomena tersebut.

Sumber: BPS (2017)

Gambar 2 Volume impor jeruk segar ke Indonesia pada tahun 2007-2015 Pemerintah telah berupaya melindungi baik produsen maupun konsumen dengan mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan dalam Permentan No 27/2009. Pengawasan tersebut meliputi batas maksimum residu pestisida, cemaran mikotoksin, dan logam berat. Tujuan pengawasan adalah untuk melindungi konsumen dengan menjamin pangan yang diimpor tetap segar, bersih dari pencemaran bahan kimia yang melebihi batas maksimum yang aman dan layak dikonsumsi.

Upaya menjaga stabilitas kebutuhan produk hortikultura dalam negeri pemerintah membuat peraturan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang tertuang dalam Permen No 86 Tahun 2013. RIPH merupakan surat yang diterbitkan oleh Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk dan merupakan persyaratan diterbitkannya Persetujuan Impor. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan impor produk hortikultura dan memberikan kepastian dalam pelayanan penerbitan RIPH. Terbentuknya peraturan ini berdampak pada jumlah impor produk hortikultura termasuk didalamnya adalah komoditas jeruk. Ijin impor jeruk diatur menyesuaikan dengan kebutuhan dan masa panen jeruk di dalam negeri, sehingga jumlah impor jeruk lebih efisien. Hal tersebut tercermin pada penurunan jumlah impor produk jeruk segar pada tahun 2013 yang mencapai 58 persen.

Volume jeruk impor jika dibandingkan dengan produksi dalam negeri masih relatif sangat kecil, namun kenyataanya jeruk impor lebih mudah ditemui di supermarket bahkan pedagang eceran di pasar tradisional maupun kaki lima (Hanif dan Zamzami 2012; Nurchayati dan Hikmah 2014; Sayekti dan Zamzami 2011). Di Indonesia penanganan pascapanen buah masih terkendala diantaranya:

1) belum tersedianya gudang penyimpanan dingin; 2) ketersediaan pabrik olahan skala rumah tangga maupun industri belum banyak dibangun saat ini. Sedangkan jeruk memiliki karateristik meruah (bulky) dan mudah busuk (perishable) yang memerlukan penanganan pascapanen khusus terhadap komoditas ini (Hanif dan Zamzami 2012; Nurchayati dan Hikmah 2014). Kondisi geografis Indonesia yang terbagi kedalam pulau-pulau yang tersebar menjadi salah satu kendala dalam

0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kuintal

Tahun

(4)

4

pendistrbusian produk pangan termasuk jeruk. Hanif dan Zamzami (2012) juga mengungkapkan bahwa harga jeruk impor lebih murah dibandingkan dengan harga jeruk lokal seperti jeruk dari Cina yang hanya 15 000 per kg, sedangkan jeruk Medan atau Pontianak dijual lebih mahal yaitu 20 000 per kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa jeruk dalam negeri belum mampu bersaing dengan jeruk impor. Adapun preferensi konsumen terhadap jeruk impor dinilai lebih baik dimana jeruk impor memiliki warna, bentuk, ukuran dan harga yang lebih baik dibandingkan dengan jeruk lokal (Rajagukguk et al 2013; Sadeli dan Utami 2013).

Winardi (2013) mengungkapkan bahwa adanya batasan impor akan berdampak pada aktifitas perekonomian, tingkat harga, dan kesejahteraan.

Langkah pemerintah untuk membatasi impor hortikultura bertujuan untuk melindungi produsen dalam negeri sehingga kesejahteraannya meningkat, namun Winardi (2013) analisisnya menunjukkan dampak dari adanya batasan impor hortikultura termasuk jeruk segar akan menurunkan penyedian barang di pasar sehingga tingkat harga meningkat.

Di era perdagangan bebas, persaingan antara jeruk lokal segar dengan jeruk impor segar akan semakin intensif untuk memperebutkan pangsa pasar konsumen jeruk segar yang cukup tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya analisis mengenai tingkat persaingan jeruk impor segar dan jeruk lokal segar guna memperoleh rekomendasi kebijakan baik bagi pemerintah maupun pelaku usaha jeruk dalam negeri dalam upaya meningkatkan produksi jeruk nasional.

Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu penghasil buah jeruk di dunia. Berbagai jenis jeruk di Indonesia tersebar di seluruh Indonesia diantaranya jeruk manis Pacitan, jeruk manis Waturejo, keprok SoE, keprok Batu, siam madu, keprok maga, beras sitepu, dan siam Pontianak. Produksi jeruk nasional diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Ketersediaan jeruk lokal yang tidak kontinyu dan jumlah penduduk yang terus meningkat menjadikan peluang bagi produk jeruk impor di Indonesia. Adapun daerah asal jeruk impor di Indonesia tersedia pada Gambar 3.

Sumber: Trademap (2016)

Gambar 3 Volume Impor jeruk segar Indonesia berdasarkan negara asal Tahun 2015

Cina 68.61%

Pakistan 24.63%

Australia 3.99%

Argentina 2.35% ROW

0.42%

(5)

5 Berdasarkan Gambar 3, Pada tahun 2015 jeruk impor didominasi oleh jeruk dari Cina yang mencapai 68.61%. Negara asal impor produk Jeruk Indonesia lainnya dari Pakistan (24.63%), Australia (3.99%) dan Argentina (2.35%).

Negara-negara tersebut merupakan negara-negara mitra dagang Indonesia dalam Free Trade Agreement.

Produksi jeruk dunia menempatkan Cina sebagai produsen utama jeruk.

Jumlah produksi jeruk yang melimpah di Cina menyebabkan harga jeruk dari Cina sangat murah yang kemudian di ekspor ke berbagai negara di dunia termasuk ke Indonesia. Jenis jeruk yang paling dikenal dari Cina adalah jeruk mandarin dan tangerine. Di Indonesia sendiri jeruk yang dihasilkan termasuk kedalam kelompok jenis mandarin yaitu jeruk keprok, sehingga jeruk impor dari Cina merupakan produk substitusi jeruk lokal di Indonesia. Adapun jeruk yang saat ini terus meningkat jumlah impornya yaitu jeruk kino dari Pakistan. Jenis jeruk impor lainnya yang masuk ke Indonesia adalah jeruk adalah Clemenvile dan Murcot yang berasal dari Argentina. Adapun negara pengekspor jeruk lainya adalah Mesir dan Amerika Serikat.

Industri jeruk siam/keprok sebagai jeruk lokal Indonesia, terancam dengan adanya jeruk impor yang dapat menggantikan jeruk lokal mengingat jeruk impor memiliki kualitas yang lebih baik dan relatif lebih murah dibandingkan dengan jeruk siam/keprok (jeruk lokal) dimata konsumen. Kecenderungan mengkonsumsi buah impor akan mendorong penurunan produksi buah domestik. Kemudian apabila produksi domestik menjadi tidak mampu memenuhi kebuhannya maka akan terjadinya ketergantungan terhadap poruk impor. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan terkait upaya meningkatkan produksi jeruk lokal sehingga dapat menurunkan beban impor atau bahkan dapat memajukan industri jeruk lokal sebagai komoditas ekspos di pasar global.

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan jeruk lokal segar dan jeruk impor segar di pasar jeruk Indonesia?

2. Bagaimana tingkat persaingan antara jeruk lokal segar dan jeruk impor segar di pasar jeruk Indonesia?

3. Bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi jeruk lokal?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalis keragaan jeruk lokal segar dan jeruk impor segar di pasar jeruk Indonesia.

2. Menganalisis tingkat persaingan antara jeruk lokal segar dan jeruk impor segar di pasar jeruk Indonesia.

3. Menganalisis alternatif kebijakan yang perlu diterapkan dalam upaya meningkatkan produksi jeruk lokal.

(6)

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai permintaan jeruk impor di pasar domestik, sehingga dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan peningkatan produksi jeruk nasional. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai preferensi impor jeruk yang dilakukan oleh Indonesia dengan pendekatan negara pengekspor sebagai pilihan impor.

Kemudian, dapat dijadikan masukan untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi jeruk lokal.

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup antara lain:

1. Jeruk impor yang dimaksud didasarkan pada data Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 dengan kode HS 0805200000. Pemilihan kode HS tersebut didasarkan pada jenis jeruk segar yang sama dengan jeruk lokal (keprok/siam) diantaranya jeruk mandarin, tangerine, kino, dan clemenvile.

Jeruk dalam kategori ini adalah jeruk segar yang langusung dikonsumsi tanpa melalui proses pengolahan.

2. Pada penelitian ini menggunakan pembanding negara Cina dan Pakistan.

Pemilihan negara-negara tersebut didasarkan karena negara-negara tersebut merupakan negara asal impor jeruk segar terbesar di Indonesia.

3. Periode penelitian adalah selama sembilan tahun (2007-2015). Hal ini didasarkan pada keterbatasan data produksi per triwulan jeruk siam/keprok di Indonesia.

4. Pendekatan metode untuk menganalisis persaingan adalah model AIDS dimana model ini dapat digunakan untuk menganalisis elastisitas permintaan.

Salah satu elastisitas yang menunjukkan bahwa adanya persaingan adalah ealstisitas silang, dimana indikator persaingan dilihat pada harga barang substitusi. Barang yang memiliki hubungan substusi menujukkan adanya persaingan harga pada barang tersebut (Porter 1979).

2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori Permintaan

Lipsey et al. (1995) mendefinisikan permintaan sebagai jumlah komoditi yang diminta oleh konsumen pada harga tertentu. Pada dasarnya permintaan menunjukkan hubungan multivariate yaitu hubungan antara beberapa variabel (harga komoditas, pendapatan, selera, populasi, harga komoditas terkait dan faktor-faktor lainnya) yang mempengaruhi satu variabel (jumlah yang diminta).

Hubungan tersebut secara fungsional disebut sebagai fungsi permintaan yang dinyatakan sebagai berikut:

(7)

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis regresi berganda model Cobb- Douglas diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani jeruk siam adalah di Desa Karangwidoro Kecamatan Dau

Metode Analisis Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan, pengeluaran pupuk terhadap pendapatan petani jeruk