Mengingat keadaan hukum rumah tangga penggugat dengan tergugat, majelis pengadilan menilai rumah tangga tersebut bertentangan dengan tujuan perkawinan dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam putusan tersebut, alasan penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 26 Desember 2020 yang terdaftar di kantor rahasia Pengadilan Agama Kabupaten Madiun adalah rumah tangga mereka tidak harmonis sejak awal pernikahan karena kesulitan ekonomi. , dimana terdakwa yang melakukannya. gagal memenuhi kewajibannya menyediakan makanan bagi penggugat. Menimbang keadaan hukum rumah tangga penggugat dengan tergugat, majelis pengadilan menilai gugatan penggugat berdasarkan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 dari tahun 1975.
Dalam putusan tersebut, alasan penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 30 Desember 2021 yang didaftarkan di kantor kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun adalah sejak Februari 2021, rumah tangga mereka mulai goyah karena faktor keuangan yang menjadi pemicunya. perselisihan dan pertengkaran. Menimbang keadaan hukum rumah tangga penggugat dengan tergugat, majelis hakim berpendapat gugatan penggugat berdasarkan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo.
Rumusan Masalah
Oleh karena itu, dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mengambil judul “Analisis Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun tentang Perkara Perceraian Dilihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Penyusunan Hukum Islam”.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori hukum Islam dari sudut pandang Al-Quran, sedangkan penelitian ini menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Fokus penelitian ini adalah pada penyelesaian nusyuz istri, sedangkan fokus penelitian ini adalah analisis pertimbangan hakim terhadap nusyuz suami. Kedua, disertasi yang ditulis oleh Hesti Wulandari (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) dengan judul “Nusyuz Suami Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah: (1) Apa yang dimaksud dengan nusyuz laki-laki .
Penelitian ini fokus pada rekonseptualisasi nusyuz laki-laki, sedangkan penelitian ini fokus pada analisis keputusan-keputusan terkait nusyuz laki-laki. Sedangkan teori pembedanya adalah penelitian ini menggunakan yurisprudensi gender, sedangkan dalam penelitian ini digunakan undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan KHI.
Metode Penelitian
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
- Data dan Sumber Data a) Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Pengecekan Keabsahan Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk deskriptif.9 Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan menggunakan analisis kepustakaan. Bahan hukum utama dalam penelitian ini adalah putusan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun tentang nusyuz suami tahun 2018-2022. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah putusan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun tentang perceraian, yaitu:
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan putusan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun tentang perceraian tahun 2018-2022 serta mengumpulkan data pendukung yaitu peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pertimbangan hakim dan dasar hukum hakim terhadap putusan perceraian.
Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini membahas mengenai gambaran secara umum dari seluruh isi yakni meliputi latar belakang
BAB II TEORI DAN KONSEP, dalam bab ini membahas mengenai teori yang digunakan. Dimana dalam bab ini akan berbicara
BAB III DATA DAN ANALISIS, dalam bab ini membahas mengenai data dan analisis putusan. Data yang digunakan adalah
BAB IV PENUTUP, dalam ini dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.2 Dalam Perkawinan terdapat hak dan kewajiban. suami istri yang harus dipenuhi. Hal ini sering menjadi permasalahan dalam rumah tangga akibat kurangnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban suami istri. Pasal 30 menyatakan bahwa suami istri mempunyai kewajiban mulia memelihara rumah tangga yang merupakan tiang penyangga struktur masyarakat.
Pertama, suami istri mempunyai kewajiban mulia dalam memelihara keluarga yang sakine, mevadde dan rahmah. Kedua, suami istri mempunyai kewajiban untuk saling mencintai, menghormati, setia dan saling membantu lahir dan batin. Penjelasan lebih lanjut kemudian diberikan dalam Bab VI Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri.
Dalam undang-undang tersebut, hak dan kewajiban suami istri tertuang dalam pasal 30 hingga 34. Dalam pasal 30 dijelaskan bahwa suami istri mempunyai kewajiban mulia untuk memelihara rumah tangga yang merupakan tatanan dasar masyarakat. Dalam undang-undang tersebut, Pasal 32 dijelaskan bahwa suami dan istri harus mempunyai tempat tinggal tetap.
Pasal 33 menjelaskan bahwa suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia, dan saling membantu lahir dan batin. Sedangkan Pasal 39 ayat (2) menjelaskan bahwa untuk dapat bercerai harus terdapat alasan yang cukup yang menyebabkan suami istri tidak dapat rujuk. Salah satu pihak mempunyai cacat fisik atau sakit yang mengakibatkan tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
Kompilasi Hukum Islam
Dasar hukum hakim dalam memutus perkara tidak tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan atau Kompilasi Hukum Islam. Nilai-nilai keadilan tersebut dapat ditemukan pada fakta-fakta di persidangan sehingga hakim dapat mengambil kesimpulan bahwa perkara tersebut dapat dikabulkan atau ditolak berdasarkan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam menurut Wahyu Widiana merupakan kumpulan bahan hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal yang terdiri dari hukum perkawinan, hukum waris, dan hukum wakaf.
Dalam pasal 77 suami isteri memikul kewajiban mulia untuk mendirikan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi dasar struktur masyarakat. Dalam membentuk keluarga bahagia sebegini, suami dan isteri juga wajib saling menyayangi, menghormati antara satu sama lain, setia dan saling memberi pertolongan lahir dan batin. Lelaki dan wanita juga mempunyai kewajipan untuk menyediakan dan menjaga anak-anak mereka dengan baik dari segi pertumbuhan fizikal, rohani, serta kecerdasan dan pendidikan agama mereka.
Maka hendaknya suami istri memberikan pola asuh dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. 6Dadang Hermawan dan Sumardjo, Rangkuman Hukum Islam Sebagai Hukum Material di Peradilan Agama, Jurnal Judisia. Suami adalah pembimbing istri dan keluarganya, namun urusan rumah tangga yang penting diputuskan oleh suami istri bersama-sama sesuai dengan Pasal 80.
Suami/istri wajib melengkapi rumah susunnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa peralatan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya. Kewajiban utama seorang wanita adalah mengabdikan dirinya lahir dan batin kepada suaminya dalam batas yang dibolehkan syariat Islam. 7 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam Beserta Maknanya Dalam Pembahasannya, 2011, 82.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Madiun Dalam Memutus Perkara Cerai Gugat Dari Tahun 2018-2022
- Pertimbangan Hakim Dalam Putusan
- Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Sejak tahun 2013, rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering dan terus menerus mengalami perselisihan dan pertengkaran yang penyebabnya adalah permasalahan ekonomi. Pertimbangan Hakim berdasarkan gugatan Penggugat adalah adanya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang terjadi terus menerus dan tidak dapat didamaikan karena faktor ekonomi. Keputusan hakim dalam perkara ini adalah Penggugat dan Tergugat merupakan suami istri sah yang menikah pada tanggal 7 April 2012.
Bahkan sejak penggugat dan tergugat berpisah dari tempat tinggalnya, mereka masih sering bertengkar setiap kali ada komunikasi. Pertimbangan hakim dalam perkara ini adalah penggugat dan tergugat telah menikah secara sah. Awalnya rumah tangga penggugat dan tergugat harmonis, namun kemudian sering timbul pertengkaran karena masalah ekonomi.
Perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan menyebabkan Penggugat dan Tergugat harus hidup terpisah. Pertimbangan hakim didasarkan pada Penggugat dan Tergugat merupakan suami istri sah yang menikah pada 26 Agustus 2014. Penggugat dan Tergugat sering kali berselisih paham dan bertengkar sehingga menimbulkan kurang harmonisnya rumah tangga bahkan menjadi tanda keretakan rumah tangga.
Tidak adanya komunikasi setelah penggugat dan tergugat berpisah dari tempat tinggalnya menunjukkan bahwa hak dan kewajiban suami istri tidak dapat diwujudkan. Dalam kasus ini juga ditetapkan bahwa perbuatan terdakwa merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Pendapat hakim tersebut berdasarkan penggugat dan tergugat merupakan suami istri sah yang menikah pada 1 Januari 2021.
Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga antara penggugat dan tergugat telah berantakan dan tidak dapat didamaikan lagi. Pada kasus tahun 2021, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 digunakan untuk memenuhi alasan perceraian yang terjadi akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Madiun Dalam Memutus Perkara Cerai Gugat Dari Tahun 2018-2022
- Analisis Terhadap Dasar Hukum Hakim Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Dalam perkara ini, hubungan rumah tangga penggugat dan tergugat dinilai majelis hakim bertentangan dengan tujuan perkawinan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 jo . Dalil-dalil yang diajukan penggugat memenuhi alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 2, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ya. Analisis Dasar Hukum Hakim Dilihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Ringkasan Hukum Islam.
Menurut UU No. 1 Tahun 1974, dalam hal ini jelas penggugat dan tergugat sering mengalami perselisihan dan perselisihan berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam gugatan penggugat. Hal ini membuat Majelis Hakim berpendapat bahwa tujuan perkawinan mereka tidak dapat terwujud sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutus perkara adalah sesuai dengan Undang-undang No. 1975 dan Pasal 116 Intisari Hukum Islam.
Dalam hal ini nampaknya tujuan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak dapat terwujud. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan hukum yang digunakan hakim sudah sesuai dengan undang-undang nomor 1 tentang perkawinan dan kompilasi hukum Islam ditambah syar'iiyah hujjah dalam Kitab Ghayatul Maram. Dari uraian tersebut, landasan hukum yang digunakan dalam perkara ini adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Dalil-dalil cerai yang diajukan Penggugat juga telah terbukti dan sesuai dengan alasan-alasan pengajuan cerai sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Berdasarkan kelima putusan tersebut, dilihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, pertimbangan hukum hakim dan dasar yang digunakan dalam memutus perkara telah sesuai dengan ketentuan. Pertimbangan Majelis Hakim berdasarkan gugatan Penggugat, fakta-fakta yang ditemukan dan bukti-bukti yang diajukan telah sesuai dengan perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang menjadi dasar hukum putusan perkara.
Gugatan yang diajukan penggugat sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Dasar hukum yang digunakan juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yaitu perceraian hanya dapat dilakukan di pengadilan dan hakim dapat memerintahkan perceraian satu ba'in karena dalam hal ini isteri tidak ada. lebih lama di sana.
Saran
Darmalaksana Wahyudin. Metode penelitian kualitatif: studi kepustakaan dan studi lapangan. UIN Sunan Gunung Djati Bandung: perpustakaan digital pracetak. 2020.