95 ANALISIS RESAPAN LIMPASAN AIR HUJAN DALAM RANGKA
PENERAPAN ZERO DELTA Q DI POLITEKNIK PU
ANALYSIS OF RUNOFF INFILTRATION IN THE IMPLEMENTATION OF ZERO DELTA Q AT THE POLYTECHNIC OF PUBLIC WORKS
Wildan Herwindo1)* Ingerawi Sekaring Bumi2)
1,2)Prodi Teknologi Konstruksi Bangunan Air, Politeknik Pekerjaan Umum, Jl. Prof Soedarto, S.H. No. 15, Semarang, Indonesia
*Correspondent email: [email protected]
Accepted: 17 April 2023; Revised: 26 Juni 2023; Approved: 14 Agustus 2023 ABSTRACT
Implementation of zero delta Q located at Polytechnic of Public Works specifically at Student Apartment is conducted by infiltrating runoff into the ground. The objectives of this study are to analyze runoff volume based on rainfall-runoff analysis and the quantity of water that can be absorbed based on soil permeability. The methods used were 1-dimensional (1-D) and 2-dimensional (2-D) of geoelectric tests. Soil permeability tests was added to and calculate the capacity of the infiltration wells. The research analysis was done using primary data including the measurement result of topography, geo-electric, soil permeability, and water quality , as well as secondary data of rainfall data for 10 years from 2011-2020, DEMNAS, geological map, groundwater basin, aquifer productivity, and a tower development master plan. The results of 1-D and 2-D geoelectrical analysis showed that the soil conditions in the study area were saturated and it was difficult to absorb water into the soil, and the permeability test showed a low value of soil permeability. Based on the calculation of infiltration well capacity, 554 infiltration wells are required to absorb the runoff, but it is difficult to carry out due to the limitation of available land area. Therefore, zero delta Q must be applied through other efforts, for instance by implementing reuse mechanism of runoff. Based on the analysis, the reuse of runoff can fulfill the water needs of 288 people.
However, the reuse of runoff at the research location requires prior processing so it is suitable for water quality standards.
Keywords: zero delta Q, geoelectric test, infiltration, runoff, permeability
ABSTRAK
Salah satu upaya penerapan zero delta Q di Kampus Politeknik PU tepatnya rusun mahasiswa dilakukan dengan peresapan air limpasan hujan ke dalam tanah. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis volume limpasan berdasarkan analisis curah hujan-limpasan dan kuantitas air yang dapat diresapkan berdasarkan permeabilitas tanah. Metode yang digunakan adalah uji geolistrik 1 dimensi (1-D) dan 2 dimensi (2-D). Uji permeabilitas tanah diterapkan untuk menghitung kapasitas sumur resapan. Analisis penelitian dilakukan dengan data primer berupa hasil pengukuran topografi, geolistrik, permeabilitas tanah, dan kualitas air, serta data sekunder berupa data hujan yang diperoleh dari stasiun hujan BMKG Semarang, stasiun hujan Bandara Ahmad Yani, dan stasiun hujan Maritim Tanjung Mas selama 10 tahun dari tahun 2011- 2020, data DEMNAS, peta geologi, data cekungan air tanah, data produktivitas akuifer, dan master plan pembangunan rusun. Hasil analisis dengan geolistrik 1-D dan 2-D menunjukkan kondisi tanah di lokasi penelitian jenuh air dan sulit untuk meresapkan air ke dalam tanah, di samping itu pengujian dengan permeabilitas menunjukkan nilai permeabilitas tanah rendah. Berdasarkan perhitungan kapasitas sumur resapan, diperlukan sebanyak 554 buah sumur resapan untuk meresapkan limpasan yang terjadi, kondisi ini sulit dilakukan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu penerapan zero delta Q perlu dilakukan melalui upaya lain misalnya dengan penggunaan kembali limpasan air hujan. Berdasarkan analisis, penggunaan kembali limpasan air hujan dapat memenuhi kebutuhan air untuk 288 orang, namun penggunaan kembali limpasan air hujan di lokasi penelitian memerlukan pengolahan terlebih dahulu agar memiliki kualitas air yang sesuai baku mutu air kelas 4 PP nomor 22 tahun 2021.
Kata Kunci: zero delta Q, uji geolistrik, resapan, limpasan, permeabilitas
DOI: https://doi.org/10.32679/jth.v14i2.743
© Bintek SDA, Dirjen SDA, Kementerian PUPR Naskah ini di bawah kebijakan akses terbuka dengan lisensi CC-BY-SA (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
http://jurnalth.pusair-pu.go.id
96
PENDAHULUAN
Curah hujan yang tinggi dan terjadinya perubahan tata guna lahan dapat meningkatkan terbentuknya limpasan dan genangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi limpasan adalah pengaplikasian prinsip zero delta Q. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 prinsip zero delta Q adalah keharusan setiap bangunan tidak mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai (Indriatmoko, 2018).
Salah satu upaya yang dapat diterapkan untuk menerapkan prinsip zero delta Q adalah melalui peresapan air ke dalam tanah.
Peresapan air ke dalam tanah dapat dilakukan melalui aplikasi beberapa teknologi, misalnya melalui sumur resapan (Azis et al., 2016) (Indramaya, 2013) dan biopori (Juliandari, 2013).
Di Provinsi DKI Jakarta aplikasi sumur resapan diwajibkan ketika mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 68 tahun 2005. Sumur resapan merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan akibat adanya perubahan lingkungan alami yang berubah menjadi bangunan, sehingga mengakibatkan air hujan sulit meresap ke dalam tanah. Teknologi lainnya untuk membantu peresapan air ke dalam tanah berupa penampung air hujan (Putra and Hadi, 2015), rain garden (Sharma and Malaviya, 2021), resapan biopori (Saves, 2021), sumur injeksi (Wulandari et al., 2021) dan Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan/ABSAH (Priandani, 2022).
Politeknik Pekerjaan Umum memiliki beberapa gedung di 2 kampus yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Salah satu gedung yang dimiliki berupa rumah susun (rusun) seluas 28.153 m2. Pada area ini terdapat dua bangunan utama berupa rusun putra dan putri masing-masing setinggi lantai, embung yang berfungsi sebagai pengendali banjir maupun penambah estetika, dan rumah pompa, sehingga diharapkan tidak terjadi limpasan ketika terjadi hujan di lingkungan rusun mahasiswa kampus 2 Politeknik PU (Gambar 1 dalam kotak kuning).
Untuk memastikan prinsip zero delta Q teraplikasikan dengan baik, khususnya melalui peresapan air ke dalam tanah perlu dilakukan penelitian mengenai analisis resapan air hujan dalam rangka penerapan zero delta Q di rusun mahasiswa kampus 2 Politeknik PU Semarang.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis peresapan air tanah adalah kondisi geologis bawah permukaan termasuk permeabilitas tanah yang menentukan konduktivitas hidrolik tanah (Dariah,
2007) dan infiltrasi air ke dalam tanah (Muntaha, 2010).
Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian terdahulu dalam rangka pengembangan aplikasi zero delta Q, khususnya mengetahui kondisi tanah dan kemampuan tanah untuk meresapkan air ke dalam tanah, misalnya, optimalisasi penerapan kebijakan zero delta Q skala perumahan di Balikpapan yang dapat mengurangi beban saluran drainase kota (Yanti et al., 2022), injeksi air tanah (Ramdhan et al., 2021), potensi air tanah (Wardhana et al., 2019), penerapan zero delta run- off di perumahan Tangerang untuk mengurangi debit banjir (Ayu and Andajani, 2022), penerapan zero run-off system di DAS Cidanau, Banten mampu mengurangi dan meresapkan runoff ke dalam tanah (Wirasembada et al., 2017), Aplikasi konsep zero run off dalam mengurangi aliran air permukaan sebagai solusi alternatif untuk meresapkan limpasan maksimum ke dalam tanah (Lestari et al., 2019), dan aplikasi konsep zero runoff dalam mengurangi volume permukaan air yang berguna untuk menurutkan erosi dengan cara mengurangi limpasan permukaan di kebun coklat (Suhardi et al., 2019).
Gambar 1 Foto Udara Rusun Mahasiswa Kampus 2 Politeknik Pekerjaan Umum
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah seberapa besar volume limpasan yang terjadi, kuantitas air yang dapat diresapkan ke dalam tanah, dan kapasitas sumur resapan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, diperoleh tujuan penelitian ini yaitu menganalisis volume limpasan berdasarkan analisis curah hujan-limpasan
97
(rainfall-runoff), analisis kuantitas air yang dapat diresapkan berdasarkan permeabilitas tanah menggunakan geolistrik 1 dimensi (1-D) dan 2 dimensi (2-D) dan uji permeabilitas tanah, serta menghitung kapasitas sumur resapan.
METODOLOGI Lokasi Penelitian
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di area rusun mahasiswa kampus 2 Politeknik Pekerjaan Umum, Jalan Karang Ingas, Kelurahan Siwalan, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2022.
Secara geografis daerah penelitian terletak pada 6°
58' 20,62" – 6° 58' 35,34" Lintang Selatan dan 110°
27' 00,29" – 110° 27' 05,67" Bujur Timur (Gambar 2).
Metode Analisis Data
Metode dalam penelitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif yang terbagi menjadi tiga tahap yaitu perhitungan volume limpasan akibat curah hujan yang terjadi, perhitungan air limpasan yang dapat diresapkan ke dalam tanah, dan perhitungan kapasitas sumur resapan. Pada perhitungan volume limpasan, data yang dibutuhkan berupa curah hujan dan kondisi drainase berupa dimensi serta arah aliran air di dalam drainase, termasuk master plan pembangunan rusun. Secara singkat, metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram Alir Penelitian
98
Volume curah hujan limpasan dapat ditentukan dengan menggunakan metode rasional yang terdapat pada persamaan 1. Hal ini didasarkan oleh lokasi area penelitian yang relatif kecil (Pamuji and Alzair, 2022).
Qp = 0,278 . C . I . A ………(1) Dimana :
Qp : debit puncak (m3/det);
C : koefisien limpasan;
I : intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam);
A : luas daerah aliran sungai (km2)
Sebelum dilakukan perhitungan debit puncak dengan menggunakan metode rasional dilakukan perhitungan waktu konsentrasi untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi, dengan menggunakan persamaan Kirpich dalam Pamuji (Pamuji and Alzair, 2022) pada persamaan 2 :
tc=(0,87.L1000.S2)
0,385
………(2) Dimana:
tc : waktu (jam);
L : panjang saluran (m);
S : kemiringan.
Selanjutnya dilakukan perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan persamaan Mononobe (Harisuseno, 2020) pada persamaan 3 :
I=[R24
24] [24
t]2/3 ………..(3) Dimana:
I : intensitas hujan (mm/jam);
t : waktu curah hujan (jam);
R24 : curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
Koefisien limpasan yang digunakan mengacu pada (SNI 2415 2016, 2016) yang terdapat pada Tabel 1.
Peta Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS) diperoleh untuk mengetahui posisi sebagai data dasar sebelum melakukan pengukuran topografi di lokasi penelitian, sedangkan peta geologi regional yang diperoleh untuk mengetahui formasi geologi, peta Cekungan Air Tanah (CAT) yang diperoleh untuk mengetahui kondisi air tanah, dan peta produktivitas akuifer yang diperoleh untuk mengetahui akuifer termasuk produktif atau
tidak merupakan data dasar sebelum melakukan pengukuran geolistrik.
Tabel 1 Koefisien Limpasan Tata Guna
Lahan Karakteristik C Im
(%) Keterangan Pusat
Perbelanjaan dan
Perkantoran
0,90 100
Industri Bangunan
Penuh 0,80 80
Berkurang untuk bangunan tidak penuh Pemukiman
(kepadatan menengah- tinggi)
30 rmh/ha 30 rmh/ha 40 rmh/ha 60 rmh/ha
0,48 0,55 0,65 0,75
30 40 60 75
Bandingkan daerah kedap air dengan daerah lain
Pemukiman (kepadatan rendah)
10 rmh/ha 0,40 < 20 CN = 85 (Curve Number)
Taman Daerah
datar 0,30 0
Pedesaan
Tanah berpasir Tanah berat (heavy soil) Daerah irigasi
0 0 0
C = 0.20; CN = 60
C = 0.35; CN = 75
C = 0.5; CN = 85
Sumber : (SNI 2415 2016, 2016)
Berdasarkan metode ini, dapat diketahui volume limpasan yang berasal dari drainase yang akan ditanggulangi menggunakan sumur resapan.
Perhitungan air yang dapat diresapkan dilakukan berdasarkan analisis kondisi bawah permukaan dengan pengukuran geolistrik dan uji permeabilitas tanah dengan lubang auger. Penentuan kapasitas sumur resapan dilakukan berdasarkan kedalaman dan diameter sumur resapan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), dalam (SK SNI 03-2453- 2002, 2002) kedalaman sumur resapan individual memiliki diameter 1 meter dan kedalaman 3 meter (Iriani and Gunawan, 2013)
Analisis kapasitas sumur resapan dilakukan untuk mengetahui kapasitas sumur resapan yang dibutuhkan untuk meresapkan limpasan ke dalam tanah di lokasi penelitian dilakukan dengan persamaan 4 atau rumus debit :
Q = A.v ……….(4) Dimana:
Q : debit (m3/jam);
A : luas permukaan (m2);
v = K : koefisien permeabilitas (m/jam).
99
Kedalaman total sumur resapan diperoleh menggunakan persamaan 5 :
𝐻 = 2πrKV ………..(5) Dimana:
H : kedalaman sumur (m);
V : volume limpasan (m3/jam);
r : jari-jari sumur resapan (m);
K : permeabilitas (m/jam);
𝐻 = 2x3,14x0,5x0,016887,671
= 1660,438 m
Jumlah sumur resapan ditentukan dengan membagi kedalaman sumur (H) dengan kedalaman sumur sesuai SK SNI 03-2453-2002 yaitu sedalam 3 meter. Diasumsikan tidak terjadi peresapan saat sumur mulai terisi sehingga jumlah sumur dapat ditentukan berdasarkan persamaan 6 :
𝑛 =𝐻
3 ………..(6) Dimana:
n : jumlah sumur resapan H : kedalaman sumur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geologi Regional, Cekungan Air Tanah, dan Produktivitas Akuifer
Sumber : (Badan Geologi, 1975)
Gambar 4 Peta Geologi Regional Kota Semarang Kondisi geologi regional pada lokasi penelitian termasuk dalam formasi endapan alluvium (Qa) dengan ketebalan bervariasi yang tersusun dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal (Gambar 4).
Berdasarkan CAT, lokasi penelitian termasuk dalam CAT Semarang-Demak (Gambar 5). Berdasarkan produktivitas akuifernya, lokasi penelitian termasuk dalam akuifer produktif dengan
penyebaran yang luas, litologi pembawa akuifer berupa endapan alluvium yang tersusun atas pasir dan lanau (Gambar 6).
Sumber : (Badan Geologi, 1975)
Gambar 5 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang
Sumber : (Badan Geologi, 1975)
Gambar 6 Peta Hidrogeologi Kota Semarang
Hujan Limpasan
Analisis hujan-limpasan dilakukan dengan data hujan yang diperoleh dari stasiun hujan BMKG Semarang, stasiun hujan Bandara Ahmad Yani, dan stasiun hujan Maritim Tanjung Mas selama 10 tahun dari tahun 2011-2020. Data hujan tersebut dianalisis untuk mendapatkan debit hujan- limpasan menggunakan metode rasional sesuai persamaan 1.
Pada pengukuran topografi, diperoleh panjang lereng (L) adalah 201 m dan kemiringan lereng adalah 0,05 %, sehingga diperoleh waktu konsentrasi sesuai persamaan 2 adalah sebagai berikut :
tc=(0,87.2012 1000.0,05)
0,385
tc = 0,06 jam
100
Berdasarkan data hujan selama 10 tahun, curah hujan maksimum dihitung menggunakan kurva Intensitas-Durasi-Frekuensi/IDF (Gambar 7) dari tiga stasiun hujan yang mewakili.
Dalam master plan rusun, drainase didesain dengan periode ulang 2 tahunan, sehingga berdasarkan perhitungan analisis hujan diperoleh kurva IDF curah hujan maksimum dalam 24 jam untuk periode ulang 2 tahunan didapat 107 mm (Harisuseno et al., 2020).
Gambar 7 Kurva IDF
Intensitas curah hujan pada periode ulang 2 tahunan dengan persamaan Mononobe adalah (Harisuseno et al., 2020) :
ITR2=[107 24] [ 24
0,06]
2/3
ITR2= 238,83 mm/jam
Dalam pengukuran topografi diperoleh luas daerah pengaliran adalah 0,001 km2, sehingga diperoleh intensitas dan debit limpasan untuk periode ulang 2 tahunan sebagai berikut :
QpTR2 = 0,278 x 0,4 x 238,83 x 0,001 QpTR2 = 0,024 m3/det.
Analisis Kuantitas Resapan Limpasan
Penghitungan resapan limpasan ke dalam tanah dilakukan berdasarkan hasil pengukuran geolistrik 1-D untuk mengetahui kondisi air tanah (Hasan et al., 2021), dan geolistrik 2-D untuk melakukan identifikasi lapisan bawah permukaan di lokasi penelitian (Sastrawan et al., 2020). Selain itu dilakukan pula pengukuran permeabilitas tanah.
Dalam penelitian ini pengukuran geolistrik 1-D dilakukan pada banyak titik di lintasan dengan garis putus-putus, sedangkan pengukuran geolistrik 2-D dilakukan sebanyak delapan lintasan, selain itu
dilakukan pula pengukuran permeabilitas tanah pada tujuh titik (Gambar 8).
Gambar 8 Lintasan Geolistrik dan Titik Uji Permeabilitas Tanah
Koefisien limpasan didasarkan atas SNI 2415:2016 Tata Cara Perhitungan Banjir Rencana.
Pada lokasi penelitian koefisien limpasan diambil sebesar 0,4 untuk tingkat pemukiman dengan tingkat kepadatan rendah (Tabel 1).
Analisis Geolistrik 1-D
Gambar 9 Hasil Pengukuran Geolistrik 1-D Pada umumnya, semakin rendah nilai tahanan jenis tanah menunjukkan semakin banyak kandungan airnya. Tanah memiliki kandungan air yang cukup banyak apabila memiliki nilai tahanan jenis di bawah 1000 Ωm (Setiono, 2014). Hasil
101
pengukuran geolistrik 1-D pada penelitian menunjukkan nilai tahanan jenis < 1000 Ωm sampai kedalaman 77,8 m, sehingga menunjukkan tanah dalam kondisi jenuh air (Gambar 9).
Analisis Geolistrik 2-D
Hasil analisis geolistrik tanpa menggunakan uji gali (Gambar 10), pada lintasan 1 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 20 meter menunjukkan tahanan jenis endapan aluvium mayoritas memiliki tahanan jenis 5-10 Ωm, hanya beberapa bagian kecil yang menunjukkan tahanan jenis mendekati 1000 Ωm. Hal ini menunjukkan endapan aluvium dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Lintasan 2 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 45 meter menunjukkan tahanan jenis tanah mayoritas memiliki tahanan jenis 5-10 Ωm, hanya satu bagian kecil yang menunjukkan tahanan jenis > 750 Ωm.
Hal ini menunjukkan tanah dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Lintasan 3 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 40 meter menunjukkan tahanan jenis tanah mayoritas memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm, hanya satu bagian dengan kedalaman 25 meter memiliki nilai tahanan jenis > 750 Ωm. Hal ini menunjukkan kondisi tanah secara umum dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Pada lintasan 4 dengan pengukuran geolistrik 2-D sampai dengan kedalaman 15 meter, hampir seluruh kondisi tanah memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm atau berwarna biru tua. Sama dengan lintasan sebelumnya menunjukkan kondisi tanah secara umum dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Lintasan 5 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 25 meter menunjukkan tahanan jenis tanah mayoritas memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm, hanya satu bagian dengan kedalaman 10-25 meter memiliki nilai tahanan jenis mendekati 250 Ωm. Hal ini menunjukkan kondisi tanah secara umum dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Barat Lintasan 1 Timur Utara Lintasan 2 Selatan
Utara Lintasan 3 Selatan Timur Lintasan 4 Barat
Timur Lintasan 5 Barat Timur Lintasan 6 Barat
Selatan Lintasan 7 Utara Selatan Lintasan 8 Utara
Gambar 10 Hasil Pengukuran Geolistrik 2-D Lintasan 1-8
102
Pada lintasan 6 dengan pengukuran geolistrik 2-D sampai dengan kedalaman 20 meter, hampir seluruh kondisi tanah memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm atau berwarna biru tua, hanya sedikit bagian memiliki nilai tahanan jenis mendekati 150 Ωm. Hal ini menunjukkan kondisi tanah secara umum dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Lintasan 7 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 10 meter menunjukkan tahanan jenis tanah mayoritas memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm, hanya satu bagian dengan kedalaman sampai dengan 10 meter memiliki nilai tahanan jenis antara 250-300 Ωm. Hal ini menunjukkan kondisi tanah secara umum dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Lintasan 8 pengukuran geolistrik 2-D yang dilakukan sampai kedalaman 15 meter menunjukkan tahanan jenis tanah seluruhnya memiliki nilai tahanan jenis 5-10 Ωm atau berwarna biru tua. Hal ini menunjukkan kondisi tanah umumnya dalam kondisi jenuh air dan sulit untuk meresapkan air.
Berdasarkan delapan lintasan pengukuran geolistrik 2 D, kondisi lapisan tanah di lokasi penelitian memiliki tahanan jenis antara 5-10 Ωm, namun pada beberapa bagian terdapat lapisan tanah dengan tahanan jenis >75 Ωm. Kondisi tanah dengan tahanan jenis >75 Ωm merupakan lapisan batuan yang tidak tembus air, sedangkan lapisan dengan tahanan jenis antara 5-10 Ωm merupakan lapisan lempung dengan kondisi jenuh air. Secara umum, kondisi lapisan tanah dan batuan di lokasi penelitian sulit untuk meresapkan air.
Uji Permeabilitas Tanah
Berdasarkan kriteria permeabilitas tanah menurut USDA (United States Department of Agriculture) dalam (Grow, t.t.) permeabilitas tanah termasuk dalam rentang sangat lambat apabila memiliki nilai permeabilitas < 0,15 cm/jam, lambat apabila memiliki nilai 0,15-0,5 cm/jam, agak lambat dengan nilai 0,5-1,5 cm/jam, sedang 1,5-5,08 cm/jam, agak cepat dengan nilai 5,08-15,24 cm/jam, cepat dengan nilai 15,24-50,8 cm/jam, dan sangat cepat apabila memiliki nilai > 50,8 cm/jam.
Pada pengukuran permeabilitas tanah di tujuh titik lokasi penelitian yang dilakukan dengan lubang auger diperoleh nilai permeabilitas tanah (K) sebesar 0,02-1,68 cm/jam, sehingga memiliki nilai permeabilitas rendah.
Analisis Kapasitas Sumur Resapan
Pada analisis berdasarkan pengukuran geolistrik 1-D dan 2-D serta uji permeabilitas, didapatkan bahwa kondisi tanah memiliki nilai
tahanan jenis kecil dan nilai permeabilitas rendah, sehingga peresapan air ke dalam tanah akan membutuhkan waktu lama. Untuk mengetahui kapasitas sumur resapan yang dibutuhkan untuk meresapkan limpasan ke dalam tanah di lokasi penelitian dilakukan dengan persamaan 4.
Sumur resapan sesuai SNI memiliki bentuk silinder dengan diameter 1 meter, sehingga didapat luas permukaan sumur resapan sebesar 10,21 m2. Diasumsikan koefisien permeabilitas diambil nilai terbesar yaitu 1,68 cm/jam atau 0,0168 m/jam.
Sehingga debit yang dapat diresapkan ke dalam tanah sebesar :
Q = 10,21 x 0,0168 = 0,172 m3/jam
Berdasarkan perhitungan, debit limpasan atau volume limpasan periode ulang 2 tahunan didapat 0,024 m3/detik atau 87,671 m3/jam, kedalaman total sumur resapan diperoleh menggunakan persamaan 5 .
𝐻 = 2x3,14x0,5x0,016887,671
= 1660,438 m
Sehingga jumlah sumur resapan dengan kedalaman sumur resapan 3 meter berdasarkan persamaan 6 .
𝑛 =1660,438
3 = 554 buah.
Kondisi di lokasi penelitian akan menyulitkan untuk pembuatan sebanyak 554 buah sumur resapan. Oleh karena itu penerapan zero delta Q dapat dilakukan melalui cara lain, salah satunya adalah penggunaan kembali limpasan air hujan untuk air baku sesuai mutu kualitas air yang dipersyaratkan.
Penggunaan kembali Limpasan Air Hujan Penggunaan kembali limpasan air hujan untuk air baku dalam rangka penerapan zero delta Q harus memenuhi baku mutu air yang dipersyaratkan.
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup membagi baku mutu air menjadi empat kelas (PP No. 22 Tahun 2021). Untuk dapat digunakan menjadi air baku air minum baku mutu air minimal harus memenuhi baku mutu air kelas 1, sedangkan untuk air baku pertanaman minimal harus memenuhi baku mutu air kelas 4. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel air sesaat dari limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah. Sampel air yang diambil dalam
103
penelitian dibandingkan dengan baku mutu air yang dipersyaratkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan perbandingan dengan baku mutu air, sampel air limpasan memenuhi baku mutu air kelas 4 untuk pertanaman. Apabila akan dipergunakan untuk air baku air minum diperlukan pengolahan terlebih dahulu dan penambahan parameter uji baku mutu air lain seperti BOD, COD, dan logam untuk menjamin air limpasan memenuhi kelayakan sebagai air baku air minum.
Tabel 2. Perbandingan Mutu Air Sampel dengan Baku Mutu
Suhu (°C) pH TDS (mg/L)
DO (mg/L) Sampel Air
Limpasan 33,2 8,64 1510 9
Baku Mutu
Air Kelas 1 Dev. 3 6-9 1000 Min 6 Baku Mutu
Air Kelas 4 Dev. 3 6-9 2000 Min 1
Dalam Standar Cipta Karya, Pekerjaan Umum disebutkan bahwa kebutuhan air per orang per hari adalah 150 liter (Komalia and Indrawan, 2013).
Ketersediaan limpasan air hujan di lokasi penelitian berdasarkan analisis adalah sebesar 0,024 m3/detik, apabila diasumsikan terjadi hujan selama 30 menit diperoleh ketersediaan air untuk digunakan kembali sebesar 43,2 m3. Ketersediaan air ini dapat memenuhi kebutuhan air sebanyak 288 orang dengan asumsi embung yang ada di lokasi penelitian tidak digunakan sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan air.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lokasi penelitian termasuk dalam formasi endapan alluvium dalam CAT Semarang-Demak dengan akuifer produktif dan penyebaran luas. Pengukuran geolistrik 1-D dan 2D menunjukkan kondisi tanah jenuh air dan sulit untuk meresapkan air ke dalam tanah karena memiliki nilai permeabilitas tanah yang rendah, sehingga dibutuhkan 554 buah sumur resapan agar tidak terjadi limpasan permukaan.
Penerapan zero delta Q di Rusun Mahasiswa Politeknik PU dapat dilakukan dengan mengkombinasikan sumur resapan dengan teknologi lain misalnya biopori. Optimalisasi penerapan zero delta Q dapat dilakukan pula dengan mengkombinasikan antara resapan dan tampungan seperti penampungan air hujan, aquifer buatan simpanan air hujan (ABSAH), atau embung
sehingga air yang tertampung dapat digunakan kembali melalui pengolahan tertentu untuk memenuhi baku mutu air yang dipersyaratkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Politeknik Pekerjaan Umum dalam pendanaan penelitian dan Balai Air Tanah yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, A. W., dan Andajani, S. (2022). Penerapan Konsep Zero Delta Run-Off pada Perumahan Tataka Puri, Kabupaten Tangerang. Jurnal Teknik Sipil, 08(1). https://doi.org/10.26760/rekaracana Azis, A., Yusuf, H., dan Faisal, Z. (2016). Konservasi Air
Tanah Melalui Pembuatan Sumur Resapan Air Hujan Di Kelurahan Maradekaya Kota Makassar. INTEK: Jurnal Penelitian, 3(2), 87.
https://doi.org/10.31963/intek.v3i2.57 Badan Geologi. (1975). Peta Hidrogeologi Kota
Semarang. Kota Semarang: Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dariah, A. (2007). 16. Penetapan Konduktivitas Hidrolik Tanah Dalam Keadaan Jenuh: Metode Laboratorium.
Grow, D. E. (t.t.). Substrate and Dendrochronologic Streamflow Reconstruction. Research, University of Arizona.
Harisuseno, D., Wahyuni, S., dan Dwirani, Y. (2020).
Penentuan Formulasi Empiris Yang Sesuai Untuk Mengestimasi Kurva Intensitas Durasi Frekuensi. Jurnal Teknik Pengairan, 11(1), 47–
60.
https://doi.org/10.21776/ub.pengairan.2020.0 11.01.06
Hasan, M. F. R., Azhari, A. P., dan Agung, P. A. M.
(2021). Investigasi Sumber Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Schlumberger Dan Pengeboran.
Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan), 7(2).
https://doi.org/10.20527/jukung.v7i2.11950 Indramaya, E. A. (2013). Rancangan Sumur Resapan Air
Hujan Sebagai Salah Satu Usaha Konservasi Air Tanah Di Perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Indriatmoko, R. H. (2018). Penerapan Prinsip Kebijakan Zero Delta Q Dalam Pembangunan Wilayah.
Jurnal Air Indonesia, 6(1).
https://doi.org/10.29122/jai.v6i1.2457
Iriani, K., dan Gunawan, A. (2013). Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Konservasi Air Tanah Di Daerah Permukiman (Studi Kasus Di
104
Perumahan RT. II, III, Dan IV Perumnas Lingkar Timur Bengkulu). Jurnal Inersia, 5(1).
Juliandari, M. (2013). Efektivitas Lubang Resapan Biopori Terhadap Laju Resapan (Infiltrasi).
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 1(1).
https://doi.org/10.26418/jtllb.v1i1.3441 Komalia, K., dan Indrawan, I. (2013). Analisis
Pemakaian Air Bersih (PDAM) Untuk Kota Pematang Siantar.
Lestari, E., Makarim, C. A., dan Pranoto, W. A. (2019).
Zero run-off concept application in reducing water surface volume. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering, 508, 012019. https://doi.org/10.1088/1757- 899X/508/1/012019
Lies Kurniawati Wulandari, Kustamar, Hirijanto, dan Hery Setyobudiarso. (2021). Bantuan Teknis Pembuatan Sumur Injeksi Untuk Konservasi Mata Air Di Desa Petungsewu. INFOMANPRO,
10(1), 11–15.
https://doi.org/10.36040/infomanpro.v10i1.36 30
Muntaha, M. (2010). 42. Pemodelan Infiltrasi Air ke Dalam Tanah dengan Alat ”Kolom Infiltrasi”
untuk Menghitung Koefisien Permeabilitas Tanah Tidak Jenuh (kw). Jurnal Aplikasi Teknik
Sipil, 8(1), 35.
https://doi.org/10.12962/j12345678.v8i1.2732 Pamuji, K. E., dan Alzair, N. (2022). Kajian Dampak Pembangunan Kawasan Perkantoran Kabupaten Manokwari Selatan Terhadap Limpasan Pemukaan Di Subdas Ransiki. Jurnal
Natural, 17(2), 156–164.
https://doi.org/10.30862/jn.v17i2.151
PP No. 22 Tahun 2021. (2021). Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah Republik Indonesia.
Priandani, F. (2022). Identifikasi Lokasi Prioritas Untuk Pembangunan Akuifer Buatan Simpan Air Hujan (Absah) Di Wilayah Sungai Citanduy, Jawa Barat. Jurnal Sumber Daya Air, 18(2), 69–84.
https://doi.org/10.32679/jsda.v18i2.775 Putra, A. E., dan Hadi, M. P. (2015). Evaluasi
Penampungan Air Hujan (Pah) Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Di Desa Giriharjo Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Bumi Indonesia, 4(1).
Ramdhan, A. M., Arifin, A., Hermawan, E., dan M.
Hutasoit, L. (2021). Analisis Pengaruh Nilai Konduktivitas Hidraulik Dan Dispersivitas Dinamik Terhadap Remediasi Air Tanah Menggunakan Simulasi Numerik. Jurnal Teknik
Hidraulik, 12(2), 107–118.
https://doi.org/10.32679/jth.v12i2.658 Sastrawan, F. D., Arisalwadi, M., dan Rahmania, R.
(2020). Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan
Berdasarkan Data Resistivitas 2 Dimensi. JST (Jurnal Sains Terapan), 6(2).
https://doi.org/10.32487/jst.v6i2.903
Saves, F. (2021). Penerapan Ecodrainage Melalui Biopori Di Jalan Dukuh Kupang Surabaya.
Pawon: Jurnal Arsitektur, 5(2), 185–200.
https://doi.org/10.36040/pawon.v5i2.3468 Setiono, D. A. (2014). Studi Pengaruh Kandungan Air
Tanah Terhadap Tahanan Jenis Tanah Lempung (Clay). Jurnal Teknik Elektro Universitas Tanjungpura, 2(1).
Sharma, R., dan Malaviya, P. (2021). Management of stormwater pollution using green infrastructure: The role of rain gardens. WIREs
Water, 8(2).
https://doi.org/10.1002/wat2.1507
SK SNI 03-2453-2002. (2002). Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Badan Standarisasi Nasional.
SNI 2415 2016. (2016). Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Badan Standarisasi Nasional.
Suhardi, Munir, A., Faridah, S. N., Waris, A., Sapsal, M.
T., dan Samsuar. (2019). Use of The Zero Run- Off System to Minimaze of Surface Run Off on Cacao Land. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 355(1), 012104.
https://doi.org/10.1088/1755- 1315/355/1/012104
Wardhana, Y. A. W., Fauzan, I., dan Rengganis, H.
(2019). Potensi Air Tanah Di Wilayah Pengungsian Erupsi Gunung Agung Bali. Jurnal
Teknik Hidraulik, 10(2).
https://doi.org/10.32679/jth.v10i2.602 Wirasembada, Y. C., Setiawan, B. I., dan Saptomo, S. K.
(2017). Penerapan Zero Runoff System (ZROS) dan Efektivitas Penurunan Limpasan Permukaan Pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten. MEDIA KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL,
23(2), 102.
https://doi.org/10.14710/mkts.v23i2.15983 Yanti, R. M. K., Pratama, M. I. P., Sukmara, R. B., Anisa,
S., dan Maulita, D. (2022). Optimalisasi Penerapan Kebijakan Zero Delta Q Policy dalam Skala Perumahan di Balikpapan. COMPACT:
Spatial Development Journal, 1(1).
https://doi.org/10.35718/compact.v1i1.736