Jurnal Spasial Volume 8, Nomor 2
ANALISIS PEMETAAN SEBARAN PADANG LAMUN SEBELUM DAN SELAMA PANDEMI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 OLI DI KOTA KEPULAUAN TERNATE
Penulis : Ashlah Afdlalul Ihsan, Alda Fauzia, Tasya Alifah Khansa, Riki Ridwana, Nandi Sumber : Volume 8, Nomor 2, 2021
Diterbitkan Oleh : Program Studi Pendidikan Geografi, STKIP PGRI Sumatera Barat Doi : https://doi.org/10.22202/js.v8i2.4909
Copyright © 2021, Jurnal Spasial ISSN: 2540-8933 EISSN: 2541-4380
Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat Untuk Mengutip Artikel ini :
Ihsan, Ashlah Afdhalul. Dkk. 2021.
Analisis Pemetaan Sebaran Padang Lamun Sebelum Dan
Selama Pandemi Menggunakan Citra Landsat-8 OLI Di Kota Kepulauan Ternate
. Jurnal Spasial, Volume 8, Nomor 2, 2021:85-94. https://doi.org/10.22202/js.v8i2.4909.85
Jurnal Spasial
Volume 8, Nomor 2, Juni, 2021
http://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/spasial
ANALISIS PEMETAAN SEBARAN PADANG LAMUN SEBELUM DAN SELAMA PANDEMI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-8 OLI DI KOTA KEPULAUAN TERNATE
1Ashlah Afdlalul Ihsan, 2Alda Fauzia, 3Tasya Alifah Khansa, 4Riki Ridwana, 5Nandi
1Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Kota Bandung, 40154, Indonesia, [email protected]
2Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Kota Bandung, 40154, Indonesia, [email protected]
3Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Kota Bandung, 40154, Indonesia, [email protected]
4Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Kota Bandung, 40154, Indonesia, [email protected]
5Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Kota Bandung, 40154, Indonesia, [email protected]
A R T I K E L I N F O A B S T R A C T
Article history:
Received 5 May 2020 Accepted 10 May 2020 Available online 30 June 2020
Seagrass beds are ecosystems that can be found in shallow or coastal waters and very important habitats for shallow marine life. Although from year to year human activities give negative impact on the seagrass ecosystem that damaged this ecosystem, but in the Covid-19 pandemic phenomenon that has occurred for more than a year has forced humans to reduce their activities. Therefore, by mapping the distribution of seagrass beds before and until the current pandemic, information can be obtained about the changes experienced by the seagrass beds. The mapping of seagrass beds uses Landsat 8-OLI imagery and processed using QGIS, ENVI, and ArcGIS software. The method used is pre-processing the image with atmospheric correction, cloud masking, Dark Object Subtraction (DOS), and finally processing it using the Unsupervised Classification ISO-DATA (Unsupervised Classification ISO-DATA) classification. The final result shows that the land distribution of seagrass beds has increased by 16.9% in May 2021 from January 2020, although in some areas the area of seagrass has decreased.
Keyword:
Seagrass Remote Sensing Landsat 8-OLI Mapping
©2021 Jurnal Spasial All rights reserved.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat membentang dari sabang sampai Merauke, bahkan dua per tiganya merupakan wilayah lautan yang luas. Secara geografis Indonesia membentang dari 60 LU sampai 110 LS dan 920 sampai 1420 BT, terdiri dari pulau- pulau besar dan kecil yang jumlahnya kurang lebih 17.504 pulau. Tiga per- empat wilayahnya adalah laut (5,9 juta km2), dengan panjang garis pantai 95.161 km, terpanjang kedua setelah Kanada(Lasabuda, 2013).
Kondisi fisik lingkungan Indonesia dengan garis pantai yang panjang merupakan potensi sumberdaya alam yang harus di optimalkan. Berbagai macam keuntungan dari negara yang memiliki garis pantai terpanjang diantaranya dapat dimanfaatkan untuk wisata bahari, peternakan ikan, dan budidaya biota laut. Keuntungan lain yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritim adalah posisi strategis Indonesia.(Roziqin & Gustin, 2017) Seperti keanekaragaman hayati di laut atau bahari yang sangat melimpah namun juga terancam kedepannya, kemudian salah satu contohnya adalah padang lamun. Indonesia pula memiliki pulau-pulau terluar yang harus dijaga
86 baik itu secara kedaulatan ataupun secara ekologis nya. Seperti apa yang akan kami kaji pada Kepulauan Ternate yang berada di Maluku Utara.
Tabel 1 Perbatasan Kota Kepulauan Ternate
Perbatasan Kota Kepualauan Ternate
Utara Laut Maluku
Selatan Kepulauan Tidore
Barat Laut Maluku
Timur Halmahera Barat Sumber:(Bps 2021.Pdf, n.d.)
Sumber (Source): Inageoportal Badan Informasi Geografis (2021).
Gambar 1. Administrasi Kota Ternate.
Kota ternate merupakan salah satu wilayah yang memiliki keanekaragaman bahari baik itu dalam ekosistem dan dalam aspek lainnya. Di wilayah pesisir Kota Ternate, ekosistem padang lamun sebagian besar tersebar di bagian timur dan selatan wilayah pulau Ternate. Penyebarannya dimulai dari kelurahan Sangaji, kelurahan Kasturian, kelurahan Salero, kelurahan muhajirin, kelurahan mangga dua hingga kelurahan Kastela dan Rua. Hal ini dikarenakan, wilayah pesisir timur dan selatan pulau Ternate memiliki dinamika perairan yang cukup tenang dengan substrat yang mendukung untuk pertumbuhan lamun (Ilmu Kelautan Universitas Khairun et al., 2018)
Namun sayang segala potensi dari Kepulauan Kota Ternate terhalang oleh pandemi Covid- 19. Seperti yang diketahui bahwa pandemi merupakan Bencana terkait wabah penyakit menular yang berskala besar sehingga berdampak pada morbiditas dan mortalitas di berbagai tempat sehingga menyebabkan permasalahan pada aspek sosial, ekonomi, politik (Cheval et al., 2020).
Pada tahun 2019 wabah virus korona baru yang di namakan Covid-19 menyebar dengan cepat dari Wuhan Cina, hingga awal 2020 hampir semua negara di dunia terinfeksi virus ini, sehingga WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global. Setelah hampir semua negara di dunia terinfeksi covid-19, berbagai upaya di lakukan untuk mencegah penyebaran lebih luas, salah satunya dengan melakukan lockdown dan social distancing. upaya ini ternyata sangat berpengaruh terhadap lingkungan, baik yang positif seperti penurunan gas emisi, penurunan polutan meningkatnya
87 kualitas udara dan air di perkotaan maupun dampak negative seperti pencemaran di garis pantai akibat pembuangan bahan sanitasi(Anggraeni et al., 2017).
Covid-19 secara tidak langsung memberikan efek domino pada perkembangan pemerintahan, ilmu pengetahuan baik dalam lokal, regional dan global melalui dampak positif dan negative seperti infrastruktur dalam menangani masalah lingkungan, termasuk ekosistem dan perubahan iklim. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh NASA dan ESA diketahui bahwa setelah covid-19 melanda dunia, terjadi penurunan polusi sampai dengan 30% di beberapa negara seperti Wuhan, Italia, Spanyol dan Amerika. salah satu factor yang mempengaruhinya adalah karena dilakukannya lockdown sehingga aktivitas transportasi berkurang yang berdampak pada penurunan permintaan minyak bumi. Dengan pengurangan aktivitas transportasi dan penggunaan minyak bumi sangat berdampak pada kualitas lingkungan. Oleh karena itu peran GIS penting untuk mengidentifikasi metode untuk menganalisis segala dinamika yang terjadi selama pandemic (Muhammad et al., 2020; Saadat et al., 2020; Suryatini, Kadek Yuniari & Rai, I Gusti Ayu, 2020).
Sejak pertama kali di kembangkan secara digital oleh CGIS (Canadian), Sistem Informasi Geografis terus berkembang dan kompleks (Bahtiar & Sifaunajah, 2018; Ilyas et al., 2020; Putra, 2018). Berbagai informasi padang lamun dapat didapatkan dengan membuat pemetaan perairan melalui memanfaatkan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dengan berbagai resolusi spasial baik yang rendah, sedang hingga yang tinggi (Dekker et al., 2005; Yang & Yang, 2009). Adanya peningkatan dalam Teknik penginderaan jauh ini karena digabungkannya kecanggihan sensor, instrumentasi optic in situ, dan alat model iklim cahaya dibawah air dengan metode inversi. Penginderaan jauh satelit multi-spectral sangat bermanfaat dan efektif dalam penghematan biaya dan waktu sebagai upaya untuk mendeteksi sebuah perubahan berskala kecil maupun besar dalam distribusi lamun maupun luas dari padang lamun dari waktu ke waktu (Dekker et al., 2005)
Tumbuhan lamun merupakan tumbuhan yang hidup di dalam air dengan struktur daun yang tegak, memiliki akar yang rimpang dan dapat berbunga atau disebut angiosperma. Dalam ekosistem padang lamun, tumbuhan ini menjadi makan utama bagi binatang yang hidup di dalamnya, seperti penyu hijau dan dugong juga menjadi tempat tinggal bagi ikan karang, sebagai pengolah zat hara termasuk elemen yang langka, pengikat karbon juga berperan dalam penyerapan nutrient akibat limpasan pasir sehingga menstabilkan sedimen di ekosistem tersebut yang nantinya berdampak pada tingkat kejernihan air. Sebagai produsen primer, lamun dapat mengikat karbondioksida (CO2) lalu diolah dan diubah menjadi energi yang berperan pada rantai makanan melalui pemangsaan secara langsung oleh binatang yang hidup di sekitarnya maupun melalui dekomposisi serasah (Adi, 2015); (Potosí et al., 2017). Tumbuhan lamun juga berperan sebagai penyerap nutrien dari limpasan pasir dengan daunnya yang lebat sehingga dapat memperlambat aliran air yang dipengaruhi oleh arus dan ombak. Hal ini membuat perairan di sekitarnya menjadi lebih tenang dan mencegah erosi pantai. Rimpangnya akar lamun berdampak pada kestabilan permukaan laut. Lamun juga berfungsi mendaur ulang zat hara, salah satunya Fosfat yang di tahan oleh daun lamun seiring waktu akan bergerak mengikuti sepanjang daun lalu masuk ke algae epifiotik. Akarnya dapat menyerap fosfat yang dikeluarkan oleh daun yang membusuk yang berada di celah sedimen. Unsur hara ini berpotensi untuk epifit yang berada di medium miskin fosfat (Hernawan et al., 2017)
Lamun merupakan tumbuhan berbunga di laut yang hidup pada ekosistem padang lamun (Seagrass Bed) khusunya pada daerah tropis dan subtropis. Lamun merupakan satu-satunya tanaman berbunga (angiosperma) yang dapat hidup dibawah air dengan daun tegak, memanjang dan akar yang rimpang. Lamun ini merupakan makanan utama bagi dugong dan penyu hijau, selain itu lamun merupakan habitat penting bagi ikan-ikan kecil, udang, tempat persembunyian ikan karang, pendaur zat hara dan elemen-eleman langka, serta penyerap nutrient dari limpasan pesisir yang dapat membantu menstabilkan sedimen dan menjaga kejernihan air. Kestabilan ini
88 selanjutnya dapat membantu terumbu karang agar terhindar dari sedimentasi dapat menyebabkan matinya terumbu karang ((Anggraeni et al., 2017); Hernawan et al., 2017). Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km, tetapi diperkirakan kini telah menyusut 30-40% (Patty, 2016).
Manfaat lamun secara umum terbagi atas dua kelompok, yaitu manfaat secara ekologi dan ekonomis. Manfaat secara ekologis lebih mengarah pada fungsinya di perairan laut dangkal. Secara ekonomis dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan baku produk - produk tradisional seperti pupuk, cerutu, mainan anak – anak, keranjang anyaman, pengisi kasur, makanan dan jaring ikan.
Lamun juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk modern seperti penyaring limbah, stabilisator pantai, bahan baku pada pabrik kertas, dan obat –obatan. Selain itu di jadikan bahan pakan ternak (Maabuat & Langoy, n.d.; Utomo et al., 2017).
Padang lamun yang begitu luas memungkinkan banyaknya biota yang hidup berasosiasi dengan lamun seperti alga, moluska, krustasea, enchinodermata, mamalia dan ikan. Padang lamun banyak di huni oleh ikan-ikan, baik tinggal menetap, sementara maupun mengunjungi untuk mencari makan atau melindungi diri dari pemangsa (Lubis et al., 2017) Walaupun peranan lamun begitu besar, namun perhatian terhadap ekosistem lamun masih sangat kurang.
Pertumbuhan dan kepadatan lamun sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut, turbiditas, salinitas dan temperatur perairan. Kegiatan manusia di wilayah pesisir seperti perikanan, pembangunan perumahan, pelabuhan dan rekreasi, baik langsung maupun tidak langsung juga dapat mempengaruhi eksistensi lamun. Fauna yang berasosiasi dengan lamun biasanya sensitif oleh adanya siltasi dan rendahnya kadar oksigen terlarut akibat tingginya BOD di daerah lamun.
Oleh karena itu segala bentuk perubahan di wilayah pesisir akibat aktivitas manusia yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan fungsi sistem ekologi padang lamun. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap hilangnya unsur lingkungan seperti daerah pemijahan, nursery ground bagi ikan maupun udang (Tangke, 2010).
Banyak kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah mengorbankan ekosistem padang lamun, seperti kegiatan reklamasi untuk pembangunan kawasan industri atau pelabuhan ternyata menurut data yang diperoleh telah terjadi pengurangan terhadap luasan kawasan padang lamun, sehingga pertumbuhan, produksi ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan (Tangke, 2010) Kerusakan ekosistem lamun, antara lain, karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing) (Patty, 2016) Perubahan kondisi lingkungan baik secara spasial atau pun temporal memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan serta kesehatan padang lamun. Hal tersebut menggambarkan bahwa upaya kita dalam menjaga ekosistem lamun masih sangatlah kurang, dimana seharusnya hal itu dapat pula mendasari pemahaman terhadap kita agar mengelola perairan laut secara efektif.
Dari penjelasan diatas maka dengan memetakan sebaran padang lamun sebelum dan sampai pandemic sekarang berlangsung maka dapat diperoleh informasi mengenai perubahan yang dialami oleh padang lamun. Terlebih lagi pemetaan padang lamun menggunakan citra satelit di Indonesia belum begitu banyak, sehingga informasi tersebut pasti sangat diperlukan dan dapat dijadikan dasar dalam perencanaan pengelolaan ekosistem pesisir. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sebaran lamun dan persentase tutupan dengan membandingan data yang ada pada tahun sebelum dan sampai pandemic sekarang berlangsung.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kota Ternate yang terdapat 2 Pulau yaitu pulau Ternate dan Pulau Hiri dari tanggal 8 April 2021 hingga 3 Juni 2021. Berdasarkan lokasi Geografis, lokasi penelitian terletak dari 127°17’30” BT - 127°23’30” BT dan 0°45’15” LU - 0°55’00” LU. Lokasi
89 penelitian tersebar di seluruh wilayah Kota Ternate yang memfokuskan pada ekosistem padang Lamun yang berada di pesisir Pulau.
Pengumpulan Data
Data utama yang digunakan adalah Citra Landsat oli 8 channel 2 level 1 dengan perekaman tanggal 29 Januari 2020 dan 5 April 2021. Citra Landsat 8 terdiri dari 11 Kanal yang terdiri dari Band Visible, Near Infrared, Short Wave Infrared, Panchromatic dan Thermal. Resolusi kanal 1,2,3,4,5,6,7,9 yaitu 30m, resolusi kanal 8 yaitu 15m dan resolusi kanal 10 dan 11 adalah 100m.
Pada penelitian ini kanal yang digunakan adalah 4,3,2 atau komposit band cahaya tampak (natural color) menunjukan kenampakan yang sesungguhnya di alam. Penggunaan konposit kanal natural color ini membantu dalam penentuan lautan, daratan, hutan, dan garis pantai sebagai batas laut dan darat.
Analisis Data
Preprocessing Image dengan Koreksi Atmosferik DOS-1 SAC (Semi-Automatic Classification) Koreksi atmosferik sebagai langkah pertama dalam pengolahan data sebelum di analisis lebih lanjut. Sedangkan koreksi radiometric dilakukan untuk memperbaiki citra yang terkena efek atmosferik sehingga kenampakan nya kurang tajam. Citra Landsat-8 OLI memiliki metadata yang mengkoneksikan nomor band dan nilainya didalam MTL Variabel pada spesifik band citra. Untuk mendapatkan data secara optimal maka perlu dilakukan proses mendapatkan nilai surface reflectance, oleh karena itu penggunaan Koreksi Atmosferik Semi-Automatic Classfication dengan Teknik komputasi Dark Object Subtraction-1 (DOS-1) dipilih dan dilakukan karena lebih simple dan efektif juga untuk meningkatkan estimasi dari Surface Reflactance. Dalam jurnal “Processing Image to Geographical Information Systems (PI2GIS)—A Learning Tool for QGIS” yang ditulis oleh Rui C dkk mengutip dari Chavez (1996) menjelaskan bahwa SAC DOS-1 ini adalah koreksi atmosfer yang berbasis gambar dengan cara bahwa di dalam gambar beberapa piksel berada dalam bayangan lengkap dan pancarannya yang diterima di satelit disebabkan oleh hamburan atmosfer (pancaran jalur). (Correia et al., 2018)
Cloud Masking
Cloud masking adalah proses pendeteksian awan dan bayangannya yang pada tahap selanjutnya akan dilakukan masking. (Sinabutar, J.; Sasmito,B; Sukmono, A., 2020), proses masking awan citra adalah proses yang bertujuan untuk membedakan obyek satu dengan obyek lainnya sehingga dapat meminimalisisr klasifikasi yang salah. Pada paper ini dilakukan masking awan yaitu masking untuk awan menggunakan BQA lebih baik digunakan pada citra yang bersih dari awan tipis. (Merbabu et al., 2019)
Dark Object Substracktion
Metode DOS mengasumsikan didalam citra satelit terdapat nilai reflektansi rentang sampai nol persen meliputi air, bayangan dan hutan lebat sehingga sinyal yang ditanggkap oleh sensor adalah hasil dari hamburan atmosfer (AL-Khakani & Ali, n.d.). Metode DOS bergantung pada data citra dan banyak digunakan oleh komunitas geospasial dalam pengolahan citra penginderaan jauh . Karena itu dalam penelitian ini kami menggunakan Dark Object Substraction dalam step pengolahan citra yang nantinya digunakan dalam pengklasifkasi Ekosistem Lamun (Gilmore et al., n.d.).
Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised Classification) ISO-DATA
Citra yang telah terkoreksi atmosferik, koreksi glint dan terkoreksi kolom air dan telah dilakukan masking kemudian diterapkan klasifikasi tidak termbimbing (unsupervised classification) ISO-DATA. ISODATA menghitung rata-rata kelas secara konsisten diedarkan di ruang data sebelum mengelompokkan piksel berkelanjutan secara berulang menggunakan pendekatan jarak paling sedikit. Setiap iterasi menghitung ulang sarana serta mengklasifikasikan ulang piksel melalui cara baru, Algoritma ISODATA memungkinkan jumlah cluster yang akan disesuaikan secara
90 otomatis selama iterasi dengan menggabungkan cluster yang serupa dan memisahkan cluster dengan standar deviasi yang besar (Surjss, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem perairan dangkal yang paling produktif, mempunyai fungsi ekologis dalam kehidupan berbagai organisme laut dan sistem pesisir lainnya.
Perairan Ternate, Tidore dan sekitarnya mempunyai potensi ekosistem perairan dangkal yang tinggi diantaranya padang lamun. Pada umumnya kondisi padang lamun di perairan timur cenderung masih terjaga dan lestari. Namun hal itu tidak menjamin bahwa ekosistem ini akan terus terjaga, sehingga perlu diperhatikan dan terus dilakukan pemantauan terhadap perubahan lingkungan di wilayah pesisir. Dengan terjaganya kelestarian ekosistem padang lamun diharapkan padang lamun menjadi sangat penting untuk mendukung keberlanjutan bagi pemanfaatan sumber daya perikanan bagi masyarakat nelayan. Berdasarkan penelitian sebelumnya kondisi padang lamun di wilayah timur Indonesia ditemukan 10 spesies lamun antara lain Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, Halopila decipiens dan Thalassosendron ciliatum.
Ditemukannya 10 spesies dari 12 spesies yang ada di perairan Indonesia memberikan gambaran bahwa perairan timur termasuk memiliki jumlah keanekaragaman spesies lamun‘tinggi’.
Berdasarkan hasil penghitungan total luas lamun saat ini di perairan timur Indonesia yaitu 284.660 ha. Kondisi lamun dikategorikan ‘sehat’ atau ‘baik’ sekitar 43%, untuk ‘kurang sehat’ atau ‘sedang’
sekitar 50%, dan untuk ‘miskin’ atau ‘jelek’ sekitar 7% (Supriyadi, I.H et al., 2018).
Kemudian untuk kondisi lamun pada wilayah Ternate dan Tidore Berdasarkan penelitian sebelumnya sudah dilakukan pemetaan kondisi padang lamun pada Kota Kepulauan Ternate oleh Simon Patty. Berdasarkan laporannya dijelaskan bahwa hasil interpretasi data citra Landsat 8 diketahui bahwa luas lamun di sepanjang garis pantai pulau Hiri 10,98 ha, pulau Ternate 166,41 ha, pulau Maitara 25,56 ha dan Pulau Tidore 199,62 ha , Secara keseluruhan luas total padang lamun cenderung berada di pesisir pantai pulau Maitara, jika dibandingkan sebaran lamun di pulau Hiri, pulau Ternate dan pulau Tidore yang bersifat parsial (Patty, 2016).
Setelah memahami referensi pada kajian kondisi lamun di penelitian sebelumnya, pada kajian pemetaan ini kami melakukan pemetaan menggunakan citra Landsat 8-OLI. Citra yang telah dikoreksi atmosferik menghasilkan citra yang memiliki nilai pixel baru, dari Digital number ke reflectance. Sehingga segala objek atmosferik seperti awan tipis dapat di hilangkan. Citra Landsat 8 memiliki resolusi radiometric sebesar 16 bit, sehingga Landsat 8 memiliki gradasi warna (greyscale) yang berjumlah 216. Penelitian ini menggunakan dua citra dengan scene waktu yang berbeda, maka meskipun keduanya menggunakan komposit band yang sama (432) namun memiliki keadaan awan yang berbeda.
91
Sumber: Hasil Analisis Penulis (2021)
Gambar 2. Peta Persebaran Padang Lamun di Kota Ternate Tahun 2020 dan 2021
Sumber: Hasil Analisis Penulis (2021)
Gambar 3. Hasil Reclassifikasi Unsupervised Peta Persebaran Padang Lamun di Kota Ternate Tahun 2020
Hasil analisis klasifikasi unsuperviced dengan citra tahun 2020 menghasilkan jumlah luasan padang lamun sebanyak 368,8 ha. Padang lamun di Kota Ternate tersebar di seluruh wilayah pesisir dimana luasan terbesar yaitu pada kecamatan Ternate sebanyak 179,1 ha.
92 Sedangkan luasan lamun paling sedikit ada di kecamatan Ternate Tengah Dengan luas 5,7 Ha.
Monitoring perubahan luasan padang lamun yang ada di kota ternate dapat dilihat dengan pengolahan citra Landsat 8 dari tahun 2020 hingga tahun 2021. Peningkatan luasan padang lamun di Kota Ternate yaitu sebesar 62,64 ha.
Sedangkan untuk hasil analisis klasifikasi unsuperviced pada citra tahun 2021 menghasilkan sebaran padang lamun seluas 431,34 Ha. Padang lamun yang berada di Kota Ternate tersebar hampir di seluruh wilayah pesisir. Padang lamun dengan luasan terbesar berada pada kecamatan Ternate yaitu seluas 237,26 Ha. Sedangkan padang lamun dengan luasan paling sedikit berada pada kecamatan Ternate Tengah yaitu seluas 16,22. Berikut adalah table luasan padang lamun di Kota Ternate pada tahun 2021:
Jika dibandingkan dengan luasan padang lamun pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2020, padang lamun di Kota Ternate mengalami peningkatan sebesar 62,64 Ha. Dari semua kecamatan yang ada di Kota Ternate, hanya kecamatan Ternate Utara dan kecamatan Moti saja yang mengalami penurunan luasan padang lamun. Sedangkan pada kecamatan lainnya luasan lamun bertambah bahkan hingga 2 kali lipat. Berikut adalah tabel perbandingan luasan persebaran padang lamun di Kota Ternate dari tahun 2020-2021:
Tabel 2. Perbandingan luasan persebaran padang lamun di Kota Ternate dari tahun 2020-2021
Kecamatan Tahun 2020 Tahun 2021 Selisih Keterangan
Ternate 179,1 237,26 58,6 Peningkatan
Ternate Utara 46,5 35,55 10,95 Penurunan
Ternate Tengah 5,7 16,22 10,52 Peningkatan
Ternate Selatan 57 103,2 46,2 Peningkatan
Moti 81,9 71,18 10,72 Penurunan
Jumlah (Total) 368,8 431,34 62,64 Peningkatan
Sumber (Source): Hasil Analisis Penulis (2021).
Bertambah luasnya padang lamun ini dapat diketahui dengan melihat factor yang mempengaruhi sebaran padang lamun. Factor internal yang mempengaruhi adalah kemampuan tumbuhan lamun dalam bereproduksi dengan menyebarkan bibit dibawah permukaan sedimen sejauh beberapa centimeter. Adapun bibit buah pada kolom perairan bisa mencapai 3-15 meter (Adi, 2015). Perbedaan yang mungkin terjadi ada di jenis vegetasi lamun. Kondisi lingkungan seperti kualitas nutrient dan substrat yang tidak merata menyebabkan persebaran lamun yang tidak tumbuh secara rata di semua tempat. Selain itu kondisi perairan juga mempengaruhi ekosistem padang lamun secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan fisik laut akan berpengaruh pada struktur komunitas biota yang ada di dalamnya. Berdasarkan data LIPI, status padang lamun di Kota ternate berada pada rentang kurang sehat.
Peningkatan luasan padang lamun tersebut bisa dikarenakan oleh factor alami maupun akibat pembatasan akivitas manusia selama pandemi COVID-19. Akibat penurunan akivitas manusia itulah kondisi lamun ikut terjaga dan semakin bertambah luasannya. Penambahan luasan padang lamun tentunya membawa dampak positif bagi biota laut dan manusia. Semakin bertambahnya jumlah padang lamun akan memberikan manfaat pada alam seperti menjaga kecerahan perairan, bertambahnya makanan bagi beberapa ikan di laut, habitat bagi ikan, sebagai pelindung pantai, menyerap karbondioksida pada perairan untuk fotosintesis hingga mengurangi polusi yang ada di bumi dan lain-lain.
93
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa kondisi padang lamun di Kota Ternate mengalami peningkatan sebesar 62,64 Ha. Dari semua kecamatan yang ada di Kota Ternate, hanya kecamatan Ternate Utara dan kecamatan Moti saja yang mengalami penurunan luasan padang lamun.
Sedangkan pada kecamatan lainnya luasan lamun bertambah bahkan hingga 2 kali lipat. Peningkatan luasan padang lamun tersebut bisa dikarenakan oleh factor alami maupun akibat pembatasan akivitas manusia selama pandemi COVID-19. Akibat penurunan akivitas manusia itulah kondisi lamun ikut terjaga dan semakin bertambah luasannya Perlu diketahui bahwa pemetaan ini belum bisa melakukan groundchecking pada wilayah kajian kami yaitu Kota Kepulauan Ternate dikarenakan kondisi pandemi ini, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan uji akurasi dan ground check lapangan agar dapat memperoleh akurasi yang tepat dalam melakukan pemetaan padang lamun di wilayah Kota Kepulauan Ternate ini.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih banyak kepada rekan satu tim yang sudah menyusun, memberikan ide, meluangkan waktu dan tenaga dalam penyusunan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada orang tua, keluarga, dosen pembimbing dan rekan rekan di Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia yang sudah memberikan bantuan, support dan masukan dalam pengerjaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, W. (2015). Kajian Perubahan Luasan Padang Lamun Dengan Review of Seagrass Bed Cover Changes Using Remote Sensing At Lepar Island Bangka Belitung Islands Province. 7(1), 71–78.
AL-Khakani, E. T., & Ali, H. M. (n.d.). Dark Object Subtraction of Landsat MSS Satellite Images. 14.
Anggraeni, D., Fauzi, M. N., & Ngesti, N. (2017). Pemetaan Sebaran Padang Lamun Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 Di Kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku (Mapping of Seagrass Beds Distribution Using Landsat 8 Satellite Imagery in Tanimbar Islands Maluku Tenggara Barat Reg. 871–880.
Bahtiar, N. D., & Sifaunajah, A. (2018). Perancangan sistem informasi geografis penyebaran penyakit demam berdarah dengue di wilayah jombang. Saintekbu, 10(1), 83–91. https://doi.org/10.32764/saintekbu.v10i1.165
Bps 2021.pdf. (n.d.).
Cheval, S., Adamescu, C. M., Georgiadis, T., Herrnegger, M., & Piticar, A. (2020). Yang Diobservasi dan Potensi Dampak Pandemi COVID- 19 terhadap Lingkungan.
Correia, R., Duarte, L., Teodoro, A. C., & Monteiro, A. (2018). Processing image to geographical information systems (PI2GIS)—A learning tool for QGIS. Education Sciences, 8(2). https://doi.org/10.3390/educsci8020083
Dekker, A. G., Brando, V. E., & Anstee, J. M. (2005). Retrospective seagrass change detection in a shallow coastal tidal Australian lake.
Remote Sensing of Environment, 97(4), 415–433. https://doi.org/10.1016/j.rse.2005.02.017
Gilmore, S., Saleem, A., & Dewan, A. (n.d.). Effectiveness of DOS (Dark-Object Subtraction) method and water index techniques to map wetlands in a rapidly urbanising megacity with Landsat 8 data. 9.
Hernawan, U. E., NDM, S., IH, S., Suyarso, MY, I., K, A., & Rahmat. (2017). COREMAP-CTI Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. COREMAP- CTI Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, 26.
Ilmu Kelautan Universitas Khairun, Ridwan Lessy, M., & Ramili, Y. (2018). Restorasi lamun; studi transplantasi lamun Enhalus acaroides di perairan pantai Kastela, Kota Ternate. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan, 1(1), 40–47.
https://doi.org/10.33387/jikk.v1i1.680
Ilyas, T. P., Bisman Nababan, Hawis Madduppa, & Dony Kushardono. (2020). Pemetaan Ekosistem Lamun Dengan Dan Tanpa Koreksi Kolom Air Di Perairan Pulau Pajenekang, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 12(1), 9–23.
https://doi.org/10.29244/jitkt.v12i1.26598
Lasabuda, R. (2013). Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif negara kepulauan republik indonesia. Jurnal ilmiah platax, 1(2), 92. https://doi.org/10.35800/jip.1.2.2013.1251
Lubis, M. Z., Sari, D. P., Aprilliyanti, T., Daulay, A. K., Hanafi, A., Ananda, F., Saputri, D. A., Aminah, S., Zabid, M. A. P., & Ibrahim, M. M.
(2017). Penggunaan citra landsat 8 untuk pemetaan persebaran lamun di pesisir Pulau Batam. Dinamika Maritim, 6(1), 7–11.
Maabuat, P. V., & Langoy, M. (n.d.). Analisis Keanekaragaman Lamun Di Pesisir Pulau Karakelang Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. 5.
Merbabu, G., Tengah, J., Sitorus, W. M., Sukmono, A., & Bashit, N. (2019). Identifikasi Perubahan Kerapatan Hutan Dengan Metode Forest Canopy Density Menggunakan Citra Landsat 8 Tahun 2013, 2015 Dan 2018 (Studi Kasus: Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah). Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 338–347.
Muhammad, S., Long, X., & Salman, M. (2020). COVID-19 pandemic and environmental pollution: A blessing in disguise? Science of The Total Environment, 728, 138820. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138820
Patty, S. I. (2016). Pemetaan Kondisi Padang Lamun Di Perairan Ternate, Tidore Dan Sekitarnya. Junral Ilmiah Platax, 4(1), 9–18.
Potosí, L., Potosí, S. L., Ingeniería, F. De, Autónoma, U., Luis, D. S., Doctor, P., Nava, M., & Universitaria, Z. (2017). (Received June 2016;
accepted March 2017). 33(4), 655–669.
94
Putra, A. (2018). Pendekatan metode normalized difference vegetation index (ndvi) dan lyzenga untuk pemetaan sebaran ekosistem perairan di kawasan pesisir teluk benoa, bali. Jurnal ilmiah geomatika, 23(2), 87. https://doi.org/10.24895/JIG.2017.23- 2.729
Roziqin, A., & Gustin, O. (2017). Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam. Proceedings of the Industrial Research Workshop and National Seminar, 295–299.
S u r j s s. (2016). 48(2), 315–318.
Saadat, S., Rawtani, D., & Hussain, C. M. (2020). Environmental perspective of COVID-19. Science of The Total Environment, 728, 138870. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138870
Sinabutar, J.; Sasmito,B; Sukmono, A. (2020). Studi Cloud Masking Menggunakan Band Quality Assessment , Function Of Mask Dan Multi—Temporal Cloud Masking Pada Citra Landsat 8. Geodesi Undip, 9(3).
Supriyadi, I.H, ., Iswari, M.Y, ., & Suyarso, et al. (2018). Kajian Awal Kondisi Padang LAmun Di Perairan Timur Indonesia. Jurnal Segara, 14(3), 169–177.
Suryatini, Kadek Yuniari, & Rai, I Gusti Ayu. (2020). Potensi Pemulihan Ekosistem Terumbu Karang: Dampak Positif Pandemi Covid- 19 Terhadap Lingkungan. https://doi.org/10.5281/ZENODO.4301137
Tangke, U. (2010). Ekosistem padang lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi). Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 9.
https://doi.org/10.29239/j.agrikan.3.1.9-29
Utomo, A. W., Suprayogi, A., & Sasmito, B. (2017). Analisis Hubungan Variasi Land Surface Temperature Dengan Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat (Studi Kasus: Kabupaten Pati). Jurnal Geodesi Undip, 6(2), 71–80.
Yang, D., & Yang, C. (2009). Detection of Seagrass Distribution Changes from 1991 to 2006 in Xincun Bay, Hainan, with Satellite Remote Sensing. Sensors, 9(2), 830–844. https://doi.org/10.3390/s90200830