• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure pada Film Tanda Tanya Karya Hanung Bramantyo

N/A
N/A
Aisya Izzatul Lathifa

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure pada Film Tanda Tanya Karya Hanung Bramantyo"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure Pada Film Tanda Tanya Karya Hanung Bramantyo

BAB I PENDAHULUAN

Film “Tanda Tanya” merupakan salah satu film produksi Indonesia yang rilis di tahun 2011 dengan disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan ditulis oleh Ifan Ismail. Pada film ini menceritakan tentang kehidupan dari beberapa orang dengan masing-masing keluarga yang memiliki konflik atau permasalahan yang berbeda-beda. Secara garis besar, film ini mengangkat tentang isu-isu sosial dan budaya yang ada di Indonesia. Film ini dimainkan oleh Reza Rahardian sebagai Soleh, Agus Kuncoro sebagai Surya, Rio Dewanto sebagai (Ping Hen/Hendra), Hengky Sulaeman sebagai TanKat Sun, dan Endhita sebagai Rika.

Dari berbagai peran yang ada mulai dari Soleh, Surya, Tan Kat Sun, Hendra, dan Rika mereka memiliki kepercayaan agama yang berbeda-beda dan latar belakang kehidupan yang berbeda- beda, di mana mereka hidup berdampingan dalam suatu Struktur masyarakat. Film “Tanda Tanya”. Alur cerita di dalam film Tanda Tanya ini selalu berhubungan mengenai hubungan dari antar keluarga pemeran tersebut yaitu Budha, Muslim, Katolik. Yang pertama, keluarga Tan Kat Sun yang menganut agama Budha memiliki restoran makanan Cina yang tidak halal. Kedua yaitu keluarga Soleh yang menganut agama Islam memiliki istri yang cantik namun mengalami permasalahan ekonomi karena Soleh sebagai kepala rumah tangga yang tidak bekerja. Lalu yang ketiga yaitu keluarga Rika yang merupakan seorang Janda yang memiliki anak, dan sedang merasa stress karena ia dirawat oleh tetangganya sedangkan keluarganya pindah agama dari Islam ke Katolik, ditambah anaknya mengalami pengucilan dari lingkungan sekitarnya.

Bila melihat dari alur cerita dari Film Tanda Tanya ini, permasalahan-permasalahan yang dihadapi yaitu berkaitan dengan perbedaan antar etnis dan agama yang digambarkan melalui hubungan antar manusia. Tidak hanya itu, namun terdapat adegan pembunuhan seorang pastor dan upaya bentuk teroris pengeboman gereja. Oleh karena itu, di dalam film Tanda Tanya ini memiliki gambaran permasalahan yang sangat kompleks karena berkaitan dengan pluralitas beragama yang bertentangan dengan aturan-aturan atau ilmu-ilmu yang diajarkan kepada umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

Di dalam film “Tanda Tanya” memiliki berbagai pesan moral yang disampaikan oleh para penonton film ini, khususnya mengenai toleransi antar umat beragama dan menghargai setiap perbedaan-perbedaan yang ada. Film yang berlatar belakang di wilayah Kota Semarang ini, terlihat dari awal scene terdapat gambaran letak tempat ibadah mulai masjid, gereja, dan klenteng yang berdekatan. Oleh karena itu, melalui analisis semiotika Ferdinan De Saussure bertujuan untuk melihat tanda, nilai, dan makna yang ditampilkan dalam film Tanda Tanya, dan berkaitan dengan nilai—nilai Pancasila sebagaimana menjadi patokan atau dasar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

a. Nilai ketuhanan

Pada scene menit ke 0.46-2.25 menunjukkan scene mengenai tempat beribadah yang terdapat Masjid, Gereja, dan Klenteng dan berlokasi yang tidak berjauhan. Gambaran mengenai tempat beribadah ini termasuk penanda atau signifiant dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Di dalam scene ini termasuk dalam nilai pancasila Ketuhanan karena menggambarkan umat antar beragama yang sedang beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Pada petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure menunjukkan bahwa masyarakat disekitar memiliki kepercayaan dalam beragama yang berbagai jenis, dan tidak memaksakan kehendak untuk memeluk kepercayaannya.

Pada scene 9.07-9.11 Tan Kat Sun mengingatkan kepada seorang pegawai perempuan yang beragama Islam untuk menjalankan ibadah sholat terlebih dahulu, hal ini sebagai penanda atau signifiant. Di dalam scene ini termasuk dalam Nilai pancasila Ketuhanan, karena menggambarkan toleransi beribadah yang dimana Tan Kat Sun mengingatkan kepada pegawai perempuannya untuk melaksanakan ibadahnya terlebih dahulu dan termasuk sebagai petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure.

b. Nilai Kemanusiaan

Pada scene 22.50-23.54 Menuk yang sedang bekerja di restoran China milik Tan Kat Sun didatangi oleh sang suami, dan sang suami memintanya untuk menceraikan Menuk karena

(3)

merasa dirinya rendah tidak punya pekerjaan dan tidak bisa berguna untuk Menuk, hal ini termasuk penanda karena ditunjukkan dari perkataan dan pertemuan yang terjadi di menit 22.50- 23.54. Dilanjutkan pada scene 24.00-25.19 Menuk ditenangkan oleh istri Tan Kat Sun dan Rika agar ia tidak mengambil hati dari perkataan Soleh sang suaminya, hal ini termasuk petanda dari analisis semiotak Ferdinan De Saussure. Dari scene ini menunjukkan rasa kemanusiaan antar sesama umat walaupun istri Tan Kat Sun dan Rika berbeda agama dengan Menuk, namun mereka tidak membeda-bedakan dan tetap bersikap peduli kepada Menuk yang saat itu sedang merasa sedih karena perkataan suaminya ingin menceraikannya.

Pada scene 34.29 – 35.00 Tan Kat Sun pingsan saat sedang di dapur akan memasak dan menjadi penanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Saat itu juga para pengunjung restorannya turut membantu mengangkat Tan Kat Sun yang pingsan di dapur. Ini merupakan salah satu nilai kemanusiaan yang adil dan beradab karena saling membantu sesama manusia disaat membutuhkan pertolongan dan sebagai petanda bahwa sikap saling membantu dan menjunjung kemanusiaan pada sesama manusia.

Pada scene 39.22 – 39.50 Rika bertemu dengan Surya yang sedang kelaparan namun tidak memiliki uang, hal ini menjadi penanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure, maka dari itu Rika mengajak Surya untuk makan soto bersama dan merupakan petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Hal ini menunjukkan sikap kemanusiaan Rika dengan saling menghargai dan tidak semena-mena terhadap Surya yang kondisinya pada saat itu sedang mengalami krisis ekonomi.

c. Nilai Persatuan

Pada scene menit ke 1.31.33 – 1.33.05 soleh yang saat itu sedang didalam gereja, menemukan bom di dalam kardus, padahal saat itu sedang terjadi pementasan drama saat malam natal, hal ini menjadi penanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Dengan cepat Soleh mengeluarkan bom tersebut dari luar gereja dan berusaha agar jemaat gereja yang sedang didalam Gereja tidak panik, sikap ini merupakan petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Namun yang terjadi Soleh tewas karena menyelamatkan bom dan terkena bom. Hal ini merupakan nilai persatuan yang digambarkan pada scene ini, karena soleh mengutamakan kepentingan umat beragama katolik daripada kepentingan dirinya sendiri.

(4)

Pada scene 1.35.50-1.36.03 menunjukkan Rika sedang berbagi kepada sesama antar warga masyarakat sekitar pada saat momen syukuran khatam qur’an abi. Hal ini menunjukkan kepedulian Rika dan menunjukkan persatuan Indonesia dengan turut serta menjaga keakraban warga sekitar demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

d. Nilai Kerakyatan

Tergambar pada scene 52.18 – 52.33 tergambar aksi protes dari umat katolik karena pada saat pementasan drama, yang memerankan tokoh Yesus merupakan Surya yang merupakan umat beragama Islam, aksi protes ini sebagai penanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure.

Hal ini menandakan ada rasa kebencian dan tidak dapat menerima hal tersebut karena dianggapnya merupakan tindakan mencoreng aturan agama Katolik, dan termasuk petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Scene ini termasuk pada nilai kerakyatan karena aksi protes yang dilakukan menjadi gambaran bahwa mereka tidak menghargai hasil keputusan musyawarah yang telah dilakukan sebelumhya.

e. Nilai Keadilan

Terdapat scene 1.14.19 – 1.14.32 dimana warga sekitar sedang melakukan gotong royong sebelum momen Idul Fitri, dengan bekerja sama membersihkan masjid, memotong bambu untuk persiapan takbir keliling, dan bergembira ria dengan melaksanakan takbir keliling pada malam Idul Fitri. Hal ini menjadi penanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure. Scene ini termasuk dalam nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia karena menjunjung tinggi sikap kekeluargaan, tidak pilih kasih, dan saling memberikan bantuan atau pertolongan. Aksi ini termasuk dalam petanda dari analisis semiotika Ferdinan De Saussure.

BAB III PENUTUP

Setelah melakukan penjabaran mengenai film Tanda Tanya dengan analisis semiotika Ferdinan De Saussure, terdapat banyak sekali nilai-nilai moral yang tergambar di dalam film tersebut.

Nilai-nilai Pancasila sudah sepatutnya diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan

(5)

bermasyarakat agar menjadi masyarakat yang menjaga persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.

Dari film tanda tanya, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat nilai rasisme yang terjadi hanya karena perbedaan agama atau kepercayaan atau latar belakang, sehingga sulit untuk diterima masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Selain itu, di dalam film ini juga masih terjadi pemberontakan untuk menghormasi kemanusiaan dan mencoreng nilai-nilai persatuan seperti adanya penusukan pada pastor di gereja, pengeboman pada saat malam natal yang bertujuan untuk memecah belah antar umat beragama.

Melalui film tanda tanya, diharapkan untuk sutradara atau penulis film selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi, dengan lebih memilih penggunaan kalimat atau pengucapan pada actor atau pemain perannya, karena mengandung sara yang dapat menyebabkan pihak lain tersinggung. Kemudian juga diharapkan dalam pembuatan film ini lebih jelas secara alur cerita agar tidak simpang siur atau terjadi alur mundur sehingga penonton dengan mudah mendapatkan pesan moral dari film ini.

Daftar Pustaka

Fitaloka, A. A. (2021, Oktober 30). Film Tanda Tanya . Retrieved from LPM Limas : https://lpmlimas.id/review-film-tanda-tanya/

Herdini, g. A., Suprihatini, T., & Rahardjo, T. (2013). Representasi Islam Dalam Film Tanda Tanya . Neliti.

Rose, P. (2022, Maret 12). Resensi Film Tanda Tanya, Toleransi Umat Agama . Retrieved from

Kompasiana :

https://www.kompasiana.com/patriciarose29/622dd030bb448637f2413b73/resensi-film- tanda-tanya-2011-toleransi-umat-agama?page=2&page_images=1

Referensi

Dokumen terkait

(2) Menggali maksud tindak tutur ilokusi dalam film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Jenis penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam

(2) Menggali maksud tindak tutur ilokusi dalam film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Jenis penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data

Denga n selesainya penelitian yang berjudul “PESAN DAKWAH DALAM FILM (Analisis isi Dalam Film Sang Pencerah Karya Hanung Bramantyo)” ini,.. maka selesai juga studi Program

Setelah dilakukan penelitian menggunakan metode analisis wacana Semiotika Ferdinand De Saussure, peneliti memilih 12 scene dan poster film yang dianggap merepresentasikan

Berdasarka analisis dari dialog antar pemain dalam film Hijrah Cinta karya Hanung Bramantyo yang mengandung nilai religius hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan

Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan muatan fakta sejarah didalam film yang bertemakan drama kolosal sejarah karya Hanung Bramantyo. Film yang

Berdasarkan data yang telah diteliti, Penulis dapat mengetahui bahwa model toleransi yang tertera dalam visualisasi film “?” (Tanda Tanya) ini adalah model toleransi

kesantunan linguistik yang ditemukan dalam dialog tokoh film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo menggunakan penanda kesantunan tolong, silakan,. mari, maaf, ayo, terima kasih, dan