• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Peserta Program Pekarangan Pangan Lestari (P2l) Di Kabupaten Ogan Komering Ulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Peserta Program Pekarangan Pangan Lestari (P2l) Di Kabupaten Ogan Komering Ulu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Management Studies and Entrepreneurship Journal

Vol 5(1) 2024 : 1132-1143

Analysis Of The Welfare Level Of Farmers Participating In The Sustainable Food Yard Program (P2l) In Ogan Komering Ulu District

Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Peserta Program Pekarangan Pangan Lestari (P2l) Di Kabupaten Ogan Komering Ulu

Nugroho Pamungkas¹*, Yetty Oktarina², Fifian Permatasari³

Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ekonomi Pertanian Universitas Baturaja1,2,3 nugievil@gmail.com1

*Corresponding Author ABSTRACT

This study aims to analyze the level of welfare of farmers participating in the Sustainable Food Program (P2L) in Ogan Komering Ulu District. The method used in this study is a survey method with interview techniques using a questionnaire. Research data were analyzed in a quantitative descriptive manner.

Processing data on the level of welfare of farmers using indicators from the Central Bureau of Statistics.

BPS uses 8 indicators to measure the level of population welfare, namely population, health and nutrition, education, employment, consumption patterns, housing and the environment, poverty and other social issues. The results of this quantitative research show that the level of welfare of farmers participating in the Sustainable Food Yard program in OKU Regency is in the high category. The housing and environment indicators are the biggest contributors to the welfare indicators where there is a score of 2.86 (14.45%) followed by the poverty indicator where there is a score of 2.70 (13.65%). As for the indicators that still make a low contribution to the level of welfare, namely the level and pattern of consumption indicators where there is a score of 2.09 (10.58%).

Keywords: Prosperity level, Sustainable Food Yard Program.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesejahteraan petani peserta Program Pangan Lestari (P2L) di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Pengolahan data tingkat kesejahteraan petani dengan menggunakan indikator dari Badan Pusat Statistik. Untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk dari BPS menggunakan 8 indikator yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan dan sosial lainnya. Dari hasil penelitian secara kuantitatif menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani peserta program Pekarangan Pangan Lestari di Kabupaten OKU termasuk dalam kategori tinggi. Indikator perumahan dan lingkungan merupakan penyumbang terbesar dari indikator kesejahteraan dimana terdapat skor 2,86 (14,45%) diikuti dengan indikator kemiskinan dimana terdapat skor 2,70 (13,65%). Sedangkan untuk indikator yang masih menyumbang kontribusi rendah pada tingkat kesejahteraan yaitu indikator taraf dan pola konsumsi dimana terdapat skor 2,09 (10,58%).

Kata Kunci : Tingkat Kesejahteraan, Program Pekarangan Pangan Lestari.

1. Pendahuluan

Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga setiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup, dan cara hidup berbeda-beda. (Putra et al., 2017).

Kesejahteraan keluarga sangat penting dalam kehidupan yang digunakan sebagai tujuan dalam mencapai ketentraman kehidupan yang diukur dari kondisi keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan dapat hidup sewajarnya sesuai dengan lingkungan sekitar. (Amanaturrohim &

Widodo, 2016)

Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga.

Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan

(2)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah. Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik- baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi.

Arthur Dunham dalam Sukoco (1991) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok- kelompok, komunitas- komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan. (Pusung et al., 2018)

Kementerian Pertanian Badan Litbang Pertanian menciptakan program yang pada prinsipnya memanfaatkan lahan kosong pekarangan rumah yang tidak produktif, lahan tidur, pagar hidup, jalan desa beserta lahan dan fasilitas yang dirancang untuk memenuhi kecukupan asupan gizi dan pangan keluarga dimana pangan tersebut merupakan hasil sumberdaya lokal, dengan melestarikan tanaman pangan yang nantinya dapat dibudidaya untuk masa depan serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan menjual hasil tanaman pangan tersebut yang kemudian dapat memajukan kesejahteraan masyarakat pula (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2019). Program tersebut merupakan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) atau yang pada saat ini telah berganti nama menjadi Pekarangan Pangan Lestari (P2L). Untuk membuat program ini terus berjalan maka Kementerian Pertanian melengkapi dengan berbagai kelembagaan pendukung seperti kebut bibit Desa, Unit pengolahan juga unit pemasaran untuk mendapatkan hasil yang melimpah.(Vebronia et al., 2021)

Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dilaksanakan dalam rangka mendukung program pemerintah untuk penanganan daerah prioritas intervensi stunting dan/atau penanganan prioritas daerah rentan rawan pangan atau pemantapan daerah tahan pangan.

Kegiatan ini dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, lahan tidur dan lahan kosong yang tidak produktif, sebagai penghasil pangan dalam memenuhi pangan dan gizi rumah tangga, serta berorientasi pasar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Program P2L di Indonesia merupakan program lanjutan dari program sebelumnya, yaitu Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRP2L). Tahun 2020 menjadi awal pelaksanaan program P2L.(Saputri et al., 2021)

Program P2L merupakan program pemberdayaan kelompok wanita tani dengan memanfaatkan lahan pekarangan sebagai lahan budidaya tanaman pangan. Peran ini akan menciptakan keuntungan ganda bagi peserta program P2L yaitu selain memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga yang diperoleh dari budidaya tanaman pangan, peserta P2L juga ikut membantu meringankan beban keluarga dengan mengurangi pengeluaran pangan, sehingga menambah pendapatan keluarga.(Purwati, 2021)

Tujuan dari pekarangan pangan lestari yaitu: 1. Meningkatkan ketersediaan, aksebilitas, dan pemanfaatan pangan untuk rumah tangga sesuai dengan kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. 2. Meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penyediaan pangan yang berorientasi pasar. Kegiatan pekarangan pangan lestari merupakan upaya untuk meningkatkan ketersediaan, aksebilitas dan pemanfaatan pangan bagi rumah tangga sesuai

(3)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

dengan kebutuhan pangan yang beragam, bergiziseimbang dan aman serta berorientasi pasar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Dalam rangka mencapai upaya tersebut kegiatan pekarangan pangan lestari dilakukan melalui pendekatan pengembangan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), pemanfaatan sumberdaya lokal (local wisdom), pemberdayaan masyarakat (community engagement), dan berorientasi pemasaran (go to market). (Dwi Tama & Priyanti, 2022)

Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep P2L terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai kegiatan lainnya dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, baik dalam pelaksanaan maupun pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change).(Kurniawan et al., 2018)

Kabupaten Ogan Komering Ulu melalui Dinas Ketahanan Pangan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab pada pelaksanaan program Pekarangan Pangan Lestari telah melaksanakan program Pekarangan Pangan Lestari sejak tahun 2011.

Berdasarkan Data Jumlah Pelaksana Program Pekarangan Pangan Lestari Kabupaten Ogan Komering Ulu, diketahui dari tahun 2011 hingga tahun 2022 Kelompok Wanita Tani atau Kelompok Tani yang mengikuti program Pekarangan Pangan Lestari terdapat 104 kelompok yang tersebar di berbagai desa di Kabupaten Ogan Komering Ulu (Dinas Ketahanan Pangan, 2022).

Pengertian Kesejahteraan

Menurut BKKBN (2014) keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Kesejahteraan adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun batin.(Rosni, 2017)

Menurut Prabawa (1988) kesejahteraan sering diartikan secara luas yaitu sebagai kemakmuran, kebahagiaan, dan kualitas hidup manusia baik pada tingkat individu atau kelompok keluarga dan masyarakat. Keadaan sejahtera dapat ditunjukkan oleh kemampuan mengupayakan sumber daya keluarga untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dianggap penting dalam kehidupan berkeluarga. Dengan demikian kesejahteraan adalah terpenuhinya seluruh kebutuhan baik barang maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga Negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat (Rambe, 2011).

Konsep Kesejahteraan

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu: (1) Rasa aman (security), (2) kesejahteraan (welfare), (3) kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (identity).

Indikator tersebut merupakan hal yang digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan yang

(4)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

mana terciptanya rasa aman, kesejahteraan, kebebasan dan jati diri seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.

Menurut Kolle (dalam Bintarto 1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan: 1) Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya.; 2) Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya; 3) Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya; 4) Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya. Indikator kesejahteraan diatas menjelaskan bahwa untuk mengukur kesejahteraan dilihat dari segi materi, segi fisik, segi mental dan segi spiritual. Dengan demikian bahwa kesejahteraan bukan saja dilihat dari keseluruhan kebutuhan tanpa terganggunya kebutuhan yang lain

Adapun pengertian mengenai kesejahteraan keluarga di Indonesia oleh pemerintah selama ini dikelompokkan ke dalam dua tipe (Suyoto, 2004) yaitu pertama, tipe keluarga pra- sejahtera adalah keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memnuhi kebutuhan dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Kedua, Tipe Keluarga Sejahtera. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap, sudah menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, tidak rentan terhadap penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat bantuan sandang dan pangan.

Tahapan Kesejahteraan

Keluarga sejahtera berarti semua jenis kebutuhan dapat dipenuhi secara seimbang dan berkelanjutan tanpa satupun kebutuhan yang terganggu. Untuk melihat tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari tahapan-tahapan yang dibuat oleh BKKBN, 2014 yang mana terdapat indikator- indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan. Ada 5 tahapan dalam menentukan tingkat kesejahteraan antara lain tingkat prasejahtera, tingkat sejahtera I, tingkat sejahtera II, tingkat sejahtera III dan tingkat sejahtera III⁺. Setiap tahapan tingkat kesejahteraan tersebut mempunyai indikator yang berbeda-beda pula. Dengan melihat indikator pada tahapan-tahapan keluarga sejahtera yang dibuat oleh BKKBN, 2014 maka dapat digolongkan tingkat kesejahteraan keluarga peserta program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Indikator Kesejahteraan

Secara nasional terdapat dua versi pengukuran kesejahteraan keluarga yaitu pengukuran kesejahteraan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurut (Badan Pusat Statistik, 2013) untuk mengukur tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari 8 indikator antara lain:

1) Kependudukan (Demografi)

Kata Demografi berasal dari Bahasa Yunani yang dapat dilihat dari asal katanya yaitu demos dan graphein. Demos dapat diartikan sebagai penduduk, dan graphein berarti menulis.

Dengan menggabungkan kedua makna dari kata-kata tersebut maka dapat diartikan kata demografi berarti tulisan-tulisan atau karangan-karangan tentang penduduk suatu negara atau suatu daerah. Jika diperhatikan makna kata demografi tersebut, maka makna atau definisi tersebut belum jelas arahnya mengingat ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu sosiologi, antropologi sosial juga berbicara tentang penduduk atau berorientasi tentang penduduk atau manusia. Menyadari hal tersebut, maka beberapa ilmuwan atau ahli memberikan definisi tentang demografi agar dapat dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ahli-ahli tersebut antara lain Achille Guillard, G.W Barclay, dan P. Hauser & D. Duncan, dan juga para ahli yang lannya.(Suharto, 2020)

2) Kesehatan dan gizi

(5)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

Gizi berasal dari kata bahasa Arab "Ghidza" yang berarti makanan. llmu gizi berkaitan dengan makanan dan berkaitan pula dengan tubuh manusia. Kata gizi selain berkaitan dengan kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekoncmi seseorang, yaitu berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktifitas kerja. Dengan memahami gizi maka akan memudahkan mahasiswa untuk memahami fungsi masing-masing zat gizi bagi metabolisme tubuh.(Wilda Welis, S.P., 2008)

Status kesehatan dinilai berdasarkan usia harapan hidup, angka kematian bayi dan angka kematian balita. (Indonesia. & Masyarakat., 2004)

3) Pendidikan,

Kesejahteraan manusia dapat dilihat dengan kemampuan mereka untuk mengakses pendidikan, serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya. Pendidikan yang dimaksud disini adalah, pendidikan yang bersifat formal maupun non-formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kesejahteraan suatu penduduk dimana tingkat pendidikan yang tinggi dapat membentuk manusia terampil dan produktif sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan penduduk (BPS Sumut, 2013). Dengan demikian pendidikan sangat menentukan sejahtera atau tidaknya seseorang yang mana jika pendidikan tinggi maka orang tersebut memiliki keterampilan dan produktif guna menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan meningkatkan kesejahteraan keluarga.(Rosni, 2017)

4) Ketenagakerjaan

Sebagai bagian dari pembangunan nasional, bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia yang memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Oleh karena itu, pembangunan di bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dan terukur dalam rangka peningkatan kesejahteraan tenaga kerja. (Saifullah, 2022)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator ketenagakerjaan yang penting dalam analisis guna mengukur pencapaian hasil pembangunan. Menurut Rahardja dan Manurung (2004) konsep angkatan kerja dibedakan menjadi tiga yaitu bekerja penuh (employed), setengah menganggur (unemployed). Bekerja penuh yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya lebih dari 35 jam/ minggu.

Setengah menganggur yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh.

Jam kerjanya kurang dari 35 jam / minggu. Menganggur yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut Penganggur Terbuka (Open Unemployment. Sedangkan menurut BPS (2021) bekerja menurut jumlah jam kerja dibedakan menjadi tiga yaitu pekerja penuh waktu (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam keatas per minggu, pekerja tidak penuh (jumlah jam kerja kurang dari 35 jam per minggu), dan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu

5) Pola Konsumsi

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/ keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan. mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran

(6)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.(Azmi, 2022)

6) Perumahan dan Lingkungan

Rumah adalah sebuah tempat pemberi rasa aman bagi setiap manusia, suatu tempat yang memberikan ketentraman hidup dan sebagai keberlangsungan pusat kehidupan berbudaya. Di dalam sebuah rumah dan lingkungan rumah, manusia ditempa agar dapat berkembang menjadi seseorang yang memiliki kepribadian. Dengan berbagai macam kegunaan yang dapat diberikan kepada manusia, rumah menjadi kebutuhan pokok yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. (Saladin, 2022)

7) Kemiskinan,

Kemiskinan di negara berkembang cukup menjadi masalah rumit meskipun beberapa negara berkembang telah berhasil melaksanakan pembangunan di hal produksi dan pendapatan nasional. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi orang miskin adalah orang yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita bulanan di bawah garis kemiskinan. (Nugraha Rahmansyah & Armonitha Lusinia, 2022)

8) Sosial lainnya

Pembahasan aspek sosial lainnya difokuskan pada kegiatan yang mencerminkan kesejahteraan seseorang, seperti melakukan perjalanan wisata dan juga akses menikmati informasi dan hiburan yang meliputi menonton televisi, mendengarkan radio, membaca surat kabar dan mengakses internet. Karena pada umumnya semakin banyak orang yang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan yang bersifat sosial maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat, karena waktu yang ada tidak digunakan untuk mencari nafkah. (Nyanyu, 2022)

Tujuan

Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga peserta program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di Kabupaten Ogan Komering Ulu

2. Metode Penelitian

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui analisis deskriptif kuantitatif.Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan data biasanya berdasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar atau jauh. Responden petani dipilih menggunakan proportional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang.

Variabel Indikator Nomor

Pertanyaan

Kesejah teraan

Kependudukan 1

Kesehatan dan Gizi 2, 3

Pendidikan 4, 5

Ketenagakerjaan 6

Taraf dan Pola Konsumsi 7, 8, 9 Perumahan dan Lingkungan 10, 11

Keniskinan 12

Indikator Sosial Lainnya 13, 14, 15

(7)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tingkat kesejahteraan tersebut dilihat dari indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021. Indikator keluarga sejahtera berdasarkan BPS (2021) adalah sebagai berikut:

Indikator Tinggi Sedang Rendah

Kependudukan Produktif (usia 15- 64 tahun)

Belum Produktif (usia 0-14 tahun)

Tidak Produktif (Usia > 65 tahun)

Kesehatan dan Gizi Bagus Cukup Sedang

Akses Pendidikan Mudah Cukup Sulit

Ketenagakerjaan > 35 jam per minggu

Antara 15 jam sampai dengan 35 jam perminggu

Kurang dari 15 jam perminggu

Taraf dan Pola Konsumsi Rendah Cukup Tinggi

Perumahan dan

Lingkungan Layak Huni Semi Layak Huni Tidak Layak Huni

Kemiskinan Rendah Sedang Tinggi

Indikator Sosial Lainnya (Rekreasi, Komunikasi, Informasi)

Terpenuhi Kurang Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tempat Penelitian diambil dari 7 kecamatan dalam Kabupaten Ogan Komering Ulu yang terdiri dari 10 desa. Desa Bandar Jaya, Singapura, Panji Jaya SP 8, Bandar, Ulak Lebar, Belambangan, Nyiur Sayak, Pandan Dulang, Penyandingan, Pusar.Waktu pelaksanaan penelitian ini atau pengumpulan data dilakukan selama bulan Maret–April 2023

3. Hasil Dan Pembahasan

Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Masing-Masing Indikator

Penelitian ini menganalisis tingkat kesejahteraan dari 8 indikator yang terdiri dari kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan, dan indikator sosial lainnya. Berikut hasil analisa mengenai kesejahteraan petani peserta Proram P2L di Kabupaten OKU Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Kependudukan (P1)

Kriteria F %

Rendah 1 1,67 %

Sedang 22 36,67 %

Tinggi 37 61,67 %

Total 60 100 %

Indikator kependudukan dapat dilihat pada kuosioner pertanyaan 1 dimana dari hasil analisa sebagian besar peserta program P2L memiliki kesejahteraan dalam kriteria tinggi yaitu 37 responden (60,67%). Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota keluarga memiliki usia produktif. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dari indikator kesehatan di gizi dapat dilihat pada pertanyaan kuosioner no 2 dan 3 yang ditampilkan pada tabel berikut.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Kesehatan dan Gizi (P2)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 6 10,00 %

Tinggi 54 90,00 %

Total 60 100 %

(8)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

Pada tabel menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kondisi kesehatan keluarga yang tinggi yaitu 54 keluarga (90,00%) sedangkan hanya 6 keluarga (10,00%) yang mempunyai kondisi kesehatan sedang dimana ada beberapa anggota keluarga yang sakit.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Kesehatan dan Gizi (P3)

Kriteria F %

Rendah 2 3,33 %

Sedang 50 83,33 %

Tinggi 8 13,33 %

Total 60 100 %

Dari tabel menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kondisi gizi yang sedang dimana terdapat 50 responden (83,33%) memperoleh asupan gizi dari 4 sehat (nasi, sayur, lauk pauk dan buah). 8 Responden (13,33%) mempunyai asupan gizi yang tinggi (4 sehat 5 sempurna) dan hanya 2 responden (3,33%) mempunyai asupan gizi yang rendah (nasi dan lauk) saja. Berikut ini tabel yang menunjukkan indikator pendidikan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Pendidikan (P4)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 6 10,00 %

Tinggi 54 90,00 %

Total 60 100 %

Dari tabel menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kriteria yang tinggi dimana terdapat 54 responden (90%) dapat memenuhi biaya administrasi sebelum masuk dan selama sekolah dari anggota keluarganya. Sedangkan ada 6 responden (10%) yang mempunyai kriteria sedang dimana biaya administrasi sebelum dan selama sekolah ada beberapa yang tidak terpenuhi. Selain itu tidak terdapat responden dengan kriteria rendah.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Pendidikan (P5)

Kriteria F %

Rendah 2 3,33 %

Sedang 45 75,00 %

Tinggi 13 21,67 %

Total 60 100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dapat membiayai anggota keluarganya sampai dengan lulus SMA atau dengan kriteria sedang. Terdapat 45 responden (75%) dengan kriteria sedang dan 13 responden (21,67%) dengan kriteria tinggi (dapat membiayai anggota keluarganya sampai dengan lulus S1 dan hanya terdapat 2 responden (3,33%) dengan kriteria rendah (hanya dapat membiayai anggota keluarganya sampai dengan lulus SMP). Untuk indikator ketenagakerjaan dapat dilihat dari tabel berikut :

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Ketenagakerjaan (P6)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 49 81,67 %

Tinggi 11 18,33 %

Total 60 100 %

Dari analisa tingkat kesejahteraan rumah tangga dari indikator ketenagakerjaan didapatkan bahwa sebanyak 49 responden (81,67%) bekerja pada 15 jam sampai dengan 35 jam perminggu atau pada kriteria sedang. Sedangkan terdapat 11 responden (18,33%) dengan kriteria tinggi dimana anggota keluarganya bekerja diatas 35 jam perminggu. Berikut analisa tabel berdasarkan indikator Taraf dan Pola Konsumsi yang dihitung berdasarkan 3 aspek yaitu

(9)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

pendapatan dalam satu bulan, pengeluaran kebutuhan konsumsi dibanding pengeluaran kebutuhan non konsumsi dan jumlah pengeluaran konsumsi tiap bulannya.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Taraf dan Pola Konsumsi (P7)

Kriteria F %

Rendah 1 1,67 %

Sedang 53 88,33 %

Tinggi 6 10,10 %

Total 60 100 %

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kriteria sedang dimana sebanyak 53 responden (88,33%) yaitu pendapatan diantara 1 juta sampai dengan 5 juta per bulan. Sedangkan didapat 6 responden (10,10%)dalam kriteria tinggi yaitu dengan penghasilan di atas 5 juta setiap bulannya dan hanya 1 responden (1,67%) dalam kriteria rendah yaitu berpenghasilan kurang dari 1 juta rupiah setiap bulannya.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Taraf dan Pola Konsumsi (P8)

Kriteria F %

Rendah 1 1,67 %

Sedang 52 86,67 %

Tinggi 7 11,67 %

Total 60 100 %

Dari table dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 52 responden (86,67%) dalam kriteria sedang dimana penggunaan pendapatan untuk konsumsi besarnya sama dengan penggunaan pendapatan untuk kebutuhan lainnya. Selain itu terdapat 7 responden (11,67%) yang termasuk dalam kriteria tinggi yaitu besarnya penggunaan pendapatan untuk konsumsi lebih besar dari kebutuhan lainnya dan hanya 1 responden (1,67%) dalam kriteria rendah yang penggunaan pendapatan untuk konsumsi lebih kecil dari penggunaan pendapatan untuk kebutuhan lainnya.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Taraf dan Pola Konsumsi (P9)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 54 90,00 %

Tinggi 6 10,00 %

Total 60 100 %

Pada tabel menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta Program P2L di Kabupaten OKU dilihat dari aspek jumlah pengeluaran konsumsi dalam 1 bulan. Sebagian besar responden termasuk dalam kriteria sedang yaitu 54 responden (90,00%) dimana jumlah pengeluaran konsumsi berkisar antara 1 juta sampai dengan 5 juta per bulan. Selain itu terdapat 6 responden (10,00%) yang mempunyai kriteria tinggi dimana pengeluaran konsumsi lebih dari 5 juta perbulan. Berikut tingkat kesejahteraan dilihat dari indikator perumahan dan lingkungan yang dibagi menjadi 2 aspek yaitu kondisi tempat tinggal dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang dijabarkan pada tabel berikut :

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Perumahan dan Lingkungan (P10)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 11 18,33 %

Tinggi 49 81,67 %

Total 60 100 %

Pada tabel menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga responden dilihat dari aspek perumahan. Sebagian besar responden yaitu 49 responden (81,67%) yang termasuk

(10)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

dan rapi. Sedangkan 11 responden (18,33%) termasuk dalam kriteria sedang dengan rumah yang permanen dan bersih tetapi kurang rapi.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Perumahan dan Lingkungan (P11)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 6 10,00 %

Tinggi 54 90,00 %

Total 60 100 %

Pada tabel menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga responden dilihat dari aspek lingkungan tempat tinggal. Dari hasil analisis didapatkan data bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kriteria tinggi yaitu sebanyak 54 responden (90%) dimana lingkungan tempat tinggal responden bersih dan rapi. Sedangkan ada 6 responden (10%) yang termasuk dalam kriteria sedang dimana lingkungan tempat tinggal mereka bersih tetapi tidak rapi. Berikut tingkat kesejahteraan petani peserta program P2L di Kabupaten OKU dilihat dari indikator kemiskinan.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Kemiskinan (P12)

Kriteria F %

Rendah 42 70,00 %

Sedang 18 30,00 %

Tinggi 0 0 %

Total 60 100 %

Pada Tabel menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta program P2L di Kab. OKU dimana sebagian besar responden memiliki tingkat kemiskinan yang rendah yaitu 42 responden (70%) dimana pendapatan yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu terdapat 18 responden (30%) yang termasuk dalam kategori sedang dimana pendapatan yang mereka peroleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut analisis data berdasarkan indikator sosial lainnya yang dibagi menjadi 3 aspek yaitu kebutuhan untuk memperoleh hiburan atau rekreasi, akses untuk memperoleh informasi dan akses dalam berkomunikasi yang ditampilkan pada tabel berikut :

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Sosial Lainnya (P13)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 42 70,00 %

Tinggi 18 30,00 %

Total 60 100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kriteria sedang yaitu 42 responden (70,00%) dimana keluarga terpenuhi dalam kebutuhan rekreasi tetapi tidak secara rutin. Selain itu terdapat 18 responden (30,00%) yang termasuk dalam kategori tinggi dimana keluarga responden melakukan kebutuhan rekreasi secara rutin.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Sosial Lainnya (P14)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 26 43,33 %

Tinggi 34 56,67 %

Total 60 100 %

Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kriteria tinggi yaitu 34 responden (56,67%) dimana responden sudah terpenuhi dalam kebutuhan mendapatkan informasi dilihat dari dalam keluarga responden sudah mempunyai televisi dan

(11)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

rutin berlangganan internet. Selain itu terdapat 26 responden (43,33%) yang termasuk dalam kategori sedang dimana keluarga responden sudah mempunyai televise tetapi belum berlangganan internet.

Kesejahteraan Berdasarkan Indikator Sosial Lainnya (P15)

Kriteria F %

Rendah 0 0 %

Sedang 57 95,00 %

Tinggi 3 5,00 %

Total 60 100 %

Dalam tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kriteria sedang yaitu 57 responden (95,00%) dimana dalam aspek komunikasi ada beberapa anggota keluarga yang mempunya handphone tetapi belum memiliki telepon rumah. Selain itu terdapat 3 responden (5%) yang termasuk dalam kriteria tinggi dimana sudah terdapat telepon rumah di keluarga tersebut dan masing-masing anggota keluarga sudah memiliki handphone.

Hasil Analisa Skor Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Peserta Program P2L di Kabupaten OKU

Indikator Rata-Rata Skor Persentase

Kependudukan 2,60 13,14 %

Kesehatan dan Gizi 2,50 12,64 %

Pendidikan 2,54 12,85 %

Ketenagakerjaan 2,18 11,04 %

Taraf dan Pola Konsumsi 2,09 10,59 % Perumahan dan Lingkungan 2,86 14,45 %

Kemiskinan 2,70 13,65 %

Indikator Sosial lainnya 2,31 11,65 %

Total 19,78 100%

Dari analisa skor didapatkan hasil bahwa rata-rata skor pada tiap indikator kesejahteraan termasuk dalam kategori tinggi. Indikator perumahan dan lingkungan merupakan penyumbang terbesar dari indikator kesejahteraan dimana terdapat skor 2,86 (14,45%) diikuti dengan indikator kemiskinan dimana terdapat skor 2,70 (13,65%). Sedangkan untuk indikator yang masih menyumbang kontribusi rendah pada tingkat kesejahteraan yaitu indikator taraf dan pola konsumsi dimana terdapat skor 2,09 (10,58%).

4. Penutup Kesimpulan

Dari analisa skor didapatkan hasil bahwa rata-rata skor pada tiap indikator kesejahteraan termasuk dalam kategori tinggi. Indikator perumahan dan lingkungan merupakan penyumbang terbesar dari indikator kesejahteraan dimana terdapat skor 2,86 (14,45%) diikuti dengan indikator kemiskinan dimana terdapat skor 2,70 (13,65%). Sedangkan untuk indikator yang masih menyumbang kontribusi rendah pada tingkat kesejahteraan yaitu indikator taraf dan pola konsumsi dimana terdapat skor 2,09 (10,58%).

Saran

Dari hasil penelitian ini adapun saran yang saya ajukan adalah sebagai berikut:

1. Penyumbang kontribusi terendah dari tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta program Pekarangan Pangan Lestari terletak pada indikator taraf dan pola konsumsi. Saran yang diberikan yaitu selain sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tanaman yang ditanam pada Pekarangan Pangan Lestari dapat juga dijual sehingga menambah pendapatan keluarga

(12)

Pamungkas dkk, (2024) MSEJ, 5(1) 2024: 1132-1143

Daftar Pustaka

Amanaturrohim, H., & Widodo, J. (2016). Pengaruh Pendapatan Dan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Kesejahteraan Keluarga Petani Penggarap Kopi Di Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung. Economic Education Analysis Journal, 5(2), 468–479.

Azmi, W. (2022). Pengaruh Pola Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Gaya Hidup Nelayan di Desa Pasar Madang dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi pada KEcamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.

Dwi Tama, R., & Priyanti, E. (2022). Efektivitas Program Pekarangan Pangan Lestari (P2l) Dalam Upaya Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Pasirkaliki Kabupaten Karawang Tahun 2021.

8(20), 282–289.

Indonesia., & Masyarakat., D. G. (2004). Analisis situasi gizi & kesehatan masyarakat. 1–37.

Kurniawan, Y. Y., Daerobi, A., Sarosa, B., & Pratama, Y. P. (2018). Analisis Program Kawasan Rumah Pangan Lestari Dan Hubungannya Dengan Ketahanan Pangan Serta Kesejahteraan Rumah Tangga (Studi Kasus Di Kota Surakarta). Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan, 3(2), 81–94.

https://doi.org/10.20473/jiet.v3i2.8451

Nugraha Rahmansyah, & Armonitha Lusinia, S. (2022). Analisa Sistem Pendukung Keputusan Kemiskinan Menurut Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Karya Ilmiah Multidisiplin (JURKIM), 2(1), 76–82. https://doi.org/10.31849/jurkim.v2i1.9195

Nyanyu, I. F. (2022). PERAN FASILITATOR MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI JAGUNG DI DESA SERDANG KECAMATAN TANJUNG BINTANG.

Braz Dent J., 33(1), 1–12.

Purwati, P. (2021). Analisis Konsumsi Pangan Dan Pendapatan Rumah Tangga Peserta Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Di Kota Pekanbaru. https://repository.uir.ac.id/14722/

Pusung, R., Tumbel, T., & Punuindoong, A. (2018). Pengaruh Industri Gula Aren Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Di Desa Mopolo Kecamatan Ranoyapo. Jurnal Administrasi Bisnis, 7(2), 10–20.

Putra, R. A. R. S., Ariyadi, B., Kurniawati, N., & Haryadi, F. T. (2017). Pengaruh Modal Sosial Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Peternak: Studi Kasus Pada Kelompok Peternak Ayam Kampung Ngudi Mulyo, Gunungkidul. Buletin Peternakan, 41(3), 349.

https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v41i3.18135

Rosni, R. (2017). Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Desa Dahari Selebar Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Jurnal Geografi, 9(1), 53.

https://doi.org/10.24114/jg.v9i1.6038

Saifullah, M. (2022). TINGKAT KESEJAHTERAAN PENAMBANG MINYAK BUMI TRADISIONAL DI BOJONEGORO. 1–23.

Saladin, S. (2022). PENGARUH LOKASI RUMAH TUSUK SATE TERHADAP NILAI PROPERTI: STUDI KASUS PADA PERUMAHAN PERMATA INDAH 2 KOWANGAN, TEMANGGUNG. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Saputri, E. M., Wibowo, A., & Rusdiyana, E. (2021). Dampak Implementasi Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Agrica Ekstensia, 15(2). https://doi.org/10.55127/ae.v15i2.99

Suharto, R. B. (2020). Buku Teori Kependudukan (Issue December).

Vebronia, A., Febriantin, K., & Kurniansyah, D. (2021). Peran dinas pangan program pekarangan pangan lestari ( p2l ) The. K I N E R J A, 18(4), 521–526.

Wilda Welis, S.P., M. K. (2008). Wilda Welis, S.P., M.Kes. Ilmu Gizi.

Referensi

Dokumen terkait