Sejalan dengan itu, permasalahan pertanahan dari segi hukum termasuk dalam ranah hukum perdata. Hukum perdata adalah aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain dengan memperhatikan hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan sosial dan kekeluargaan.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan dan status hukum tanah ulayat banyak timbul permasalahan, antara lain mengenai hak milik dan hak pakai yang biasanya menimbulkan perselisihan antara masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, atau masyarakat dengan perusahaan. menjadi atau pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengkaji lebih dalam, lebih komprehensif, “Analisis Peradilan Peralihan Hak Tanah Ulayat menjadi Hak Milik yang Ada di Indonesia”.
Untuk mengetahui bagaimana atau proses terjadinya hak atas tanah adat menjadi hak milik, serta rincian hukum kepemilikan tanah adat di Indonesia.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Kami berharap penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran kepada pihak-pihak yang membutuhkan, baik pejabat pemerintah maupun pihak yang mempunyai kewenangan sebagai pengambil kebijakan, serta pihak-pihak yang terlibat dalam hal ini.
Kajian Pustaka 1. Hukum Agraria
Hukum Adat
Hak adat yang mempunyai kekuasaan luar (hubungan ekstra masyarakat) merupakan suatu pembatasan bagi orang-orang yang bukan anggota masyarakat hukum adat, yang hanya dapat memperoleh hak pakai. Dalam penjelasan Pasal 3 ZUPA hanya disebutkan bahwa hak biasa dan sejenisnya bersifat “beschikkingrecht”. Yang dimaksud dengan “Hak Ulayat” adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara masyarakat hukum yang bersangkutan dengan tanahnya.
Hak ulayat (beschikkingrecht) adalah hak suatu masyarakat hukum untuk menguasai tanah yang berada dalam wilayahnya, mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur dan memanfaatkan penggunaan atau pengelolaannya untuk kepentingan masyarakat hukum, mempunyai hubungan yang tetap (tidak diasingkan) sebagai merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari masyarakat hukum. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, hak ulayat yang sah merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah yang menjadi tanah adatnya.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
- Pendekatan Penelitian
- Sumber Hukum
- Pengumpulan Bahan Hukum
- Analisis Bahan
Sedangkan pendekatan konseptual penulis adalah mengkaji kaidah-kaidah hukum yang ada dan pandangan para sarjana hukum yang ada serta membuka kembali mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH). Sumber hukum sekunder yang digunakan sebagai bahan hukum sekunder adalah buku-buku hukum yang meliputi risalah, artikel-artikel hukum serta disertai jurnal hukum dan hukum. Dalam mengumpulkan bahan hukum, yang dilakukan penulis adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai penelitian tersebut.
Untuk menyelesaikan penelitian hukum ini, penulis menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan bahkan undang-undang yang tidak berkaitan dengan penelitian hukum yang ingin penulis selesaikan. Penulis melakukan analisis materi dalam penulisan ini dengan cara mengkonstruksi materi secara kualitatif kemudian mengolah hasil penelitian ini dengan cara mengklasifikasikan dan mengedit.
Sistematika Penelitian
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TANAH DI INDONESIA, dalam bab ini dijelaskan bagaimana peraturan hukum terhadap hak atas tanah
Pengertian Hukum Agraria
Hukum agraria merupakan kumpulan berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak ekonomi atas sumber daya alam tertentu yang tercakup dalam pengertian hukum agraria. UU Pertambangan yang mengatur hak penguasaan atas bahan galian sebagaimana diatur dalam UU Pokok Pertambangan. Undang-undang tentang Penguasaan Energi dan Unsur di Ruang Angkasa mengatur tentang hak penguasaan energi dan unsur di ruang angkasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ZUPA.
Dari segi objek kajiannya, Hukum Agraria tidak hanya membahas tentang tanah dalam arti sempit yaitu tanah, tetapi juga membahas tentang pengairan, pertambangan, perikanan, kehutanan serta pengendalian energi dan unsur-unsur yang ada di angkasa.22. 22 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak Atas Tanah, cetakan ke-6, Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal.
Sejarah Hukum Agraria
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebutkan dalam Pasal 3 UUPA mempunyai aspek keperdataan dan kemasyarakatan; Dalam masyarakat adat, hak ini merupakan hak penguasaan tertinggi atas tanah. Hak atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang kepada subjeknya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya. Selain itu, terdapat hak sekunder atas tanah, yaitu hak atas tanah yang tidak berasal langsung dari hak masyarakat Indonesia.
Jenis-jenis hak asasi yang dapat dibebani dengan hak tanggungan atas tanah (=Hak Tanggungan) adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, serta Hak Pakai atas tanah Negara. Hak milik menurut Pasal 20 ayat. (1) UUPA merupakan hak yang bersifat turun-temurun, terkuat dan penuh yang dapat dimiliki oleh masyarakat atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6. Kuat, yang berarti hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya. tidak mempunyai batasan waktu tertentu, mudah dipertahankan dari campur tangan pihak lain dan tidak mudah dihapus.
Hak milik atas tanah dapat dipegang oleh perseorangan warga negara Indonesia dan badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah.
Pengertian
Peralihan Hak Milik
Tata cara jual beli, penukaran, alokasi, penyertaan (masukan) modal perseroan diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yo.
Subjek Hak Milik
Terjadinya Hak Milik
Kepemilikan tanah terjadi karena pembukaan lahan (pembukaan hutan) atau terjadi akibat munculnya lidah-lidah tanah (Aanslibbing). Hak milik atas tanah yang terdapat di sini dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat untuk memperoleh sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang menerbitkan SKPH diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 7 Peraturan Menteri Pertanian/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian dan Pembatalan yang Memberikan Hak Atas Tanah Negara. .
Tata cara dan syarat-syarat penciptaan hak milik atas tanah melalui pemberian hak diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 16 Peraturan No. 9 Menteri Agraria/Kepala BPN Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak bagi negara. Hak atas tanah dan pengelolaan. Hak milik atas tanah itu ada karena undang-undang yang menciptakannya, sebagaimana diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayat (1) ketentuan konversi UUPA.
Kewajiban Pendaftaran Hak Milik
Penegasan alih fungsi yang berasal dari tanah adat diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) Nomor 2 Tahun 1962 tentang pengukuhan dan pendaftaran hak-hak eks Indonesia atas tanah.
Hapusnya Hak Milik
Orang asing atau bukan anggota masyarakat hukum adat tersebut tidak dapat menguasai tanah dengan hak milik pribadi; Kepala adat atau penguasa adat bertanggung jawab atas pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenalnya atau bukan anggota masyarakat hukum adat; Tanah ulajet tidak dapat dimiliki oleh masyarakat di luar kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai hak milik, melainkan hanya mempunyai hak pakai;
Anggota hukum adat sendiri mungkin hanya mempunyai hak pakai hasil, sehingga anggota hukum adat tidak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan apapun terhadap tanah tersebut. Di Papua, hak ulayat merupakan hak kolektif masyarakat hukum adat, sehingga pengaturan mengenai pemanfaatan dan pemanfaatan serta peruntukannya dibuat oleh pemuka adat (Ondoafi atau Ondofolo) dan kepala suku demi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat hukum adat. komunitas hukum.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Orang asing dapat memanfaatkan tanah yang berada dalam wilayah masyarakat adat; jika pengguna luar meninggalkan tanah, tanah tersebut tetap dikembalikan kepada masyarakat hukum adat, dan kemudian pengurus masyarakat hukum adat mengatur pembagiannya kepada anggota lain; Dan penegakan hukum adat yang berkaitan dengan hak adat secara tegas dinyatakan atau dirumuskan dalam Pasal 3 jo. Pasal 3 UPPA menyatakan “Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang masih ada, harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan pada kepentingan nasional dan negara. kesatuan bangsa, dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi.” Ketentuan Pasal 3 disertai dengan 2 (dua) syarat, yaitu mengenai “Keberadaan” dan.
Dan tidak dapat dibenarkan apabila dalam keadaan sekarang suatu masyarakat hukum adat masih mempertahankan isi penerapan hak ulayat secara mutlak, maka seolah-olah masyarakat adat itu terpisah dari masyarakat hukum dan para anggota masyarakat adat itu sendiri. . Menurut versi UUPA, hukum adat bukanlah hukum adat seperti yang dijelaskan oleh Van Vollenhoven dan A.
Konsep Peralihan Hak 1. Hak ulayat
- Tanah Negara
Tanah adat adalah sebidang tanah yang melekat pada hak ulayat suatu perkumpulan hukum adat. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2), dalam hal penguasaan tanah Negara telah dialihkan kepada Kementerian, Badan, atau Daerah Swatantra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka. Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dimiliki oleh suatu hak atas tanah.
Menurut ketentuan UUD 1945, terdapat kerancuan ungkapan “di bawah penguasaan negara” antara alinea kedua Pasal 33 dan alinea ketiga Pasal 33. Kebingungan pengertian “di bawah penguasaan negara” sebagaimana termuat dalam UUD 1945 dan UUPA seringkali menimbulkan kesalahpahaman di kalangan penyelenggara negara yang menganggap hak negara untuk menguasai tanah sama dengan hak negara atas hasil produktif. Cabang-cabang yang mereka kelola adalah Badan Usaha Milik Negara, yang ditetapkan sebagai milik negara, yang kemudian dialihkan menjadi tanah negara.41.
Cara Peralihan Hak
Dasar penguasaan atau landasan hak dapat berupa sertifikat, girik, sertifikat tanah, sertifikat pelepasan hak dan pembayaran atas tanah dan rumah dan/atau tanah yang dibeli masyarakat, keputusan pengadilan, akta PPAT, akta. pelepasan hak dan surat bukti perolehan, tanah lainnya. keterangan mengenai jumlah bidang tanah, luas dan status tanah yang dimiliki pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohonkan; Data hukum: sertifikat, girik, sertifikat tanah, surat bukti pelepasan hak dan pembayaran tanah dan rumah dan/atau tanah yang dibeli oleh pemerintah; Akta PPAT, Akta Pelepasan Hak, Penetapan Pengadilan dan surat bukti lain pengadaan tanah;
Surat akuan pemohon berkenaan jumlah keluasan, keluasan dan status tanah-tanah milik pemohon termasuk keluasan tanah yang dipohon. 43.
Analisa Terhadap Peralihan Hak
Perpindahan hak atas tanah didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-undang Peralihan Lembaran Negara Tahun 1834 nomor 37 dan hukum adat. Peraturan Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan Masyarakat Hukum Adat. Dalam Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan tanah adat adalah sebidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat suatu masyarakat hukum adat tertentu. Hak ulayat dan hak sejenis masyarakat hukum adat (selanjutnya disebut hak ulayat) adalah kewenangan yang dimiliki masyarakat hukum adat tertentu secara adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup warganya untuk memanfaatkan sumber daya alam (SDA), termasuk tanah. , di kawasan itu, demi kelangsungan dan eksistensi kehidupan, yang timbul dari hubungan fisik dan internal yang diwariskan secara turun-temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tertentu dengan kawasan yang bersangkutan.'
Dengan kekuasaan tersebut masyarakat hukum adat dapat berpindah dari masyarakat hukum adat karena adanya hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah atau kawasan yang dimilikinya. Kepastian hukum terdapat pada asas hukum, sehingga perlu adanya revisi Pasal 12 agar masyarakat hukum adat mengetahui bahwa keberadaannya dihormati dan diakui.
Saran
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak Atas Tanah, cetakan ke-6, Prenada Media Group, Jakarta, 2010. UU no. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berhubungan dengan tanah. Keputusan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pengalihan Wewenang Pemberian dan Pencabutan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara No. 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pencabutan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara No. 9 Tahun 1999 (Permenag/KBPN No. 9/1999) tentang Tata Cara Pengalihan Hak Atas Tanah Negara Menjadi Hak Milik.