Analisis Yuridis
Terhadap Penghuni
Tahanan di Indonesia
Andar Beniala Lumbanraja NIM : S831320200040
Pendahuluan
“OVERCROWDED”
- Berdampak rendahnya pemenuhan hak- hak tahanan dan napi
- Berdampak pula pada pengaturan pengelolaan Rutan dan Lapas
- Anggaran negara untuk pembiayaan pengelolaan Rutan dan Lapas
membengkak
Rumah tahanan (rutan) dan
lembaga pemasyarakatan (lapas) merupakan fasilitas yang digunakan oleh negara untuk melakukan
penahanan bagi tersangka/terdakwa dan napi dalam tahapan penegakan hukum selama berada didalamnya.
Kurangnya jumlah Rutan dan Lapas di Indonesia tidak sebanding dengan terus bertambahnya jumlah napi berakibat Overcrowded
Rumusan Masalah
● Bagaimana pengaturan penghuni tahanan di Indonesia ?
● Bagaimana pelaksanaan pembinaan kepribadian narapidana yang ditempatkan di rumah tahanan negara kaitannya dalam pencapaian tujuan pemasyarakatan ?
(Satjipto Rahardjo, 2000)
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum
Teori
(Lili Rasjidi & I.B Wysa Putra, 1993)
Hukum dapat difungsikan untuk menghujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga predektif dan antipatif
Pengaturan Penghuni Tahanan di Indonesia
Pemerintah membuat grand design penanggulangan overcrowded ke Rutan dan Lapas melalui Permen Hukum dan HAM No. 11 Tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded Pada Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan.
Tujuannya : mampu mengatasi kelebihan kapasitas di dalam penjara
Lembaga Pemasyaraktan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut diatas melalui pendidikan, rehabilitas, reintegrasi dan didukung dengan UU No.
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditetapkan sebagai pejabat fungsional penegak hukum
Lanjutan…
Kepenuhsesakan di 326 Lapas di Indonesia mencapai jumlah 261 Lapas atau 80,06% sedangkan kepenuhsesakan di 165 Rutan mencapai jumlah 142 Rutan atau 86,06%.
Dampak yang timbul dari tingginya kepenuhsesakan ini adalah :
maraknya gangguan keamanan dan ketertiban,
penyebaran penyakit menular,
penurunan kualitas hidup,
kegagalan dalam pencapaian tujuan pembinaan
Pemasyarakatan.
Pelaksanaan Pembinaan Kepribadian
Narapidana Yang Ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Kaitannya Dalam
Pencapaian Tujuan Pemasyarakatan
Pembinaan kepribadian berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI.
No. M. 02.PK.04 tanggal 10 April 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/ Tahanan pada BAB VII tentang pelaksanaan pembinaan dibagi menjadi 5 :
1. Pembinaan Kesadaran beragama
2. Pembinaaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
3. Pembinaan Intelektual
4. Pembinaan Kesadaran Hukum
5. Pembinaan Pengintegrasian dengan Masyarakat
1. Pembinaan Kesadaran beragama
Dalam pembinaan kesadaran beragama ini narapidana dibina untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan harapan meningkatkan iman dan takwa narapidana terhadap Tuhan yang maha esa sehingga nantinya setelah keluar dari Rutan narapidana dapat mengimplementasikan ilmu agamanya pada kehidupan sehari-hari dan melatih narapidana untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi agar nantinya dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat.
2. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dilakukan dengan melaksanakan apel dan upacara nasional misalnya upacara bendera 17 Agustus. Bila dikaitkan dengan tujuan pemasyarakatan maka pembinaan ini untuk melatih narapidana agar menjadi warga negara yang berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, karena dengan meningkatnya kesadaran berbangsa dan bernegara otomatis akan meningkatkan peran aktif dari warga binaan tersebut dalam pembangunan.
3. Pembinaan Intelektual
Pembinaan inteletual diperlukan untuk meningkatkan wawasan dari narapidana agar mereka tidak tertinggal dengan masyarakat yang ada diluar penjara. Di Rutan sendiri pembinaan ini dilakukan melalui penyedian perpustakaan untuk narapidana selain itu narapidana juga dapat mendapat informasi dari televsi yang ada di rutan sedangkan untuk program kejar paket masih belum ada.
4. Pembinaan Kesadaran Hukum
Pembinaan kesadaran hukum sendiri dilakukan untuk menyadarkan narapidana atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat agar nantinya saat bebas tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Pembinaan kesadaran hukum di rutan dilakukan dengan kerjasama dengan instansi lain, dari polres memberikan penyuluhan untuk narapidana yang masa pidananya akan berakhir selain itu juga ada penyuluhan narkoba dan penyuluhan AIDS.
5. Pembinaan Pengintegrasian dengan Masyarakat
Pembinaan ini dilaksanakan untuk memudahkan narapidana untuk berintegrasi dengan masyarakat, diharapkan nantinya narapidana akan lebih mudah bersosialisasi dengan masyarakat saat masa pidananya berakhir. Misal dengan kegiatan kebersihan lingkungan, menjaga parkir dikawasan Rumah Tahanan Negara kelas IIB Bangil, adanya Cuti bersyarat (CB), pembebasan bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas (CMB). Hanya saja untuk cuti menjelang bebas jarang dikarenakan cuti menjelang bebas hanya bisa didapatkan oleh narapidana yang mendapatkan remisi saja.
“
Overcrowded dapat menyebabkan rendahnya pemenuhan hak-hak tahanan dan juga napi yang di dalam Rutan maupun Lapas akibat tidak profesionalnya tindakan sipir. Kondisi ini juga membebaninegara, serta tidak tercapainya tujuan pemasyarakatan. Pemerintah Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya mengurangi kondisi tersebut, terlebih pemerintah sudah
menuangkannya dalam grand design penanganan overcrowded di seluruh Rutan dan Lapas di Indonesia.
“
Penanganan overcrowded tidak bisa dilakukan hanya denganmemperluas bangunan Rutan dan Lapas, karena Rutan dan Lapas adalah hilir dari proses penegakan hukum. Penanganan justru harus dimulai sejak hulu, minimal sejak sebuah tindak pidana dalam proses penyidikan, karena sebagai sebuah sistem, tindakan yang dilakukan oleh salah satu subsistem akan berpengaruh terhadap subsistem yang lain.
Saran
Pemerintah harus lebih memperhatikan dan memberikan dukungan untuk memperbaiki kekurang-kekurangan yang ada baik dari sarana dan prasarana maupun kuantitas dan kualitas pegawai sehingga pembinaan bisa berjalan lebih maksimal lagi.
Diperlukan perbaikan ketentuan hukum, khususnya bagi tipiring agar tidak lagi diancam oleh pidana penjara dan diproses menggunakan hukum acara biasa. Hal ini dapat dilakukan melalui pembahasan RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas antara Komisi III DPR RI dan Pemerintah Indonesia.