PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM TERHADAP
KESADARAN BERAGAMA BAGI NARAPIDANA (STUDI
KASUS DI RUMAH TAHANAN NEGARA
KELAS IIB SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Muh Rondi
NIM : 114-14-002
JURUSAN HUKUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
v
MOTTO dan PERSEMBAHAN
MOTTO
َنيِنِس ْحُمْلا َر ْجَأ ُعي ِضُي َلَ َ َّاللَّ َّنِإ
“
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik
(QS. At-Taubah 120)”
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, serta dengan ketulusan dan kerendahan hati, Penulis
persembahkan skripsi ini untuk:
Isteri tercinta Iro Hayati yang telah memotifasi dan dukunganya
sepenuh hati,
Anak-anakku Bekti Wahyu Utami, Muhamad Rizky Fajar dan Sabrina
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
skrpsi dengan judul “Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga”
sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam. Sholawat serta salam selalu
peneliti haturkan kepada Nabi akhir zaman,junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
senantiasa kita teladani sebagai Uswatun Khasanah dalam segala ilmu.
Selanjutnya penulis sangat bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar. penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu peneliti bermaksud memberikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah senantiasa membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,
yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2 Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan IAIN
Salatiga.
3. Bapak Mufiq, M. Phil, selaku Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
keguruan IAIN Salatiga dan dosen pembimbing.
4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan
Agama Islam IAIN Salatiga.
5. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
6. Keluarga Besar Rumah Tahanan Negara Kelas IIb Salatiga yang telah memberi
vii
7. Keluarga penulis tercinta yang telah senantiasa memberikan motivasi dan
mendoakan agar peneliti diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan “Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
Angkatan 2004” yang penulis sayangi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu proses
pembuatan skripsi ini.
Semoga kebaikan yang mereka berikan kepada penulis diberikan balasan yang
terbaik dan lebih baik oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Salatiga, 6 Februari 2018 Penulis
viii
ABSTRAK
Muh Rondi, NIM : 2018, Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga). Skripsi. Jurusan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam (FTIK). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing ; Mufiq, S.Ag, M.Phil.
Kata kunci: Pembinaan, Kerohanian, Kesadaran, Beragama, Narapidana.
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pengaruh atau tidak antara Pembinaan
Kerohanian Islam dengan Kesadaran Beragama Narapidana yang ada di RUTAN Salatiga. Karena masih banyaknya mantan narapidana yang mengulangi perbuatanya lagi ini disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah belum maksimalnya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan khususnya pembinaan kerohanian Islam.
Studi penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan. (1) Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rumah Tahanan Kelas IIB Salatiga? (2) Bagaimana peranan pegawai Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga dalam pembinaan Kerohanian Islam narapidana? (3) Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama paranarapidana?
Permasalahan tersebut di bahas melalui sebuah penelitian kualitatif sebagai deskripsi kenyataan di lapangan dan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional sebagai pembanding nilai pengaruh yang dilaksanakan di RUTAN Salatiga. Proses pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data ini dianalisis dengan pendekatan rumus statistik product moment.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
NOTA PEMBIMBING ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Penegasan Istilah ... 10
F. Tinjauan Pustaka ... 11
G. Metode Penelitian ... 12
1. Jenis Penelitian ... 12
2. Sumber Data ... 12
3. Teknik Pengumpulan Data ... 13
x
H. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II : KERANGKA TEORI A. Pembinaan Kerohanian Islam ... 17
1. Pengertian Kerohanian Islam ... 17
2. Pengertian Kerohanian Islam ... 18
3. Dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam terhadap Narapidana ... 19
4. Tujuan Pembinaan Kerohanian Islam ... 21
5. Ruang Lingkup Pembelajaran Agama Islam ... 23
B. Kesadaran Beragama ... 26
1. Pengertian Kesadaran Beragama ... 26
2. Fungsi dan Tujuan Agama ... 27
3. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia ... 29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan ... 30
5. Indikator Sikap Keagamaan ... 34
C. NARAPIDANA ... 37
1. Pengertian Narapidana ... 37
2. Pembinaan Narapidana ... 38
3. Tujuan Pembinaan Hukum Pidana ... 46
4. Penggolongan Narapidana ... 47
xi
6. Dasar-dasar Pembinaan Narapidana ... 49
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51
1. Tempat Penelitian ... 51
2. Waktu Penelitian ... 51
B. Metode Penelitian ... 51
C. Populasi dan Sampel ... 52
D. Teknik Pengumpulan Data ... 53
E. Teknik Analisis Data ... 57
F. Hipotesis Statistik ... 60
BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Gambaran Rutan Kelas IIB Salatiga ... 61
B. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 61
1. Tinjauan Historis ... 61
2. Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Sasaran Rutan Salatiga ... 62
3. Tinjauan Geografis ... 64
4. Struktur Organisasi ... 65
C. Program Pembinaan Rutan Salatiga ... 68
1. Metode Pembinaan ... 68
xii
D. Pengujian Hipotesis ... 72
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75
1. Interpretasi Data Hasil Statistik ... 75
2. Keterkaitan Temuan dengan Teori yang Melandasi Variabel-Variabel Penelitian ... 78
3. Komparasi antara Temuan Penelitian dengan Hasil Penelitian yang Terdahulu ... 79
F. Prosentase Hasil Angket/Quesioner Penelitian ... 80
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 83
B. Implikasi ... 84
C. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
LAMPIRAN LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pendidikan adalah studi ilmu yang diharapkan untuk dapat mencapai
tujuan.(Fadilah, 2005: 39) Dalam definisi tersebut tercermin suatu proses kegiatan
mendidik. Dengan demikian dalam praktiknya pendidikan adalah suatu usaha,
proses, bimbingan, tuntunan, dan pembekalan yang secara sadar oleh pendidik
kepada anak didiknya guna membantu anak didik tersebut memiliki
kecakapan-kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Agama merupakan risalah dan wahyu disampaikan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai petujuk dan hukum-hukum yang sempurna dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan
tanggung jawab kepada Allah SWT, dirinya sebagai hamba Allah SWT, manusia dan
masyarakat serta alam sekitarnya.(Zakiyah, 1984: 58). Hukum yang dimaksud di sini
sebagai pola tatacara hidup manusia di dunia dan di akhirat yang mengatur
pemeliharaan hubungan antara manusia dengan Sang Khalik, manusia dengan
manusia serta manusia dengan lingkunganya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat: 56:
2
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Pendidikan agama adalah satu ilmu yang holistic bukan hanya
mengembangkan intelektual saja tetapi juga menjadikan manusia seutuhnya, serta
tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentiment) agama saja. Akan tetapi,
melalui pendidikan agamalah kepribadian anak didik akan terbentuk secara
keseluruhan mulai dari pengetahuan agama, latihan-latihan amaliah sehari-hari, sikap
keberagamaannya dan perilaku (akhlak), yang sesuai dengan ajaran, baik yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya,
manusia dengan alam serta manusia dengan dirinya sendiri.( Zakiyah, 2009: 124).
Islam, pendidikan mempunyai posisi yang sangat signifikan sebagai dakwah
dan pengajaran akhlak peserta didik. Hal ini terlihat dari turunnya wahyu pertama
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, dalam surat al-Alaq yaitu Iqra yang
biasa diterjemahkan dengan bacalah! Kata ini merupakan pintu gerbang bagi
terbukanya ilmu pengetahuan. Perintah membaca adalah jalan membuka cara
berpikir umat sehingga dapat memahami perintah dengan benar sehingga, wajarlah
bila dikatakan bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban,
dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, demikian
pula sebaliknya.( M. Quraish Shihab, 2003 : 170).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama
3
lain ilmu agama sangatlah penting dalam pembentukan tingkah laku peserta didik,
karena mereka merupakan penerus generasi bangsa, negara, dan agama. Banyak
bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang matang yang harus dimiliki anak didik
dalam rangka melaksanakan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang benar dan
bertanggungjawab seutuhnya.
Dengan pendidikan Islam maka pengajar dapat menjadikan peserta didik
menjadi pengajar yang berkesinambungan, menyebarkan agama Islam kepada
generasi yang akan datang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. kepada para sahabatnya, sehingga kita dapat melihat sebuah pengajaran yang
berkelanjutan dan pribadi Islam yang utuh.
Mengenai keutamaan belajar, Di dalam Firmanya Allah SWT mengangkat
derajat orang-orang yang berilmu dan mengamalkanya, salah satu ayat yang
menjelaskan tentang keutamaan pendidikan yaitu dalam surat Al-Mujadalah: 11:
َمْلِعْلا اوُتوُأ َنيِذَّلا َو ْمُكْنِم اوُنَمآ َنيِذَّلا ُ َّاللَّ ِعَفْرَي اوُزُشْناَف اوُزُشْنا َليِق اَذِإ َو
اَجَرَد
“Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah:11).
Dengan demikian pendidikan Islam mentransfer nilai-nilai atau keilmuan
Islam harus mampu membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai ajaran Islam yang
telah disampaikan tersebut. Pendidikan adalah satu disiplin ilmu yang primer dalam
kebutuhan manusia. Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
4
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. ( Undang-undang SISDIKNAS, 2003: 7)
Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, yaitu fitrah beragama. Maka
hal tersebut mengisyaratkan bagaimana pendidikan sangatlah penting bagi peserta
didik terutama pendidikan Islam dalam pembentukan karakter.
Berkembangnya manusia pastilah memiliki tujuan yang sama yaitu bahagia
dunia dan akhirat. Salah satu cara yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan
adalah melalui ilmu pendidikan. Ilmu dapat diperoleh dengan adanya pendidikan,
baik pendidikan yang dimulai dari dalam rumah atau keluarga, di sekolah, maupun di
dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan sangat berperan penting dalam
mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan.
Bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam sebaiknya telah
ditanamkan sejak manusia berada dalam kandungan seperti misalnya seorang ibu
yang sedang mengandung bayi dianjurkan untuk lebih banyak berdzikir dan
membaca Al-Qur’an serta berdoa demi perkembangan janin dan keselamatannya
kelak. Manusiapun sejak lahir hingga akhir hayatnya selalu membutuhkan agama
sebagai bagian dari kebutuhan jiwanya. Misalnya sejak seorang calon bayi yang
telah ditiupkan ruhnya oleh Allah SWT sejak itu pula ia selalu berdzikir kepada
Tuhannya, dilahirkan oleh ibunya, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
anak-anak, remaja, dewasa, hingga sebelum ia dikuburkanpun seseorang tetap
5
Oleh karena itulah pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama
Islam sangat penting sebab dengan bimbingan kerohanian Islam, orang tua atau guru
berusaha secara sadar memimpin dan memberikan pengajaran yang sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam yang mampu memenuhi kebutuhan akhlak setiap diri manusia.
Secara prinsip, bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam
baik yang diselengarakan oleh lembaga pendidikan non formal maupun formal
bertujuan untuk membekali seseorang agar memiliki pengetahuan lengkap tentang
agama Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk amalan praktis. Dengan
demikian seseorang dapat melaksanakan ritual-ritual, serta hukum-hukum syariat
ibadah secara benar menurut ajaran Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktikan dan
diajarkan oleh Rasulullah SAW, baik itu berupa ibadah secara akhlak maupun ibadah
praktis seperti sholat dan sebagainya.
Dengan pembinaan dan bimbingan kerohanian Islam, seseorang diharapkan
dapat memahami berbagai teori ibadah dan tatacara pelaksanaannya. Sehingga
dengan teori-teori tersebut secara sadar mereka mampu melaksanakan ibadah secara
baik dan benar.
Kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dalam diri manusia adalah kebutuhan
rasa kasih sayang dan rasa aman. Untuk melindungi serta menunjang hidupnya
hingga ia mampu berdiri dan mandiri menjalani kehidupannya di dalam
bermasyarakat. Dalam hal ini orang pertama yang mempengaruhi sikap dan tingkah
laku seseorang ialah kedua orang tuanya, keluarga, lingkungan pendidikan, dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Keluarga merupakan sumber utama pembentuk
6
dalam suatu keluarga tidak adanya keseimbangan dan kesadaran serta
tanggungjawab dalam mendidik anak-anak didiknya akan menimbulkan sebab dari
penyimpangan sosial yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, hendaklah
minimal dalam lingkungan keluarga telah tertanam kesadaran beragama dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Arus era modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan ummat
manusia, namun di sisi lain ternyata telah melahirkan dampak yang negatif pula bagi
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai problema yang semakin
kompleks, baik yang bersifat personal maupun yang bersifat sosial. Manusia modern
telah terpedaya oleh produk pemikirannya sendiri karena kurang mampu mengontrol
efek dari hasil pemikiran itu sendiri.
Derasnya arus modernisasi membutuhkan penanganan serius dimulai dari
penanaman rohani Islam yang terkandung dalam Pendidikan Agama Islam. Oleh
karena itu bimbingan kerohanian Islam sangat berperan penting dalam
perkembangan seorang anak didik sedini mungkin agar tidak terjerumus kelak dalam
permasalahan-permasalahan negatif yang khas, seperti halnya ego sentris
perkembangan, perkembangan emosi, dan penyimpang dalam masyarakat.
Untuk mewujudkan manusia Islam yang holistik, setiap umat beragama harus
memiliki dimensi secara utuh yaitu. Dimensi-dimensi itu ialah: dimensi keyakinan,
dimensi peribadatan, dimensi pengalaman, dan dimensi pengetahuan. Dari dimensi
tersebut, dimensi pengetahuan akan sangat berperan terhadap munculnya kesadaran
keagamaan. Agar setiap umat beragama dapat memiliki kesadaran yang utuh maka
7
dengan menekankan serangkaian ajaran dan kewajiban kepada pemeluk agama,
melainkan pendidikan agama harus dilakukan dengan melibatkan emosi dan
rasionalitas para penganutnya.
Ada pula seorang anak didik yang hampir tidak pernah dikenalkan tentang
ilmu agama oleh orang tuanya, namun ia tinggal di dalam lingkungan masyarakat
yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang tinggi sehingga anak tersebut
mempelajari ilmu agama bersama teman sepermainannya serta warga sekitarnya.
Namun ada pula seorang anak didik yang jarang sekali diberikan pengetahuan
keagamaan oleh orang tuanya, kemudian di dalam masyarakat pula ia sering merasa
asing karena sangat jarang bertemu dan bersosialisasi di lingkungan sekitarnya
sehingga ia lebih memilih menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri.
Pada kondisi yang memprihatinkan inilah seorang anak didik yang kurang
kontrol terhadap agama, orang tua, dan masyarakat sekitarnya yang akan berefek
negatif pada diri anak didik itu sendiri. Sebagai contoh, seorang anak didik yang
akhirnya mengkonsumsi narkoba melakukan tindakan kekerasan hingga pencurian
dan pembunuhan dengan dalih kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya serta
mengikuti trend teman-teman sekitarnya yang akhirnya anak didik tersebut terbuai
oleh perilaku menyimpang yang menyebabkan ia menjadi pelaku tindak pidana, dan
menjadi narapidana guna menebus kesalahannya.
Dari kronologis di atas Rumah Tahanan Negara Salatiga mengacu pada UU.
No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (UU. No. 12 Th 1995) melakukan
pembinaan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya,
8
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Pembinaan di dalam Rumah Tahanan Negara bukan hanya pemberian hukuman,
penanaman bakat dan keterampilan, namun juga terdapat pembinaan moral dan
kerohanian berupa pembinaan kesadaran beragama guna menunjang jiwa keagamaan
anak binaan. Banyak hal yang dilaksanakan dalam kegiatan pembinaan kerohanian
Islam pada narapidana misalnya, pada setiap harinya narapidana selalu melaksanakan
pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh beberapa ustad dan
ustadzah.
Dengan pembinaan kerohanian Islam, seorang narapidana diharapkan dapat
memahami berbagai teori ibadah dan tata cara pelaksanaannya. Dengan teori-teori
tersebut mereka secara sadar mampu melaksanakan ibadah secara baik, benar, dan
bagus. Namun terkadang masih ada saja seorang narapidana yang telah mendapatkan
pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam di dalam Rumah
Tahanan Negara, ketika seorang tersebut telah bebas hukuman dan kembali di
masyarakat, mantan narapidana tersebut tidak melaksanakan kewajiban agamanya
seperti yang biasa ia lakukan di dalam Rumah Tahanan Negara sebelumnya. Bahkan
ironisnya lagi adalah, ketika berada di dalam Rumah Tahanan Negara seorang
narapidana bahkan bisa lebih meluaskan jaringannya karena bertemu dengan
narapidana lain yang terjerat dengan kasus yang sama bahkan lebih profesional.
Disinilah seharusnya control agama dalam dirinya yang berperan dalam setiap
9
beragama terhadap dirinya maka dari itu akan ada pengaruh antara teori pembinaan
kerohanian Islam dengan kesadaran beragama seseorang.
Atas dasar pemikiran itulah, untuk lebih jauh mengetahui adanya pengaruh
antara Pendidikan Agama Islam yang dimiliki seseorang dengan Kesadaran
Beragamanya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Bagi
Narapidana ( Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga)”,
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rumah Tahanan Kelas
IIB Salatiga?
2. Bagaimana peranan pegawai Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga
dalam pembinaan Kerohanian Islam narapidana?
3. Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama
para narapidana?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di
Rumah Tahanan Kelas IIB Salatiga.
2. Mengetahui peran pegawai dalam pembinaan kerohanian Islam narapidana di
Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama Islam terhadap
10
D. Manfaat Penelitian.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
akademis/teoritik maupun dalam masyarakat. Secara akademis, penelitian ini dapat
menjadi salah satu pengembangan teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
nilai pembinan narapidana, dan hal yang berkaitan sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi khasanah ilmu, dapat
memberikan kontribusi keilmuan pada civitas akademik IAIN Salatiga tentang
pembinaan kerohanian Islam bagi narapidana, menambah pengetahuan dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah pada permasalahan dan kondisi di
masyarakat sehingga mendapat pengalaman di lapangan.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi dan masukan mengenai pembinaan kerohanian
Islam pada narapidana di Rumah Tahanan Negara Kota Salatiga supaya dapat
ditingkatkan lagi dalam proses pelaksanaan pembinaan tersebut agar menjadi lebih
baik.
E. Penegasan Istilah.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan
mengemukakan beberapa definisi, istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi
ini, sehingga tidak menimbulkan suatu persoalan ataupun kebingungan.
1. Pengaruh.
Daya yang ada atau timbul dari suatu (benda atau orang) yang ikut
11
2. Pembinaan.
Suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
membantu mencapai tujuan organisasi.(Mathis, 2002:112)
3. Pembinaan Kerohanian Islam.
Usaha untuk hidup iman, sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan
diri penuh kepada Tuhan.(Darminta,2006:16)
4. Islam.
Mengacuh pada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah
SWT, bukan berasal dari manusia. (Abdullah, 2006:7)
5. Narapidana.
Orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. (Andi, 2009:107)
6. Kesadaran beragama
Aspek mental dari aktivitas agama. (Ramayulis, 2009:8)
F. Tinjauan Pustaka.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis merujuk pada penelitian
sebelumnya yaitu yang berjudul ” Pembinaan Kesadaran Beragama Pada Kehidupan
Anak Jalanan” studi kasus di Rumah Singgah Anak Kurnia, karya Siti Shofiyah dan
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010.
Penelitian tersebut memperoleh data mengenai pembinaan kesadaran
beragama pada kehidupan anak jalanan yang dilakukan di Rumah Singgah Anak
rata-12
rata skor 78,8%, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah:
objek penelitian dan tempat penelitian.
G. Metode penelitian.
1. Jenis Penelitian.
Di dalam Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan penelitian
kualitatif.
Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.
Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk
menelaah atau menyelusuri sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi,
peranan, nilai, sikap, dan persepsi. (Moleong,2009:7)
2. Sumber Data
Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Data Primer
Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari pihak
pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini,
peneliti mewawancarai narapidana yang berada di Rumah Tahanan Negara
13
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap yang membantu peneliti dalam
melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa:
ayat-ayat Qur’an, hadits, pendapat para ulama, ijma’ dan karangan berupa buku,
serta UU dan Peraturan Pemerintah .
c. Data Tersier
Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk terhadap
data primer dan data sekunder. Dalam hal ini data tersier yang digunakan
adalah Kamus lengkap Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik atau metode
wawancara mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa
digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut
masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin, 2010 : 67)
b. Observasi
Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi memungkinkan
14
c. Telaah Dokumen
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan
dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat
berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang,
notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa, 2012:61)
d. Triangulasi
Triangulasi merupakan cara pemeriksaan keabsahan data yang paling
umum digunakan. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menjelaskan teknik
triangulasi yang dapat digunakan.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti
mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data.
e. Kehadiran peneliti
Kehadiran peneliti merupakan keharusan seorang peneliti untuk
mendapakan data secara langsung dari obyek penelitian dengan cara observasi,
15
f. Kuesioner
Kuesioner atau Angket merupakan suatu teknik pengumpulan data
secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan
responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket
berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh
responden (Sutopo, 2006: 82). Responden mempunyai kebebasan untuk
memberikan jawaban atau respon sesuai dengan persepsinya.
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung
bertanya jawab dengan responden (Sutopo, 2006: 87). Karena angket dijawab
atau diisi oleh responden dan peneliti tidak selalu bertemu langsung dengan
responden, maka dalam menyusun angket perlu diperhatikan beberapa hal.
Pertama, sebelum butir-butir pertanyaan atau peryataan ada pengantar atau
petunjuk pengisian. Kedua, butir-butir pertanyaan dirumuskan secara jelas
menggunakan kata-kata yang lazim digunakan (popular), kalimat tidak terlalu
panjang. Dan ketiga, untuk setiap pertanyaan atau pernyataan terbuka dan
berstruktur disesuaikan kolom untuk menuliskan jawaban atau respon dari
responden secukupnya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya
16
dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.
(Moleong,2009:281)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis
atau analytical approach.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk
mempermudah jalan pikiran pembaca dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi.
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan pembahasan yang berisi tentang pengertian pembinaan
kerohanian Islam, dasar hukum, bentuk kegiatan pembinan kerohanian, pengaruh
pembinaan, serta kesadaran beragama bagi narapidana.
Bab III merupakan paparan data dan temuan peneliti meliputi : Profil Rumah
Tahanan Negara kelas IIB Salatiga, proses dan praktek pembinaan kerohanian Islam
di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga.
Bab IV merupakan analisis data mengenai konsep pembinaan kerohanian
narapidana dan analisis dampak kesadaran beragama bagi narapidana.
17
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pembinaan Kerohanian Islam
1. Pengertian Pembinaan
Sebelum dibahas lebih lanjut tentang pembinaan kerohanian Islam, maka
perlu kiranya dikemukakan pengertian pembinaan itu sendiri, diantaranya:
a. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10
Pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki,
meningkatkan akhlak (budi pekerti).
b. Menurut PP RI Nomor 31 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani.
c. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:152)
Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan “pe”
dan akhiran “an” yang mempunyai arti perbuatan, cara. Pembinaan berarti
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh
hasil yang lebih baik.
d. Menurut Mathis (2002:112)
Suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
18
e. Menurut Thoha (2003)
Membinaan adalah sebagai suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan
menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukan adanya kemajuan,
peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan,
berkembangnya, atau meningkatnya sesuatu. Disini terdapat dua unsur
pengertian, yakni pembinaan dari suatu tujuan dan yang kedua pembinaan
dapat menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu.
f. Menurut Munandar (1993:12) bahwa pembinaan pada hakekatnya
merupakan upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan serta sikap yang ditujukan bagi terciptanya
manusia yang terampil, cakap dan terpupuk sikap mental yang positif
dimana pengembangan diselaraskan dengan nilai yang dianut.
2. Pengertian Kerohanian Islam
Arti dari kerohanian Islam itu sendiri adalah usaha untuk hidup iman,
sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh kepada Tuhan
(Darminta,2006:16). Secara umum Islam adalah agama wahyu yang diterima
langsung oleh Nabi Muhammad SAW. diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Allah SWT. telah menganugerahkan
kepada manusia suatu kelebihan dan keutamaan di atas makhluk lainnya yaitu
19
ْنُهبٌَْلَّضَفَو ِثبَبَُِّّطلا َيِه ْنُهبٌَْقَصَسَو ِشْحَبْلاَو ِّشَبْلا ٍِف ْنُهبٌَْلَوَحَو َمَدآ ٌٍَِب بٌَْهَّشَم ْذَقَلَو
ًلُِضْفَت بٌَْقَلَخ ْيَّوِه ٍشُِثَم ًَٰلَع
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”. (Al-Isra: 70).
Para intelektual muslim mencoba mengkomunikasikan dan memformulasi
pengertian pembinaan kerohanian Islam, di antara batasan yang sangat variatif
tersebut adalah:
Pembinaan Kerohanian Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan hukum syariat dan
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar
ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. (Abdul Majid,
2006:130).
3. Dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam terhadap Narapidana
Dasar atau landasan pembinaan keagamaan telah dijelaskan dalam
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam buku M. Quraisy
Syihab (2005: 63) Allah SWT menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imron:
104 yang berbunyi:
ْيُنَتْلَو
ِيَع َىْىَهٌَََْو ِفوُشْعَوْلبِب َىوُشُهْأَََو ِشَُْخْلا ًَلِإ َىىُعْذََ ٌتَّهُأ ْنُنٌِْه
َىىُحِلْفُوْلا ُنُه َلِئَٰلوُأَو ۚ ِشَنٌُْوْلا
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
20
Dalam firman-Nya dinyatakan bahwa Allah SWT. mengangkat derajat
ummatnya yang berilmu, bahkan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. bukanlah ayat yang
menerangkan tentang shalat, puasa, ataupun zakat, melainkan perintah “Iqra”
yaitu membaca, menelaah, merenungkan, dan mengkaji yang merupakan salah
satu upaya dalam mencerdaskan manusia melalui pembinaan atau pendidikan.
Adapun dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam menurut M. Arifin
dalam bukunya yaitu: Pendidikan Islam adalah usaha merubah tingkah laku
individu didalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
a. Al-Quran, merupakan kalam Allah SWT yang telah diwahyukan-Nya kepada
Nabi Muhammad SAW, lewat malaikat Jibril dan mutawatir sebagai petunjuk
bagi seluruh ummat manusia. Al-Quran merupakan petunjuk yang lengkap,
pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan
bersifat universal.
Dengan demikian Al-Qur’an merupakan tuntunan atau kitab suci yang
berisi petunjuk Allah SWT bagi manusia untuk mencapai kecerdasan,
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik
pertama pada masa pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai
dasar pendidikan agama Islam di samping sunnah. Kedudukan Al-Qur’an sebagai
sumber pokok. pendidikan dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an surat An-Nahl:
21
ًتَوْحَسَو يًذُهَو ِهُِف ْاىُفَلَتْخا ٌِزَّلا ُنُهَل َيَُِّبُتِل َّلاِإ َةبَتِنْلا َلَُْلَع بٌَْلَضًَأ بَهَو
َىىٌُِهْؤَُ ٍمْىَقِّل
Artinya: “dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-ur’an) ini melainkan agarkamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu menjadipetunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S. an- Nahl:64).
b. Hadits (As-Sunnah), dasar yang kedua selain al-Quran adalah Sunnah
Rasulullah SAW, yaitu perbuatan, perkataan, dan taqriri yang pernah di
contohkan Nabi Muhammad SAW, dalam perjalanan hidupnya melaksanakan
dakwah Islam. ( Nizar,2001:95-97).
Di lingkup pendidikan, sunnah mempunyai dua faidah, yaitu: pertama,
menjelaskan system pendidikan agama Islam sebagaimana terdapat di dalam
Al-Qur’an dan menerangkan hal- hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua,
menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktekan. Pribadi Rasul
sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkret dari hasil pendidikan agama
Islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
َشِخ ِْا َمْىَُْلاَو َ َّاللَّ ىُجْشََ َىبَم ْيَوِل ٌتٌََغَح ٌةَىْعُأ ِ َّاللَّ ِهىُعَس ٍِف ْنُنَل َىبَم ْذَقَل
اًشُِثَم َ َّاللَّ َشَمَرَو
Artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW. itu suri tauladan
yang baik bagimu, (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT.” (Q.S. l -Ahzab:21).
4. Tujuan Pembinaan Kerohanian Islam
Sebagaimana dikutip oleh Mujib, dkk., (2006: 82) tujuan pembinaan
22
a. Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam.
b. Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebaikan.
c. Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara
logis dan membimbing proses pemikirannya.
d. Mengembangkan wawasan rasional dan lingkungan sebagaimana yang
dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih kebiasaan dengan baik.
Armai Arief mengutip pendapat Mohammad Al Toumy Al Syaibani
(2002: 25-26), tentang tujuan pembinaan keagamaan mempunyai
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tujuan individual
Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam mewujudkan
perubahan yang dicapai pada tingkah laku dan aktifitasnya.
b. Tujuan sosial
Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan
tingkah laku mereka secara umum.
c. Tujuan profesional
Tujuan ini berkaitan dengan pembinaan dan pengajaran sebagai sebuah ilmu.
Pembinaan kerohanian Islam dalam konteks keagamaan bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dan memelihara norma agama secara terus-menerus
agar perilaku hidup manusia senantiasa berada pada tatanan. Namun secara garis
besar, arah atau tujuan dari pembinaan keagamaan adalah meliputi dua hal, yaitu:
1). Tujuan yang berorientasi pada kehidupan akhirat, yaitu membentuk
23
2). Tujuan yang berorientasi pada kehidupan dunia, yaitu membentuk
manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan
tantangan kehidupan agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi
orang lain. (Arief, 2002:23).
Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat Al Qashash: 77, yang
berbunyi:
بًَُُّْذلا َيِه َلَبُِصًَ َظٌَْت لاَو َةَشِخِا َساَّذلا ُ َّاللَّ َكبَتآ بَوُِف ِغَتْباَو
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia” (QS. Al Qashash: 77)
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa Allah SWT menyuruh
kepada semua hamba-Nya agar mencari kebahagiaan akhirat dengan cara
beribadah kepada Allah SWT. Tetapi manusia tidak boleh melupakan
kebahagiaan dunia, oleh sebab itu manusia disuruh untuk bekerja guna
memenuhi kehidupan selama masih hidup di dunia.
5. Ruang Lingkup Pembelajaran Agama Islam
Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan antara: Hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan
manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan makhluk lainnya dan alam semesta.
Dalam rangka menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan pembinaan
kerohanian Islam, berikut ini akan dikemukakan beberapa bidang pembahasan
pengajaran agama yang menjadi pedoman dalam pembelajaran yang
24
kerohanian Islam hampir sama halnya dengan kurikulum yang diajarkan seperti
di sekolah- sekolah atau di lembaga informal lainnya yaitu berupa pembelajaran
aqidah-akhlak, fiqh, al-Quran-Hadis, dan sejarah kebudayaan Islam (SKI).
Materi agama Islam yang diberikan tidak disusun dalam bentuk silabus atau
rencana pembelajaran terlebih dahulu, akan tetapi ustad dan ustadzah yang
mempunyai peran penuh dalam menentukan materi dengan topik yang akan
disampaikan pada setiap pertemuan dalam pelaksanaan pembinaan kerohanian
Islam di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga. Topik-topik pengajarannya
antara lain:
a. Pengajaran aqidah-akhlak, meliputi:
1). Pengajaran keimanan, meliputi keperayaan kepada Allah SWT, kepada
Rasulullah SAW, kepada para Malaikat, kepada kitab-kitab Allah SWT,
kepada hari akhir, dan kepada qadha dan qadar.
2). Pengajaran akhlak, meliputi sifat-sifat terpuji dan tercela dan hal yang
langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat itu pada diri
seseorang secara umum.
3). Pengajaran ibadat, meliputi semua rukun Islam, membicarakan hal-hal
yang wajib, sunnat, hukum melaksanakan ibadah, rukun, syarat, kaifiyat,
dan bai’atnya.
b. Pengajaran fiqh, meliputi:
1). Fiqh, meliputi hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum
25
bentuk lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan
sebagainya.
2). Pengajaran ushul fiqh, meliputi bentuk-bentuk dan macam-macam hukum,
mahkumfih, mahkum’alaih, awaridl muktasabah dan awaridl samawiyah,
masalah istinbath dan istidlal, masalah ra’yu, ijtihad, ittiba dan taqlid,
masalah adillah syar’iyah, serta masalah ra’yu dan qiyas.
c. Pengajaran Al-Qur’an-Hadits, meliputi:
1). Qiraat Qur’an adalah membaca sedangkan tilawah aktifitas membaca
yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa yang dibaca.
2). Pengajaran tafsir, menjelaskan uraian penjelasan terhadap arti teks
Al-Qur’an; yang berarti lebih luas dan lebih jelas dari alih bahasa.
3). Pengajaran ilmu tafsir, menjelaskan tentang sejumlah teori atau ilmu
yang berhubungan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk
menafsirkan Al-Qur’an.
4). Pengajaran hadis, meliputi ajaran Islam yang berhubungan dengan
masalah yang dibicarakan.
5). Pengajara ilmu hadis, berisi bagaimana menilai sesuatu teks hadis untuk
dijadikan sumber hukum dalam ajaran Islam.
d. Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI), meliputi:
1). Tarikh Islam, membahas tentang sejarah yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan ummat Islam.
2). Tarikh tasyri, membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan ajaran
26
B. Kesadaran Beragama
1. Pengertian Kesadaran Beragama
Kesadaran berasal dari kata “sadar” yang berarti insaf, ingat kembali, dan
bangun. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah
keadaan atau hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. (Departemen
Pendidikan Nasional, 2002:975)
Sedangkan agama, berasal dari kata “al-Din”, menurut Quraish Shihab, dalam
bahasa arab terdiri dari huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa dibaca
dengan dain yang berarti hutang, dan dengan Din yang mengandung arti agama,
menguasai, menundukkan, patuh, kebiasaan, dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut
sama-sama menunjukkan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak pertama
berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan disegani oleh pihak kedua.
Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamr, babi,
atau darah karena semua itu haram dan tidak berharga. Dalam agama, Tuhan
adalah sebagai pihak utama yang lebih tinggi daripada manusia. (Gholib,2006:4).
Menurut Zakiyah Darajat, kesadaran beragama adalah aspek mental dari
aktivitas agama. Aspek ini merupakan bagian atau segi agama yang hadir (terasa)
dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi. Dengan adanya kesadaran agama
dalam diri seseorang yang akan di tunjukkan melalui akifitas keagamaan, maka
munculah pengalaman beragama. Adapun yang di maksud dengan pengalaman
beragama ialah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang
membawa kepada keyakinan yang dihasilkan dalam tindakan (amaliyah) nyata.
27
Dengan demikian, kesadaran beragama adalah keadaan sadar seorang hamba
terhadap penciptanya sehingga keberadaan Tuhannya tercipta di dalam dirinya yang
dengan keadaan tersebut ia melaksanakan segala perintah Tuhannya dan menjauhi
larangan-Nya.
Kesadaran beragama dalam tulisan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman
ke-Tuhanan , keimanan, sikap dan tingkah laku keagaman, yang terorganisasi dalam
sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga
manusia, maka kesadaran beragamapun mencapai aspek-aspek afektif, konatif,
kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat didalam
pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan rindu kepada Tuhan. Aspek kognitif
nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik
nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku dan keagamaan. Dalam
kehidupan sehari-hari, berbagai aspek tersebut sukar dipisahkan karena merupakan
suatu sistem kesadaran beragama yang utuh dalam pribadi seseorang.
(Ahyadi,1995:3714).
2. Fungsi dan Tujuan Agama
Menurut Abudin Nata seperti yang dikutip oleh Achmad Gholib dalam
bukunya study Islam, sekurang-kurangnya ada tiga alasan perlunya manusia
terhadap agama, yakni: Pertama, latar belakang fitrah manusia. Kenyataan
bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut untuk pertama kali
ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan manusia.
Kedua, alasan tentang kelemahan dan kekurangan manusia. Alasan inipun
28
menentukan hal-hal yang diluar kekuatan pikiran manusia itu sendiri, juga
karena manusia sendiri merupakan makhluk dhaif (lemah) yang sangat
memerlukan agama. Ketiga, adanya tantangan manusia. Manusia dalam
kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam
maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan
bisikan syetan, sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya-upaya memalingkan
manusia dari Tuhan. (Gholib, 10-11).
Dijelaskan pula dalam referensi lain, bahwa seorang sosiolog agama
bernama Elizabeth K. Nottingham sebagaimana yang dikutip oleh Bambang
Syamsul Arifin menurut gambarannya, agama adalah gejala yang begitu sering
“terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia
untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan
alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang
paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju
kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dillihat (akhirat), namun agama
melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik
kehidupan individu maupun kehidupan sosial. (Arifin, 2008:142-143).
Ditinjau dari segi tujuannya, agama berfungsi untuk membimbing umat
manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat. Menurut
Murtadha Muthari, ada tiga bagian pengaruh dan manfaat-manfaat keyakinan
keagamaan terhadap manusia. Pertama, agama akan memberi manfaat untuk
29
mempererat hubungan-hubungan sosial dan kemasyarakatan. Ketiga, agama
berfungsi sebagai penawar tekanan jiwa. (Gholib,11-12).
3. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia
Ada tiga alasan yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama, yaitu
sebagai berikut. (Nata, 2006:16).
a. Latar belakang fitrah manusia.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan
dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu,
maupun Budha. Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi
agama yaitu pada manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi
mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun
yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa, dalam diri manusia
sudah terdapat potensi beragama yang di berikan Tuhannya kepada kita,
namun potensi ini harus di kembangkan akan dibawa kemana jiwa yang
mempunyai potensi agama tersebut.
b. Kelemahan dan kekurangan manusia
Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga
memiliki kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh
30
positif dan negatif, sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada
kebaikan.
Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong,
inkar, iri, tamak dan lain sebagainya, karena itu manusia dituntut untuk
menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya
dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan di
sinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang diberikan
kelebihan berupa akal dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan yang lainnya. Dari
akal tersebutlah manusia mampu mengenal Tuhannya, yang terlahir sebagai ummat
beragama. Dan keduanya ini merupakan fitrah yang dianugerahkan oleh Tuhan
dalam diri manusia.
Dengan kemampuan mengenal Tuhan, manusia dapat memenuhi kebutuhan
jiwanya seperti kebutuhan kebebasan, kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan
rasa aman, dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua orang mampu
memaksimalkan kerja akalnya, yang menyebabkan mereka tidak mengenal
agamanya. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan
orang tua terhadap agama yang menyebabkan anak didikannya menjadi minim
pemahaman agamanya serta kurang efektifnya pendidikan agama Islam yang di
terima oleh masing-masing individu, ditambah lagi dengan keadaan lingkungan yang
mungkin jauh dari nilai-nilai dan norma-norma agama. Selain itu ada juga yang
31
rumah, pendidikan agama Islam di bangku sekolah, maupun pendidikan yang di
terimanya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
Agama menyangkut batin manusia, oleh karena itu kesadaran beragama dan
pengalaman seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang
ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran beragama dan
pengalaman beragamalah yang kemudian munculah sikap keagamaan yang
ditampilkan seseorang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya sikap keagaman seseorang dapat di
pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Berikut akan di
jelaskan mengenai dua faktor tersebut:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dari manusia itu sendiri, karena
manusia adalah homo religius (makhluk beragama) yang sudah memiliki fitrah
untuk beragama. (Jalaludin, 2010: 304-311)
b. Faktor ekstern, yaitu lingkungan yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan
jiwa keagamaan seseorang, karena lingkungan merupakan tempat dimana
seseorang itu hidup dan berinteraksi, lingkungan disini dibagi menjadi tiga, yaitu
keluarga, institusi, dan masyarakat. ( Jalaludin, 1995: 139)
1). Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan,
maka anak akan tumbuh baik pula, begitupun sebaliknya. Berdasarkan Al-Quran
dan Sunnah, tujuan terpenting dari pembentukan keluarga ialah sebagai berikut:
32
- Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
- Mewujudkan sunnah Rasulullah.
- Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak.
- Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan. (Abdurahman, 1995:193)
Jadi, keluarga adalah orang yang pertama yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan atau pendidikan anak yang sedang tumbuh. Hal tersebut
sebagaimana firman-Nya dalam surat At- Tahrim ayat 6:
بَهَُْلَع ُةَسبَجِحْلاَو ُطبٌَّلا بَهُدىُقَو اًسبًَ ْنُنُِلْهَأَو ْنُنَغُفًَْأ اىُق اىٌَُهآ َيَِزَّلا بَهََُّأ بََ
َىوُشَهْؤَُ بَه َىىُلَعْفَََو ْنُهَشَهَأ بَه َ َّاللَّ َىىُصْعََ َلا ٌداَذِش ٌظ َلِغ ٌتَنِئ َلَه
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari apineraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahriim:6)
Pembentukan kesadaran beragama ini sangat erat kaitannya dengan peran
orang tua sebagai teladan dalam pembentukan pribadi anak, karena orang tua
adalah panutan dan cermin pertama kali yang mereka lihat dan mereka tiru
sebelum mereka berpaling kepada lingkungan sekitarnya, sehingga dari kesadaran
beragama tersebut akan menimbulkan sikap atau tingkah laku beragama.
2). Lingkungan Institusional
Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah maupun non formal
33
formal yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja,
teratur dan terencana. Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa:
Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan
pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah sekolah. Guru-guru yang
melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran tersebut adalah
orang-orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan tugas pendidikan. Guru masuk kedalam kelas,
membawa seluruh unsur kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikirannya,
sikap, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaiannya, cara
berbicara, bergaul, dan memperlakukan anak bahkan emosi dan keadaan jiwa yang
dialaminya, ideologi dan paham yang dianutnya terbawa tanpa disengaja ketika ia
berhadapan dengan anak didiknya. Seluruhnya akan terserap oleh si anak tanpa
disadari oleh guru dan orang tua, bahkan anak sampai kagum dan sayang kepada
gurunya. (Nata, 2005 : 207)
3). Lingkungan Masyarakat
Dalam kehidupan, manusia tidak akan lepas dari orang lain, karena
manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya saling membutuhkan satu
sama lain. Untuk itu, lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang
juga ikut mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku seseorang. Masyarakat
disini dapat diartikan sebagai komunitas yang amat heterogen dengan berbagai
aspeknya. Di dalamnya terdapat berbagai kegiatan dalam bidang agama, sosial,
ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Semuanya
34
1995) Adapun lingkungan masyarakat yang dapat memberi pengaruh terhadap
perkembangan sikap keagamaan anak dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu: (Zuhairini, 1995: 175)
a). Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Lingkungan seperti ini biasanya tidak peduli terhadap segala aspek
kegiataan yang bersifat keagamaan bagi masyarakatnya. Masyarakat
seperti ini menganggap bahwasannya urusan agama merupakan tanggung
jawab pribadi masing-masing.
b). Lingkungan yang berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi tanpa
dorongan batin. Biasanya lingkungan seperti ini menghasilkan anak-anak
beragama tanpa kritik, atau beragama secara kebetulan.
c). Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
lingkungan agama.
5. Indikator Sikap Keagamaan
Agama menyangkut kehidupan manusia, kesadaran agama dan pengalaman
agama seseorang menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang berkaitan
dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama
inilah timbulnya sikap keagamaan yang ditampilkan oleh seseorang. Untuk dapat
menilai apakah seseorang mempunyai sikap keagamaan atau tidak dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu: (Ancok, Fuad, 2005: 77)
a. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
ajaran-35
ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam, dimensi ini
menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul,
kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka
percaya pada Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT,
surga dan neraka dan lain-lain.
b. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan dengan
syariah.
Dimensi merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seseorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain. Contoh:
apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain
-lain.
c. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim dalam
merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius, dalam
Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah
SWT, perasaan doa-doa terkabul, perasaan, bersyukur pada Allah dan
lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab dengan
Allah dan lain-lain.
d. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
36
ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini menyangkut
pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok, ajaran yang harus diimani
dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam dan
sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti pengajian, kegiatan-kegiatan
keagamaan, membaca buku- buku keagamaan dan lain-lain.
e. Dimensi pengamalan (konsekuensial) yang disejajarkan dengan akhlak.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengalaman seorang
muslim berprilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu bagaimana
seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain. Dalam Islam,
dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama menegakkan keadilan,
berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan, tidak mencuri dan lain-lain.
Secara umum cerminan sikap keagamaan dinyatakan dalam tiga hal,
yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan pondasi utama yang
akan menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam
dirinya. Objek keimanan yang tidak akan berubah dan tidak akan pernah
hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Akhlak itu sendiri
merupakan tingkah laku manusia atau sikap hidup manusia dengan pergaulan
hidup, sedangkan syariah merupakan peraturan-peraturan yang diciptakan
Allah SWT atau pokok-pokok supaya manusia berpegang teguh kepadanya di
dalam hubungannya dengan Tuhannya dan dengan kehidupannya.
(Zuhairini,1995. 42-43)
Dari berbagai uraian tentang sikap keagamaan, maka yang dimaksud
37
keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah
laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan
tersebut terjadi oleh adanya konsistensi antara pemahaman terhadap
keagamaan dan prilaku terhadap keagamaannya.
C. NARAPIDANA
1. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
dalam lembaga pemasyarakatan. (Andi, 2009: 107) Sesuai dengan UU No. 12 Tahun
1995, pasal 1 angka ke 7 bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam
sistem pemasyarakatan Indonesia.
Narapidana bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek yang tidak
berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan
atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang
harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan pidana. (Priyatno, 2006:
103)
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, narapidana adalah orang
yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, prilakunya dianggap tidak
dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi pengambilan
kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma (aturan-aturan) oleh alat-alat
kekuasaan (negara) yang ditunjukkan untuk melawan dan memberantas prilaku yang
38
2. Pembinaan Narapidana
Pembinaan narapidana adalah penyampaian materi atau kegiatan yang efektif
dan efesien yang diterima oleh narapidana yang dapat menghasilkan perubahan dari
diri narapidana ke arah yang lebih baik dalam perubahan berfikir, bertindak atau
dalam bertingkah laku. Secara umum narapidana adalah manusia biasa, seperti kita
semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum ada
karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut narapidana. Maka dalam
membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau antara
narapidana yang satu dengan yang lain. Pembinaan yang sekarang dilakukan pada
awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan nilai dan hakekat yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun juga
narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah
yang positif, yang mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih produktif, lebih
baik dari sebelum seseorang menjalani pidana. Tujuan perlakuan terhadap
narapidana di Indonesia mulai nampak sejak tahun 1964, setelah Dr. Sahardjo
mengemukakan dalam konferensi Kepenjaraan di Lembang, Bandung bahwa tujuan
pemidanaan adalah pemasyarakatan. Jadi mereka yang menjadi narapidana bukan
lagi dibuat jera, tetapi dibina untuk dimasyarakatkan. Ide Pemasyarakatan bagi
terpidana, dikemukakan oleh Dr. Sahardjo yang dikenal sebagai tokoh pembaharu
dalam dunia kepenjaraan menjadi pemsyarakatan.
Pokok dasar memperlakukan narapidanan sesuai dengan kepribadian kita
adalah: