• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembinaan Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBINAAN TAHANAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS IIB KABUPATEN BANTAENG

(Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara

Kelas IIB Kabupaten Bantaeng)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Jurusan PMI.Kon. Kesejahteraan Sosial

Pada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

Oleh

REZKI MAKMUR NIM. 50300112021

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rezki Makmur

NIM : 50300112021

Tempat/Tgl. Lahir : Bantaeng, 10 Mei 1993

Jur/Prodi/Konsentrasi : PMI Kons. Kesejahteraan Sosial Fakultas/Program : Dakwah dan Komunikasi Alamat : Mannuruki II lr. 5A no.2

Judul : Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Bantaeng (Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, atau dibuat oleh orang lain, seluruhnya, maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 07 November 2016 Penyusun,

REZKI MAKMUR NIM: 50300112021

(3)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul, “Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Bantaeng (Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng)”, yang disusun oleh Rezki Makmur, Nim: 50300112021, mahasiswa Jurusan PMI/Kesejahteraan Sosial pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Kamis, 07 Juni 2016 dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan PMI/Kesejahteraan Sosial (dengan beberapa perbaikan).

DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. Misbahuddin, M.Ag (...) Sekretaris : Dra.St.Aisyah BM, M.Sos.I (...) Munaqisy I : Dra. St. Nasriah, M.Sos.I (...) Munaqisy II : Nuryadi Kadir, S,Sos,M.A (...) Pembimbing I : Drs. H. Syamsul Bahri, M.si (...) Pembimbing II :Drs.Abd.WahabRahman,M.M (...)

Samata, 07 November 2016

Diketahui oleh

Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar,

Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag., M.Pd., M.Si., MM

(4)

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudari Rezki Makmur, NIM:

50300112021, mahasiswa Jurusan PMI Kons. Kesejahteraan Sosial Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul, Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Bantaeng (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng, memandang bahwa skripsi ini tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut

Samata, 05 Juni 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.H.Syamsul Bahri, M.si Drs.Abd.Wahab.,MM NIP.19581231 199403 1 007

(5)

v KATA PENGANTAR

اَنِدِّيَس ،َنْيِلَسْرُملا َو ِءاَيــِبْنَلأا ِفَرْشَأ ىَلَع ُمَلاـَّسلا َو ُةَلاَّصلا َو ،َنْيـََِملاَعلا ِّبَر ِلله ُدْمَحل ََ

َو

ِهـِلا ىَلَع َو ،ٍدَّمَحُم اَنَلاْوَم

:ُدـْعَـب اَّمَأ .َنْيِعَمْجَأ ِهِبْحَص َو

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt. Oleh karena atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan pentunjuk-Nya jualah, sehingga karya atau skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan masih terdapat kekurangan yang memerlukan perbaikan seperlunya.

Selanjutnya, shalawat dan salam peneliti haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad saw. dan segenap keluarganya, para sahabat, tabi-tabi'in, sampai kepada orang-orang mukmin yang telah memperjuangkan Islam sampai saat ini dan bahkan sampai akhir zaman.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian studi maupun penyusunan skripsi ini, tentunya tidak dapat peneliti selesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, patutlah kiranya peneliti menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababari, M. Si selaku Rektor UIN Alauddin Makassar. Bapak Prof. Dr. Mardan, M. Ag selaku Wakil Rektor 1, Bapak Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M. A selaku Wakil Rektor II, Ibu Prof. Sitti Aisyah, M. A.,Ph. D selaku Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar.

(6)

vi

2. Bapak Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag.,M.Pd.,M.Si.,M.M selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Bapak Dr. Misbahuddin, M.Ag selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr. H. Mahmuddin, M.Ag selaku Pembantu Dekan II, Ibu Dr. Nur Syamsiah, M.Pd.I selaku Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

3. Ibu Dra. ST. Aisyah BM., M.Sos.I selaku Ketua Jurusan PMI/Kons. Kesejahteraan Sosial dan Dr. Syamsuddin AB, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan PMI/Kons. Kesejahteraan Sosial yang telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi jurusan.

4. Bapak Drs. H. Samsul Bahri, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Abd. Wahab M.M, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, saran dan mengarahkan peneliti dalam perampungan penulisan skripsi ini.

5.

Dra. St. Nasriah, M.Sos.I Munaqisy I, dan Nuryadi Kadir, S.Sos.,MA Munaqisy II yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi dan mengarahkan peneliti dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Para Bapak/Ibu dosen serta seluruh Staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan yang berguna dalam penyelesaian studi pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

7. Seluruh dosen UIN Alauddin Makassar terima kasih atas bantuan dan bekal disiplin ilmu pengetahuan selama menimba ilmu di bangku kuliah.

(7)

vii

8. Bapak kepala perpustakaan UIN Alauddin Makassar dan kepala perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta staf, atas ketulusan dan kesabarannya membantu penulis untuk memberikan pelayanan dalam mengumpulkan data-data.

9. Kepada kedua orang tua, Bapak Makmur dan Ibu Sukmawati tercinta, hanya luapan terima kasih yang mampu peneliti persembahkan atas setiap tetes keringat dan air mata. Dengan penuh kasih sayang, pengertian dan iringan doa telah mendidik dan membesarkan serta mendorong peneliti hingga menjadi manusia yang lebih dewasa.

Makassar, 26 April 2016 Penyusun,

REZKI MAKMUR NIM. 50300112021

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN ... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI ... ix ABSTRAK ... x BAB I. PENDAHULUAN ... 1-10 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah. ... 4

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 4

D. Kajian Pustaka ... 5

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN TEORITIS ... 11-37 A. Pemberdayaan ... 11

B. Penangkapan dan Penahanan ... 17

C. Tahanan ... 29

D. Rumah Tahanan (RUTAN) ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38-44 A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 38

B. Pendekatan Penelitian ... 39

C. Sumber Data ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

(9)

ix

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 45-63 A.Profil Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten

Bantaeng... ... 42 B.Pelaksanaan Pembinaan yang diberikan kepada Tahanan di

Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng ... 47 C.Hambatan dalam Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara

Kelas IIB Kabupaten Bantaeng ... 57 BAB V PENUTUP ... 64-66 A. Kesimpulan ... 64 B. Implikasi ... 65 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(10)

x ABSTRAK Nama : Rezki Makmur

NIM : 50300112021

Judul : Pembinaan Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng

Penelitian ini membahas tentang Pembinaan Tahanan/narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng. Fokus permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap tahanan dan apa hambatan dalam program pembinaan tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng. Pembahasan teoritis dalam penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat, pandangan islam mengenai pemberdayaan, tujuan pemberdayaan, penangkapan dan penahanan, tahanan dan Rutan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) pelaksanaan pembinaan tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng adalah a) Pembinaan Kepribadian menunjukkan mengubah watak dan mental bagi warga binaan sehingga mereka lebih dapat terbuka kearah yang lebih baik. Bentuk Pembinaan Kepribadian yang diberikan adalah Mappinaleng, pembinaan intelektual, pendidikan agama, dan pendidikan olahraga. b) Pembinaan Kemandirian merupakan pendidikan bakat dan keterampilan agar warga binaan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pendidikan kemandirian antara lain Bingkai foto, Bingkai Cermin, tempat tissu, asbak, dan tempat kado. 2) Hambatan dalam pelaksanaan pembinaan yaitu kurangnya kerjasama Rutan dengan pihak yang terkait misalnya kerjasama dengan Balai Latihan Kerja sehingga dalam proses pembinaan tahanan maupun narapidana masih kurang dalam bekal bakat yang nantinya akan kembali berperan sebagai anggota masyarakat. Kemudian minimnya sarana prasarana untuk menunjang keberhasilan proses pembinaan di Rutan Kelas IIB Kabupaten Bantaeng.

Implikasi dari penelitian ini adalah: Kerjasama dengan berbagai pihak terkait sehingga menunjang proses pembinaan yang maksimal. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng perlu mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai, misalnya mempertimbangkan penambahan lahan, penambahan gedung hunian, penambahan sarana olahraga dan sarana kegiatan lapangan lainnya, pembangunan klinik kesehatan dengan menambahkan ruangan rawat inap untuk tahanan yang sakit dan Jumlah petugas/tenaga medis sebaiknya ditambah antara lain tenaga psikolog, pekerja sosial dan penambahan dokter agar layanan kesehatan dapat berjalan secara optimal.

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembinaan sebagian besar narapidana dibina didalam Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan. Sebenarnya narapidana harus dipidana dan dibina hanya di Lembaga Pemasyarakatan saja, tidak di Rutan (Rumah Tahanan Negara). Karena rutan hanya diperuntukkan bagi para tahanan. Tetapi karena tidak disetiap kota kabupaten mempunyai Lembaga Pemasyarakatan, maka sebagian narapidana terpaksa dipidana di Rutan, dititipkan di Rutan setempat. Terutama untuk narapidana dengan pidana dibawah satu tahun, atau narapidana yang sisa pidananya tinggal beberapa bulan saja, dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan ke Rutan tempat asal narapidana, guna persiapkan diri menjelang lepas/habis masa pidananya.1

Pengertian dari rumah tahanan negara dapat kita lihat dalam PP No 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 1 Angka 2 yang berbunyi “Rumah tahanan negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan.” 2

Sedangkan pengertian dari Lembaga Pemasyarakatan dapat kita lihat dalam UU No 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan pada pasal 1 angka 3 yang berbunyi “Lembaga Pemasyarakatan yang

1

1 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana ( Jakarta: Djambatan 1995) h. 78-79

2

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(12)

2

selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.”3

Dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut diatas sudah jelas bahwa Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan berbeda, Rumah Tahanan Negara untuk menahan tersangka atau terdakwa sedangkan Lembaga Pemasyarakatan untuk pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Namun saat ini bisa kita temukan dimana narapidana yang seharusnya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan ditempatkan di Rumah Tahanan Negara.

Pembinaan sendiri terbagi menjadi dua yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, bertakwa, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Pembinaan kepribadian amatlah penting karena berkaitan erat dengan perubahan pada watak dan mental dari tahanan sendiri, pembinaan ini yang nantinya banyak berpengaruh terhadap perubahan dari dalam diri tahanan tersebut apakah nantinya dapat menjadi warga binaan yang sesuai dengan tujuan dari pemasyarakatan itu sendiri. Pembinaan kepribadian sendiri tidaklah mudah, karena untuk mempengaruhi bahkan mengubah watak atau mental seseorang itu sulit, perlu adanya pedoman dan cara-cara tertentu yang dilakukan oleh petugas agar dapat mengubah sedikit demi sedikit kepribadian dari tahanan. Pembinaan kepribadian ini diharapkan

3

(13)

3

dapat membentuk watak dan mental yang baru bagi tahanan agar menjadi manusia yang baru yang dapat bertanggung jawab atas kejahatan yang pernah mereka lakukan dan untuk menghindari melakukan kejahatan lagi.

Pada prinsipnya pidana penjara di Indonesia saat ini bukan bertujuan sebagai sarana balas dendam bagi pelaku kejahatan tapi sebagai usaha untuk memasyarakatkan kembali pelaku kejahatan tersebut dengan pembinaan yang nantinya mereka jalani. Tujuan dari pemasyarakatan sendiri ada pada pasal 2 Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi:

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”

Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu rumah tahanan negara yang selain melakukan pembinaan terhadap tahanan tapi juga melakukan pembinaan terhadap narapidana. Peneliti melakukan observasi pada hari selasa, 3 November 2015 dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB kabupaten Bantaeng berjumlah 57 orang. Laki-laki sebanyak 49 orang dan wanita sebanyak 8 orang, satu diantaranya narapidana. Beberapa kasus yang mereka hadapi antara lain: kasus korupsi dan penganiayaan.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Program Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng”.

(14)

4

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan program pembinaan yang diberikan kepada Tahanan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Bantaeng?

2. Apa hambatan dalam pembinaan tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng?

C.Fokus Penelitian dan deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Dalam hal ruang lingkup penelitian, peneliti memberikan batasan dalam penelitian ini agar jelas ruang lingkup yang diteliti. Peneliti memfokuskan penelitiannya pada objek studi tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS),4 khusunya bagi seseorang yang melakukan tindak pidana. Terkait dengan hal itu, penelitian ini menganilisa pelaksanaan pembinaan yang diberikan kepada tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng.

Dalam pelaksanaan pembinaan tersebut, yang menjadi fokus permasalahan peneliti adalah a) Bagaimana pelaksanaan program pembinaan yang diberikan kepada Tahanan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Bantaeng, b) Apa tantangan dan hambatan dalam pembinaan tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng.

4

PMKS menurut jenis permasalahan merupakan data yang menjabarkan/mewujudkan mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria sosial yang meliputi kemiskinan, keterlantaran, kecatatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana dan tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Lihat peraturan Menteri Sosial RI No.08 Tahun 2012, Bab III No.1.

(15)

5

2. Deskripsi Fokus

Berdasarkan pada fokus penelitian diatas, dengan judul penelitian Program Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng. maka dapat dideskripsikan substansi permasalahan penelitian sebagai berikut:

a. Pembinaan Sosial

Pembinaan sosial yang dimaksud peneliti adalah apakah tahanan berinteraksi secara wajar selama berada ditahanan.

b. Pembinaan kepribadian

Pembinaan kepribadian yang dimaksud penelitian ini adalah pembinaan mental dan watak agar menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

c. Pembinaan kemandirian

Pembinaan kemandirian yang dimaksud penelitian ini adalah pembinaan bakat dan keterampilan agar tahanan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

D.Kajian Pustaka/Penelitian Terdahulu

Tujuan kajian pustaka dimaksudakan untuk mengidentifikasi kemungkinan signifikan dan kontribusi akademik dari penelitian yang dimaksud, dan untuk memastikan bahwa pokok masalah yang akan diteliti belum pernah dibahas oleh peneliti lainnya, pokok masalah yang akan diteliti mempunyai relevansi (sesuai atau tidak sesuai) dengan sejumlah teori yang ada.5

5

Muljono Dapolii, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah; Makalah, skripsi, Disertasi dan

(16)

6

Penelitian tentang pelaksanaan pembinaan tahanan/narapidana di Lembaga Pemasyarakatakan telah pernah dilaksanan oleh beberapa akademisi/mahasiswa dengan latar belakang perguruan tinggi dan kompetensi akademik/jurusan yang berbeda, sehingga fokus permasalahan, pendekatan teori, metode penelitian mahasiswa yang dimaksud sebagai bahan komparatif penelitian terdahulu:

Wahdaningsih, mahasiswa jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, dengan judul skripsi “Implementasi Hak Narapidana untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Sinjai”. Fokus masalah yang diajukan Wahdaningsih dalam penelitiannya adalah bagaimana pemenuhan hak narapidana untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Klas II B Kabupaten Sinjai serta apakah faktor-faktor yang menghambat pemenuhan hak narapidana untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Klas II B Kabupaten Sinjai. Pendekatan teori yang digunakan adalah yuridis empiris. Sedang jenis penelitian yang digunakan Wahdaningsih adalah metode kualitatif.

Hasil penelitian Wahdaningsih menunjukkan metode pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Klas II B Kabupaten Sinjai yang dikategorikan menjadi tiga prosedur terencana, yaitu; Program Pendidikan, Program Keterampilan/Keahlian, Program kerohanian-religius, Program Sosial Kemasyarakatan. Sedang program kerohanian-religius yang ditujukan kepada tahanan sebagai program mendasar dan bermanfaat positif untuk membangkitkan kesadaran atau keinsafan para tahanan.6

6

Wahdaningsih, “Implementasi Hak Narapidana untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran di Rumah Tahanan (RUTAN) Klas II B Kabupaten Sinjai”, Skripsi (Makassar: Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2015).

(17)

7

Shelly Andria Rizky, mahasiswa jurusan program kekhususan Sistem Peradilan Pidana (PK V) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, dengan judul skripsi “Pembinaan Keterampilan Sebagai Salah Satu Program Pembinaan Narapidana Dalam Mencapai Tujuan Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Kelas IIB Batusangkar”. Fokus permasalahan yang diajukan Shelly adalah program pembinaan keterampilan yang diberikan kepada narapidana dan manfaat yang dirasakan oleh narapidana serta kendala-kendala yang dihadapi dalam menjalankan program pembinaan keterampilan selama melakukan pembinaan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Batusangkar.

Hasil penelitian Shelly menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Batusangkar belum efektif. Pembinaan yang diberikan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Batusangkar adalah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan ialah pembinaan keterampilan.

Hambatan yang diahadapi adalah alih fungsi yang dimiliki oleh Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Batusangkar, faktor kapasitas tempat yang dimiliki oleh Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Batusangkar untuk menjalankan kegiatan pembinaan khususnya kegiatan pembinaan keterampilan, sumber daya manusia sebagai tenaga ahli dan menjaga serta mengawasi narapidana, kesadaran warga binaan pemasyarakatan akan manfaat dari kegiatan pembinaan keterampilan yang dijalaninya kurang efektif karena kurang tersedianya tempat yang memadai, maka kegiatan sulit untuk dilaksanakan. 7

7

Shelly Andria Rizky, “Pembinaan Keterampilan Sebagai Salah Satu Program Pembinaan Narapidana Dalam Mencapai Tujuan Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Kelas IIB Batusangkar”,

Skripsi (Padang; Prodi. program kekhususan Sistem Peradilan Pidana (PK V) Fakultas Hukum

(18)

8

Letak persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Wahdaningsih dan Shelly Adrian Rizky, antara lain kendala-kendala dalam melaksanakan program pembinaan. Di samping itu, penelitian Wahdaningsih dan Shelly menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kasus, juga digunakan peneliti menganalisis permasalahan.

Aspek perbedaanya terletak pada, 1) fokus permasalahan peneliti adalah pelaksanaan program pembinaan yang diberikan kepada tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng, dan 2) tantangan dan hambatan dalam pembinaan tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng. Kedua fokus penelitian ini belum pernah dilaksanakan peneliti terdahulu, karena itu peneliti bermaksud menganalisisnya sesuai metode pendekatan yang digunakan.

(19)

9

Tabel dibawah ini mendeskripsikan perbedaan dan persamaan yang akan dilakukan oleh peneliti.

Tabel 1. Perbandinagn Penelitian Relevan Terdahulu No

Nama Peneliti, judul Skripsi/Judul Perbedaan Penelitian Persamaan penelitian Penelitian Terdahulu Rencana Penelitian 1. Wahdaningsih, dari Universitas Sultan Hasanuddin Makassar --“Implementasi Hak Narapidana untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Sinjai” a.Subjek penelitian adalah pemenuhan hak narapidana a. Subjek penelitian adalah program pembinaa n a. Menggunakan penelitian kualitatif

2. Shelly Andria Rizky dari Universitas Andalas--“Pembinaan Keterampilan Sebagai Salah Satu Program Pembinaan Narapidana

Dalam Mencapai Tujuan Pemasyarakatan

di Rumah Tahanan Kelas IIB Batusangkar”

a. Subjek penelitian adalah program pembinaan dan manfaat yang dirasakan oleh tahanan a. Subjek penelitian adalah program pembinaa n a. Menggunakan penelitian kualitatif

(20)

10

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui program pembinaan yang diberikan kepada tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Bantaeng.

b. Untuk mengetahui apa saja tantangan dan hambatan pembinaan tahanan yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Bantaeng.

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

Sebagai salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana sosial dan melatih kemampuan melakukan penelitian ilmiah sekaligus menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan.

2. Manfaat Praktis.

Agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi petugas yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan dalam melakukan pembinaan terhadap tahanan sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

(21)

11 BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A.Pemberdayaan

1. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.1 Sedangkan secara konseptual, pemberdayaan berasal dari kata “power” yang berarti kekuatan.2

Pemberdayaan dalam bahasa Inggris disebut sebagai empowerment. Istilah pemberdayaan diartikan sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat agar menjadi sebuah sistem yang bisa mengorganisasi diri mereka sendiri secara mandiri. Individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai pelaku yang mampu mengarahkan diri mereka sendiri kearah yang lebih baik. Kata “berdaya” diartikan sebagai kontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatan-kegiatan yang memberikan seseorang kekuatan untuk melakukan sesuatu atau membuat seseorang layak.3

1

Payne, Malcolm. Social Work and Community Care. (London: McMillan, 1997) h. 266.

2

Kusnadi, Pemberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi, (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2005), h. 220.

3

(22)

12

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan ini menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.4

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar mampu berdiri sendiri dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri, meningkatkan kualitas hidup, mencapai kesejahteraan dan memperbaiki kedudukannya dalam masyarakat.

2. Pandangan Islam Mengenai Pemberdayaan

penyimpangan dari pola tingkah laku dan nilai dasar norma yang berlaku dalam hal ini nilai-nilai dasar islam. Persoalannya menjadi jelas, tinggal yang kita perlukan adalah analisis bagaimana islam memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Ada dua hal mendasar yang diperlukan dalam mewujudkan pemberdayaan menuju keadilan sosial” tersebut. Pertama adalah pemahaman kembali konsep Islam yang mengarah pada perkembangan sosial kemasyarakatan, konsep agama yang dipahami umat Islam saat ini sangat individual, statis, tidak menampilkan jiwa dan ruh Islam itu sendiri. Kedua, pemberdayaan adalah sebuah konsep transformasi sosial budaya.5 . Sebagaimana dalam QS Ar Ra’du/13: 11.

4

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 58.

5

(23)

13









































































Terjemahnya:

bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.6

Makna yang terkandung dalam ayat tersebut bahwa tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat yang terus menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan gerak gerik setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain yang mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada malaikat siang, satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan dan satu disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat bertugas memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat hafadzah (penjaga).

Pemberdayaan dilakukan dengan berpegang teguh kepada prinsip bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengubah diri mereka dengan penguatan kekayaan mentalitas yakni keimanan dan ketakwaan serta penguatan keterampilan bertahan hidup yang terpendam. Ini adalah tugas pengembangan masyarakat sebagai pendamping untuk menolong mereka agar keluar dari keterpurukan hidupnya.

6

(24)

14

Lembaga pemasyarakatan adalah sebagai salah satu alat perubahan dalam mencapai masyarakat sosialis Indonesia, ide pengayoman dan bertujuan membimbing dan mendidik tahanan agar menjadi peserta aktif dan menjadi lebih baik dalam hidup bermasyarakat, dengan menyadari bahwa setiap manusia adalah mahkluk Tuhan yang hidup bermasyarakat maka dalam sistem permasyarakatan Indonesia para tahanan diintergrasikan dengan masyarakat dan diikut sertakan dalam pembangunan agar dapat menimbulkan diantara mereka rasa ikut turut bertanggung jawab dalam usaha membangun diri sendiri, keluarga serta negara agar lebih maju. Memberdayakan tahanan khususnya tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.

Pemberdayaan tahanan dilakukan melalui pembinaan yang dibagi dalam dua bidang, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirinan sebagaimana berikut:

a. Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian diberikan dalam rumah tahanan melalui program-program:

1) Pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapart diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatannya yang benar dan perbuatan yang salah.

2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Upaya yang dilaksanakan melalui pendidikan pancasila termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik, dapat berbakti untuk bangsa dan negara adalah sebagian dari iman.

(25)

15

3) Pembinaan kemampuan intelektual. Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun informal.

4) Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka untuk menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum, dan terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum.

5) Pembinaan mengintegrasi diri dengan masyarakat. Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya.

b. Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian diberikan dalam rumah tahanan melalui program-program:

1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya kerajinan tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronik.

2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi.

(26)

16

3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakat itu. Misalnya memiliki kemampuan dibidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan keperkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakat sekaligus mendapat nafkah.

4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian/perkebunan dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu.7

Ditempat ini petugas bimbingan kemasyarakatan mulai menjalankan perannya yaitu memantau tahanan/narapidana yang bersangkutan untuk diketahui keadaan hidupnya terutama mengenai jiwanya, kepribadiannya, lingkungannya, pendidikannya, hobinya, pekerjaannya dan lain-lainnya.

3. Tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu.8

Menurut Agnes Sunartiningsih, proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan diharapkan mampu:

a. Menganalisis situasi yang ada dilingkungannya.

7

Harsono.C.I, sistem baru pembinaan narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995) h 31-52

8

Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, (Yogyakarta: Gava Media, 2004) h 80

(27)

17

b. Mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki.

c. Meningkatkan kualitas hidup anggota

d. Meningkatkan penghasilan dan perbaikan penghidupan di masyarakat. e. Mengembangkan sistem untuk mengakses sumber daya yang diperlukan.

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu meningkatkan masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya dan memperkuat kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti mempunyai kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas kehidupannya.9 Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat yaitu membuat masyarakat berdaya dan mempunyai pengetahuan serta keterampilan yang digunakan dalam kehidupan untuk meningkatkan.

B.Penangkapan dan Penahanan

1. Pengertian Penangkapan

Penangkapan dan penahanan adalah dalam rangka untuk memperoleh keterangan dari tersangka melalui proses pemeriksaan. Dalam berbagai laporan banyak dilakukan tindakan penyiksaan oleh aparat penegak hukum kepolisian. Akar dari tindakan penyiksaan terdapat dalam diri setiap orang, yaitu:

9

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 58.

(28)

18

1) Jauh dibawah alam sadar setiap manusia ada semacam dorongan untuk menghancurkan, menyerang atau menyakiti orang lain

2) Bila dorongan tersebut terpenuhi, maka akan timbul rasa senang dan puas tiada tara

3) Rasa sakit adalah sebagai “tungku” kebenaran

4) Penyiksaan adalah merupakan cara yang pasti untuk membebaskan penjahat yang tangguh dan menghukum orang lemah yang tidak bermasalah

5) Penyiksaan merupakan mekanisme untuk menekan pembangkang politik dan ideologis

6) Cara-cara yang kejam biasanya digunakan oleh aparat untuk memperoleh informasi atau pengakuan, mengkhianati teman, ataupun menyebarluaskan rasa takut untuk mencegah meluasnya oposisi politik

7) Penyiksaan harus dimengerti dalam konteks struktural, khususnya struktur kekuasaan. Terdapat dua motif dasar aparat negara yang dibangun berlandaskan kekuasaan dan bukan kedaulatan dalam melakukan penyiksaan: a. Pertama, mengatasi perlawanan;

b. Kedua, membangun kepatuhan pada masyarakat

Dalam hukum acara pidana tatacara pelaksanaan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan pun diatur secara detail dalam beberapa pasal yaitu:

a. Penangkapan Pasal 1 angka 20

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna

(29)

19

kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.10

Ketika syarat-syarat probabilitas penyebab ada atau tidak saat terjadi penangkapan, tidak akan membatalkan penangkapan11

1) Taking a Person into Custody (menangkap seseorang untuk diperiksa)

Penangkapan dapat dilakukan baik dengan atau tanpa surat penahanan resmi. Surat penahanan adalah sebuah perintah untuk menangkap seseorang yang ditandatangani oleh hakim menganggap telah tercipta probabilitas penyebab. Jika memungkinkan, sebaiknya polisi memiliki surat penahanan resmi sebelum melakukan penangkapan. Penangkapan tanpa surat resmi biasanya dilakukan dalam kondisi “darurat” oleh polisi patroli.

Polisi dapat melakukan penangkapan dengan berbagai cara. Polisi dapat menyatakan bahwa seeorang ditangkap dan memegang bahu tersangka untuk menguatkan pernyataan verbal. Bentuk itu dipandang sebagai penangkapan “ringan”.

2) Arrest and detention (penangkapan dan penahanan)

Meski penangkapan berarti membawa seseorang untuk diperiksa sekaligus membatasi gerak-geriknya, beberapa peristiwa tertentu yang juga mengandung pembatasan kebebasan tidak dikategorikan sebagai penangkapan. Termasuk didalamnya: menempatkan seseorang dikantor polisi karena kesehatan mentalnya, membawa remaja berusia dibawah 18 tahun kekantor polisi karena pertimbangan tertentu, atau menempatkan seorang pemabuk dalam perlindungan.

10

Rahman syamsuddin., SH., M.H, Hukum Acara Pidana Dalam Integritas Keilmuan

(Makassar : alauddin University Press, 2013) h. 55.

11

Henry v. United States, 1959, U.s. Supreme Court, http://googleweblight.com, diakses Tanggal 10 Februari 2016

(30)

20

Kesulitan utama dalam hal definisi adalah perbedaan antara penahanan dan penangkapan. Kedua konsep tersebut memiliki beberapa kesamaan: (1) adanya penahanan terhadap seorang individu pada waktu khusus; dan (2) adanya unsur keberlansungan dalam penahanan sampai waktu yang ditentukan terhadap individu bersangkutan.

3) Arrest and Police Practice (Peangkapan dan Praktiknya Oleh Polisi)

Karena penangkapan mengharuskan persyaratan resmi (probabilitas penyebab) dan menciptakan risiko hukum (misalnya polisi dapat dituduh melakukan salah tangkap atau menghadapi tuntutan sipil atas kerusakan), pollisi terkadang menghindari penangkapan dan memilih interogasi ditempat untuk penyelidikan menggambarkan kategori luas dari kegiatan polisi, mulai dari menghentikan orang di jalan sampai menahannya untuk diinterogasi selama beberapa menit atau bahkan beberapa jam. Pemeriksaan individu merupakan praktik lazim yang dilakukan polisi.

4) Judicial Review of Arrest Practices and the Police (Hak Uji Materiil atas Praktik Penangkapan dan Polisi)

Karena warga menuntut polisi untuk bersikap efisien dalam mengatasi kejahatan, tetapi pada saat bersamaan menempatkan batasan dalam penggunaan kekuatan, sebuah dilema tercipta bagi polisi, bagaimana menyeimbangkan antara tuntutan untuk menanggulangi kejahatan dengan hak-hak dan kebebasan pribadi.

Tak terelakkan lagi, penangkapan oleh polisi dapat menjadi pokok uji materiil. Ketika pengadilan menyatakan bahwa polisi telah melanggar prosedur penangkapan, polisi dipertanyakan, tetapi juga merasa kompetensi profesional mereka dilumpuhkan karena tersangka bebas. Seiring peraturan yang mengatur kerja polisi senantiasa berubah, polisi terus menguji batas kewenangan penangkapan mereka dalam upaya

(31)

21

sehari-hari untuk mengendalikan kejahatan. 12 Prosedur penangkapan terahadap tersangka atau pelaku tindak pidanadalam KUHAP memiliki SOP (Standar Operating Procedure) tertentu agar tindakan hukum bisa berjalan sesuai aturan. Jika pelaku hukum dalam hal ini adalah penegak hukum tidak mengindahkan prosedur hukum acara yang telah ada, maka banyak kemungkinan akan muncul perspektif bermacam-macam dari masyarakat.

2. Pengertian Penahanan

Pelaksanaan penahanan merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya mewujudkan tujuan pemidanaan, bahkan polisi dan jaksa merupakan unsur yang kritis didalam keadilan dan amat besar pengaruhnya terhadap siapa akan dilakukan penahanan dan penuntutan.13 Pasal 1 angka 21. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannnya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 21 KUHP mengatur baik tentang sahnya maupun tentang perlunnya penahanan. Teori membedakan tentang sahnya dan perlunya penahanan. Dalam penahanan adalah satu bentuk rampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Disini terdapat pertentangan antara dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan ketertiban umum di lain pihak yang harus di pertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan tersangka.

12

Rahman syamsuddin., SH., M.H, Hukum Acara Pidana Dalam Integritas Keilmuan, h 61-64.

13

(32)

22

Sahnya penahanan bersifat obyektif dan mutlak, artinya dapat diabaca dalam undang-undang delik-delik yang mana yang termasuk tersangkanya dapat dilakukan penahanan. Mutlak karena pasti, tidak dapat diatur-atur oleh penegak hukum. Sedangkan perlunnya penahanan bersifat karena yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung penilaian pejabat yang akan melakukan penahanan.

Substansi surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim dalam hal dilakukannya penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, didalam surat tersebut harus memuat:

1. Identitastersangkaatauterdakwa; 2. Alasn dilakukannyapenahanan;

3. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan; 4. Serta tempat tersangka/terdakwa ditahan.

Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim harus diberikan kepada keluarga tersangka atau terdakwa. Penahanan dikenakan kepada tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima (5) tahun atau lebih b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480, pasal 560 KUHPKekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal yang fatal bagi penahanan. Dalam KUHAP diatur tentang ganti rugi dalam pasal 95 disamping kemungkinan digugat pada praperadilan. Ganti rugi dalam masalah salah menahan juga telah menjadi ketentuan universal.

(33)

23

Pasal 21

(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. (3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan

hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.

(4) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pindana atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. Tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat(1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, pasal 445, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 25 dan pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea Dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatblad Tahun 1931 Nomor 471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun

(34)

24

1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).

Pasal 22

(1) Jenis Penahanan dapat berupa: a. Penahanan rumah tahanan negara; b. Penahanan rumah;

c. Penahanan kota.

(2) Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

(3) Penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.

(4) Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

(5) Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Pasal 23

(1) Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.

(35)

25

(2) Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.

Pasal 24

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat ((1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

(4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.14

Pasal 25

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana tesrsbut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.

14

(36)

26

(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

(4) Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Pasal 26

(1) Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari. (3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup

kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentigan pemeriksaan sudah terpenuhi,

(4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Pasal 27

(1) Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagimana dimaksud dalam pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.

(37)

27

(2) Jangka waktu sebgaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari. (3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup

kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. (4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus,

terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukuman.

Pasal 28

(1) Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan suarat perintah penahanan untuk paling lama puluh hari

(2) Jangka waktu segaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlakukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.

(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

(4) Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

(38)

28

(1) Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, pasal25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat dihindarkan karena:

a. Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mentalyang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau

b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.

(2) Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untukpaling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.

(3) Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat:

a. Penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri; b. Pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi; c. Pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah Agung;

d. Pemeriksaan kasasi diberikan oleh ketua Mahkamah Agung;

(4) Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.

(5) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.

(6) Setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

(39)

29

(7) Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat :

a. Penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;

b. Pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 30

Apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam pasal 95 dan pasal 96.

Pasal 31

(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan .

(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).15

15

(40)

30

Penahanan adalah upaya menempatkan tersangka/terdakwa disuatu tempat yang telah ditentukan, karena alasan dan dengan cara tertentu yang mengacu kepada prosedur hukum yang berlaku.

C.Tahanan

Tertuduh atau tersangka pelanggar hukum yang ditahan dengan pertimbangan bahwa mungkin ia akan melarikan diri, merusak atau menghilankan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, sehingga membahayakan masyarakat. Yang berhak menahan adalah polisi, jaksa dan pengadilan. Dalam Peraturan Perundangan Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat- Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaaan Wewenang Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan pada Bab I Pasal 1 dijelaskan mengenai pengertian tahanan. Dalam Pasal tersebut bahwa :

1. Perawatan tahanan adalah proses pelayanan tahanan yang dilaksanakan mulai dari penerimaan sampai dengan pengeluaran tahanan dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN).

2. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan dalam RUTAN/Cabang RUTAN.

3. Petugas RUTAN/Cabang RUTAN adalah Petugas Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan perawatan tahanan di RUTAN/Cabang RUTAN.

4. Menteri adalah Menteri yang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perawatan tahanan.16

“Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan dalamRUTAN/Cabang RUTAN”.

16

Presiden Republik Indonesia, Peraturan PemerintahTentang syarat-syarat dan Tata

(41)

31

Selain pengertian diatas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan definisi tahanan adalah orang yang ditahan atau dikurung karena dituduh melakukan tindak pidana atau kejahatan.

Dari beberapa pengertian diatas dapatlah ditarik kesimpulan mengenai tahanan, yaitu seseorang yang kehilangan kebebasannya dan ditempatkan dalam rumah tahanan oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim. Seseorang tersebut hanya kehilangan hak kebebasannya saja, sedangkan hak lain yang melekat padanya masih tetap berlaku. Jenis tahanan meliputi:

1. Tahanan rumah tahanan negara (RUTAN).

2. Tahanan rumah, yaitu tersangka atau terdakwa ditahan di tempat tinggal /rumah kediamannya dengan diawasi.

3. Tahananan kota yaitu, tersangka atau terdakwa ditahan di kota tempat tinggal atau, Tersangka atau terdakwa ditahan di tempat kediamannya baik di kota tempat tinggal atau di tempat kediamannya, tersangka atau terdakwa wajib lapor pada waktu yang ditentukan.

Dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan terdapat beberapa peraturan disiplin tahanan. Setiap pelanggaran terhadap peraturan disiplin, maka akanada sanksi yang harus dijalani bagi sang pelanggar. Dalam lingkup Rumah Tahanan, peraturan disiplin tahanan meliputi:

Setiap orang yang:

a. Melanggar perintah sah dari petugas Lembaga. b. Tidak hati- hati atau lalai dalam bekerja.

c. Bertindak secara kasar atau tidak senonoh, melalui kata- kata atau tingkah laku. d. Dengan sengaja mengancam orang lain

(42)

32

e. Berkomunikasi tanpa izin dengan siapa saja kecuali seorang tahanan, petugas Lembaga Pemasyarakatan atau orang lain yang secara sah diperbolehkan masuk ke dalam Pemasyarakatan.

f. Meninggalkan sel tahanan, tempat kerja atau tempat yang dituju tanpa izin. g. Berdagang dengan barang- barang yang terlarang

h. Berjudi

i. Bersangkutan dengan pemeriksaan kedokteran yang dilaksanakan, mengganggu, mengubah atau mengganti hasil pemeriksaan atau contoh.

Jika terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap peraturan disiplin, dapat dikenakan satu alau lebih dari hukuman sebagai berikut :

1. Peringatan atau teguran; 2. Pencabutan hak- hak istimewa

3. Pelaksanaan tugas- tugas tambahan.

D.Rumah Tahanan Negara (Rutan)

Dalam penegakan hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia di Indonesia, maka peranan Rutan sangatlah penting. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan menegaskan bahwa: Rumah Tahanan Negara adalah Unit pelaksana teknis tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Rutan dibentuk oleh Menteri ditiap Kabupaten dan Kotamadya yang juga berperan sebagai pelaksanaan asas pengayoman yang merupakan tempat untuk mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintergrasi. Sejalan dengan itu Kepala Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menuliskan bahwa:

(43)

33

Pemasyarakatan adalah proses kehidupan nantara narapidana (unsur diri) masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan yang menjurus dan meznjelma sembuh menjadi kehidupan yang positif antara narapidana dengan unsur-unsur diri masyarakat. Pada prinsipnya tidak ada lagi penjara karena perkembangan Rutan dari sistem kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakatan.17 Ketika dijatuhi vonis dan ditetapkan melanggar hukum, maka pemulihan yang harus dilakukan harus berada dilingkungan yang layak. Sehingga narapidana menjalaninya bukan lagi seperti orang yang dihukum (dipenjarakan). Rutan harus dibuat menjadi tempat yang memiliki nilai, sehingga ketika narapidana kembali ke masyarakat akan biasa mematuhi nilai dan norma hukum serta tidak melakukan pelanggaran kembali.

Bagi para narapidana yang ditempatkan (dibina) di rutan adalah narapidana yang masa pidananya tidak lebih dari 12 bulan (1 tahun), Realitasnya masih ditemukan adanya narapidana dengan masa pidana lebih dari 12 bulan yang ditempatkan dalam Rutan untuk dibina. Alasan pembenar ini dilandasi oleh segi finansial untuk pengadaan Lapas di setiap kabupaten. Padahal bila kita menyimak ketentuan Pasa 4 ayat (1) UU Pemasyarakatan secara tegas berbunyi: “LAPAS dan BAPAS didirikan di setiap ibukota dan kabupaten atau kota madya”.

Hal ini menandakan bahwa realisasi dari ketentuan UU Pemasyarakatan itu sendiri telah terabaikan sehingga tidak dapat disalahkan ketika banyak orang melihat bahwa hukum itu hanyalah sesuatu yang tertulis semata dan tidak memiliki ruang (mati). Akan tetapi dengan pemberdayaan sarana yang ada di Rutan, tetap diupayakan secara maksimal dengan melakukan pembinaan agar narapidana dapat melakukan interaksi secara sehat sehingga output dari itu untuk dapat kembali ke dalam

17

Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Penegakan hukum

(44)

34

masyarakat dapat terwujud. Hal ini didasari pada ketentuan UU Pemasyarakatan dalam Pasal 3 yaitu:

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Hampir tidak ada yang membedakan antara tugas pokok Lapas dengan Rutan, hanyalah persoalan penempatan tahanan yang menjadi tolak ukur perbedaannya. Tugas dari Rutan adalah melakukan pelayanan dan melaksanakan pemasyarakatan narapidana dan tahanan.

(45)

35

Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1985 dimana diuraikan fungsi-fungsi Rutan adalah:

1. Melakukan administrasi, membuat statistik dan dokumentasi tahanan serta memberikan perawatan dan pemeliharaan kesehatan tahanan.

2. Mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan. 3. Memberikan bimbingan bagi tahannan.

Surat keputusan Menteri Kehakiman yang disebutkan diatas, semakin diperjelas lagi dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 yang mana disebutkan bahwa keberhasilan pemasyarakatan sebagai tujuan dan pembinaan narapidana dan pelayanan bagi tahanan terletak pada konsistensi aparatur dalam menerapkan sistem pembinaan yang baik dengan memperhatikan fungsi-fungsinya yaitu:

1. Melakukan pembinaan narapidana/tahanan dan anak didik.

2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja. 3. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian

4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tertib Rutan 5. Melakukan usulan tata usaha dan rumah tangga.

Rutan sekarang ini berkembang dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan melalui program pembinaan, agar para narapidana menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak lagi mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat dan dapat menjalankan serta mengembangkan fungsi sosialnya di masyarakat melalui peran aktif mereka dalam pembangunan.

(46)

36

Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi 3 periode (Dirjen Pemasyarakatan),yaitu:

a. Periode pemasyarakatan I 1963-1966), Periode ini ditandai dengan adanya konsep baru yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah pohon beringin yang melambangkan pengayoman dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Pada konfrensi Dinas Derektoral Pemasyarakatan di Lembang Bandung tahun 1964, terjadi perubahan istilah pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi pengembalian integritas hidup-kehidupan-penghidupan.

b. Periode Pemayarakatan II (1966-1975) Periode ini ditandai dengan pendirian kantor-kantor BISPA (Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak) yang sampai tahun 1969 direncanakan 20 buah. Periode ini telah menampakkan adanya trial and error dibidang pemasyarakatan, suatu gejala yang lazim terjadi pada permulaan beralihnya situasi lama ke situasi baru. Ditandai dengan adanya perubahan nama pemasyarakatan menjadi bina tuna warga.

c. Periode pemasyarakatan III (1975-sekarang) Periode ini dimulai dengan adanya Lokakarya Evaluasi Sistem Pemasyarakatan tahun 1975 yang membahas tentang sarana peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan sebagai landasan struktural yang dijadikan dasar operasional pemasyarakatan, sarana personalia, sarana keuangan dan sarana fisik. Pada struktur organisasi terjadi pengembalian nama bina tuna warga kepada namanya semula yaitu pemasyarakatan.

(47)

37

Dalam perkembangannya sistem pidana melalui beberapa tahap (Dirjen pemasyarakatan, 1983) yaitu:

a. Tahap pidana hilang kemerdekaan (1872-1945)

Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar bertobat sehingga tidak melanggar hukum lagi. Sistem pidananya merupakan pidana hilang kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu tempat yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai penjara.

b. Tahap pembinaan (1945-1963)

Tahap ini bertujuan membina narapidana supaya menjadi lebih baik. Sistem pidananya merupakan pidana pembinaan dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar dapat dibina dengan menempatkan pada tempat yang terpisah dari masyarakat.

c. Tahap Pembinaan Masyarakat(1963-sekarang)

Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sistem pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang mempunyai akibat tidak langsung yaitu berkurangnya kebebasan supaya bisa dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan di suatu tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi mengikutsertakan masyarakat dalam usaha pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk usaha perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan pada segi keamanan LP sesuai dengan fungsi, jenis dan kebutuhannya. Seseorang disebut narapidana apabila telah melalui serangkaian proses pemidanaan sehingga menerima vonis yang dijatuhkan atas dirinya.18

18

Sejarah perkembangan kepenjaraan di indonesia, https://massofa.wordpress.com diakses tanggal 15 mei 2016.

Gambar

Tabel  dibawah  ini  mendeskripsikan  perbedaan  dan  persamaan  yang  akan  dilakukan oleh peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Gaya

Dia telahmemasukkan kertas litmus ke dalam sampel tetapi tiada perubahan yang dapat dilihat pada kertas

sebab tata graha adalah bagian yang bertugas dan bertanggung jawab untuk menjaga. kebersihan, kerapian, keindahan dan kenyamanan di seluruh areal hotel,

Sugianto Endar Ir, MM, 1997, Operasional Kantor Depan Hotel, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Rumekso,SE, Housekeeping Hotel penerbit

PERANAN PhET-RR DALAM PEMBELAJARAN REMEDIAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP MATERI LAJU REAKSI SISWA SMK KELAS XI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktikum kimia asam basa berbasis proyek mampu mengembangkan kemampuan disposisi berpikir kritis siswa khususnya pada indikator

1) Setelah dilakukan anestesi umum, pasien ditempatkan dalam posisi dorsal litotomi. Pemeriksaan pelvis bimanual dilakukan sebelum operasi. 2) Jahit labia minora, spekulum

Kesimpulan: dari penelitian ini adalah ada hubungan yang kuat antara komunikasi terapeutik bidan dengan kepuasan ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal care di Rumah Bersalin