• Tidak ada hasil yang ditemukan

APP INFILTRAT Kronis

N/A
N/A
Bilandi Hakim

Academic year: 2024

Membagikan "APP INFILTRAT Kronis"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

APPENDISITIS INFILTRAT

Disusun oleh:

Bilandi Hakim Estu Mukti (406221005)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT HUSADA

PERIODE 23 OKTOBER 2023 – 30 DESEMBER 2023

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA

(2)

1. Definisi

Appendisitis infiltrat merupakan proses radang appendiks yang dimana penyebarannya dapat dibatasi oleh organ sekitarnya, seperti omentum, sehingga membentuk masa (appendiceal mass). Masa apendiks tersebut dapat terbentuk umumnya pada hari ke-4 sejak peradangan mulai jika tidak terjadi peritonitis. Massa apendiks sendiri sering terjadi pada pasien usia >5 tahun dikarenakan omentum sudah cukup panjang dan tebal untuk membungkus peradangan.1

2. Anatomi dan Fisiologi

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.2,3,4\

(3)

Panjang appendiks sendiri bervariasi mulai dari 2cm hingga 22 cm.

Panjang appendiks sendiri rata-rata berkisar pad 6-9 cm. Dasar appendix merupakan taenia caealis yang terdapat pada dasar caecum, dan apendiks tidak menempel dengan apapun sehingga ujung appendiks memiliki beberapa variasi lokasi. Lokasi dari ujung appendiks menentukan nyeri perut yang diderita jika terjadi peradangan. 3,4

3. Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.6,7

Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.8 Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

(4)

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.6,7

4. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.9

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda- beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 10 Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.

Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

(5)

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 - 48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar- benar istirahat (bedrest).

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.10

5. Manifestasi Klinis

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 - 12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang- kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen

(6)

kanan bawah akan semakin progresif.11 Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.1 Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.13

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.3 Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik.

Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.13

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 13

6. Pemeriksaan

a) Pemeriksaan Fisik

(7)

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C.

- Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.13

- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut Rovsing sign. 13

Sudah terbentuk abses yaitu apabila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks, maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) pada palpasi juga akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba.

Jika apendiks intra pelvinal, maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.

Peristalsik usus sering normal, peristalsik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.13 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.13

- Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan ke kiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.5

(8)

- Tes Obturator. Nyeri pada rotasi ke dalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.5

b) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukositosis ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis.

Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri. Pada pemeriksaan urin,sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.12

c) Radiologi

Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.9,11

USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya.

Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, diverticulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.5

(9)

Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.

(10)

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.9

7. Diagnosis

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intraabdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.13 Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin

(11)

test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium.9

 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

1. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.

2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis

3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

 Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:

1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

2. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

3. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.12

8. Tatalaksana

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 14

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.14

Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikro perforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga

(12)

peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah.13,14

Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, sertaluasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. 13,14

Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.3 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.

Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 12

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.

Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 12

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,dianjurkan operasi secepatnya13

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.

Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :

a) Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

b) Diet lunak bubur saring

c) Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,

(13)

dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.9,13

d) Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.

Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.

Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.9

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 9

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

- LED

- Jumlah leukosit - Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1. Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik :

 Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)

 Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

 Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.

(14)

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : - Bila LED telah menurun kurang dari 40 - Tidak didapatkan leukositosis

- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa - Apakah penderita sudah bed rest total - Pemberian makanan penderita

- Pemakaian antibiotik penderita - Kemungkinan adanya sebab lain.

4. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.

5. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.9

9. Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, lekuk usus halus.

Pada apendisitis infiltrat dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.12

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

(15)

2. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222 3. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.

Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

4. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2001: 1466-78

5. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

6. Appendicitis. Available at: http://digestive.

niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/index.aspx.

7. Everhart, James E., 2004. Appendicitis. Chapter 17 No. 89 January 2009.

http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/78371061-3E1A-4ECC-B3B6- 4D16FF8B9306/0/BurdenDD_ch17_Jan2009.pdf.

8. Diseases Of The Colon & Rectum. Available at:

http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/F68D12F4-82E5-43C6-8D80- 97BCF3520E38/0/NCDD_04272009_ResearchPlan_DiseasesofColonRectum.

pdf. Accessed at: December 11, 2011.

9. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.

10. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10- 15.www.emedmag.com

11. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Penerbit MediaAesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

12. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. NationalInstitute of Health. NIH Publication No. 04±4547.June 2004 www.digestive.niddk.nih.gov

(16)

13. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-646.

14. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait