• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Filsafat Dakwah - Makalah Dakwah

Arief Nurdyansyah

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah Filsafat Dakwah - Makalah Dakwah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Dakwah bil Hikmah Melalui Audio Visual, Menarik Minat Milenial yang Rendah Literasi

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas UAS mata kuliah Filsafat dakwah Yang diampu oleh:

Ari Wardoyo, M.S.I.

Disusun oleh :

Arief Nurdyansyah 43010190056

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH

IAIN SALATIGA 2021

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat ilmunya, menjaganya serta memberikan kesempatan kepada kita hingga mengamalkannya. Ucapan syukur kepada Allah SWT semoga akan tetap istiqomah tercurah dari kita kepada-Nya, bahwa dengan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Sholawat dan salam kita curahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, semoga kita bisa menjadikan beliau petuah dalam hidup dan mendapatkan syafaatnya minaddunya khataal akhirah. Aamiin.

Penulis mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT karena-Nya makalah saya yang berjudul “Dakwah bil Hikmah Melalui Audio Visual, untuk Menarik Minat Milenial yang Rendah Minat Literasi” telah selesai secara lancar, baik dan tepat waktu atas ijin-Nya, makalah yang disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Komunikasi Antarbudaya.

Di sisi lain penulis meminta maaf jika masih banyak kesalahan dalam bentuk penulisan apapun yang ada. Karena memang kami masih dalam tahap proses belajar bersama, dan manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Apabila ada yang memang benar dan baik maka itu dari Allah SWT, silahkan diambil pesan dan ilmunya. Maka dari itu kami selaku penyusun ijin meminta kritik untuk mengetahui kesalahan kami dan saran untuk membimbing kami lebih baik

kedepannya. Sekian dari kami kurang lebih dalam pengantar kami mohon maaf dengan setulus hati, semoga bermanfaat.

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 27 Juni 2021 Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...II DAFTAR ISI ...III BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Masalah...2

BAB II PEMBAHASAN A. Dakwah...3

B. Mad’u...5

C. Literasi dan Pengaruhnya Terhadap Mad’u (Masyarakat)...7

D. Problematika Masyarakat Sebagai Mad’u di Era Globalisasi Teknologi...9

E. Media Audio-Visual Sebagai Solusi Dakwah Inovatif...10

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...14

B. Saran ...14 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minat literasi yang semakin menurun pada dekade terakhir ini, terutama pada generasi- generasi milenial. Pengajaran dakwah Islam di zaman ulama-ulama kita terdahulu menggunakan metode buku/kitab dan majelis-majelis ilmu sudah bisa membuat banyak orang mau menjadi mad’unya jelas sangat berbeda dengan keadaan sekarang, mudahnya orang untuk mengikuti majelis ilmu terdahulu, yang pertama kegiatan mobilitas kehidupan belum kompleks seperti sekarang, kedua untuk minat baca yang tinggi, berefek dari belum banyak dan canggihnya teknologi seperti sekarang, dan yang ketiga kurangnya skill dan kepedulian para Da’i-da’i merambah dengan kemampuannya untuk dakwah ke media-media yang saat ini berkuasa di era teknologi ini.

Maka disini dakwah yang telah ditugaskan dari Allah kepada kita semua adalah hal yang harus selamanya di lakukan dengan sebaik-baiknya, hal ini dilakukan karena manusia itu adalah makhlul khoto’ wa an-Nisyaan. Sebagai mad’u yang semakin ke sini semakin banyak permasalahan keadaan kehidupan yang semakin kompleks, maka bagaimana usaha pendalaman pembelajaran kita tentang semua problematika mad’u menjadi hal penting yang harus terus dijadikan pembahasan kita sehari-hari.

Seperti yang telah disabdakan oleh Allah swt. di dalam al-Qur’an, bahwa dakwah adalah bentuk jihad dan pengabdian kita kepada Tuhan untuk membimbing orang-orang yang tersesat ke jalan yang benar, serta bentuk tanggung jawab kewajiban kita sebagai khalifah yang telah dimandatkan tugas dan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah swt. untuk digunakan berjuang fi Sabilillah.

Dakwah dengan maksimal dengan mengerahkan kemampuan kita untuk merambah dan menaungi seluruh bidang di sendi-sendi kehidupan sekarang ini memanglah sulit dan butuh kesabaran secara serius. Tetapi alangkah baik, jika harus tetap dilakukan karena kebathilan akan tetap berjalan jika kebaikan tidak mengimbanginya. Semoga Allah meridhai dan insyaallah jalan yang akan ditempuh dipermudah oleh-Nya.

(5)

Menggunakan media audio visual, seperti telah disebutkan di judulnya tidak ada hal yang lain yang bisa lebih menarik dan disukai oleh para generasi milenial. Makalah ini akan membahas turunan-turunan pemetaan untuk metode dakwah melalui media audio visual ke media-media massa dan sosial saat ini.

B. Rumusan Masalah

Ada tiga rumusan masalah dalam penulisan makalah ini;

1. Apa makna dakwah dan mad’u?

2. Bagaimana permasalahan-permasalahan literasi?

3. Apa yang dimaksud media audio-visual era teknologi?

4. Apa saja problematika mad’u era teknologi dan bagaimana solusinya?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa yang di maksud dengan;

1. Dakwah.

2. Mad’u.

3. Literasi.

4. Problematika mad’u era teknologi.

5. Media audio-visual sebagai solusi dakwah inovatif.

(6)

BAB III PEMBAHASAN

A. Dakwah

Istilah dakwah sudah begitu akrab di telinga kaum muslimin. Karena pada hakekatnya dakwah merupakan suatu hal yang harus dilakukan orang orang Islam. Kata dakwah, secara etimologi, berasal dari bahasa Arab, (da'a, yad'u, da'watan), yang berarti seruan, panggilan, undangan, atau doa (Aziz, 2004: 2; El-Ishaq, 2016:6). Selain itu, kata dakwah juga memiliki arti memanggil, menyeru, menegaskan, atau membela sesuatu, perbuatan, atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu serta memohon dan meminta (Subandi dan Sambas, 1999:17).1

Berbicara tentang hakikat adalah berbicara sesuatu secara mendasar. Seorang penyanyi dangdut yang dengan lenggak-lenggok erotis di atas panggung menyanyikan lagu ajakan berbakti kepada tuhan, adakag ia seorang da’i? jawabannya jelas, yaitu bahwa penyanyi itu membawakan lirik-lirik dakwah, tetapi pada hakikatnya ia tidak sedang berdakwah. Dakwah bukan hanya bunyi kata-kata, tetapi ajakan psikologis yang bersumber dari jiwa da’i.Gebyar- gebyar aktifitas dakwah banyak kita jumpai, tetapi hakikatnya, itu belum tentu suatu dakwah, sebaliknya boleh jadi justru kontra dakwah. Lalu dakwah itu apa? Hakikat dakwah bisa dilihat dari sang da’i, bisa juga dari makna yang dipersepsi oleh masyarakat yang menerima dakwah.2

Ismail R. Al-Faruqi dan istrinya Lois Lamya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan universalisme. Ketiganya saling berkaitan dan melengkapi.

Kebahagiaan, ketenangan itulah cita-cita setiap orang. Manusia berusaha untuk menanggapainya. Kadang mereka harus berebut kursi, bahkan banyak menghalalkan yang nyata haram. Mereka mengira ketika mencapai tujuan, itulah kebahagiaan. Mungkin benar itu bahagia, tapi sesaat. Saya pernah dengar ungkapan, “bahagianya manusia adlah ketika ia

1 Ahmad Asmuni, “Filsafat dan Dakwah”, Jurnal Dakwah dan Komunikasi vol. 8 no. 1 tahun 2017, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, h. 88-90.

2 Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, “Psikologi Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 7.

(7)

menggapai apa yang diinginkannya.” Di sinilah manusia harus memiliki gapaian positif, di mana agama memberikan bimbingan spiritual yang transendental.

Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam, termasuk kebebasan meyakini agama.

Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari ancaman, harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri. Termaktub dalam al-Qur’an:

Tak ada paksaan dalam agama. Kebenaran sudah nyata;Barang siapa tidak menghendaki, biarlah dia beriman: dan barang siapa tidak menghendaki, biarlah dia kafir... barang siapa menerima dakwah, maka yang beruntung adalah dirinya sendiri:

barang siapa menolaknya, maka yang ceaka adalah dirinya sendiri.” (QS. 2:256, 18:29, 39:41).

Jelas, “dakwah” tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari objek dakwah.

Dakwah Islam merupakan ajakan untuk berpikir, berdebat dan berargumen serta menilai suatu kasus yang muncul. Dakwah Islam tidak dapat disikapi dengan keacuhan kecuali oleh orang bodoh atau berhati dengki. Hak berpikir merupakan sifat dan milik semua manusia.

Tak ada orang yang dapat mengingkarinya.

Kemudian apa yang diupayakan adalah penilaian, maka dari hakikat sifat penilaian, tujuan dakwah tak lain adalah kepasrahan yang beralasan, bebas dan sadar dari objek dakwah terhadap kandungan dakwah. Ini berarti bahwa jika kesadaran objek dakwah dilanggar karena suatu kesalahan atau kelemahannya, maka dakwah juga batal. Dakwah yang melibatkan unsur kelalaian, peningkatan emosi, atau “ekspansi psikopatik” kesadaran, tidak sah. Dakwah bukan hasil sikap atau ilusi, bukan semata penarik emosi sehingga tanggapannya lebih bersifatpura-puradaripadapenilaian. Dakwah harus merupakan penjelasan tenang kepada kesadaran, di mana akal maupun hati tidak saling mengabaikan.

Keputusannya harus berupa tindak akal diskursif yang didukung intuisi emosi dan nilai-nilai yang terlibat. Tindak akan diskursif mendisiplinkan dan intuisi emosi memperkayanya.

Penilaian harus didapat setelah adanya pertimbangan berbagai alternatif, perbandingan dan pertentangannyasatu sama lain. penilaian ini harus menimbang bukti yang mendukung dan menentangnya secara tepat, hati-hati, dan objektif. Tanpa menguji keherensi internal, kesesuaiannya dengan pengetauan lain, hubungannya dengan realitas, tanggapan terhadap

(8)

dakwah Islam tidak akan rasional. Dakwah Islam, karena itu, tak dapat dilakukan secara rahasia; karena dakwah ini bukanlah penarik hati.

Keuniversalan Risalah Nabi Muhammad adalah untuk semua manusia, bahkan juga jin.

Risalahnya berlaku sepanjang masa tanpa batasan ruang dan waktu. Nabi bersabda: “Aku telah diberikan lima hal yang beum pernah diberikan pada para nabi sebelumku.” Beliau menyebutkan salah satu dari hal itu adalah, “Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk semua manusia tanpa kecuali.” (HR. Bukhari). Allah berfirman:

Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (QS. Saba: 28).3

Jadi di sini, membahas masalah dakwah adalah membahas keikhlasan hati dan lapang terhadap perjuangan untuk mengajak secara tata cara yang sudah Nabi saw. berikan kepada kita semua umat beliau seseuai tutunan al-Qur’an dan hadis Nabi. Dakwah bukan tentang permainan kata-kata atau hanyalah sekedar pekerjaan dari hasil keterampilan skill seseorang, tetapi ia hakikatnya adalah jihad di jalan Allah swt. untuk memenuhi kewajiban kita dalam mengabdi sebagai hamba kepada Allah swt. menuntun orang-orang yang masih tersesat ke jalan yang diridhoi oleh Allah sesuai dengan sunnatullahnya. Dakwah yang diajarkan nabi adalah dakwah yang menjunjung 3 prinsip yaitu kebebasan, rasionalitas dan universalisme.

Tiga hal tersebut harus diimplementasikan secara bersamaan dan berjalan beriringan agar tujuan yang didapat dari dakwah tersebut sesuai dengan anjuran yang diperintahkan oleh Allah swt. juga Rasulullah saw.

B. Mad’u

Objek dakwah (mad’û) ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Saba’/34: 28).4

3 M. Munir, et al., eds. Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), h.31-33.

4repository.umy.ac.idbitstreamhandle1234567892941Filsafat%20Dakwah%20%28Draft%20Naskah%20Buku

%29.pdfsequence=1&isAllowed=y.pdf

(9)

Mad’u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Dari segi sosologis, masyarakat terasing, pendesaan, perkotaan, kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.

2) Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan, dan golongan orang tua.

3) Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan golongan orang tua. Dan sebagainya, Kemudian Hukum Publik antara lain: Hukum pidana, Khilafah (Hukum Negara), Jihad (Hukum Perang dan Damai), dan lain sebagainya.

4) Akhlak, yaitu meliputi: Akhlak terhadap khaliq, Akhlak terhadap (diri sendiri, tetangan, masyarakat lainya), akhlak terhadap bukan manusia (flora, fauna, dan lain sebagainya).5

Manusia sebagai sasaran dakwah (mad’u) tidak terlepas dari kultur kehidupan yang melingkupinya yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan dakwah. Situasi teologis, kultural dan struktural mad’u dalam dakwah Islam bahkan selalu memunculkan dinamika dalam dakwah, karena dakwah Islam dilakukan dalam situasi sosio-kultural tertentu bukan dalam masyarakat nihil budaya dan sistem. Situasi kultural dan struktural yang dimaksud seperti sistem kekuasaan (al-mala), keadaan masyarakat tertindas atau lemah (al-mstad’afin) dan penguasa ekonomi atau konglomerasi (al-mutrafin).

Apakah sistem kekuasaan yang berlaku bersifat menindas, sehinga masyarakat sebagai sasaran dakwah menjadi lemah, seperti terjadi menjelang kelahiran Islam. Masyarakat tidak berdaya menghadapi penguasa zalim yang mematikan hak-hak warganya, terutama dalam mengikuti serta membangun wilayahnya. Apakah sistem ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang saja, sehingga kemiskinan sulit dihindari melekat pada masyarakat, atau sebaliknya kemiskinan terjadi karena faktor kultural. Situasi dan kondisi demikian merupakan bagian kajian teori medan dakwah.6

Masalah sosiologi dan kultural tersebut kemudian menjadi masalah tersendiri dan perjuangan para da’i untuk tetap melakkukan kewajibannya dalam mesyiarkan syariat Islam

5 Baiti Renel, “MATERI DAKWAH DAN KEBUTUHAN MAD’U (Studi Kasus pada Majelis Taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon)”, Tesis: Program Pasca Sarjana UIN Alaudin, Makassar, 2012, h. 45-46.

6 Acep Aripudin, Pengembangan Metode Dakwah: Respons Da’I Terhadap Dinamika Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 6.

(10)

agar kebaikan-kebaikan dalam jalan hidup para mad’u kian hari kian membaik dan membawa kegelapan ke dalam penerang kesadaran.

Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah mukallaf, sedangkan mad’u adalah seluruh manusia tanpa terkecuali, maka da’i adalah sekaligus mad’u dalam dakwah.

Hal ini bermakna, tidak ada spesialisasi berdasarkan pilihan menjadi da’i saja atau menjadi mad’u saja, yang ada adalah setiap muslim dan muslimah mukallaf harus berdakwah, namun mereka juga terkena program dakwah.

Kesalahan dan khilaf yang ada pada diri seorang dai haruslah dijadikan maklum. Da’i seorang manusia seperti biasanya kita semua, bukan seorang yang suci seperti malaikat, dan juga tidak ma’shum seperti halnya para nabi dan rasul. Kritik, disalahkan, menjadi sasaran bulyan, dan perbincangan di kalangan masyarakat itu adalah hal yang pasti dan maka dari itu tidak semua orang mampu untuk menjadi bagian darinya. Da’i juga masih perlu peringatan dan bimbingan dari orang lain juga penambahan bekal-bekal yang diperlukan dalam dakwah.

Menjadi da’i tidak bermakna paripurna sebagai muslim sehingga tidak memerlukan nasihat, peringatan dan bimbingan lagi. Justru sebaliknya, karena tugasnya yang begitu berat dalam menaggung para mad’u nya maka ia pun harus menunjukkan dirinya siap mendengar dan menerima nasihat serta peringatan.7

C. Literasi dan Pengaruhnya Terhadap Mad’u (Masyarakat)

Literasi dalam bahasa Inggris literacy berasal dari bahas Latin yaitu litera (huruf) sering diartikan sebagai keaksaraan. Dilihat dari makna hurufiah literasi berarti kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Orang terbiasa memahami orang bisa membaca dan menulis disebut literat, sedang orang yang tidak bisa membaca dan menulis disebut iliterat atau buta aksara. Kern (2000: 3) menjelaskan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Selain itu literasi memliki kesamaan arti dengan belajar dan memahami sumber bacaan.

Romdhoni (2013: 90) menyatakan bahwa literasi merupakan peristiwa sosial yang melibatkan keterampilan-keterampilan tertentu, yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi dalam bentuk tulisan.

7 Cahyadi Takariawan, “Prinsip-prinsip Dakwah: Yang Tegar di Jalan Allah”, (Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka, 2005), h.

28.

(11)

Sejalan dengan pendapat Kern (2000: 16) yang mendefinisikan : “literasi secara lebih komprehensif sebagai berikut: Literacy is the use of socially, historically, and culturally- situased practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationship beetween textual conventions and their contexts of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purposesensitive, literacy is dynamic-not static-and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written an spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge. (Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, dan situasi kebudayaan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antar konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaannya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/tujuan, literasi itu bersifat dinamis-tidak statis- dan dapat bervariasi diantara dan didalam komunitas dan kebudayaan.

Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kebudayaan).”8

Terkait dengan permasalahan kurangnya pemahaman dan minat terhadap kebudayaan literat adalah hal mendasar dari masyarakat atau mad’u. Kebudayaan yang menjadikan hampir semua orang baik yang menjadi seorang pelajar ataupun tidak sebagai pelajar memiliki budaya acuh untuk berpikir dan ber literasi dengan keadaan sekitarnya untuk mengubah dan memperbaiki pemahaman kehidupan agar lebih baik. Cenderung dari masyarakat sebagai mad’u mereka tidak mau melakukan literat dan pemahaman secara personal, mereka terbudaya untuk mengandalkan orang lain untuk dimintai tolong untuk menjelaskan dan menyelesaikan sebuah permasalahan dalam hidupnya seperti kehidupan dunia dan agama termasuk juga mengandalkan seorang da’i. Maka dari itu seolah da’i seorang yang diibaratkan orang yang suci, padahal ia hakikatnya orang yang suka dengan literat dan disiplin dalam merubah dirinya menuju orang yang lebih baik.

Lalu senada dengan itu Iriantara (2009: 5) menjelaskan bahwa kini literasi bukan hanya berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis teks saja, karena kini “teks” sudah diperluas maknanya sehingga mencakup juga “teks” dalam bentuk visual, audiovisual dan

8 sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414143067.pdf

(12)

dimensi-dimensi kompiterisasi, sehingga di dalam “teks” tersebut secara bersama-sama muncul unsur-unsur kognitif, afektif, dan intuitif. Dalam era teknologi seperti sekarang ini, konteks tradisi intelektual suatu masyarakat bisa dikatakan berbudaya literasi ketika masyarakat tersebut sudah memanfaatkan inrormasi yang mereka dapat untuk melakukan komunikasi sosial dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa literasi merupakan suatu tahap perilaku sosial yaitu kemampuan individu untuk membaca, menginterpretasikan, dan menganalisa informasi dan pengetahuan yang mereka dapat untuk melahirkan kesejehteraan hidup (peradaban unggul).9

D. Problematika Masyarakat Sebagai Mad’u di Era Globalisasi Teknologi

Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.10

Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena didukung oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi seperti televisi, DVD/VCD, jaringan internet, hand phone dengan pasilitas canggih dan sebagainya.

11Demoralisasi itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam. Akibatnya masyarakat mengalami apa yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan kehilangan rasa malu.

Permasalahan ini semakin kompleks terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjangkau wilayah yang semakin luas dan menjerat semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri, krisis iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak

9 Ibid.

10 Abdul Basit, “Wacana Dakwah Kontemporer”. (Yogyakarta: STAIN Purwokerto dan Pustaka Pelajar, 2006), h.

61.

11 Astrid S. Susanto, “Filsafat Komunikasi”, (Bandung: Bina Cipta, 1976), h. 148.

(13)

ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tidak kenal batas.12

Terjadinya ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Umat Islam harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit umat yang telah menjadi korban dari efek globalisasi informasi yang membuat identitas keislamannya mengalami pengaburan dan masa depan generasi muda semakin suram. Jika umat Islam terlena oleh kemewahan hidup dengan berbagai pasilitasnya, maka secara perlahan akan meninggalkan ajaran agama. Dengan demikian akan terjadi kehampaan rohani yang justru merusak kepribadian setiap umat manusia. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam mengakses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tertinggal.13

Kemajuan yang sekarang menjadi teman dalam hidup sehari-hari telah memengaruhi secara besar-besaran terhadap cara hidup seluruh orang yang ada di dunia. Baik cara bekerja, pendidikan, bersenang-senang, memanfaatkan waktu luang dll. Yang secara garis besar problem yang dihasilkan dari akibat globalisasi dan teknologi dari akhlak yang luntur, akidah dalam pegangan agamanya, serta problem personalnya terkait materialisme. Kecendrungan tekonologi yang menyenangkan hawa nafsunya dan kenyamanannya seperti media aodio sosial di internet membuat sebuah kebodohan sekarang terjadi di mana-mana, karenanya dengan kesenangannya teralihkan kepada teknologi, minat untuk literasi generasi muda sekarang menurun sangat tinggi. Dan hasilnya, kerusakan dalam semua segi kehidupan seperti yang sudah disebutkan di atas dengan problem hasil dari kemajuan globalisasi dan teknologi yang canggih tersebut.

E. Media Audio-visual Sebagai Solusi Dakwah Inovatif

Media merupakan alat atau wahana yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima, dari da’i ke mad’u. Untuk itu berdakwah melalui media adalah penyampaian pesan dakwah dengan menggunakan saluran atau sarana media untuk

12

13 Nurhidayat Muh. Said, “Dakwah dan Problematika Umat Islam”, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 1, Juni 2013, h. 2-3.

(14)

meneruskan pesan kepada audien yang jauh tempatnya, dan atau banyak jumlahnya (Ilaihi, 2010: 104).

Lebih jauh lagi media dakwah adalah alat yang menjadi perantara penyampaian pesan dakwah kepada mitra dakwah. Seorang pendakwah yang ingin pesan dakwahnya diterima oleh semua pendengar di seluruh Indonesia, maka ia harus berdakwah dengan metode ceramah dan dengan menggunakan media radio. Jika ceramahnya ingin didengar, teks ayat- ayat al-Quran yang dikutip dapat dibaca serta ekspresi wajahnya bisa dilihat oleh semua pemirsa Indonesia bahkan sedunia, maka ia harus menggunakan media televisi. Jika ingin pesan dakwahnya dibaca orang, maka seorang dai harus menggunakan media cetak (Aziz, 2009:405).

Dakwah dapat menggunakan berbagai macam media, baik melalui media elektronik, media cetak maupun media yang bersifat modern dan tradisional. Media elektronik seperti radio, televisi, film, internet, adapun media cetak seperti koran, majalah, buku, dan sebagainya. Masing-masing media tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda serta memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Seperti contoh radio memiliki kelebihan dapat didengar dimanapun tempatnya bahkan di seluruh penjuru dunia melalui streaming, harganya pun terjangkau. Televisi juga dapat dilihat dan didengar oleh semua lapisan masyarakat, kelebihan film dapat dilihat berulang-ulang dan orang yang melihatnya tidak merasa digurui, demikian juga dengan internet dapat diakses dengan mudah dan informasi dari seluruh penjuru dunia dapat dengan cepat diterima oleh penerimanya.Adapun kelebihan dakwah melalui koran, majalah maupun buku, isi dari pesanpesan dakwah tersebut dapat dibaca berulang-ulang kapanpun oleh mitra dakwah.

Semua media dakwah ini berpengaruh positif dan baik bila digunakan secara maksimal.

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita menggunakan media dakwah tersebut dengan tepat dan sesuai kita menggunakan media dakwah tersebut dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan mitra dakwah sehingga penyampaian dakwah menjadi efektif.14

Dari keterangan di atas dapat diambil pemahaman bahwa semua media yang berbasis teknologi modern masyarakat sekarang baik dan positif untuk tujuan yang baik pula yaitu dakwah. Hal tersebut kita menggunakan metode dakwah untuk menekankan kepada budaya masyarakat dan sosiologi masyarakat terdahulu. Para da’i harus maksimal dalam menggikuti

14 Nur Ahmad, “Problematika Dakwah Entertainment di Media Dakwah”, Kudus: STAIN Kudus, Vol. 4, No. 2 Desember 2016. h. 233-234.

(15)

dan menganalisis sosio-kultural masyarakat terdahulu seperti kesukaan masyarakat terhadap media video-video hiburan atau entertaintment untuk mencari ketenagannya. Maka para pendakwah haruslah ikut serta dan berdasar inovatifitas menjawab permasalahan itu semua.

Seperti pembuatan film kisa Baginda Nabi saw. yang kemudian banyak dipahami orang dan dijadikan teladan, mereka suka karen mereka tidak bisa memahami pesan lewat media literasi seperti di zaman kakek neneknya.

Untuk merekunstruksi dakwah entertainment melalui media memang memerlukan perjuangan yang sangat panjang. Bila bercermin saat dakwah rasulullah kita kenal dengan dakwah bissir dan bil jahr. Metode dakwahnya melalui dua tahap dakwah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi selanjutnya dikembangkan dengan dakwah secara terang- terangan. Saat itu misi dakwahnya juga masih seputar dua metode tersebut. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman ternyata mengalami banyak kemajuan diantara berdakwah bisa dilakukan dengan menggunakan media yang efektif, praktis dan efisien (Sofjan, 2013,53).

Berdakwah kita tidak harus melalui dari mimbar ke mimbar, dari masjid ke masjid, dari satu daerah ke daerah lain yang kesemua itu kita di tuntut untuk menghadiri kegiatan dakwah tersebut. Akan tetapi untuk saat ini kita bisa merekunstruksi dakwah yang tadinya hanya seputar dakwah yang sudah kami jelaskan diatas, bisa kita kemas sedemikian rupa atau sedemikian mudahnya tanpa memandang ruang dan waktu. Kita bisa melakukan dakwah dimanapun, kapanpun dimana sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi yangada dalam masyarakat saat ini bahkan dengan latar belakang yang berbeda.

Perkebangan yang mencolok pasca reformasi adalah maraknya film dan sinetron islami.

Film layar lebar yang bertema Islam disadur dari novel seperti Perempuan Berkalung Sorban, Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan lain-lain. beberapa diantaranya yang membanjiri program acara televisi Indonesia antara lain: Para Pencari Tuhan, Rahasia Ilahi, Hidayah dan lain-lain. dari kesemuanya memiliki pesan kepasrahan dan tunduk pada kehendak Allah swt., kesabaran dan kemurahan hati dalam menerima tekanan (Sofian, 2013:45).15

Entertaintment film telah membuktikan, bahwa dengan membawa Islam dalam hal apapun pasti membawa menfaat dan barakah. Selain digunakan untuk berdakwah dijalan-

15 Ibid., h. 241-242.

(16)

Nya, para pekerja di stasiun tv mendapatkan rahmat-Nya. Cara bertutur kata, perilaku yang baik, serta akhlak berkehidupan terutama berpakaian menjadikan sebuah pendidikan yang disisipkan di dalam sebuah media penghibur masyarakat secara tidak sadar itu termasuk dalam amanat Allah untuk berdakwah dalam hal apapun serta amanat UUD untuk memberikan pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia serta ,mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain masyarakat suka, media audio-visual adalah sebuah teknologi kloning dan merupakan penemuan yang paling canggih menakjubkan untuk memengaruhi orang lain lewat program-program di dalamnya dalam memengaruhi otak/kecerdasan manusia. Maka di sini tugas kita semua sebagai da’i untuk lebih awas akan sebuah ilmu-ilmu dari teknologi ciptaan barat tentang tujuan-tujuan tersembunyi dari penciptaan teknologinya. Agar semuanya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk sebuah syiar Islam yang menyeluruh di semua sendi kehidupan.

(17)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dakwah adalah kewajiban semua manusia, secara sindiran karena ia seorang khalifah di muka bumi. Jihad di jalan berdakwah adalah hal yang tidak mudah dan resiko yang tidak semua orang mampu melakukan melainkan hanya sebagian orang yang dikaruniai-Nya saja.

Semua bidang di sendi kehidupan sekarang yang begitu kompleks adalah potensi menjadi bidang dakwah, semacam ekonomi berkiblat cara dagang Rasulullah saw., politik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat serta para Salafus Sholif terdahulu, dan pendidikan yang menjunjung adab dan akhlak serta semacamnya. Dan tugas para da’i adalah pejuang yang harus melihat lebih jauh dari pelupuk mata dalam hal mencapai tujuan yang dicita-citakan Rasulullah saw. agar Ulama Warasatul Anbiya’ tetap menjaga umatnya untuk tetap berjalan di jalan yang diridhai oleh-Nya dalam situasi dan kondisi apapun serta berdakwah dengan berkiblat cara yang diajarkan oleh Rasulullah saw.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya dan juga menyarankan kepada teman-teman sesama mahasiswa untuk mencari informasi dan referensi lain sebagai tambahan dari apa yang telah kami uraikan di atas, terimakasih.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Aripudin, Acep. 2011. “Pengembangan Metode Dakwah: Respons Da’i Terhadap Dinamika Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Basit, Abdul. 2006. “Wacana Dakwah Kontemporer”. Yogyakarta: STAIN Purwokerto dan Pustaka Pelajar.

Faizah dan Lalu Muchsin Efendi. 2009. “Psikologi Dakwah”. Jakarta: Kencana.

Munir, M., et al., eds. 2006. “Metode Dakwah”. Jakarta: Kencana.

Susanto, Astrid S. 1976. “Filsafat Komunikasi”. Bandung: Bina Cipta.

Ahmad, Nur. 2016. “Problematika Dakwah Entertainment di Media Dakwah”. Kudus: STAIN Kudus. Vol. 4, No. 2.

Aminudin. 2015. “Dakwah dan Problematikanya dalam Masyarakat Modern”. Al-Munzir Vol. 8, No. 1. Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Kendari.

Anam, Khoirul. 2020. “Hakekat masyarakat dalam Tinjauan Filosufis”. Al-Muqkidz : Jurnal Kajian Keislaman vol: 8 no. 4. Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap, LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).

Asmuni, Ahmad. 2017. “Filsafat dan Dakwah”. Jurnal Dakwah dan Komunikasi vol. 8 no. 1. Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Renel, Baiti. 2012. “MATERI DAKWAH DAN KEBUTUHAN MAD’U (Studi Kasus pada Majelis Taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon)”. Tesis: Program Pasca Sarjana UIN Alaudin, Makassar.

Said ,Nurhidayat Muh. 2013. “Dakwah dan Problematika Umat Islam”. Jurnal Dakwah Tabligh. Vol. 14. No. 1.

Takariawan , Cahyadi. 2005 .“Prinsip-prinsip Dakwah: Yang Tegar di Jalan Allah”. Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka.

repository.umy.ac.id/bitstreamhandle1234567892941Filsafat%20Dakwah%20%28Draft%20Naskah%20Buku%29.p dfsequence=1&isAllowed=y.pdf

(19)

sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414143067.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada fungsi media massa untuk memberi informasi pada khalayak, tentunya sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri, di mana dakwah adalah bagian yang

Eksistensi bahasa Arab dalam dakwah menjadi begitu penting karena kedua sumber materi dakwah tersebut menggunakan bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi kunci pembuka

Media menjadi salah satu sarana yang paling ampuh dalam menyebarkan dakwah kepada masyarakat luas. Karena dengan media, dakwah tersebut akan sampai ke masyarakat dengan merata.

Dengan menggunakan media audio secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif siswa, lingkungan, kenyataan, dan memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan

Oleh karena itu, seandainya dakwah tidak menggunakan media dunia maya sebagai akses penyebaran nilai dakwah, dakwah tersebut akan dinilai sebagai sesuatu yang sudah usang

Era digital menjadikan pecahan baru strategi dakwah yang membuat para pelakunya untuk merubah arah dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, santri merupakan

Para ustadz yang mengisi kajian pada pengajian Jum’at Pagi dapat menggunakan m-dakwah sebagai media dakwah alternatif untuk semua kelompok kajiannya baik peserta kajian

Materi merupakan isi dari pesan dakwah yang akan disampaikan, dan adapun media adalah alat obyektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide materi dengan ummat atau mad’u, media