• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel di JDP Vol 6 No 1.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Artikel di JDP Vol 6 No 1.pdf"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENINGKATAN KANDUNGAN METABOTIT SEKUNDHR TUMBUHAN METALUT PE,NAMBAF{AN PRffi,KUSOR PADA MEDIA KUI UR IN VITRO

IYIwlna

Silolohi

E - m ail : m arina

-biouki@ Y aho o' com

AESTEACT

Secondary metabolites producedplonts used

by

humans t'or medicine. Utilization

of

mtedicinal plamts

is

retatid

to

the content

of

secondary metabolites owned planh'

ii tn"

intact plantconfains uery low leuels

of

secondary metabolites and its formation

is

often associated with the stage

of

ptant deuelopment.

In

uitro culture is an alterna- tiue considered efficient t'or productng secondary metabolites.

one

technique used to increase product'secondary- metabolites

in

uitro culture is the prouision

of

precursors' precursors ar€ compoundi that are

at

the beginning

or

in the middle of a secondary praduct biosynthetic pathways can affect the tinal product. The oddition of precursors

in

uitra culture will iiduce

tie enzyies

inuolued

in

secondary metabolism. lncreased enzyrne will increase the content

of

secondary metabolites'

Keywords:

precursar,

in

aitro, secondary metabolites

*ENDAHULUAN

sekunder adalah produk yang dihasilkkan dari

Metabolit sekunder yang dihasilkan

tum-

proses metabolisme sekunder.

Fiehn

(2002) buhan telah larna

*unriu

digunukun

sebagai mely{1k9n

bahwa tumbuhan menghasilkan sebagai

obat, pewarnu, inritotitiau (Karup-

200.000

lebih

metabolit sekunder' Bebarapa

il;;; ioogt.'salah satu

fungsi

metaborit

metaborit sekunder

vang

digunakan sebagai sekunder yang menonJol bagi mJnusia

adalah

obat antara lain kodein, ephederin, ajmalisin,

p.*rrr"ri"niuuugui

obat.-Badan

kesehatan morfin, ppaperin, kuinin,

reserpin, galanta'

ir.i,

memperkirakan uukita,

60-80% pen-

min, scopolamine, berberine' kaffein' kapsiin' duduk dunia masih mengantungkan

kesehat

Kolkhisin,

yombin,

pilocarpin, glikosida jan-

;il;

yung Unr"ral dari

iumbuhan

(Joy

dkk.

tung (Wink dkk', 2005). Hingga saat ini berb- Lggg; Fabrieant and Fiarnsworth 2001;

Tripa-

agai senyawa metabolit sekunder yang dihasil- tni

""a rripathi

2003), d,an257, obat

modern kan

tumbuhan memiliki struktur yang sangat Vung b"rndar diekstraksi langsung dari

tumbu-

kompleks dan tidak bisa dibuat senyawa sinte-

han.

tisnYa.

Berbagai tumbuhan yang digunakan

se-

Tumbuhan menghasilkan berbagai jenis

bagai

oba"t

adalah pu.ut

dumi-

(Eurycoma

metabolit sekunder, namun kadarnya sangat

longifolia Jack), p"sfun

(Centelia

asiatica

rendahdanpembentukannyaseringberhubun- L.Urban), kumis

Xu"ini

(Okhosiphon

stamin-

gan dengan tahap perkembangan tumbuhan' eus Benth),

kunyit

(C,ircuma domestica

Val.)

Metabolit sekunder tumbuhan dapat diperoleh dan temulawak (Cuicuma xanthorrhiza

Roxb)

dengan mengekstrak hJmbuhan utuh' Ektraksi

te.r,-ra

dkk 2009t. pe*anfautan

tumbuhan

metabolit sekunder dari tumbuhan utuh, sering

."Uusui

bahan

obai

selalan dengan

perkem-

menghadi kendala disebabkan keterbatasan

L;;""

peradapan

minusia.

Pada

lwalnya jumlah

pasokan

serta

besanya

biaya

yang

manusia menggunakan tumbuhan dalam

dibutuhkan untuk purifikasi'

bentuk utuh (segaE simplisia) hingga

senyawa

Kultur

in vitro

merupakan alternatif yang

V."g ia.n dimulnikan

dianggap efisien untuk memproduksi metabo-

pemanfaatan tumbuhan sebagai obat

lit sekunder. Keuntungan-keuntungan tersebut, berhubungan

dengan

kandungan

metaborit

antara rain (a) dengan teknologi kultur jaringan sekunder

yang dimiliki

tumbuhan.

Metabolit

dapat dibentuk senyawa bioaktif dalam kondisi

t7

(3)

Volume 6, Nomor 1, April 2015 : 17 - ZS

terkontrol dan waktu yang relatif lebih singkat (b) kultur bebas dari kontaminasi mikroUa (.) setiap sel dapat dihasilkan unfuk memperban-

yak

senyawa metabolit sekunder tertentu (4) pertumbuhan sel terawasi dan proses metabo_

lismenya dapat diafur secara rasional) kultur jaringan tidak bergantung kepada kondisi ling_

kungan seperti keadaan geografi,

iklim,

dan musim (lsda

&

Sulianyah 2009).

Kebutuhan senyawa obat semakin tinggi sementara lahan dan plasnra nuffah semakin rRenyusut, oleh karena ifu diperlukan alternatif pernecahan. Teknik kult.rr jaringan tumbuhan

dapat digunakan untuk

mengatasi masalah tersebut. Melalui teknik ini, metabolit sekunder yang dihasilkan dalam jaringan tanaman ufuh

{apat

dihasilkan iuga daiam sel-sel yang dipe_

lihara pada medium buatan secara aseptic.

Problem utama dalam produksi metabolit sekunder melalui teknik

in vitrq

konsenhasi produk yang menjadi target masik kecil. Salah safu teknik yang digunakan untuk meningkat prouk metabolit sekunder pada kulfur

in

vitro

adalah

dengan pemberian prekusor (pandi- angan 2010). Prekusor adalah senyawa yang berada pada posisi awal atau ditengah-tengah

jalur

biosintesis

produk

sekunder sehinlga dapat mempengaruhi produk akhir.

METODE

Naskah ini ditulis berdasarkan studi litera, tur dari berbagai naskah ilmiah.

METABOLIT SEKUNDER TUMBUHAN

Metabolit yang dimiliki tumbuhan dibeda_

kan

menjadi metabolit primer

dan

sekunder.

Metabolit primer adalah produk yang dihasil_

kan dari

proses metabolisme

primei

seperti karbohidrat, protein, lemak

dan

asama nuk_

leat. Metabolit sekunder merupakan

hasil

dari

proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder pada fumbuhan kadarnya relatif se_

dikit

dibandingkan dengan metabolit primer namun jenisnya sangat banyak. Fiehn (2002) menyatakan bahwa fumbuhan menghasilkan 200.000 lebih metabolit sekunder.

Pada fumbuhan senyawa

metabolit

sekunder berfungsi sebagai fitohormon, pig_

men fotosintesis, pigmen aksesoris, alelopati, adaptasi, penarik polinator, serta pertahanan

dari

herbivore, mikroorganisme

din juga

un- tuk pertumbuhan dan perkembangan (Manitto

7992; Hopkins, 1999). Metabolit

sekunder

yang dimiliki fumbuhan digunkan

manusia sebagai pewarna, kosmetik, insektisida, pe_

nyedap rasa dan juga sebagai obat.

Salah satu

pengelompokan metabobo-

lit

sekunder tumbuhan dikelompokkan yang banyak digunakan adalah berdasarkan shuk_

tur kimia dan aktivitas fisiologi (Wiryowidagdo

2000).

Berdasarkan

struktui kimia

metabolit sekunder dikelompokkan menjadi (1) senyawa

fenol yang di

dalamnya termasuk fenilpro_

paniol dan flavonoid; (2) senyawa yang men- gandung nitrogen yang

didala.nyu

termasuk alkaloid; (3) terpen dan

terpenoij

(1biz

&

Ze_

inger 2003). pemanfaatan tumbuhan sebagai

obat

mengelompokkan

fumbuhan

metabolit sekunder berdasarkan aktivitas fisiologi dan efek terapeutik.

Senyawa metabolit

sekunder

yang

di-

hasilkan tumbuhan bervariasi dalam jenis dan kuantitasnya. Jenis metabolit

sekuni".

yang dihasilkan sering berassosiasi dengan Ungkai perfumbuhan. Sebagai contoh anthosianin di_

hasilkan saat fase pembungaan, dan klorofil di_

hasilkan pada daun. Jenis metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan juga bervariasi an- tara satu organ dengan organ tumbuhan lain- nya. Catharanthus roseus L,(G,) Don menga- kumulasi ajmalisin pada organ akar sedanglLn katharantin dan vinblastin ditemukan dibJgian daun (Verpoorte

&

Van der Heiden 1991), tri_

terpenoid (asiatikosida, madekasid, asam asi_

atik) ditemukan pada bagian daun C. asiatica (Zainol dkk,2008).

Perbedaan kandungan metabolit sekunder

yang dimiliki

tumbuhan sangat dipengaruhi

oleh

lingkungan

dan

genetik

lDas dan

Mall_

lick 1991).

Beberapa

penelitian

menunjuk- kan bahwa

C.

asiatica memiliki variasi kand- ungan metabolit sekunder. Bermawie (2007) menyatakan

bahwa

perbedaaan keragaman sifat morfologi seperti warna, ukuran,Lentuk stolon

dan daun

mempengaruhi kandungan asiatikosida.

Halyang

lain ditemukan oleh Ti_

wari dkk(2000) bahwa kandungan triterpenoid

yang tinggi dapat

diperoleh

pada

C.asiatica yang mendapat cahaya penuh.

Produksi alkaloid dari berbagai kultur sel dan kulfur organ dari spesies Cinchona secara jelas menunjukkan bahwa diferensiasi paralel dengan produksi alkaloid (Sakya, 1995). pem- bentukan metabolit sekunder akan lebih ban-

(4)

Martn,. sttolsht, peningkatan Kondungan Metobolit sekunder Tumbuhan

*^i:r:";r:f:'l:;If:{ri:;

vak pada saat kalus berdiferensiasi menjadi tu-

ffi il;;;akar

(Staba, 1980)' Keberhasilan

ffi;;;il;n

metabolit sekunder melalui kul-

tr

in vitro sangat tergantung pada faktor-faktor

;; ;;;;;,igu"'hi

Pembentukan metabolit i"rrJbr.rt pada tanaman utuh'

KUI.JTUR

IN VITRO

Kultur in vitro

merupakan

teknik

pena-

naman

sel,

jaringan, dan

organ

yang

telah

itit"f,f."" iari

lingkungan alaminya

dan

di-

;;il;k;"

pada rnedium buatan vang sesuai

;i;

kondisi

steril

(Staba' 1980;. Dodds

&

nJ"to,lg8i)'

Xuttut

in vitro

meliputi kultur

ffi;; i;*.;

sel, aggregat.sel'

kultur

akar'

r"'"ri.i".,^rf.ar adventii

dan kultur organ (Je-

;i;;k-dkl,

2004).

salah

satu

tujuan

dilaku'

kan

kultur in vitro

adalah produksi. metabolit sekunder terutama senyawa yang berkhasiat obat.

Kultur

in vitro mulai

diperkenalkan pada akhir

tahun

1960 sebagai alat

lntuk

mempe-

f.:.ti pt.a"ksi

metabolit sekunder tumbuhan -fil,rLuilaqut

&

Tsay, 2AO4)' Pemanfaatan kul-

il ;;d;

aiautu*"un oleh teori totipotensi sel

;;;;;;"ratakan

bahwa setiaP sel membawa

iJ.i*"til,"""titt

vang sama dengan genetik

i"Jof"vr, Hal ini

berimplikasi bahwa tum-

;ffi yl"s

dikultur s€eara in

viko

akan meng-

;;;ild; ;etabolit

sekunder vang.sama den'

"""

ttrrnUrflan induknya (Jedinak.dkk' 2004)'

"-" il;;t;;;;

kultur in vitro untuk menghasil- t un rnntuUolit sekunder rnempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pengunaan

i.ontn"Ji""al.

Keuntungan-keuntungan terse-

il;-;;;"

Iain (a) dengan teknologi kultur ja-

i",i*

a"pat dibenhrk

in'lvu*u

bioaktif dalam

i-iJi.t

i"'tf.ontrol dan waktu yang relatif lebih

;tA; Oi r."rt"t

bebas dari kontaminasi mik- t"U?-Gl

t"tiap

sel dapat dihasilkan rlntuk mem-

p"rbanyak ,n,,yu*u

metabolit sekunder ter-

i*t, t'if

pertumbuhan sel terawasi dan proses metabolismenya dapat diatur secara rasional)

;;il;ja;;;nun

tiduk'b"rgantung kepada kondi- si lingkungan seperti keadaan geografi' iklim'

J"i i'tu.i* (lsda&

Sulianvah' 2009)'

Berbagai

penelitian telah

menggunakan

kultur in vitro untuk

menghasilkan metabolit

tr"J"ra"t baik

berskala

kecil

maup,un besar

iW"til"t

dkk, 2004; Arvati

dkk'

2005; Kiong )OOS; Pandiangan, 2010)' Usaha untuk meng- hasilkan senyawa metabolit sekunder melalui

pembentukkan pada berbagai tumbuhan telah

lanyuk

dilakukan, antara

lain

senyawa glu- t

ottlpu"otin dari

Tiopaeolum

majry

(Wiel-

anek'&

Urbanek, 7gg9\, senyawa solasodine dari Solanum aviculare Forst (Kittipongpatana

JU.., tggg)

dan Solanum nigrum

L'

(Subroto

dkk,

1998), senyawa ajmalisin (Yuyun. dkk'' iOOr

a

siidarri, 2010) dan katarantin dari C' roseus (Pandiangan, 2010)'

Keberhasilan

kultur in vitro untuk

men- gahsilkan metabolit sekunder dipengaruhi oleh Ierbagai faktor antara lain, jenis media dan zat

p"ngiut

hrmbuh. Medium yang umum digu'

;;t;.

pada penelitian

kultur in vitro

adalah medium MS iMurashige-Skoog) dan

85'

Me- dium MS digunakan secara luas untuk tujuan mikropropagasi

baik

morfogenesis langsung (Raghu

af*"

ZOOZ), maupun morfogenesis ti- Juk"tunetung (Aziz

dkk',

2006), da-n-produksi tnut"Uoiit sefunder (Kiong dkk', 2005)' Pemili- han medium yang digunakan dalam kultur in uit o yung tepat dapat menentukan keberhasi-

lan

pertumbuhan

dan

perkembangan suatu kultur. Pada

C.

roseus kultur yang dipelihara pada medium 85 menghasilkan ajmalisin yang i.Utf, iinsgidibandingkan dengan medium MS'

purtirinUutan din

perkembangan kultur juga dipengaruhi oleh penambahan zat penga-

't i t""iUr[, Aukin

dan sitokinin merupakan dua macam zat pengatur tumbuh yang digu-

iu[un

secara luas

untuk kultur'

Syahid dan t-t"tnuni (2001) menyatakan bahwa pada kul- tur kalus O' Aristatus pada penambahan 2'4-D

ii,+-ai"fo-fenoksi

acetat acid) mengakibatkan

kJu.

,nnrnmah dengan kandungan sinestesin

V"tg t".a"h

sedangkan

pada

penambahan

Z,q-"O dan BAP (benzyl amino purine) secara bersamaan akan membentuk kalus relatif lebih

kompak

dengan kandungan sinestesin yang

i"Uit,

tinggi'

Zao dkk', (2001)

menvatakan

buh*u ttirktut

kalus

C'

roseus berhubungan

dengan

kemampuannya mensintesis indol uif.uioia. Kalus

ktmpak C'

roseus menghasil-

U" inaof"

alkaloid

lebih

tinggi sebesar

1'9

-

Zi i"ti

dibandingkan dengan kalus meremah

tii". afrf., 2001)' Hal

vang sama ditunjuk-

i.un

ofnft Siluluni (2010),

yaitu

bahwa kultur kalus C. roseus yang dipelihara pada medium

Zlnk

uku.t membentuk kalus kompak' berwar-

na

coklat dengan kandungan ajmalisin yang tinggi.--Pemanfaatan

kultur in vitro

untuk mem-

(5)

PREKUSOR

Produl.rsi metabolit sekunder dapat digu- nakan dengan menggunakan kultur kalus, kul_

tur

suspensi sel, kultur aggregat maupun kul_

fur

organ. Hingga saat

ini

salah safu kendala yang dihadapi untuk memproduksi metabolit sekunder melalui kultur in vitro kadar yang di_

hasilkan masih rendah. Beberapa penelitian juga memperlihatkan kultur in

viko

kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan metabo_

lit

yang diinginkan setelah mengalami beber_

apa

kali pemindahan media. Endress

(lgg4)

mengemukakan bahwa dalam

kulfur in

vitro aktivitas biosintesis metabolit sekunder berva_

riasi berhubungan dengan perfumbuhan sel.

Berbagai metode telah diterapkan unfuk me-

ningkatkan kandungan metabolit

sekunder pada kulfur

in vitro

diantaranya melalui elisi_

tasi

dan

penambahan prekusor (Kiong dkk., 2005). Elisitasi adalah penambahan efisi-tor ke_

dalam kultur in vitro. Konsep elisitasi berkem_

bang dari adanya fenomena alam

bahwa

Jenis prekusor yang digunakan akan mem_

pengaruhi kadar metabolit sekunder. Metabo_

lisme sekunder

dalam

tanaman

juga

sangat

dipengaruhi oleh perubahan ekspre.iJuri g"n-

_g_en pengatur (Edwards dan Gatehouse, 19b9).

Wh.itmer dkk. (ZOO2) menyatakan bahwa aku_

mulasi terpenoid indol alkaloid (TIA) paJa kul- fur sel C. roseus lebih tinggi pada saat pemberi- an loganin dibandingkun

a"ngun,ekotofanin,

Volume 6, Nomor 1, April 2013 : 17 - 23

produksi metabolit sekunder telah berkembang dengan pesat, namun demikian kulfur invitro memiliki eberapa kelemahan diantaranya kan- dungan metabolit sekunder

yang

diinginkan rendah. Hanstein

(1985)

menyatakan untuk

memproduksi metabolit sekkunder

melalui teknik invitro diperlukan langkah-langkah seb_

agai berikut: (L) pemilihan tanamun yung

-"-

milki produksi metabolit sekunder yang tinggi;

(2) pembuatan kultur in vitro dari sel tJnaman

terpilih; (3)

pengembangan medium perfum_

buhan

optimum; (4)

pengembangan metode

unfuk

menginduksi pembentukan metabolit yang diinginkan

dan

(S) pengembangan me- dium produksi yang optimum.

Endress (7994) menyatakan bahwa pola perfumbuhan dan produksi metabolit sekunder

dikelompokkan menjadi ;(1)

pembentukan metabolit sekunder terjadi pada

ikhir

fase lag, misalnya produksi antrakuinon pada kultur sus- pensi selMorinda; (2) pembentukan metabolit sekunder terjadi pada fase akselerasi, misalnya produksi asam sinamatpada kultur Daucus; i3) pembentukan metabolit sekunder sejalan den- gan pertumbuhan sel, misalnya produksi niko_

tin pada kulfur suspensi sel Nicotiana tabacum;

(4) produksi metabolit sekunder pada fase sta- sioner misalnya produksi sikonin pada kulfur sel Lithospermun erythorhizon.

ifgksi

patogen pada tumbuhan akan mengin- duksi pembenfukan metabolit

s"kunJ".

karena danya cekaman (Hanstein 19SS)- penarnba- han elisitor pada mediu

tumbuh'kultur in

vi-

tro tumbuhan

ternyata

cukup efektif

unfuk meningkatkan kandungan metabolit sekunder (Yuyun dkk 2001;

Silalihi

2OlO &eandiangan 2077), namun elisitasi tersebut

*"ngukibutkun

penurunan pertumbuhan dan mengakibatkan kematian sel.

Kandungan

metabolit

sekunder melalui teknik in vitro dapat ditingkatkan dengan cara optimasi media baik internal

maupui

ekster- nal.(Zhao dkk., 2001), dengan *"nggunuLun prekurs.or (Sulistiyanti

lggT;

Xim

jki.,

2004;

Kiong dkk. 2005; Kim dkk., Z0OZ). Keberhasi- lan penambahan prekusor terhadap

-naiu

mt_

fur ditentukan pengetahuan jalur metabolisme senyawa metabolit

yang diinginkan

(Karup_

pusamy,2009),

r_,

Reaksi kimia.yang terjadi pada yang me_

tabolisme sekunder ditenfukan

oleh

keterse_

iiu-?l

prekusor (Karuppusamy, 2009). Fowler

&

Warren

(l9gZ)

melaporkan

bahwa

enzim_

en3im yang terlibat dalam proses metabolisme sekunder menjadi

tidak maksi*u*

-uLtiuitu.- nya dikarenakan konsentrasi prekusor sangat sedikit. Prekusor adalah senyawa VunS U"ruau

pada

posisi

awal atau

ditengah_ieng"ah jalur biosintesis

produk

sekunder

-srt

ingiu

dapat

mempengaruhi produk akhir (Endrer.-, tqg4).

Penelitian penggunaan

prekusor

unfuk

meningkatkan metabolit sekunder

mulai berkembang

pada tahun

1970_an. Berbagai ie.ns nreklso.r yang digunakan

hiftopan

dan hiptamin (Doller dkk., 197g); asam amino (Mi- sawa 1994); metionin (Rumondor dkk, 2013),

triftofan

(Aryati

2005 &

pandiangan'iOtO), kiptopan, tryrptamin, loganin dan

icologanin (Whitoner dkk.,

2OOZ). penambahan' bagi prekusor ke dalam kultur

mJia Lrbukti

Unr_

m?mpu

meingkatkan

kandungan

metabolit

sekunder.

20

(6)

Msrlna$llolqfti, Peningkatan Kondr.rngon Metabotitsekunder Tumbuhan melalui Penambahan Prekusor, pada M edia Kultur ln Vitro

sedangkan pemberian triftamin

dan

tripiofan tia"f.

*"*plngaruhi

kandungan TIA'

Penambahan prekusor pada kultur invitro

ut un

**nginduksi

enzim-enzim yang terlibat

;;; t.;es

metabolisme sekunder' Sebagai

.o"i"n'p""ingkatan

kandungan TIA pada kul-

t ;;;;p;.ti

sJ C' roseus berhubungan dengan

o"nlnntrrun

kadar enzitn triptofan dekarboksi-

[.u-tfiint,trer

dkk, 2A02)" Distr"ibusi dari tran-

rf.*tt

mRNA

,

enzim dan prekusor biosintesis

*"*pd un

komponen

yang

sangat penting

dalam regulasi proses metabolit sekunder tum-

ffi;;. -Fnn**L*han

prekursor

pada

media

irttut *

*ui.ipun clapat rn en in gkatkan produksi

*"t"Utfit

s*kundna

tapl

dapat pula mengaki-

["tf.", ,"rtumbuhan

selnya rendah (Pandia-

.g;.,

2'OfO). Penambahan asam amino pada

ffikt; *.pnnti

sel C' asiatica akan meningkat- kun L.ndtrngan asitikosida (Kiong dkk' 2005)'

KESIMPULAN

i.--r-nltrU"lit

sekunder vang

dimiliki

tumbu- han digunkan manusia sebagai pewarna' t

or*u[t,

insektisida, penyedap rasa dan obat.

2. Berdasarkan struktur kimia

metabolit

tJrta"t

dikelompokkan menjadi (1) se-

;;;

fenol Yang

di

dalamnYa. termasuk fenilpropaniol dan flavonoid; (2) senyawa yang mengandung nitrog^en yang didalam-

'nyr-tu.-uiuk

alkaloid; (3) terpen dan ter- penoid.

3. kultur in viko

meliputi kultur kalus' sus- pensi sel, aggregat sel,

kultur

akar' meri- stem, akar adventif dan kultur organ'

4. Frnku.o, adalah

senyawa yang. berada

pada posisi awal atau

ditengah-tengah jalur bi,csintesis produk sekundet.sehingga

dapat

*"rnput'j'ruhi

produk akhir' Berb-

ugui:""it

piuktrsot yang digunakan trifto-

pln

dun triptamin, asam amino' metionin' kiftofan, triptopan, tryptamin' loganin dan secologanin.

ACUAN PUSTAKA

Achmad,

S.

A., dkk'

(2009)' Ilmu kimia dan kegunaan tumbuh-tumbuhan obat Indone-

siJita

I" InstitutTeknologi Bandung' band- ung

viii +

353 hlm'

ntyuii H.,

Anggarwulan,

E' &

Solichatun'

(2005).

Pengaruh penambahan Dl--hip-

iofan terhadip pertumbuhan kalus

dan

produksi

alkaloid-reserpin

pule

pandak

iRauvolfia serpentina (L') Bentham e-x Kurz' ]

.".uru

In Vitro. Biofarmasi

3 {2):52-56'

Aziz, 2.A., Davey, M.R., Lowe, K'C

&

P.ower'

J.B. (2006)'

Isolation

and

culture

of

pro- toplasts

from the

medicinal

plant

Centella asiatica" Revista Brasileira Plant Medicina 8:

2006.

Bermawie,

N. &

Kristina,

N'N'

(2003)' Peny-

impanan

in vitro

tanaman

obat

potensial

perkembangan. Teknologi

tropika'

15(1):

1-10.

Das, A .

&

Mallick,

R.

(1991)' Correlation bet-

ween

genomic

diversity and

asiaticoside

conteniin

Centella asiatica (L') Urban' Bo- tanical Bulietin Academia Sinica 32:

L'8'

Doller,

G.,

Alfermann, A"W',

&

Reinhard' E'

(1976). Produktion

von

Indolalkaloiden in callus-kulfuren

von

Catharanthus roseus' Plant Cell ReP. 1'2:

702'705'

Dodds, J.H. & L.W. Roberts'1982' Experiment in plant tissue culture' Cambridge University Press, Cambridge:xiii

*

178 hlm'

Edwards, R.

&

Gatehouse,

J'A'

(1999)' Sec-

-

ondary metabolism.

In

Lea,

PJ'

and R'C' Leegood (eds.) Plant Biochemistry and Mo-

luc,ilut

Biology. Second

edition'

London:

John WileY and Sons Ltd'

Endress,

n. (tqg+).

Plant cell biotechnology' Springer-Verlag' Berlin p: 17 3-225

Ersam,

{

(ZOO+)' Nuunggulan biodiversity hu-

tan tropika

Indonesia

dalam

merekayasa

model molekul alami'

Seminar Nasional

Kimia VI:1-16'

Fabricant, D.S.

&

Farnsworth,

N'R'

(2001)'

The value of plant used medicine

for

drug discovery. Enviromental Health Perspective' 109(1): 69-75.

Fiehn,

'O.

ZOOZ. Metabolomics:

the link

be-

tween

genotypes

and

phenotypes' Plant Mol

Biol 48

151"L71'

Fowler, M.W.

&

Warren'

G'S' (1992)'

Plant

bioiechnology:

Comprehensive bioctech-

nology, second supplement'

Pergamon

Press Plc. England'

Heinstein, PH (1985)' Future approach

to

the formaton

of

secndary natural products in

cell

suspension cultures'

Journal

Natural product 48:1-8

Hopkins, W.G. 1999'

Introduction

to

plant

(7)

Volume 6, Nomor 1, April ZAfi : 17 _ 23

physiology.

2nd ed. John

Wiley

&

Sons, Inc., New York:

xv +

512 hlm

Jedin6k

A., J.

Faragd,

I.

p$en6kov6

&

Tibor Maliar. 2004. Apprr:aches to flavonoid pro_

duction in plani

tissue cultures Biologia.

Bratislava.5 9 (6) : 692 -T L0

Karppinen, K., et al. (2002). Biosynthesis of hy_

perforin and adhyperforin from amino acid precursors

in

shoot cultures

of

Hypericum perforatum. Phytoctrem. 68: 103g-1045.

Karuppusamy. S.

(2009)" A

review on trends

in production of

seeondary metabolites from higher plants

by

in vitro tissue, organ and cell culfures Journal of Medicinal plants Research. 3(13) : LZZZ-LZSZ.

Kiong, A.L., et

al.

(2005). Effects of precursor supplementation

on

the production

of

trit- erpenes

by

Centella asiatica callus culture.

Pak. J. Biol. Sci. 8 : 1150-1169.

Kittipongpatana, N., Hock, R.S.

&

porter, J.R.

(1998). Production

solasodine

by

hairy root, callus, and cell suspension culfures

of

Solanum aviculare Forst. plant Cell, Tissue and Organ Culture E2:

lB3-143.

Joy, P P, Thomas, J., Matheq S. & Skaria, B.p (1998). Medicinalplants" Kerala: Kerala Ag- ricultural University. p10 hlm.

Isda, M,N,

&

Sulianyah, L

(2009).

Induksika- lus Centella asiatica melalui aplikasi

aukin

dan sitokinin. Jerami Z(g)

:L6i-165,

Manitto,

P

(7992). Biosintesis

produk

alami.

Ter1.

dari

Biosynthesis

of

nafural product

oleh

Koensoemardiyah.

IKIP

Semarang Press, Semarang:

vi +

597 hlm.

Misawa, M. (7994). Flant tissue culture: An al_

ternative

for

production

of

useful metabo_

lites of useful metabolices. Bio International Inc. Canada.

Mulabagal,

V

and Tsay, H.S. (2004). plant cell culfures - An alternative and efficient source for the production of biologically important secondary metabolites. Internationul Jorr_

1a! of Applied

Science

and

Engineering.

2(l):29-48

Pandiangan.

D,

Pengaruh pemberian preku-

sor triptofan

terhadap pertumbuhan dan kandungan tr<atarantin

kulfur

aggregat sel tapak dara (Catharanthus L. G.

Don.lalam

erlemeyar dan bioreaktor

airlift.

[Disertasi]

Program Pasca Sarjana Universitas padjala_

ran. Bandung,

xviii +

220 hlm.

Pandiangan,

D.

(2071). peningkatan produksi

katarantin melalui teknik elisitasi pada kul_

tur agregat sel Catharanthus roseus. Jurnal Ilrniah Sains.

ll

(2)

Patil,

D.A. (Z0ll).

Ethnomedicine

to

modern medicine: genesis through ages. Journal Of Experimental Science: 2(B) : ZS_ZT.

Syahid, S.E

&

Hernani (2004). pengaruh zat pengafur

fumbuh

terhadap pembenfukan

dan pertumbuhan serta kandungan

si_

nensetin dalam kalus pada tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus, Jurnal Lit_

tri

7 (4):99-103.

Raghu,

A.V, Martini G., priya, V.,

Geetha,

S.P &

Balachandran,

I. (iOOl).

Low cost alternatives

for

micropropagation

of

Cen- tella asiatica. Journal of planiSci ences 2(6):

592_599.

Rumondor

M.J. , J.

Mandang

&

W. Rotinsu_

lu. (2013).

peningkatan sulforafan brokoli (Brassica oleraceae

L. var

italica) dengan modifikasi media pada kultur jaringan. Ju_

-

rnalMipa Unsrat Online Z

(tl

OO_Oi

Sakya, A.T. 1995. produksi metabolitsekunder melalui pengembangan sel tanaman. Cara_

ka Thni L7: T-LZ.

Silalahi. M. (2010). Flisitasi peningkatan ajma_

lisin pada kultus kalus Citharul.,thu, roseus

^

L. (G.) Don. Berita Biologi

Staba,

E,J. (1980), plant tirru,

Culture as

a

Source

of

Biochemistry.

London:

CRC Press, Inc.

Subroto, M.A., et al. ( 199g). produksi solasodin dari kulfurakar hasil regenerasi daun tana- man transgenik Solanum nigrum secara in vitro. Jurnal Biosains 3(2): 46_50.

Taiz, L.

&.

Zeiger, E .(2002). plant physiology,

3 rd.

Publisher, Sinauer Assosiate-s

:

423_

460.

Tiwari, K.N.,

Sharma,

N.C., Tiwari, V &

Singh, B.D.

(2000). Micropropagation

of

Centella asiatica (L.), a valuabL iredicinal herb. Plant cell, tissue and organ culture 63:

179-785.

Tiipathi,

L. &

Tiipathi, J.N.

biotechnology

in

medicinal Journal

of

Pharmaceutica 243-253.

(2003). Role of plant. Tropical Research. 2(2):

Verpoorte,

R &

Van

der

Heiden,

R.

(1991).

Plant biotechnology

for the

produciion of alkaloids: present stafus and prospect. The Alkaloid 40 :87-142. Leiden iJniversity.

Wardani,

D.P,

Solichatun,

&

Setyawan, a.O.

22

(8)

Ntortnasttalohl peningkotan Kandungon Metabolit sekunder Tumbuhan

^'l:rff2f,::l:;If:tr;;

(2004). Pertumbuhan dan produksi saponin

ffit;'

kalus Talinum paniculatum^Gaertn' pada variasi

penambihan

asam

2'4-

dik-

t:iotnnot .i

Asetat (2,4-D) dan kinetin' Bio- farmasi 2 (1):35-43'

Wfrit*"i,

S., van der Heijden' R' &Verpoorte'

"'i{.

Bbod).

Effect

of

precursor feeding on

;il;[iJ;.cumulation bv

a trvptophan de- carboxylase over-expressing hansgenic cell

ti"iizof

Catharanthus roseus Journal of Biotechnolo gV

96:

1"93'203'

w#;;k;M.

&-Urbanek,

H'

(1?99)' Glucotro-

'-'iu"olin

and myrosinase production in hairy

I;;, *iil; oittopu"tum

majus' Plant

cell'

nr*u

and Organ bulture 57(1):39-45'

wi[i;; i.e'o. [zoool'

Ethnomedicine' Jour-

""f

West Indian Med 55(4): 215'.

wiil:

It'i

;t

"1.

(2005)' Sustainable bioproduc-

";;

oiphytochemicals by plant in vitro cul' tures: anticancer agents' Plant Genetic Re- sour.3: 90-100'

Yuyun, R.

Iregar,

A.H',

Rizkita, R'E'

.2001'

-P"r,guruh

pemberian elisitor esktrak khamir Saciharomyces cerevisiae Hansen terhadap kandungan ajmalisin dalam kuktur aggregat sel CatGranih.r.

tot"us

(L')

G'

Don' Berita Biologi. 5(4); 349-355'

zn"o,l.izhu,

fu.,

Hu,

Q.,

&

Guo' Y', (2001)'

- Co.pu"t

callus cluster suspension cultures o{ Citharanthus Roseus with enhanced In- dole alkoaloid Biosinthesis

J'

In

Vitro

Cel- tutar

A

Developmental

Biology

Plant (37)

(7):68'72.

Zuliriimi,

Suwirmen &

Netty,

W'

(2002)Surya

-

Pertumbuhan dan

uji

Kualitatif kandungan metabolit sekunder kalus katang (Spilanthes acmelta

Murr')

dengan Penambahan PEG

untuk

Menginduksi Cekaman Kekeringan'

Jurnal Biologi.

Universitas

Andalas'

1(1):

1-8.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara penguasaan kosakata dengan kemampuan membaca mahasiswa program studi pendidikan