• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJA

N/A
N/A
Desva kurnia Mentari

Academic year: 2024

Membagikan "ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

NIM : 062230310427

TUGAS HUKUM KETENAGA KERJAAN

ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJA

Aspek hukum dalam perjanjian kerja adalah hal yang penting untuk diperhatikan agar hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berikut adalah beberapa aspek hukum dalam perjanjian kerja yang perlu diperhatikan, Asas kebebasan berkontrak: Asas ini mengatur bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku. Namun, perjanjian tersebut harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak dan kewajiban pekerja adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur hak dan kewajiban pekerja kontrak dalam perjanjian kerja. Oleh karena itu, perjanjian kerja harus dibuat secara jelas dan memenuhi persyaratan hukum yang berlaku.

Hubungan Kerja

• Soepomo

Suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, dimana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak.

• Husni

Hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak buruh mengikatkan dirinya pada pihak majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.

• UU No. 13/ 2003 (Ps. 1 angka 15)

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

(2)

NIM : 062230310427 Perjanjian Kerja

Pasal 1 angka 14 UU 13/ 2003 Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Syarat sahnya perjanjian Kerja

• Pasal 52 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Jo. Pasal 1320 Kitab Undang2 Hukum Perdata (KUHPerdata)

– Kesepakatan kedua belah pihak,

– Kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum,

– Adanya pekerjaan yang diperjanjikan,Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Bentuk Perjanjian Kerja Tertulis

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha,

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/ buruh, 3. Jabatan atau jenis pekerjaan,

4. Tempat pekerjaan,

5. Besarnya upah dan cara pembayaran,

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh,

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja, 8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat,

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

– Lisan (tidak tertulis) Jangka Waktu Perjanjian Kerja

• Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/ PKWT (kontrak/ tidak tetap)

• Perjanjian kerja harus tertulis (Ps. 57 ayat (1) UU 13/ 2003).

(3)

NIM : 062230310427

• Ps. 57 ayat (2) UU 13/ 2003 secara ekspisit mengatur bahwa : perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

• Tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.

• Hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu (Ps. 59 ayat (1)), yaitu :

– Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya,

– Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun.

– Pekerjaan yang bersifat musiman, atau

– Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

• Untuk waktu tidak tertentu (tetap) Kewajiban Para Pihak

UU No. 13/ 2003

Kewajiban Pekerja/ Buruh

1. Tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi (Ps. 85 (1))

2. Melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama (Ps. 126 (1)) 3. Melaksanakan mogok kerja dan/ atau mengajak pekerja/ buruh lain untuk mogok kerja

dengan tidak melanggar hukum (Ps. 138 (1))

4. Memberitahukan secara tertulis dalam jangka 7 haru sebelum melaksanakan mogok kerja kepada pengusaha dan instansi bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Ps.

140 (1))

5. Berusaha dengan segala upaya agar jangan terhadi PHK (Ps. 151 (1))

6. Mentaati segala ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, agar tidak terkena PHK oleh pengusaha (Ps. 161 (1)).

• Kewajiban Pengusaha

1. Memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja/ buruh (Ps. 6)

(4)

NIM : 062230310427

2. Bertanggung jawab atas peningkatan dan/ atau pengembangan kompetensi pekerja/

buruh melalui pelatihan kerja (Ps. 12 (1))

3. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib :

4. Memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk (Ps. 42 (1))

a. Memiliki rencana penggunaan Naker asing yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk (Ps. 43 (1))

b. Mentaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku (Ps. 44 (1)).

c. Menunjuk Naker WNI sebagai pendamping untuk teknologi dan alih keahlian (Ps. 45 (1)a)

d. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi Naker WNI yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh Naker asing (Ps. 45 (1)b) e. Membayar kompensasi atas setiap Naker asing yang dipekerjakan (Ps. 47 (1)) f. Memulangkan Naker asing ke negara asalnya setelah hubungan kerja berakhir

(Ps. 48).Menanggung segala hal dan/ atau biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja (Ps. 53)

6. Memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/ buruh mengenai maksud perpanjangan PKWT paling lama 7 hari sebelum PKWT berakhir (Ps. 59 (5)).

7. Tidak menggunakan pekerja/ buruh dari perusahaan penyedian jasa pekerja/ buruh untuk

melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi (Ps. 66 (1))

8. Pengusaha mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya (Ps. 67 (1))

9. Tidak mempekerjakan anak (Ps. 68)

10. Tidak mempekerjakan atau melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk (Ps. 74 (1)).

11. Tidak mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 : a. Yang berusia kurang dari 10 tahun (Ps. 76 ayat (1) a)

b. Yang hamil dan menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungan maupun dirinya (Ps. 76 (1) a)

(5)

NIM : 062230310427

12. Jika mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pk. 23-07, maka pengusaha wajib : a. memberikan makanan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja (Ps. 76 (3))

13. Wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/ buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara Pk. 23-05 (Ps. 76 (4))

14. Melaksanakan ketentuan waktu kerja (Ps. 77 (1)) 15. Membayat upah kerja lembur (Ps. 78 (2))

16. Memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/ buruh (Ps. 79 (1))

17. Memberikan kesempatan yang cukup kepada pekerja/ buruh yang melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya (Ps. 80)

18. Memberikan kesempatan sepatutnya bagi pekerja/ buruh perempuan untuk menyusui anaknya (Ps.

83)

19. Memberikan perlindungan kepada pekerja/ buruh (Ps. 86 dan 87) 20. Memberikan penghasilan yang layak, minimal upah minimum (Ps. 90 (1))

21. Memberikan upah walaupun pekerja/ buruh berhalangan melaksanakan tugasnya karena alasan tertentu (Ps. 93)

22. Menyediakan fasilitas kesejahteraan (Ps. 100 (1))

23. Memberikan kesempatan kepada pekerja/ buruh untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ buruh (Ps. 104 (1))

24. Membentuk LKS Bipartit, bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja/ buruh 50 orang atau lebih (Ps. 106 (1))

25. Membuat peraturan perusahaan bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja/ buruh minimal 10 orang (Ps. 108 (1))

26. Memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/ buruh (Ps. 114)

27. Melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama (Ps. 126 (1))

28. Memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada pekerja/ buruh, termasuk mencetak dan membagikannya (Ps. 126 (2) dan (3)).

(6)

NIM : 062230310427

29. memberikan jaminan sosial tenaga kerja kepada pekerja/ buruh dan keluarganya (Ps. 99 (1)) 30. Tidak menghalangi hak pekerja/ buruh untuk melaksanakan mogok kerja secara sah, tertib dan damai (Ps. 143 (1))

31. Memberikan upah kepada pekerja/ buruh yang melaksanakan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif (Ps. 145).

32. melakukan lock out sebagai tindakan balasan kepada pekerja/ buruh menuntut hak normatif.

Dan Memberitahukan secara tertulis dalam jangka 7 hari sebelum melaksanakan lock out kepada pekerja/ buruh dan/ atau serikat pekerja/ buruh dan instansi bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat (Ps. 148 (1))

33. Berusaha dengan segala upaya agar jangan terjadi PHK dengan alasan tertentu (Ps. 151 (1)) 34. Tidak melakukan PHK dengan alasan tertentu (Ps. 153 (1))

35. Apabila terjadi PHK, wajib membayar hak PHK (Ps. 156 ayat (1)).

Perjanjian Kerja Bersama (PKB)/

Collective Labour Agreement (CLA)/

Collective Arbeids Overemkomst (CAO)

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/ buruh atau beberapa serikat pekerja/ buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak (Ps.1 angka 21 UU 13/ 2003).

Ruang Lingkup (Isi) PKB

Permenaker No. 01 Tahun 1985

1. Pihak-pihak yang membuat PKB 2. Ketentuan Umum,

3. Hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan kerja, seperti persyaratan penerimaan kerja, masa percobaan, status pekerja, PHK.

4. Mengenai hari kerja dan jam kerja, termasuk lembur, istirahat dan cuti yang disesuaikan dengan ketentuan per-UU-an yang berlaku.

5. Mengenai dispensasi bagi pekerja untuk tidak bekerja.

6. Pengupahan.

(7)

NIM : 062230310427

7. Hal-hal yang berkaitan dengan jaminan sosial yaitu mengenai perawatan dan pengobatan bila pekerja sakit.

8. Aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (UU No.1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja).

9. Mengenai tata tertib kerja, disiplin tempat kerja, termasuk peringatan dan skorsing.

10. Cara menyelesaikan perselisihan, keluh kesah kerja dan peningkatan kesejahteraan serta keterampilan kerja.

11. Mengenai masa berlaku, perubahan dan perpanjangan PKB.

Para Pihak yang membuat PKB

PKB disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang terdaftar dan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat

Penyusunan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang melibatkan pengusaha dan serikat pekerja adalah suatu proses yang biasa terjadi dalam hubungan industrial. PKB adalah perjanjian tertulis antara pengusaha atau perwakilan pengusaha dengan serikat pekerja atau perwakilan serikat pekerja yang berisi ketentuan-ketentuan terkait dengan hubungan kerja, kondisi kerja, hak dan kewajiban pekerja, serta berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan tenaga kerja dan produksi.

Proses penyusunan dan pelaksanaan PKB biasanya melibatkan beberapa tahap:

 Persiapan: Sebelum memulai proses negosiasi, kedua belah pihak (pengusaha dan serikat pekerja) perlu mempersiapkan tim negosiasi, serta mengumpulkan data dan informasi yang relevan terkait dengan kondisi perusahaan, kondisi pasar, dan kondisi ketenagakerjaan.

 Negosiasi: Proses negosiasi dilakukan antara perwakilan pengusaha dan perwakilan serikat pekerja. Dalam proses ini, keduanya akan membahas berbagai aspek yang akan dimasukkan ke dalam PKB, seperti gaji, jam kerja, tunjangan, hak pekerja, serta prosedur penyelesaian sengketa, dan lain sebagainya. Negosiasi ini dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang Anda sebutkan. Artinya, kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan bersama yang dapat diterima oleh kedua pihak.

 Penandatanganan: Setelah mencapai kesepakatan, PKB akan ditandatangani oleh perwakilan pengusaha dan perwakilan serikat pekerja. Dokumen PKB ini kemudian menjadi dasar hukum yang mengatur hubungan kerja di perusahaan tersebut.

 Pelaksanaan: Setelah PKB ditandatangani, kedua belah pihak harus melaksanakan ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam PKB dengan penuh tanggung jawab. Ini mencakup pemenuhan kewajiban yang diatur dalam PKB, serta penyelesaian sengketa jika ada perselisihan terkait dengan interpretasi atau pelaksanaan PKB.

(8)

NIM : 062230310427

Referensi

Dokumen terkait

Djitoe Indonesian Tobacco Coy Surakarta dan hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi serikat pekerja sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB)

“Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

Ketentuan mengenai perjanjian Outsourcing yang berupa perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis, diatur dalam pasal 66 Undang-Undang Nomor

 Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha terjadi setelah pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dan.. h di k j

Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu bentuk perjanjian kerja yang di buat oleh pengusaha dan serikat pekerja, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu bentuk perjanjian kerja yang di buat oleh pengusaha dan serikat pekerja, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Selain itu, dengan terdaftarnya serikat pekerja di instansi terkait, serikat pekerja tersebut dapat mewakili pekerja dalam hal pembuatan perjanjian kerja bersama Pasal 116 Undang-Undang

Perjanjian kerja sangatlah penting bagi pengusaha dan pekerja, terutama bagi pekerja agar dalam melaksanakan hak dan kewajiban, pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap