• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. T DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

N/A
N/A
SINTHA MARIA MANTIRI

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. T DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. T DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

DI RUANG BHAYANGKARA A4 RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN

Diajukan untuk memenuhi salah tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

OKTAVIANI RAHAYU G1A160019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

2019

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. T Dengan Adhf (Acute Decompensated Heart Failure) Di Ruang Bhayangkara A4 Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Sartika Asih Bandung”

.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang diampu oleh Tri Nugroho Wismadi, S.Kp., MPH.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga laporan ini selesai sesuai dengan waktunya. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah sangat penyusun harapkan, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF (acute decompensated Heart Failure)”. Penyusun juga mengharapkan laporan ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

A. Pengertian ... 1

B. Etiologi ... 1

C. Patofisiologi ... 4

D. Klasifikasi ... 5

E. Manifestasi Klinis ... 6

F. Pemeriksaan Diagnostik ... 8

G. Penatalaksanaan ... 9

H. Asuhan Keperawatan Teori ... 12

BAB III ... 20

TINJAUAN KASUS ...20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. T DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE) DI RUANG BHAYANGKARA A4 RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II SARTIKA ASIH BANDUNG ... 20

A. PENGKAJIAN ...20

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ...30

C. INTERVENSI KEPERAWATAN ... 31

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN ... 32

F. EVALUASI KEPERAWATAN ...42

E. CATATAN PERKEMBANGAN ... 52

BAB III ... 58

PENUTUP ...58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ...59

(4)

1 BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload.

ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (Putra, 2012).

ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang cepat pada paru (Pinto, 2012)

B. Etiologi

Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya (Joseph, 2009).

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang

(5)

meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitral or aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium. Penyebab paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease pada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease.

Terkadang diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to right shunt.

Faktor risiko :

Faktor presipitasi kardiovaskular

a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)

b. Sindroma koroner akut

1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik

(6)

2) Komplikasi kronik IMA 3) Infark ventrikel kanan c. Krisis Hipertensi

d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll)

e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada

f. Stenosis katup aorta berat g. Tamponade jantung h. Diseksi aorta

i. Kardiomiopati pasca melahirkan Faktor presipitasi non kardiovaskuler

a. Volume overload

b. Infeksi terutama pneumonia atau septicemia c. Severe brain insult

d. Pasca operasi besar e. Penurunan fungsi ginjal f. Asma

g. Penyalahgunaan obat, penggunaan alcohol h. Feokromositoma

(7)

C. Patofisiologi

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan system adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah, 2015).

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.

Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas

(8)

miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru.

Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru–paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).

D. Klasifikasi

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.

2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.

(9)

3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.

4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.

1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik

2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa.

3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan

4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

E. Manifestasi Klinis

Decompensasi cordis dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah jantung dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.

(10)

Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung.

Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.

Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau sistem pulmonal antara lain:

1. Lelah 2. Angina 3. Cemas

4. penurunan aktifitas GI 5. Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :

1. Dyspnea 2. Batuk

(11)

3. Orthopnea 4. Reles paru

5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan : 1. Edema perifer

2. Distensi vena leher

3. Hati membesar (hepatomegali)

4. Peningkatan central venous pressure (CPV

F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium :

a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg

c. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)

d. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap,

2. SGOT, SGPT : a. Gula darah

b. Kolesterol, trigliserida c. Analisa Gas Darah

 Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE) trial: a blood urea nitrogen of ≥43 g/dL, systolic blood pressure <115 mmHg, and/or serum creatinine >2.75 mg/dL (Abraham, 2005).

3. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : - Penyakit jantung koroner : iskemik, infark

- Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy ) - Aritmia

(12)

- Perikarditis

4. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : - Edema alveolar

- Edema interstitials - Efusi pleura

- Pelebaran vena pulmonalis - Pembesaran jantung 5. Echocardiogram

- Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung 6. Radionuklir

- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

- Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

7. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk :

- Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru - Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung - Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung

- Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent - Mengetahui beratnya lesi katup jantung

- Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner

- Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri)

G. Penatalaksanaan

1. Tirah Baring >> Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.

2. Pemberian diuretik >> Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak

(13)

diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium

3. Pemberian morphin >> Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat

4. Reduksi volume darah sirkulasi >> Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.

5. Terapi vasodilator >> Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.

6. Terapi digitalis >> Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.

7. Inotropik positif

Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf.

Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20

(14)

mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.

Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi.

Dukungan diet (pembatasan natrium) >> Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensiatau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.

Tindakan-tindakan mekanis

a. Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.

b. Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung paru.

Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner, perbaikan septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan.

Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sebagai berikut:

a. Pemenuhan kebutuhan oksigen b. Pengobatan faktor pencetus c. Istirahat

(15)

d. Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti e. Pengobatan dengan oksigen

f. Pengaturan posisi pasien demi kelancaran nafas

g. Peningkatan kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif)

h. Penurunan preload (pembatasan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena)

i. Penurunan afterload (obat-obatan dilatasi arteri, obat dilatasi arterivena, inhibitor ACE)

H. Asuhan Keperawatan Teori

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

(16)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/peru bahan

inotropik.

NOC :

1. Cardiac Pump effectiveness 2. Circulation

Status

3. Vital Sign Status Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda vital dalam batas yang dapat

diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung.

Kriteria Hasil:

1. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi,

respirasi)

2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada

NIC :

Cardiac Care

1. Evaluasi adanya nyeri dada 2. Catat adanya disritmia jantung 3. Monitor status kardiovaskuler 4. Monitor balance cairan 5. Monitor adanya perubahan

tekanan darah

6. Monitor toleransi aktivitas pasien

7. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

(17)

kelelahan

3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 4. Tidak ada penurunan

kesadaran

5. Monitor kualitas dari nadi 6. Monitor adanya puls

paradoksus

7. Monitor adanya puls alterans 8. Monitor jumlah dan irama

jantung

9. Monitor bunyi jantung 10. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

11. Monitor suara paru 12. Monitor pola pernapasan

abnormal

13. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

14. Monitor sianosis perifer 15. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

16. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardia

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

Respiratory status : Ventilation

NIC :

Airway Management

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk

(18)

reflek batuk, penumpukan secret.

Respiratory status : Airway patency

Aspiration Control, Dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Mampu

mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika

perlu

6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa

basah NaCl Lembab

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

Respiratory Status : Gas exchange

Respiratory Status :

NIC :

Airway Management

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

(19)

ventilation Vital Sign Status Dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Tanda tanda vital dalam rentang normal

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika

perlu

6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bial perlu 10. Berikan pelembab udara

11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada,amati

kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal 3. Monitor suara nafas, seperti

dengkur

4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

hiperventilasi, cheyne stokes, biot

5. Catat lokasi trakea

(20)

6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction

dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam volume cairan seimbang.

Kriteria Hasil:

NOC : Fluid Balance

 Terbebas dari edema, efusi, anasarka

 Bunyi

nafas bersih,tidak adanya dipsnea

 Memilihar

a tekanan vena

Fluid Management :

1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

2. Batasi masukan cairan

3. Identifikasi sumber potensial cairan

4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan

5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Hemodialysis therapy

1. Ambil sampel darah dan

(21)

sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign normal.

meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi.

2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.

3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan 5. Intoleransi

aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

Energy conservation Activity tolerance Self Care : ADLs

Dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam

NIC : Activity Therapy

1. Kolaborasikan dengan Tenaga

Rehabilitasi Medik

dalammerencanakan progran terapi yang tepat.

2. Bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

3. Bantu untuk memilih aktivitas

(22)

aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai

7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 8. Bantu pasien/keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

10. Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri dan penguatan

11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

(23)

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. T DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE) DI RUANG BHAYANGKARA A4

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II SARTIKA ASIH BANDUNG

A. PENGKAJIAN I. Identitas

Nama Lengkap Pasien Usia No. Medrek Tgl Masuk RS

Tgl Pengkajian Ruang / Kamar Status Pasien Dignosa Medic

: TN. TATANG : 74 tahun : 00.231.665

: 05 Desember 2019 (IGD)

06 Desember 2019 (Bhayangkara) : 10 Desember 2019

: Bhayangkara A4 : BPJS

: ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

II. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan Utama : Sesak Napas Keluhan Saat Dikaji :

(24)

Klien mengeluh sesak nafas kurang lebih sudah 3 hari, sesak dirasakan terus menerus dan tidak membaik kemudian dibawa oleh keluarganya ke RS. Klien mengatakan sudah 4 hari dirawat disini dan saat ini keadaannya sudah mulai membaik tetapi masih terasa sesak.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

- Riwayat hipertensi tidak terkontrol

- Riwayat Asma, sering di uap dan pernah dirawat karena asma - Riwayat berobat ke dokter umum, diberi obat omeprazole 2x sehari - Pernah dirawat karena Asma

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan riwayat kesehatan keluarganya baik, tidak ada yang mengalami sakit seperti yang dialaminya.

III. Pemeriksaan Fisik 1. Data Biologis

a. Tanda-tanda vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 87 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 37,0 ºC

b. Kesadaran : Compos metis E4V5M6 c. Berat Badan : 50 Kg

d. Tinggi Badan : 150 cm

2. System Pernafasan

(25)

Keluhan : - Batuk tidak produktif - Sesak napas

Sumbatan : Tidak ada

Warna sputum : Tidak ada Irama nafas : Tidak teratur

Pola nafas : Dispneu

Ekspansi dada : Simetris Suara perkusi dada : Resonan

Bunyi nafas : Ronchi

Retraksi dada : Tidak ada

Alat bantu nafas : O2 binasal kanule 4liter/menit

3. System Kardiovaskuler

Keluhan : Mudah lelah

Bunyi & irama jantung : Murni (regular)

Pulse : Kuat

Akral : Hangat

CRT : < 2 detik

Alat bantu : Tidak ada

4. System Pencernaan

Keluhan : Mual

Pola makan & minum : Makan 2x sehari 1 porsi makan, minum

±1500 cc/hari

Mata : Konjuctiva tidak anemis

Mulut, gigi, lidah : Bersih

Abdomen : Datar, bising usus 12x/menit Turgor kulit : Cepat kembali

NGT : Tidak terpasang NGT

TB/BB : 148 cm / 50 cm

(26)

Menggosok gigi : 2x/hari Frekuensi BAB : 1x/hari Konsistensi BAB : Lembek

Volume BAB : ± 100 cc

5. Sistem Endokrin

Keluhan : Badan terasa lemas

6. System Reproduksi &

Perkemihan

Keluhan : Tidak ada

Penis : Normal

Skrotum : Normal

Prostat : Tidak Ada

Frekuensi BAK : 1000cc/hari

Alat bantu : DC/condom cateter

Tanggal dipasang : 05 Desember 2019 jam 20.00

7. System Integumen & Muskuloskeletal

Keluhan : Tidak ada keluhan

Kelembaban : Kulit lembab

Kulit : Kotor

Kuku/rambut : Kotor

Tulang vertebra : Kifosis (bungkuk)

Kontraktur : Tidak ada

Fraktur : Tidak ada

Hematoma : Tidak ada

Ulkus : Tidak ada

Luka : Tidak ada

Luka post op : Tidak ada Kekuatan otot : 5/5, 5/5

Alat bantu : Tidak menggunakan alat bantu

(27)

8. Penilaian Resiko Diabetes

Kriteria penilaian Nilai

Aspek yang dinilai

1 2 3 4

Persepsi sensori

Terbatas sepenuhnya

Sangat terbatas

Keterbatasan ringan

Tidak ada gangguan

4

Kelembaban Terus menerus basah

Sangat lembab

Kadang- kadang basah

Jarang basah

4

Aktivitas Bedfast Chairfast Kadang- kadang jalan

Lebih sering jalan

1

Mobilisasi Immobile sepenuhnya

Sangat terbatas

Keterbatasan ringan

Tidak ada keterbatasan

2

Nutrisi Sangat buruk

Kemungkinan tidak adekuat

Adekuat Sangat baik 4

Gerakan dan pergerakan

Bermasalah Potensial bermasalah

Tidak

menimbulkan masalah

3

Note : pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien beresiko mengalami decubitus (pressure ulcers)

(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderate risk, 12 or less = high risk)

Total Nilai 18

9. System Syaraf

Keluhan : Tidak ada

(28)

Kesadaran : Composmentis

Pupil : Isokor

Reflex cahaya : Positif

MSR : Reflex bisep +/ + refleks Trisep +/+ Patela +/+

10. Keadaan Indra Sensorik

Penglihatan : Kabur

Pendengaran : Kurang

Penciuman : Normal

Pengecapan : Normal

11. Aktivitas & Istirahat Tidur

Akivitas makan & minum : Dibantu

sebagian PH/Eliminasi : Dibantu sebagian Ekspresi wajah : Tampak lesu

Kebiasaan : Merokok, minum kopi

12. Data Psikologis

Perilaku verbal : Klien tidak merasa takut, kecewa,menyesal, bingung, dan khawatir

Non Verbal : Kontak mata baik tidak tampak gugup

13. Data Pengetahuan Klien Tentang Penyakitnya

Tidak/kurang memahami tentang perawatan dan pencegahan terhadap penyakitnya.

14. Data Sosial

Berbicara : Lancar

Hubungan dg keluarga : Baik Hubungan dg orang lain : Baik

(29)

Aggota keluarga mengetahui penyakit yang diderita klien, tampak semua keluarganya bergantian untuk menjaga klien saat dirawat. Sarana pelayanan: Rumah sakit dan praktik dokter

15. Data Spiritual

Persepsi tentang agama dalam kehidupan

Ghirah melakukan kegiatan ibadah selama sakit

Kemampuan beribadah

Persepsi dan penerimaan klien terhadap kondisi sakit saat ini Upaya religi saat mengalami sakit Keinginan untuk sembuh

Sumber kekuatan dan harapan hidup klien Pengetahuan tentang

cara/bacaan/gerakan thaharah (tayamum, wudhu) ketika sakit

Tatacara & gerakan shalat ketika sakit

Aktivitas shalat, baca al-qur’an dan

dzikir

: Agama adalah hal yang penting dalam kehidupan

: Biasa saja : Mandiri

: Penghapus dosa, karena klien sadar umurnya sudah tidak muda : Berdoa

: Pesimis

: Ya, keluarganya adalah sumber harapan hidup klien

: Ya, klien mengetahui cara melakukan wudhu ketika sedang sakit

: Ya, klien mengetahui tatacara shalat ketika sakit

: Shalat yang wajib saja

(30)

16. Pemeriksaan Penunjang

(31)

a. Laboratorium

Jenis Nilai Nilai Normal

HEMATOLOGI Darah Rutin

 Hemoglobin - 13,0 g/dl - 12-18

 Leukosit - 12.000 mm3 - 4000-10000

 Hematokrit - 40% - 37-48

 Trombosit - 280.000 mm3 - 150000-400000 KIMIA

 SGOT - 34 µl - 5-40

 SGPT - 38 µl - <32

 Gula Darah - 104 mg/dl - <150 Sewaktu

 Elektrolit

Natrium - 140,86 mg/dl - 138-145

Kalium - 2,68 mg/dl - 3.5-5.1

Klorida - 96,37 mg/dl - 96-110

b. Radiologi THORAX :

Cor agak membesar, sinuses dan diafragma normal, pulmo ; hili normal, corakan paru bertambah, tak tampak bercak lunak dan kasar, tak tampak kranialisasi. Pembesaran jantung ringan tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru.

c. EKG :

Sinus rhythm with 1st degree AV block Possible right ventricular hypertrophy

(32)

ST & T wave abnormality, consider inferior ischemia Prolonged QT

Abnormal ECG 17. Terapi dan Pengobatan

Tanggal 05 Desember 2019

Jenis Dosis Waktu Cara pemberian

Ringer laktat 500 ml / hari Intravena

Lasix 40 mg 2x1 ampul / hari Intravena

Pantoprazole 40 mg 1x1 pial / hari Intravena

Ramipril 5 mg /hari Peroral

Amlodipine 5 mg /hari Peroral

Concor 1,25 mg /hari Peroral

Avesco 20 mg /hari Peroral

KSR 600 mg /hari Peroral

Tanggal 08 Desember 2019 ditambahkan obat dibawah ini :

Jenis Dosis Waktu Cara pemberian

Ringer laktat + KCL

25 meg /6 jam siklus Intravena

Sucralfat 4x10 cc /hari Peroral

Paracetamol 500 mg 3x1 tablet /hari Peroral

Analisa Data

(33)

No. Data Etiologi Masalah 1. DS :

- Klien mengeluh sesak nafas

Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole ↑

Ketidakefektifan pola nafas

- Klien mengeluh batuk tidak produktif - Klien mengeluh

mudah lelah

Bendungan atrium kanan

- Klien mengeluh mual

Bendungan vena sistemik - Klien mengeluh

badannya terasa lemas

Lien

Splenomegaly - Klien mengeluh

penglihatannya kabur Mendesak diafragma

DO :

- TD : 120/80 mmHg - Nadi : 84 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,5

- Irama napas : tidak teratur

- Dispneu - Ronchi

- Terpasang O2 4 liter/menit

- CRT <2 menit

Sesak nafas

(34)

- THORAX :

Cor agak membesar, sinuses dan diafragma normal, pulmo ; hili normal, corakan paru bertambah, tak tampak bercak lunak dan kasar, tak tampak kranialisasi.

Pembesaran jantung ringan tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru.

- EKG

Sinus rhythm with 1st degree AV block

Possible right ventricular hypertrophy

ST & T wave abnormality, consider inferior ischemia

Prolonged QT Abnormal ECG

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular

(35)

32 C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan

pola napas

berhubungan dengan disfungsi neuromuscular

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali efektif. Dengan kriteria hasil :

- Dispnea berkurang, - Frekuensi, irama

dan kedalaman pernafasan normal - Pernapasan teratur

1. Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap perubahan.

2. Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler).

3. Hindari pakaian yang ketat

4. Beri oksigen lembab sesuai ketentuan

5. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadwalan yang tepat

1. Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas

2. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.

3. Untuk menghindari penekanan diafragma

4. Meningkatkan reoksigenasi

5. Memudahkan proses

penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah

(36)

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TGL KODE (NDX) JAM IMPLEMENTASI PARAF

6 Desember 2019 1 Shift Malam Operan Dari IGD jam 02.00 02.00 WIB

Lab (+) EKG (+) Rontgen (+)

Infus RL 20 tpm, Terpasang Kateter urine, terpasang O2 4liter/menit

TTV: ( TD : 150/90, N : 100x, R : 30x, S : 36,6) 05.00 WIB - Mengobservasi TTV

Hasil ( TD : 150/90, N : 89x, R : 28x, S : 36,6)

Shift Pagi

07.15 Operan

08.00 WIB - Memberikan tindakan sesuai advis

(37)

Injeksi : lasik 2x40 mg, pantoprazole 1x40 mg Oral : concor, KSR

- Mengatur posisi (semi fowler) 10.30 WIB - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 150/80, N : 89, R : 25, S : 36,6)

Shift Siang

14.15 Operan

16.30 - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 140/90 N : 87 R : 22 S : 36.6) 20.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg

(38)

Shift malam 21.15 WIB

Oral : ramipril

Operan

7 Desember 1 00.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

2019 Oral : amlodipine, avesco

04.40 - Mengobservasi TTV

Hasil : (TD : 130/90 N : 85 R : 22 S : 36,2)

Shift Pagi

07.30 Operan

08.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg, pantoprazole 1x40 mg

(39)

Oral : concor, KSR

10.30 - Mengatur posisi (semi fowler) - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 130/80, N : 85, R : 22, S : 36,2)

Shift Siang

14.15 Operan

16.30 - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 130/80 N : 99 R : 23 S : 36.0) 20.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg Oral : ramipril

(40)

Shift malam

21.15 Operan

8 Desember 2019 1 00.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Oral : amlodipine, avesco

04.30 - Mengobservasi TTV

Hasil : (TD : 130/90 N : 84 R : 24 S : 36,3)

Shift Pagi

07.30 Operan

08.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg, pantoprazole 1x40 mg Oral : concor, KSR, sucralfat, paracetamol

(41)

- Mengatur posisi (semi fowler)

10.30 - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 130/80, N : 80, R : 23, S : 36,5)

Shift Siang

14.15 Operan

16.30 - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 130/80 N : 90 R : 22 S : 36.7) 20.00 - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg

Oral : ramipril, sucralpat, paracetamol

(42)

Shift Malam

21.15 Operan

9 Desember 2019 1 00.00

04.30

Shift Pagi 07.30 08.00

- Memberikan tindakan sesuai advis Oral : amlodipine, avesco, sucralfat, paracetamol

- Mengobservasi TTV

Hasil : (TD : 130/90 N : 85 R : 22 S : 36,5)

Operan

- Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg, pantoprazole 1x40 mg Oral : concor, KSR, sucralfat, paracetamol

(43)

10.30

Shift Siang 14.15 16.30

20.00

- Mengatur posisi (semi fowler) - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 130/80, N : 85, R : 22, S : 36,6)

Operan

- Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 120/80 N : 99 R : 23 S : 36.9) - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg

Oral : ramipril, sucralpat, paracetamol

(44)

Shift Malam

21.15 Operan

10 Desember 2019 1 00.00

04.30

Shift Pagi 07.30 08.00

- Memberikan tindakan sesuai advis Oral : amlodipine, avesco, sucralfat, paracetamol

- Mengobservasi TTV

Hasil : (TD : 120/90 N : 85 R : 22 S : 36,5)

Operan

- Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg, pantoprazole 1x40 mg Oral : concor, KSR, sucralfat, paracetamol

(45)

10.30

Shift Siang 14.15 16.30

20.00

- Mengatur posisi (semi fowler) - Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 120/80, N : 87, R : 22, S : 37.0)

Operan

- Mengobservasi TTV

Hasil (TD : 120/80 N : 87 R : 23 S : 36.9) - Memberikan tindakan sesuai advis

Injeksi : lasik 2x40 mg

Oral : ramipril, sucralpat, paracetamol

(46)

Shift Malam

21.15 Operan

11 Desember 2019 1 00.00

04.30

- Memberikan tindakan sesuai advis Oral : amlodipine, avesco, sucralfat, paracetamol

- Mengobservasi TTV

Hasil : (TD : 120/80 N : 85 R : 22 S : 36,5)

F. EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/tanggal Waktu Masalah Evaluasi

Jum’at, 6 Desember 2019 Shift Malam Ketidakefektifan pola nafas S : pasien baru IGD jam 02.00 klien mengeluh sesak

(47)

05.00 WIB O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD : 150/90, N : 89 S : 36,6 R : 28)

A : ketidakefektifan pola nafas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Jum’at, 6 Desember 2019 Shift Pagi

10.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh sesak O : keluhan sakit sedang.

Kesadaran composmentis (TD : 150/80, N : 89, R : 25, S : 36,6)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV. Berikan

(48)

tindakan sesuai advis Jum’at, 6 Desember 2019 Shift Siang

16.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh sesak napas O : kesadaran Composmentis (TD : 140/90, N : 87, R : 25, S : 36,6)

A : pola napas tidak efektif P: observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Sabtu, 7 Desember 2019 Shift Malam

04.40 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh sesak

O : kesadaran composmentis, O2

nasal kanule 3 liter permenit (TD : 130/90, N : 85, R : 22 S : 36,6)

A : pola napas tidak efektif

(49)

P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Sabtu, 7 Desember 2019 Shift Pagi

10.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh sesak napas, sakit kepala

O : keluhan sakit sedang, kesadaran composmentis (TD : 130/80 N: 85 R : 22 S : 36,2)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis.

Sabtu, 7 Desember 2019 Shift Siang 16.30 WIB

Ketidakefektian pola napas S : klien mengeluh sesak, mengeluh mual

O : kesadaran composmentis, nasal kanul 4 liter permenit

(50)

(TD : 130/80, N : 99 R : 23 S : 36,0)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Sabtu, 8 Desember 2019 Shift Malam

04.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh mual, nyeri kepala, sesak menurun

O : kesadaran composmentis (TD: 130/90 N : 84 R: 24 S : 36,3)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 8 Desember 2019 Shift Pagi Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh mual, makan sedikit, nyeri kepala, sesak

(51)

10.30 WIB masih ada

O : kesadaran composmentis (TD : 130/80 N : 80 R : 23 S : 36,5)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Sabtu, 8 Desember 2019 Shift Siang

16.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh lemas O : kesadaran composmentis (TD : 130/80, N : 90 R : 23 S : 36,5)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

(52)

Minggu, 9 Desember 2019 Shift Malam 04.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : Klien mengatakan sesak berkurang

O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD : 130/90 N : 85 R : 22 S : 36,5)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Minggu, 9 Desember 2019 Shift Pagi

10.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengatakan sesak berkurang

O : lesadarn composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD: 130/80 N : 85 R : 22 S : 36,6)

(53)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Sabtu, 9 Desember 2019 Shift Siang

16.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh sesak O : kesadaran composmentis (TD : 120/80, N : 99 R : 23 S : 36,9)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Minggu, 10 Desember 2019 Shift Malam

04.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh nyeri ulu hati O : kesadaran composmentis (TD : 120/90 N : 85 R : 22 S : 36,5)

(54)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Minggu, 10 Desember 2019 Shift Pagi

10.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengeluh nyeri ulu hati dan mual

O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD: 120/80, N : 87 R : 22 S : 37,0)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Minggu, 10 Desember 2019 Shift Siang

16.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengatakan nyeri ulu hati dan mual berkurang

(55)

O : kesadaran composmentis (TD : 120/80 N : 87 R : 23 S : 36,9)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis Senin, 11 Desember 2019 Shift Malam

04.30 WIB

Ketidakefektifan pola napas S : klien mengatakan sesak dan nyeri mulai hilang

O : kesadaran composmentis (TD : 120/80 N : 85 R : 22 S : 36,5)

A : masalah teratasi P : intervensi dihentikam

(56)

53 E. CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal Kode

(NDX)

Jam Evaluasi

Jum’at, 6 Desember 2019

1 Shift Malam

05.00 WIB

S : pasien baru IGD jam 02.00 klien mengeluh sesak

O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD : 150/90, N : 89 S : 36,6 R : 28) A : ketidakefektifan pola nafas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Jum’at, 6 Desember 2019

1 Shift Pagi

10.30 WIB

S : klien mengeluh sesak

O : keluhan sakit sedang. Kesadaran composmentis

(TD : 150/80, N : 89, R : 25, S : 36,6)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV. Berikan tindakan sesuai advis

Jum’at, 6 Desember 2019

1 Shift Siang 16.30 WIB

S : klien mengeluh sesak napas O : kesadaran Composmentis (TD : 140/90, N : 87, R : 25, S : 36,6)

(57)

A : pola napas tidak efektif

P: observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 7 Desember 2019

1 Shift Malam

04.40 WIB

S : klien mengeluh sesak

O : kesadaran composmentis, O2 nasal kanule 3 liter permenit

(TD : 130/90, N : 85, R : 22 S : 36,6) A : pola napas tidak efektif

P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 7 Desember 2019

1 Shift Pagi

10.30 WIB

S : klien mengeluh sesak napas, sakit kepala

O : keluhan sakit sedang, kesadaran composmentis

(TD : 130/80 N: 85 R : 22 S : 36,2) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis.

Sabtu, 7 Desember 2019

1 Shift Siang

16.30 WIB

S : klien mengeluh sesak, mengeluh mual

O : kesadaran composmentis, nasal kanul 4 liter permenit

(TD : 130/80, N : 99 R : 23 S : 36,0)

(58)

A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 8 Desember 2019

1 Shift Malam

04.30 WIB

S : klien mengeluh mual, nyeri kepala, sesak menurun

O : kesadaran composmentis (TD: 130/90 N : 84 R: 24 S : 36,3) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 8 Desember 2019

1 Shift Pagi

10.30 WIB

S : klien mengeluh mual, makan sedikit, nyeri kepala, sesak masih ada O : kesadaran composmentis

(TD : 130/80 N : 80 R : 23 S : 36,5) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 8 Desember 2019

1 Shift Siang 16.30 WIB

S : klien mengeluh lemas O : kesadaran composmentis

(TD : 130/80, N : 90 R : 23 S : 36,5) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan

(59)

sesuai advis Minggu, 9

Desember 2019

1 Shift Malam

04.30 WIB

S : Klien mengatakan sesak berkurang

O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD : 130/90 N : 85 R : 22 S : 36,5) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Minggu, 9 Desember 2019

1 Shift Pagi

10.30 WIB

S : klien mengatakan sesak berkurang

O : lesadarn composmentis. Keluhan sakit sedang

(TD: 130/80 N : 85 R : 22 S : 36,6) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Sabtu, 9 Desember 2019

1 Shift Siang 16.30 WIB

S : klien mengeluh sesak O : kesadaran composmentis

(TD : 120/80, N : 99 R : 23 S : 36,9) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

(60)

Minggu, 10 Desember 2019

1 Shift Malam

04.30 WIB

S : klien mengeluh nyeri ulu hati O : kesadaran composmentis

(TD : 120/90 N : 85 R : 22 S : 36,5) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Minggu, 10 Desember 2019

1 Shift Pagi

10.30 WIB

S : klien mengeluh nyeri ulu hati dan mual

O : kesadaran composmentis.

Keluhan sakit sedang

(TD: 120/80, N : 87 R : 22 S : 37,0) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Minggu, 10 Desember 2019

1 Shift Siang 16.30 WIB

S : klien mengatakan nyeri ulu hati dan mual berkurang

O : kesadaran composmentis

(TD : 120/80 N : 87 R : 23 S : 36,9) A : ketidakefektifan pola napas P : observasi TTV, berikan tindakan sesuai advis

Senin, 11 Desember

1 Shift Malam S : klien mengatakan sesak dan nyeri mulai hilang

(61)

2019 04.30 WIB O : kesadaran composmentis

(TD : 120/80 N : 85 R : 22 S : 36,5) A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan

(62)

BAB III

PENUTUP A. Kesimpulan

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload.

ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (Putra, 2012).

B. Saran

1. Petugas Kesehatan

Dengan adanya penulisan Asuhan Keperawatan pada pasien ADHF ini disarankan petugas kesehatan lebih peka dengan masalah kesehatan yang diderita pasien dan memberikan pelayanan yang terbaik pada setiap pasien di Rumah Sakit dari awal pasien masuk sampai pasien pulang.

2. Mahasiswa

Diharapkan mampu memahami tentang pengelolahan Asuhan Keperawatan pada pasien ADHF dari mulai tahap pengkajian hingga ke tahap akhir evaluasi.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

https://www.academia.edu/14172203/LAPORAN_PENDAHULUAN_AS UHAN_KEPERAWATAN_ACUTE_DECOMPENSATED_HEART_FAILURE (diakses tanggal 6 Desember 2019 pukul 20.30 WIB)

https://www.academia.edu/17238032/LAPORAN_PENDAHULUAN_AD HF

(diakses tanggal 6 Desember 2019 pukul 20.30 WIB)

Referensi

Dokumen terkait