• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN Respirasi

N/A
N/A
ica

Academic year: 2024

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN Respirasi "

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari sebelas sistem yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk menyokong kelangsungan hidupnya.Salah satu dari sebelas sistem yang penting adalah sistem respirasi. Respirasi (pernapasan) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembusken karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan ini disebut inspirasi dan penghembusan disebut ekspirasi. (Syaifudin, 1996). Sistem pernapasan mempunyai resiko infeksi bronkitis yang cukup tinggi karena berhubungan langsung dengan dunia luar. Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi pada pembuluh bronkus, trakea dan bronkioli.

Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi (Ngastiyah, 2005).

Etiologi dari penyakit bronkitis adalah faktor usia, faktor rokok, faktor lingkungan, faktor genetik dan faktor sosial genetik. Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau.

Infeksi saluran pernapasan masih menjadi masalah utama di bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara yang sudah maju.Di Amerika Serikat, menurut National Center for health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika.

Dari data SEAMIC health statistic, bronkitis merupakan penyebab kematian anak nomor 6 di Indonesia.

Bronkitis merupakan masalah pada sistem respirasi atau pernapasan, apabila bronkitis tidak cepat ditangani maka akan terjadi beberapa komplikasi yaitu : bronkitis kronik, pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, pleuritis, efusi pleura atau empisema, abses metasis, haemaptoe, sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan amilodosis. Dampak paling fatal apabila

(2)

bronkitis tidak ditangani dengan cepat dan tepat yaitu dapat menyebabkan kematian.

Sebagai calon perawat profesional, sudah seharusnya memahami rencana tindakan dan penanganan yang tepat bagi penderita penyakit saluran pernapasan khususnya bronkitis. Calon perawat profesional juga harus mampu mencegah penyebarannya agar angka kematian yang disebabkan oleh penyakit bronkitis bisa diminimalkan.

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan yaitu brokitis.

B. Tujuan Khusus 1. Konsep teori :

a. Menjelaskan tentang anatomi sistem pernapasan b. Menjelaskan tentang fisiologi sistem pernapasan c. Menjelaskan tentang definisi bronkitis

d. Menjelaskan tentang klasifikasi bronkitis e. Menjelaskan tentang etiologi bronkitis f. Menjelaskan patofisiologi / WOC bronkitis g. Menjelakan tentang manifestasi klinis bronkitis

h. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik bronkitis i. Menjelaskan tentang penatalaksanaan bronkitis

j. Menjelaskan komplikasi bronkitis k. Menjelaskan prognosis bronkitis.

2. Asuhan keperawatan klien dengan bronkitis

1. Menjelaskan tentang pengkajian klien dengan bronkitis yang meliputi :

a. Riwayat keperawatan b. Pemeriksaan fisik c. Pemeriksaan penunjang

2. Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan klien dengan bronkitis

(3)

3. Menjelaskan intervensi dan rasional tindakan klien dengan bronkitis

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media informasi bagi semua kalangan, khususnya perawat mengenai bahaya bronkitis serta penatalaksanaan proses keperawatan pada bronkitis.

(4)

BAB 2

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

2.1. Organ-Organ Pernafasan

1. Organ-organ pernapasan atas a. Hidung

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh sekat hidung (septum oil) di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Hidung terdiri dari hidung luar dan nasi di belakang hidung luar.

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan napas dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

Faring dibagi atas tiga bagian:

1. Bagian atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nasofaring. Terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di depan vertebrae cervicalis I dan II.

2. Bagian tengah yag sama tingginya dengan ismus fausium disebut orofaring. Orofaring berhubungan ke bawah dengan laringofaring, merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esophagus.

(5)

3. Bagian abawah sekat, dinamakan langiofaring c. Laring

Merupakan saluran pendek yang menghubungkan faring dan trakea dan bertindak sebagai pembentuk suara.

2. Organ saluran pernapasan bawah a. Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda.

Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh oto polos.

b. Bronkhial dan alveoli

Ujung distal trakea membagi menjadi bronki primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakea dan alveoli

Alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam paru-paru, fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah.

c. Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa alveoli). Gelembung- gelembung alveolir ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.

Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru kanan dan kiri. Kapasitas paru-paru:

1. Kapasitas total

Jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya.

2. Kapasitas vital

Jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal Bagian-bagian paru:

1. Pleura adalah bagian terluar dri paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin atau pleura

(6)

2. Mediastinum adalah bagian dinding yang membagi rongga toraks menjadi 2 bagian

3. Lobus adalah bagian paru-paru dibagi menjadi lobus kiri terdiri atas lobus bawah dan atas tengah dan bawah

4. Bronkus dan bronkiolus terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus 5. Alveoli paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli yang tersusun

dalam kloster antara 15-20 alveoli

d. Toraks

Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan penting dalam pernapasan, karena bentuk elips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya tulang belakang. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan ekspirasi.

2.2. Fisiologi pernapasan

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Pernapsan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, O2

menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.

Guna pernapasan:

1. Mengambil O2 yang kemudian di bawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel- selnya) untuk mengadakan pembakaran

(7)

2. Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).

3. Menghangatkan dan melembabkan udara Pernapasan dalam keadaan normal

Orang dewasa : 16-24 kali/menit Anak-anak kira-kira : 24 kali/menit Bayi kira-kira : 30 kali/menit

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yangmerupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Inspirasi adalah ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea. Ekspirasi adalah ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukuran semula.

(8)

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA BRONKITIS 3.1. Definisi bronkitis

Bronkitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan adanya suatu peradangan.“Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala penyakit pernapasan.”

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi pada pembuluh bronkus, trakea dan bronkioli. Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi (Ngastiyah, 2005).

Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Santoso, 2004).

Bronkitis pada anak berbeda dengan bronkitis yang terdapat pada orang dewasa. Pada anak bronkitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran napas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri (Ngastisyah, 2005).

Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis merupakan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkus ikut memegang peran (Ngastisyah, 2005).

(9)

Pada gambar terlihat bronkus normal dan bronkus pada klien dengan bronkitis. Pada gambar sebelah kiri merupakan gambar bronkus klien yang mengalami bronkitis yang ditandai dengan dinding bronkus terjadi peradangan dan penumpukan sekret dibandingkan dengan gambar pada sebelah kanan yang merupakan bronkus normal.

3.2. Klasifikasi Bronkitis

Bronkitis dapat diklasifikasikan sebagai bronkitis akut dan bronkitis kronik.

1. Bronkitis Akut

Bronkitis akut adalah radang membran bronki yang penyebab utamanya adalah infeksi virus, namun juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau akibat iritasi benda – benda asing (Soedarto, 2010).

Bronkitis akut adalah kondisi umum yang disebabkan oleh infeksi dan inhalasi yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa percabangan trakeobronkial. Penyebab infeksi paling umum dari bronkitis akut mencakup virus influenza, adenovirus, rinovirus, dan organisme Mycoplasma pneumoniae. Bronkitis menyebabkan sekret mukus berlebihan, bronki membengkak, disfungsi silia yang menghambat aliran udara ekspirasi. Gejala bronkitis akut adalah batuk, dengan banyak mukus purulen. Mungkin ada rongki kering (mengi) (Jan Tambayong, 2000).

Bronkitis akut pada bayi dan anak yang biasanya bersama juga dengan trakeitis, merupakan penyakit infeksi saluran napas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai. Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol dan karena batuk berhubungan dengan ISNA atas, berarti bahwa peradangan tersebut meliputi laring, trakea dan bronkus.

Gangguan ini sering juga disebut laringotrakeobronkitis akut atau croup dan

(10)

sering mengenai anak sampai umur 3 tahun dengan gejala suara serak, stridor dan napas berbunyi (Ngastisyah, 2005).

2. Bronkitis Kronik

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan (bronchial tree) secara terus – menerus (kronik) dengan disertai batuk. Pengertian terus – menerus (kronik) adalah terjadi sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama dua tahun berturut – turut. Batasan ini tidak mencakup sekresi mukus berlebihan yang disebabkan oleh kanker paru, tuberkulosis dan penyakit gagal jantung kongestif.Batasan yang digunakan adalah tiga bulan dalam setahun karena yang menyusun batasan ini adalah para ahli yang menangani pasien di daerah empat musim.Diagnosis bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (Darmanto, 2009).

Bronkitis kronik di definisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu satu selama 2 tahun berturut – turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif.

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas dapat menyebabkab episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan (Brunner & Suddarth, 2002).

Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronkitis kronik, yang ada ialah mengenai batuk kronik dan atau berulang yang disingkat (BKB). BKB ialah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu berturut – turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non – repiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa bronkitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan penyebab – penyebab BKB itu misalnya asam atau infeksi kronik saluran napas dan sebagainya, walaupun

(11)

belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologis bronkitis kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang menderita bronkitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi paru (Ngastisyah, 2005).

Bronkitis kronis dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3 bulan atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun tidak ada standardemikian yang dapat diterima pada anak-anak. Keberadaannya sebagai wujud penyakit yang tersendiri telah dipertanyakan, yang menekankan pentingnya mencari kelainan imunologis atau mukosa yang mendasarinya.

Batuk produktif kronis atau sering kumat biasanya menunjukkan penyakit paru atau sistemik yang mendasari : penderita yang terkena harus dievaluasi untuk defisiensi imun, kelainan anatomi, asma, penyakit lingkungan, infeksi saluran pernapasan pernapasan atas dengan cairan postnassal, kistik fibrosis, diskinesis silia, dan bronkiektasia. Batuk dan mengi lazim ditemukan, dan pada sebuah penelitian, 22 penderita yang dilaporkan menderita bronkitis kronis semuanya mempunyai bukti adanya penyakit alergi. Kadang-kadang, iritasi bronkus dapat terjadi akibat inhalasi kronis debu atau asap beracun.

Merokok tembakau atau marijuana dengan jelas berhubungan dengan informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus ditanyai juga tentang pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil disekolah atau di tempat kerja (Ngastisyah, 2005).

3.3. Etiologi Bronkitis

Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur. Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh bakteri.Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B,

(12)

Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan corona virus.

Menurut Davey, Patrick (2002) dan Soeria & Anna (2003), berikut merupakan beberapa etiologi dari bronkitis akut dan kronis yang menyebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) :

1. Faktor Usia : Dan angka kejadian akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Usia juga dapat sebagai faktor resiko timbulnya PPOK. Adanya peningkatan usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an dapat menjadi penyebab peningkatan pasien Bronkitis Akut.

2. Faktor Rokok : Anak yang terlalu sering menghirup asap rokok dari orang dewasa atau anak tersebut menjadi perokok pasif juga mempunyai resiko besar timbulnya gangguan pada sistem pernapasan berupa bronkitis. Menurut buku Report of the WHO expert Commite on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (Volume Ekspirasi Paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaphlasia epitel skuamus saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokontruksi akut. Menurut Crofton dan Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.

3. Faktor lingkungan : Resiko tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota merupakan salah satu faktor penyebab Bronkitis Keonis. Bronkitis kronik lebih sering terjadi pada pekerja yang terpajan zat inorganic, debu organic, atau gas yang berbahaya.

Pekerja yang terpajan zat tersebut mempunyai kemungkinan bronkitis kronik 2-4 kali daripada pekerja yang tidak terpajan.

4. Faktor Genetik : Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit paru kronik, terbukti pada survey terakhir didapatkan bahwa anak – anak dari orang tua merokok mempunyai kecenderungan mengalami penyakit paru kronik lebih sering dan lebih berat, serta insidensi

(13)

penyakit paru kronik pada grup tersebut lebih tinggi. Faktor genetik tersebut diantaranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imunoglibulin E (IgE) serum, adanya hiperresponsif bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein α-1 antitrypsin.

5. Faktor Sosial Ekonomi : Bronkitis kronik lebih banyak terdapat pada golongan social ekonomi rendah, mungkin karena perbedaan pola merokok, dan lebih banyak terpajan faktor resiko lain. Kematian pada pasien bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan social ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

3.4. Patofisiologi / WOC Bronkitis

Menurut Wong (2003), masuknya mikroorganisme atau gen fisik seperti debu atau inhalasi zat kimia pada trakhea atau bronkus dapat menyebabkan reaksi radang berupa oedema mukosa dan sekresi mukus yang berlebihan. Bersamaan dengan itu akan di jumpai peningkatan rangsang batuk sebagai akibat dari akumulasi sekret di jalan nafas. Bila oedema mukosa berat dan sekresi mukus berlebihan akan menyebabkan obstrukisi jalan nafas yang akan menimbulkan kesulitan bernafas. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka saluran nafas oilcan lebih meregang reseptor mukosa yang ada di permukaan bronkus untuk selanjutnya ke pons dan medulla oblongata.Selanjutnya terjadi peningkatan frekuensi nafas, yaitu nafas jadi cepat tapi dangkal.Selain itu juga pernafasan memakai otot pernafasan tambahan untuk memberi dorongan yang lebih kuat untuk mendapatkan oksigen.

Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d'entree mulut dan hidung

"dropplet infection" yang selanjutnya akan menimbulkan virernia/bakterenia dan gejala atau reaksi tubuh unuk melakukan perlawanan. Patofisiologi bronkitis yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan (Muttaqin, 2008).

Virus merupakan penyebab utama dari infeksi kemudian virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Virus yang masuk saluran pernapasan melalui udara yang kita hirup terlalu banyak akan menginfeksi saluran pernapasan. Akibat

(14)

terinfeksinnya saluran pernapasan terjadilah bronkitis. Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir , pilek 3 – 4 hari dan batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) riak jernih, purulent, encer, batuk mulai hilang. Suara ronchi basah atau suara napas kasar, nyeri subsernal , sesak napas. Jika tidak hilang setelah tiga minggu tejadi kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama).

Patogenesis pada kebanyakan bronkitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:

a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkitis.

b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronkitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.

Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus.Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif.Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus nampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industri.Polusi udara yang terus-menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah (Wilson dkk, 2002).

(15)

WOC Virus, usia, rokok, lingkungan, genetik, sosial ekonomi.

Iritasi jalan napas

Inflamasi

Hipertorfi kelenjar mucus & peningkatan sel goblet, fungsi silia

menurun

Hipersekresi lendir Batuk produktif

Bronkiolus rusak  dindingnya melebar MK : Bersihan

jalan napas tidak efektif

fibrosis Alveolus rusak

Fungsi makrofag menurun

Penurunan difusi gas

Kadar oksigen dalam darah menurun

Dispnea

MK: Pola Nafas Tidak Efektif

MK : Kerusakan Perubahan paru yang irreversibel

Hipoksia

Peningkatan suhu BRONKITIS

Ekskresi mediator inflamasi (prostaglandin, bradikinin, histamin

Merangsang hipotalamus

MK : Hipertermia Bakteremia/viremia

Metabolisme

Malaise

Nafsu makan

MK : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

(16)

3.5. Manifestasi Klinis Bronkitis

Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Batuk terus –menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi pada pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10 – 15 % perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronkitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan akiran napas yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi , yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan (accessory respiratory muscle) (Darmanto, 2009).

Biasanya penyakit dimulai dengan tanda – tanda infeksi saluran napas (ISNA) atas yang disebabkan oleh virus. Batuk mula – mula kering, setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada anak dahak yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri sekunder.anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat terjadi sesak napas.Pada beberapa hari pertama tidak terjadi kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas kasar. Baatuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih tetap ada mungkin telah terjadi kolpas paru segmental atau terjadi infeksiparu sekunder. Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronkitis. Mengi dapat murni merupakan tanda bronkitis akut, tetapi juga kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih – lebih bila keadaan ini sudah terjadi berulang kali.Istilah bronktis asmatika sebaiknya tidak digunakan (Ngastisyah, 2005).

Menurut Ngastiyah (2005), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:

a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan seseorang kurang istirahat.

b. Daya tahan tubuh yang menurun.

(17)

c. Anoreksia sehingga berat badan sukar naik.

d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu dan Konsentrasi belajar anak menurun.

3.6. Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis

Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis.

Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.

Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:

1. Denyut jantung > 100 kali per menit 2. Frekuensi napas > 24 kali per menit 3. Suhu > 38°C

4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas

5. Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax.

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus. Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita

(18)

menunjukkan penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak diperlukan pada penderita yang sebelumnya sehat.

Menurut Soemantri dan Anna (2003), ada beberapa cara pemeriksaan diagnostic untuk penderit bronkitis, yakni :

A. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit – penyakit lain. Bronkitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis.Menurut Fraser dan Pare lebih dari 50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang normal, sedangkan Hadiarto mendapatkan data 26% pasien. Tetapi secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

a) Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan garis – garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. Dari 300 pasien yang diperiksa Fraser dan Pare, ternyata 80% mempunyai kelainan tersebut.

b) Corak paru yang bertambah

Terlihat pada foto thorax diatas pada bagian bronkus terlihat berwarna lebih putih dibandingkan foto thorax normal dikarenakan adanya penumpukan sekret dan edema pada penderita bronkitis.

B. Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru adalah mengukur berapa banyak udara yang dapat masuk kedalam paru – paru dan seberapa cepat udara dapat keluar dari paru – paru.

Pada pasien bronkitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal.Pada emfisema paru terdapat

(19)

penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arus ekspirasi maksimal), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Kelainan di atas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran nafas kecil yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan KAEM, closing volume, flow volume curve dengan O2 dan gas helium N2 wash out curve.

C. Analisis Gas Darah

Pada umumnya pasien bronkitis tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik.Saturasi hemoglobin menurun, dan timbul sianosis.Terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.

D. Pemeriksaan EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II,III dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasi R/S kurang dari 1.Seiring terdapat RBBB inkomplet.

3.7. Penatalaksanaan Symptom Bronkitis

Pasien dengan bronkitis tidak dirawat di rumah sakit kecuali ada komplikasi yang menurut dokter perlu perawatan di rumah sakit, oleh karenanya perawatan lebih ditujukan sebagai petunjuk kepada orang tua. Masalah yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama dan risiko terjadi komplikasi.

Pada bronkitis gejala batuk sangat menonjol, dan sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan pasien kurang istirahat atau tidur; pasien akan terganggu rasa aman dan nyamannya. Akibat lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat badannya sukar naik. Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus-menerus akan mengganggu kesenangannya bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengganggu konsentrasi belajar bagi dirinya sendiri, saudara, maupun teman-temannya. Untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar banyak keringat, karena jika

(20)

baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk (karena dingin). Untuk mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terakhir sebelum tidur. Anak yang batuk apalagi yang bronkitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber-AC atau memakai kipas angin. Jika suhu udara dingin pakaikan baju yang hangat, bila ada yang tertutup lehernya. Obat gosok membuat anak merasa hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan minum hangat tidak manis.

Pada anak yang sudah lebih besar jika ada dahak di dalam tenggoroknya beritahu supaya dibuang karena adanya dahak tersebut juga merangsang batuk.

Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang seperti goreng-gorengan, permen, atau minum es. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan dengan air hangat (Ngastiyah, 2005).

3.8. Komplikasi Bronkitis

Ada beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :

1) Bronkitis kronik

2) Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.

3) Pleuritis.

Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.

Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.

4) Efusi pleura atau empisema

5) Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.

6) Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.

7) Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronkitis pada saluran nafas.

(21)

8) Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang- cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.

9) Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronkitis yang berat da luas.

10) Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.

3.9. Prognosis Bronkitis

Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik.

Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah, 2005).

3.10. Pencegahan Bronkitis

Menurut Ngastiyah (2005), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.

a. Membatasi aktivitas anak

b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya.

c. Hindari makanan yang merangsang

d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat

e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa

(22)

jadi pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah saluran pernapasan.

BAB 4

PROSES KEPERAWATAN BRONKITIS 4.1. Pengkajian

4.1.1. Riwayat Keperawatan

1. Biodata pasien (nama; tempat, tanggal lahir; usia; jenis kelamin; nama ayah/ibu; pendidikan ayah/ibu; agama; suku bangsa; alamat; nomor register; tanggal MRS; tanggal pengkajian; sumber informasi; diagnosa medis).

2. Keluhan utama.

Keluhan utama yang biasa klien rasakan adalah batuk dan mengeluarkan dahak.

3. Riwayat penyakit dahulu.

Infeksi saluran pernapasan sebelumnya/batuk, pilek, takipnea, demam.

4. Riwayat tumbuh kembang.

5. Orang tua menceritakan tentang bagaimana dia bersekolah, tentang prestasinya.

6. Lingkungan, kopping stress.

Yang klien lakukan untuk mengatasi tuntutan – tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi.

7. Orang tua menceritakan tentang bagaimana lingkungan sekitar anak tersebut tinggal. Dan orang tua juga menjelaskan bagaimana anak tersebut dapat mengatasi permasalahan.

4.1.2. Pemeriksaan Fisik A. B1 – B6

1. B1 (Breathing)

Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan

(23)

batuk. Pada anak yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema.

Gejala:

1. Takipnea (berat saat aktivitas)

2. Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari

3. Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali.

4. Riwayat infeksi saluran nafas berulang 5. Riwayat terpajan polusi (rokok dll) Tanda:

1. Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas 2. Penggunaan otot bantu nafas

3. Cuping hidung

4. Bunyi nafas krekel (kasar) 5. Perkusi redup (pekak)

6.Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)

7. Warna kulit pucat,normal atau sianosis

2. B2 (Blood) Gejala :

Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda :

Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung redup (karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis.

3. B3 (Brain)

Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.

(24)

4. B4 (Bladder)

Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.

5. B5 (Bowel) Gejala:

1. Mual/muntah

2. Nafsu makan menurun

3. Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan 4. Penurunan berat badan.

5. Nyeri abdomen Tanda:

1. Turgor kulit buruk 2. Edema

3. Berkeringat

4. Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegaly

6. B6 (Bone) Gejala:

1. Keletihan, kelelahan

2. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas

3. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi 4. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau

latihan Tanda:

1. Keletihan 2. Gelisah 3. Insomnia

B. Head to toe 1. Inspeksi

(25)

a. Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

b. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) c. Penggunaan otot bantu napas

d. Hipertropi otot bantu napas e. Pelebaran sela iga

f. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai

g. Penampilan pink puffer (Gambaran yang khas pada emfisema,penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed - lipsbreathing) atau blue bloater (Gambaran khas pada bronkitis kronik,penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah dibasal paru, sianosis sentral dan perifer)

2. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

3. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

4. Auskultasi

1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah

2) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau padaekspirasi paksa

3) ekspirasi memanjang

4) bunyi jantung terdengar jauh

4.1.3. Pemeriksaan Penunjang

1. Roentgen dada abnormal (bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru).

2. Sputum

Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen.

3. GDA

(26)

Memperkirakan progresi penyakit (Pa O2 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal).

4.2. Diagnosis Keperawatan

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.

b. Bersihan jalan tidak efektif yang berhubungan dengan inflamasi.

c. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan, akibat hipertermia atau hiperpnea.

d. Hipertermia yang berhubungan dengan proses inflamasi.

4.3. Intervensi Keperawatan

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.

Tujuan : Asupan nutrisi pada anak akan meningkat Kriteria Hasil :

Makan sedikitnya 80 % porsimakan saat hari terakhir rawat inap rumah sakit.

1. Atopometri :

a. Tidak terjadi penurunan berat badan atau berat badan tetap

b. Lingkar lengan tangan atas meningkat atau normal 2. Biokimia : pemeriksaan laboratorium normal

meliputi : a. BUN : normal b. ALBUMIN : normal 3. Klinis :

Klien tampak tidak terlihat kurus atau klien terliat lebih gemuk.

(27)

4. Diit :

Klien menghindari makanan : a. Susu dan produk susu

b. Gorengan dan makanan berminyak c. Karbohidrat sederhana

d. Produk tinggi sodium

e. Alkohol atau minuman beralkohol f. Asap rokok.

Klien makan minal 3 kali sehari

Intervensi Rasional

Pertahankan diet tinggi protein, tinggi kalori pada anak.

Anak membutuhkan diet tinggi kalori dan protein,

untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan energi,

Berikan makanan dalam jumlah sedikit dengan porsi sering dari makanan yang disukai.

Makan sedikit dan porsi sering akan mengurangi upaya ekspirasi.

Memberikan makanan

yang disenangi

membantu agaranak makan dalam jumlah lebih banyak, setiap kali makan.

Hindari susu cair dan yang sangat kental.

Susu cair dan yang sangat kental akan mengentalkan lendir.

a. Bersihan jalan tidak efektif yang berhubungan dengan inflamasi.

Tujuan : kesulitan bernafas pada anak akan berkurang Kriteria Hasil : periode istirahat yang cukup, dan frekuensi pernapasan dan jantung, dalam batas normal sesuai usia.

Intervensi Rasional

Auskultasi paru terhadap

tanda peningkatan

pembengkakan jalan napas,

Lebih awal mengenal tanda ini sangat perlu, sebab pembengkakan biasanya

(28)

dan kemungkinan obstruksi, termasuk dispnea, takipnea, dan mengi, dan kaji pengeluaramn air liur.

berkembang dengan cepat dan apat membawa kefatalan.

Hindari stimulasi langsung pada saluran napas karena

pemakaian tongue

depressor, apusan kultur, kateter pengisapan, atau laringoskop.

Berbagai manipulasi yang ditujukan pada jaringan napas, dapat menyebabkan spasme laring dan pembengkakan,

memungkinkan peningkatan terjadinya obstruksi komplet.

Beri kebebasan pada anak untuk mengambil posisi yang menyenangkan, namun bukan posisi horizontal

Posisi horizontal dapat menyebabkan jaringan memburuk secara cepat,

kemungkinan akan

meningkatkan obstruksi komplet.

b. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan, akibat hipertermia atau hiperpnea.

Tujuan : anak akan mempertahankan keseimbangan cairan Kriteria hasil : haluaran urin 1-2 mL/kg/jam, turgor kulit baik, dan waktu pengisian kapiler kembali 3 sampai 5 detik.

Intervensi rasional

Pantau asupan dan haluan secara teliti.

Pemantauan secara hai-hati akan mendeteksi penurunan haluaran urin, yang dapat berindikasi dehidrasi.

Kaji peningkatan frekuensi pernapasan anak dan demam setian 1-2 jam.

Peningkatan frekuensi napas dan suhu tubuh, khususnya dapat mengakibatkan peningkatan kehilangan cairan secara khas.

Kaji tanda dehidrasi pada anak, termasuk oliguria, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, dan cekungan pada ubun- ubun serta bola mata.

Tanda tersebut

mengindikasikan

peningkatan kebutuhan asupan cairan.

Berikan cairan perinfus, sesuai dengan petunjuk.

Pemberian cairan perinfus diperlukan, dengan tujuan

(29)

mempertahankan hidrasi yang adekuat ada anak.

Anjurkan asupan cairan per oral setiap 1-2 jam, jika tidak ada kontraindikasi.

Peningkatan asupan cairan membantu untuk mencegah dehidrasi dan mengencerkan lendir.

c. Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi.

Tujuan : anak akan mempertahan kan suhu tubuh kurang dari 37,8o C

Kriteria Hasil : suhu anak dibawah 37,80 C.

Intervensi Rasional

Pertahankan lingkungan yang dingin

Lingkungan dingin akan menghilangkan suhu tubuh melalui panas pancaran.

Berikan antipiretik ( asetaminofen, atau ibuprofen, jangan aspirin), sesuai petunjuk.

Pemberian obat anripiretik biasanya mengurangi deam secara efektif.

Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, waspadai bila ada kenaikan suhu secara tiba-tiba.

Peningkatan suhu tubh secara

tiba-tiba dapat

mengakibatkan kejang.

Ambil seidaan sputum untuk dilakukan kultur.

Sediaan sputum dapat membanti mengidentifikasi penyebab.

Berikan obat antimikrobiat sesuai petunjuk.

Daya obat antimicrobial dengan cara menyerang organism penyebab.

Berikan kompres basah dengan suhu 37o C, bila perlu, untuk mengurangi demam.

Kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan tubuh dengan cara konduksi.

(30)

BAB 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS

An.R usia 4 tahun diantar orang tuanya datang ke IGD RS dengan keluhan batuk sejak 5 hari yang lalu dan terus menerus, batuk berdahak dengan warna lendir putih kekuningan disertai dengan sesak nafas. Ibu An.R mengatakan anaknya juga demam sejak 4 hari yang lalu. Awalnya tidak begitu panas, tapi setelah beberapa hari panasnya semakin tinggi. Ayah An.R merupakan seorang perokok aktif bila dirumah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan data suhu 38,30 C nadi 112x/ menit RR : 45 kali dari aukultasi suara nafas ditemukan ronkhi di kedua lapang paru. An.R didagnosa dengan bronkitis.

5.1. Pengkajian

5.1.1. Riwayat Keperawatan 1. Biodata pasien

Nama : An.R

Usia : 4 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Surabaya

Agama : Islam

Masuk rumah sakit : 3 Juni 2015 Tanggal pengkajian : 3 Juni 2015 2. Keluhan utama.

Batuk terus – menerus disertai dahak.

3. Riwayat penyakit sekarang.

An.R mengalami batuk sejak 5 hari yang lalu dan terus menerus, batuk berdahak dengan warna lendir putih kekuningan disertai dengan sesak nafas dan panas tinggi sejak 4 hari yang lalu

4. Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ditemukan

(31)

5. Riwayat penyakit keluarga.

tidak ditemukan.

6. Pemeriksaan Fisik

TD: 110/86 S: 38,3 ºC N:112x/menit RR:45x/menit Diagnosis Keperawatan

√ Hipertermi A. B1 – B6

1. B1 (Breathing) a. Pola Napas :

Irama Teratur Tidak Teratur

Jenis Dispnea Kusmaul Ceyne Stokes Lain – lain ...

b. Bunyi Napas :

Vesikuler kanan kiri

Wheezing kanan kiri

Ronchi kanan kiri

Melemah kanan kiri

Menghilang kanan kiri c. Sesak Napas :

Ya Tidak

d. Otot Bantu Napas :

Ya, sebutkan ... Tidak e. Batuk :

Ya Tidak

f. Produksi Sputum :

Ya, warna Putih kekuningan Konsistensi Kental Tidak

g. Pergerakan Dada :

Simetris Asimetris Tidak

h. Alat Bantu Napas :

Ya, Jenis :... Flow : ...Lpm

√ √ √

(32)

Tidak Lain – lain : ...

Diagnosis Keperawatan :

Ketidakefektifan pembersihan jalan napas Ketidakefektifan Pola Napas

Gangguan Pertukaran Gas Lain – lain : ...

1. B2 (Blood)

a. Irama jantung :

Reguler Irreguler b. Nyeri Dada :

Ya Tidak

c. CRT :

< 2 detik >2 detik d. Distensi Vena Jugular :

Ya Tidak

e. Cyanosis :

Ya Tidak

f. Lain – lain : ...

Diagnosis Keperawatan : Penurunan curah jantung

Ketidakefektifan perfusi jaringan : kardiopulmonal Ketidakefektifan perfusi jaringan : perifer

Nyeri akut Lain – lain : ...

2. B3 (Brain)

a. Reflek fisiologi :

Patella triceps biceps lain – lain :...

b. Reflek patologis :

Babinsky brudzinky kernig lain – lain :...

c. Keluhan pusing :

Ya tidak

√ √ √

(33)

d. Lain – lain :...

e. Penglihatan (mata) 1. Sclera

Anemis Ikterus lain – lain : ...

2. Penglihatan

Normal Kabur Kacamata

Lensa Kontak Lain – lain : ...

f. Gangguan pendengaran :

Ya Tidak Jelaskan : ...

g. Penciuman (hidung) :

Tidak Bermasalah tersumbat sekret epistaksis Gangguan Penciuman :

Ya, jelaskan : ...

h. Pola Tidur :

Normal sulit tidur sering bangun i. Istirahat / tidur : 8 jam / hari

j. Insomnia :

Ya Tidak

k. Somnambulisme :

Ya Tidak

l. Lain – lain : ...

Pengkajian Nyeri Pencetus Kualita

s

Lokasi / radiasi

Skala (1-10)

wakt u

Penyebab nyeri hilang / berkurang

(34)

Nyeri mempengaruhi :

Dapat diabaikan tugas Konsentrasi tidur

Aktivitas fisik nafsu makan Lain – lain : ...

Diagnosis Keperawatan :

Gangguan sensori / persepsi : penglihatan Gangguan sensori / persepsi : pendengaran Gangguan sensori / persepsi : penciuman Insomnia

Deprivasi tidur Nyeri akut Nyeri kronik Resiko jatuh

Resiko disfungsi nerovaskuler perifer Lain – lain :...

3. B4 (Bladder) a. Kebersihan :

Bersih Kotor

b. Urin : Jumlah : - cc/ hr warna : ...

c. Kateter : Jenis: - Mulai : ...

d. Kendung kencing

Membesar : ya tidak Nyeri tekan : ya tidak e. Gangguan :

Normal anuria oliguri

Retensi nokturia inkontinensia Hematuri lain – lain : ...

f. Intake cairan total : 450 cc/hr g. IWL : - cc/ hr

h. Lain – lain : ...

(35)

Diagnosis Keperawatan :

Gangguan eliminasi urine retensi urin

Inkontinensia urine total inkontensia urne fungsional Inkontensia urine overflow resiko infeksi

Lain – lain : ...

4. B5 (Bowel) a. Nafsu makan :

Baik menurun frekuensi : ... x/hari

Mual muntah

b. Porsi makan :

Habis tidak Ket : ...

c. Diet saat ini : Diet bebas d. Makanan kesukaan : - e. Perubahan BB:

Tidak ya, kira – kira ... kg/bulan/minggu f. Alat bantu makan

Tidak ada NGT, mulai ...

g. Minum : 450 cc/hari jenis : Air putuh dan susu Mulut dan tenggorokan

Mulut :

Bersih kotor berbau

Mukosa :

Lembab kering stomatitis Tenggorokan

Nyeri telan kesulitan menelan Pembesaran tonsil lain – lain :..

Abdomen

Normal tegang kembung ascites Nyeri tekan, lokasi ...

Peristaltik : 11 x/menit Pembesaran hepar :

Ya Tidak

(36)

Pembesaran lien :

Ya tidak

BAB : 1 x/ hari teratur : Ya Tidak Terakhir tanggal : Pagi ini

Hemoroid menela

Konsistensi : ... Bau : ... Warna : ...

Lain – lain :....

Diagnosis Keperawatan :

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan nutrisi : labuh dari kebutuhan tubuh Gangguan menelan

Inkontenensia alvi Diare

Konstipasi Resiko konstipasi Lain – lain : ...

5. B6 (Bone)

Kekuatan otot : 5 5 5 5 Fraktur :

Ya tidak

Dikubitus :

Tidak ada ada, lokasi : ..., derajat Luka

Tidak ya, lokasi ... plus : ya tidak Kulit

Normal luka memar

Kering gatal – gatal bersisik Warna kulit

Ikterus sianotik kemerahan

Pucat hiperpigmentasi ptechie Akral

(37)

Hangat dingin √ merah

Kering lembab/ basah pucat

Turgor :

Baik sedang jelek Odema :

Tidak ada ada, lokasi ...

Pemakaian alat bantu :

Traksi gips lokasi : ...

Lokasi : ...

Lain – lain : ...

Diagnosis Keperawatan :

Kekurangan volume cairan kelebihan volume cairan Hambatan mobilitas fisik keletihan

hambatan mobilitas fisik di tempat tidur

kelambatan pemulihan pasca bedah intoleransi aktivitas kerusakan integritas kulit

kerusakan integritas jaringan

resiko kekurangan volume cairan resiko infeksi resiko ketidakseimbangan volume cairan

resiko cidera lain – lain : ...

7. Analisa data

NO Data Etiologi Masalah

Keperawatan 1 DS : orangtua pasien

mengatakan anaknya batuk berdahak sejak 5 hari yang lalu disertai dengan sesak napas.

DO :

RR : 26 kali/ menit Nadi : 112kali/ menit Ada suara napas ronkhi tambahan

Perokok pasif

↓ Iritasi jalan

napas

↓ Inflamasi

↓ Bronkitis

↓ Hipertorfi kelenjar mucus

& peningkatan

Ketidakefektifa n bersihan jalan napas

(38)

fungsi silia menurun

↓ Hipersekresi

lendir

↓ Batuk produktif

↓ Bersihan jalan

napas tidak efektif 2

DS : orangtua pasien mengatakan anaknya panas sejak 4 hari yang lalu.

DO :

Suhu : 38,3o C

Perokok Pasif

↓ Iritasi jalan

napas

↓ Inflamasi

↓ Bronkitis

↓ Proses makrofag

↓ Eksresi mediator inflamasi (prostaglandin,

bradikinin, histamin )

↓ Merangsang hipotalamus

↓ Peningkatan

suhu

Hipertermia

5.2. Diagnosa Keperawatan :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum berlebih.

b. Hipertermia berhubungan dengan Proses inflamasi.

(39)

Diagnosa keperawata n

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum berlebih.

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 kesulitan bernafas pada anak akan berkurang

Kriteria Hasil

a. periode istirahat yang cukup,tidur sekitar 11 – 13 jam.

b. frekuensi pernapasan 19 – 23 kali/ menit c. frekuensi nadi 105 kali/ menit.

Intervensi Rasional

1. Auskultasi paru terhadap tanda peningkatan pembengkakan jalan napas, dan kemungkinan obstruksi, termasuk dispnea, takipnea, dan mengi, dan kaji pengeluaramn air liur.

Lebih awal mengenal tanda ini sangat perlu, sebab pembengkakan biasanya berkembang dengan cepat dan apat membawa kefatalan.

2. Hindari stimulasi langsung pada saluran napas karena pemakaian tongue depressor, apusan kultur, kateter pengisapan, atau laringoskop.

Berbagai manipulasi yang ditujukan pada jaringan napas, dapat menyebabkan spasme laring dan pembengkakan, memungkinkan peningkatan terjadinya obstruksi komplet.

3. Beri kebebasan pada anak untuk mengambil posisi yang menyenangkan, namun bukan posisi horizontal.

Posisi horizontal dapat menyebabkan jaringan memburuk secara cepat, kemungkinan akan meningkatkan obstruksi komplet.

4. Pantau tanda – tanda vital

klien. Untuk mengetahui keefektifan

tindakan dilihat dari TTV klien yang meliputi TD, RR, HR dan suhu.

Diagnosa keperawatan

Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 anak akan mempertahan kan suhu tubuh kurang dari 37,8o C

Kriteria Hasil

suhu anak dibawah 37,80 C.

Intervensi Rasional

1. Pertahankan lingkungan yang dingin.

Lingkungan dingin akan

menghilangkan suhu tubuh melalui panas pancaran.

(40)

2. Berikan antipiretik ( asetaminofen, atau ibuprofen, jangan aspirin), sesuai petunjuk..

Pemberian obat anripiretik biasanya mengurangi deam secara efektif.

3. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, waspadai bila ada kenaikan suhu secara tiba-tiba.

Peningkatan suhu tubh secara tiba- tiba dapat mengakibatkan kejang..

4. Ambil seidaan sputum untuk

dilakukan kultur. Sediaan sputum dapat membanti mengidentifikasi penyebab.

5. Berikan obat antimikrobiat

sesuai petunjuk. Daya obat antimicrobial dengan cara menyerang organism penyebab.

6. Berikan kompres basah dengan suhu 37o C, bila perlu, untuk mengurangi demam.

Kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan tubuh dengan cara konduksi.

7. Pantau tanda – tanda vital

klien. Untuk mengetahui keefektifan

tindakan dilihat dari TTV klien yang meliputi TD, RR, HR dan suhu.

5.4. Evaluasi

Memastikan kriteria hasil yang diinginkan dapat tercapai seperti : a. Klien tidak mengalami kesulitan bernapas

b. Klien akan mempertahankan suhu dibawah 37,8o C

(41)

BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan

Organ pernapasan dalam tubuh dibedakan menjadi organ pernapasan atas dan organ pernapasan bawah. Organ pernapasan atas terdiri atas hidung, faling, laring.

Sedangkan untuk organ pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkial, paru – paru, toraks.

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi bronkus.

Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan.

Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur. Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh bakteri.Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B, Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan corona virus.

Menurut Wong (2003), masuknya mikroorganisme atau gen fisik seperti debu atau inhalasi zat kimia pada trakhea atau bronkus dapat menyebabkan reaksi radang berupa oedema mukosa dan sekresi mukus yang berlebihan. Bersamaan dengan itu akan di jumpai peningkatan rangsang batuk sebagai akibat dari akumulasi sekret di jalan nafas. Bila oedema mukosa berat dan sekresi mukus berlebihan akan menyebabkan obstrukisi jalan nafas yang akan menimbulkan kesulitan bernafas. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka saluran nafas oilcan lebih meregang reseptor mukosa yang ada di permukaan bronkus untuk selanjutnya ke pons dan medulla oblongata.Selanjutnya terjadi peningkatan frekuensi nafas, yaitu nafas jadi cepat tapi dangkal.Selain itu juga pernafasan memakai otot pernafasan tambahan untuk memberi dorongan yang lebih kuat untuk mendapatkan oksigen.

Biasanya penyakit dimulai dengan tanda – tanda infeksi saluran napas (ISNA) atas yang disebabkan oleh virus. Batuk mula – mula kering, setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada anak dahak yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna

(42)

kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri sekunder.anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat terjadi sesak napas. Pada beberapa hari pertama tidak terjadi kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas kasar. Batuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih tetap ada mungkin telah terjadi kolpas paru segmental atau terjadi infeksiparu sekunder. Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronkitis.Mengi dapat murni merupakan tanda bronkitis akut, tetapi juga kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih – lebih bila keadaan ini sudah terjadi berulang kali.Istilah bronktis asmatika sebaiknya tidak digunakan (Ngastisyah, 2005).

Ada beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain : bronkitis kronik, pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, pleuritis, efusi pleura atau empisema, abses metastasis diotak, haemaptoe sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernafasan, amyloidosis.

Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik.

Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah, 2005).

Menurut Ngastiyah (2005), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah : membatasi aktivitas anak, tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya, hindari makanan yang merangsang, jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat, jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan, menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi, jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam.

6.2. Saran

Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pernapasan pada pasien terutama bronkitis, agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan bronkitis. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering

(43)

berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pernapasan terutama bronkitis. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.

(44)

WOC ( Web Of Caution ) kasus Perokok pasif

Iritasi jalan napas

Inflamasi

Hipertorfi kelenjar mucus & peningkatan sel goblet, fungsi silia

menurun

Proses makrofag

MK : Bersihan jalan napas tidak efektif

Batuk produktif Hipersekresi lendir

Ekskresi mediator inflamasi (prostaglandin, bradikinin, histamin)

Merangsang hipotalamus

Peningkatan suhu

MK : Hipertermi BRONKITIS

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2 Ed.

15.Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1 Ed.8.Jakarta: EGC.

Djojodibroto, Darmanto.2009.Respirologi (respiratory medicine).Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC

Hockenberry & Wilson.X. Wong’s Nursing Care of Infants and Children.Canada:

Elsevier Mosby

Ngastisyah.2005.Perawatan Anak Sakit edisi Kedua.Jakarta: EGC.

Soedarto.2010.Virologi Klinik.Jakarta:Sagung Seto.

Williams, Lippincott & Wilkins.2008.Kapita selekta penyakit : dengan implikasi keperawtan ed2.Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosis disfungsi otonom pada penderita neuropati diabetika, dapat ditegakkan bila terdapat gejala otonom yang dapat di ketahui dengan menanyakan kepada penderita

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA

Diagnosis neuropati diabetik ditegakkan jika pada penderita diabetes melitus didapat gejala atau tanda neuropati ditambah pemeriksaan objektif yang menunjukkan gangguan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis dimana ditemukan benjolan di lipat paha kiri yang timbul akibat tusukan pada saat menjalani hemodialis kelima,

paroksismal, tapi gejala tu hilang beberapa saat setelah aspirasi benda asing, batuk timbul lagi pada hari ke-3, tapi sudah batuk berdahak. Pada pemeriksaan fisik

Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, USG, peningkatan kadar β-hCG pada darah atau urine, serta pemeriksaan histopatologik.. 14 tanda-klinis

Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur darah. Hasil

Untuk menentukan diagnosis dalam kasus ini dapat dilakukan pemeriksaan yaitu dengan melalui proses penatalaksanaan fisioterapi yang diawali dengan anamnesa untuk mengetahui