• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abortus inkomplit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abortus inkomplit"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan Perdarahan pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Batasan abortus adalah kehamilan dengan usia kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan sedangkan abortus yang terjadi dengan dilakukan tindakan yang disengaja disebut abortus provokatus. Abortus provokatus dibagi langi menjadi abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Berdasarkan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi, abortus dapat dibagi menjadi abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus, dan abortus septik.1

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi.2,3

Angka kejadian abortus di Indonesia sulit ditentukan karena banyaknya kejadian abortus provokatus kriminalis yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.1 Angka kejadian abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan

(2)

2 kelahiran hidup. Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.3,4

Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.

Berdasarkan latar belakang diatas, sangat penting bagi para pelayan kesehatan untuk dapat menegakan diagnosis abortus imminens dan kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi abortus inkomplit.

(3)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dengan sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.1

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian abortus sulit untuk diketahui secara pasti karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Selain itu angka kejadian abortus bervariasi menurut ketekunan dalam identifikasi kasus. Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan sebesar 17,75%. Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di papua yakni 7,72%. Diperkirakan total kejadian abortus spontan di Indonesia mencapai 2,3 Juta per tahun. Diperkirakan terjadi 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) di Indonesia.4,5

Lebih dari 80% aborsi spontan terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Lima puluh persen kejadian abortus pada trimester pertama diakibatkan oleh abnormalitas kromosom, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10% pada trimester ketiga. Terdapat pula perbedaan antara jumlah janin laki-laki dan perempuan pada abortus awal, dimana ratio laki-laki-laki-laki : perempuan 1:5.3

Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi

(4)

4 umur 3 bulan.4,6,7

Angka kejadian abortus inkomplit tidak diketahui secara pasti. Kejadian abortus berkisar antara 15-20% dari semua kehamilan dengan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Data dari Afrika Selatan menunjukan bahwa 44.686 perempuan dirawat di rumah sakit pemerintah dengan abortus inkomplit setiap tahunnya. 15% dari semua pasien tersebut datang dengan morbiditas berat sementara 19% datang dengan morbiditas sedang.8

2.3 Etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, terkadang janin masih hidup dalam uterus sebelum ekspulsi. Terjadinya abortus secara spontan dapat dipengaruhi oleh berbagai etiologi yang saling terkait. Secara umum, etiologi terjadinya abortus spontan dapat dibagi menjadi tiga yakni janin, maternal, dan paternal.3

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal

Abortus spontan sering disebabkan oleh adanya abnormalitas dari perkembangan zigot, embrio, fetus atau plasenta. Abnormalitas kromosom bertanggung jawab terhadap 50-60% embrio yang gugur. Angka ini menurun seiring kemajuan dari umur persalinan. Sembilan puluh lima persen dari abnormalitas kromosom disebabkan oleh kesalahan gametogenesis maternal sementara 5% disebabkan oleh kesalahan paternal. Autosomal trisomi, monosomi X (45,X), dan autosomal trisomi merupakan kelainan kromosom yang paling sering ditemui pada abortus.3 Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%).9

(5)

5 Gambar 1. Kromosom trisomi9

2.3.2 Faktor Maternal

Faktor maternal pada kejadian abortus sering dikaitkan dengan abortus yang terjadi pada zigot euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Penyebab dari abortus euploidi tidak dipahami secara penuh, namun beberapa penyakit medis, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.3

a. Infeksi

Beberapa organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,

Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus Herpes Simplex,

Cytomegalovirus listeria monocytogenes, dan Toxoplasma dicurigai berperan sebagai

penyebab abortus. Isolasi yang dilakukan pada Mycoplasma hominis dan Ureaplasma

urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah

menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, diketahui bahwa Ureaplasma urealyticum merupakan penyebab utama.3

(6)

6 b. Penyakit Kronis yang Melemahkan

Abortus pada masa awal kehamilan jarang disebabkan oleh penyakit kronis yang melemahkan imunitas ibu seperti tuberculosis atau karsinomatosis. Salah satu penyakit yang diasosiasikan dengan abortus spontan adalah celiac sprue. Terdapat asosiasi yang kuat antara abortus dan abortus berulang dengan antibodi antigliadin dari penyakit celiac karena bersifat toksik terhadap trophoblast. 10

Abortus jarang disebabkan karena seorang ibu mengalami hipertensi, namun hipertensi dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Diabetes yang tidak terkendali sering dihubungkan dengan peningkatan kejadian abortus spontan. Peningkatan kejadian dikaitkan dengan abnormalitas struktur pada fetus. Namun pada wanita dengan diabetes yang terkendali, diabetes jarang menjadi penyebab abortus.3,10

c. Pengaruh Endokrin

Peningkatan kejadian abortus dapat dikaitkan dengan kondisi hipotiroidisme, diabetes mellitus, dan defisiensi progesteron. Hipotiroidisme sering disebakan oleh adanya antibodi antitiroid. Kejadian abortus spontan terjadi 2 kali lipat lebih seing pada perempuan dengan antibodi tiroid yang terdeteksi 17% dibandingkan dengan perempuan tanpa antibodi tiroid. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa abortus spontan. 3,10

d. Nutrisi

Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrien yang ditimbulkan akibat hyperemesis gravidarum jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang

(7)

7 penting untuk mengurangi abortus spontan.3

e. Obat-obatan dan Toksin Lingkungan

Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus. Rokok, alkohol, kafein, dan radiasi merupakan salah satu penyebab utama peningkatan resiko abortus pada ibu hamil. Kline dalam penelitianya menemukan bahwa wanita yang merokok lebih dari 14 batang setiap harinya memiliki resiko abortus 1,7 kali lebih besar dari kelompok kontrol. Wanita yang meminum alkohol paling tidak dua kali dalam seminggu memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk mengalami abortus dibandingkan wanita yang tidak mengkonsumsi alkohol.10

f. Faktor-Faktor Immunologis

Abortus diperkirakan terjadi akibat gagalnya sebuah proses supresi sistem imun. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti

cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta

destruksi plasenta. 10

g. Gamet yang Menua

Angka insiden abortus spontan juga dipengaruhi oleh umur sperma dan ovum. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.6,9

h. Laparotomi

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, maka kemungkinan terjadinya abortus semakin besar.7

(8)

8 i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional

Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.6,9

j. Kelainan Uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan uterus kongenital dan kelainan uterus yang didapat. Paparan diethylstilbestrol (DES) pada janin dapat mengakibatkan abnormalitas pembentukan duktus müllerian. Kavitas endometrium pada wanita yang terpapar DES memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari pada wanita normal. Hal ini diperkirakan dapat menjadi penyebab dari peningkatan kasus abortus spontan pada perempuan yang terpapar DES.10

Insiden abnormalitas perkembangan uterus berkisar antara 1:200 hingga 1:600 wanita. Secara umum, 25 % wanita dengan abnormalitas uterus memiliki masalah reproduksi. Kelainan kongenital yang paling sering diasosiasikan dengan abortus adalah uterus bikornu dan septae uteri. Menurut studi yang dilakukan oleh Acien (1996), dari 170 pasien hamil dengan malformasi uterus hanya 18,8% yang mampu bertahan hingga melahirkan cukup bulan, sementara 36,5 % mengalami persalinan abnormal.1,10

k. Inkompetensi serviks

Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada trimester kedua. Inkompetensi serviks merupakan dilatasi asimptomatik dari ostium servikalis internus. Keadaan ini akan mengakibatkan dilatasi kanalis serviks selama trimester kedua persalinan. Tidak adanya bantalan yang menunjang fetus akan mengakibatkan terjadinya ruptur dan prolaps, yang sering diikuti dengan ekspulsi fetus dan plasenta. 3

(9)

9 2.3.3 Faktor Paternal

Peranan faktor paternal tidak banyak diketahui dalam proses timbulnya abortus spontan. Adanya kelainan kromososomal pada sperma seperti terjadinya translokasi abnormal kromosom pada sperma dapat menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga dapat mengakibatkan abortus.3

2.4 Patogenesis

Aortus inkomplit dapat terjadi secara spontan, maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus, atau dari abortus imminens yang tidak ditangani dengan baik. Proses terjadinya abortus berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. 1,3,10

Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus inkomplit. yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus yang tertahan didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan

(10)

10 lengkap.1,3,10

2.5 Gambaran Klinis

Gejala umum yang merupakan keluhan utama pada pasien dengan abortus inkomplit adalah perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Perdarahan dapat berjumlah banyak atau sedikit tergantung dari jaringan fetus/plasenta yang tersisa pada janin. Perdarahan yang masif pada pasien akan menyebabkan pasien jatuh dalam kondisi syok hipovolemi. Pasien abortus inkomplit datang dengan riwayat telat haid serta hilangnya tanda-tanda kehamilan.Pada pemeriksaan fisik anogenital didapatkan adanya perdarahan pada vagina yang dapat disertai dengan keluarnya jaringan. Pada pemeriksaan tinggi fundus didapatkan tinggi fundus lebih rendah dari usia kehamilan. Nyeri tekan dapat ditemukan pada daerah supra pubik. Pada pemeriksaan dalam (vaginal toucher) dapat ditemukan porsio terbuka, perdarahan, dan ditemukannya sisa jaringan.3,10

2.6 Diagnosis

Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya adalah sebagai berikut.10,11

 Riwayat menstruasi: pada pasien perlu ditanyakan hari pertama haid terakhir, periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, dan keteraturan menstruasi. Hal ini penting untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan dari periode menstruasi normal yang mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal.  Tanggal terjadinya konsepsi (jika diketahui).

 Obat-obatan yang digunakan sejak HPHT: alkohol, tembakau kafein dan obat-obatan yang lain.

(11)

11  Masalah kesehatan: diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan

autoimun.

 Riwayat operasi: terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.

 Riwayat obstetri: jumlah kelahiran aterm dan preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus).

 Riwayat ginekologi: termasuk tes pap smear abnormal, STD dan kontrasepsi. Pasien dengan abortus spontan inkomplit biasanya akan mengeluarkan flek-flek atau mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging. Menghitung jumlah pendarahan sangat penting (jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus inkomplit bergantung pada jaringan sisa namun umumnya berat. Adanya bekuan darah atau jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik.10,11

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pasien dengan abortus inkomplit, sebelum melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh perlu diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kegawatan seperti syok. Perhatikan tanda-tanda vital pasien. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Adapun beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan pada abortus inkomplit adalah sebagai berikut:10,11,12

 Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak, tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan intraperitoneal.

(12)

12  Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak.

 Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-bagian daging. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.

 Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba jaringan di dalamnya. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya kehamilan ektopik. Pastikan adanya pembukaan serviks, jika ada pembukaan mencerminkan suatu abortus insipiens atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan suatu abortus imminens.

 Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium.

 Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau serviks, perlu dibuat preparat basah dan kultur serviks untuk organisme gonorrhea dan clamydia.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi, tanda anemia, Pemeriksaan PP test perlu dilakukan untuk memastikan tanda kehamilan. Pemeriksaan radiologi berupa USG penting dilakukan untuk menunjukkan ada tidaknya sisa jaringan dalam uterus.2,10

(13)

13 imminens akan menunjukan gambaran gestasional sac yang normal dan embrio yang viable. Pada abortus inkomplit gestasional sac akan terlihat kempes dan ireguler, terdapat materi echogenic yang menunjukan sisa plasenta pada kavitas uteri. Sementara pada abortus komplit, endometrium terlihat berdekatan dengan tidak terlihat adanya produk konsepsi.9

2.7 Diagnosa Banding

Abortus inkomplit dapat didiagnosis banding dengan abortus iminens, kehamilan ektopik tuba, dan mola hidatidosa.

Abortus iminens

Dalam hal ini terdapat ancaman akan terjadinya abortus, namun kehamilan masih mungkin untuk dipertahankan. Terdapat beberapa hal yang membedakan abortus iminens dengan abortus inkomplit. Perdarahan serta nyeri perut bagian bawah pada abortus iminens bersifat lebih ringan jika dibandingkan dengan abortus inkomplit, begitupula terdapat perbedaan pada pemeriksaan fisik dimana pada abortus jenis ini, ostium uteri internum ditemukan dalam kondisi tertutup serta tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan.2

Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan kehamilan kornual. Pada kehamilan ektopik yang belum terganggu, terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal, yaitu amenore, mual, muntah, dan lainnya. Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, nyeri perut, dan perdarahan pervaginam. Adanya nyeri goyang pada porsio merupakan tanda khas adanya kehamilan ektopik terganggu (KET).2

Mola hidatidosa

Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, USG, peningkatan kadar β-hCG pada darah atau urine, serta pemeriksaan histopatologik. Keluhan dan

(14)

14 tanda-klinis pada umumnya muncul pada usia kehamilan 20 minggu, antara lain 1) besarnya uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus menunjukkan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan), 2) perdarahan pervaginam berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan yang banyak, 3) tidak ditemukan ballottement dan detak jantung janin, serta 4) sering disertai dengan hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.2

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksaan abortus inkomplit harus diawali dengan evaluasi terhadap keadaan umum pasien serta gangguan hemodinamik yang terjadi. Bila terjadi perdarahan yang hebat, sebaiknya segera dilakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi, sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat dihentikan.1 Selanjutnya penatalaksaan abortus dapat dilakukan dengan tindakan pembedahan maupun medikamentosa melalui beberapa teknik. Tanpa penyakit sistemik pada ibu, tindakan penatalaksanaan abortus tidak mengharuskan pasien untuk dirawat inap.

Teknik pembedahan meliputi dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, dilatasi dan ekstraksi, induksi haid, atau laparotomi.

Pada teknik dilatasi dan kuretase serviks dibuka terlebih dahulu (didilatasi) dan kemudian sisa jaringan dikeluarkan dengan cara mengerok keluar secara mekanis (kuretase tajam), dengan menghisap (kuretase hisap), atau kombinasi keduanya. Dilatasi serviks dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat kuretase maupun aspirasi, serta mengurangi resiko terjadinya laserasi serviks dan perforasi uterus. (Guideline). Namun pada kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan karena tidak sulit untuk memasukkan kanul melalui ostium uteri internum. Beberapa ahli hanya mengerjakan teknik ini pada keadaan tertentu, seperti pada usia kehamilan trimester satu akhir (12-14 minggu), remaja dan dewasa muda, nulipara, serta adanya jaringan parut pada serviks.13

Kemungkinan terjadinya penyulit dalam menggunakan teknik ini meningkat setelah trimester pertama, sehingga baik kuretase tajam maupun hisap sebaiknya

(15)

15 dilakukan sebelum usia kehamilan 14-15 minggu. Langkah-langkah dalam melakukan teknik dilatasi dan kuretase adalah sebagai berikut14:

1. Persiapan alat-alat kuretase, pasien, dan penolong.

2. Kandung kencing dikosongkan, selanjutnya dapat diberikan anestesi jika diperlukan.

3. Pemeriksaan ginekologik untuk menentukan besar dan posisi uterus.

4. Tindakan asepsis dan antisepsis pada genitalia eksterna, vagina, dan serviks. 5. Pasang spekulum vagina dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan

tenakulum.

6. Sonde uterus dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk menentukan besar dan arah uterus.

7. Kanula dimasukkan ke dalam kavum uteri sampai fundus uteri, kemudian dihubungkan dengan aspirator. Dalam memilih ukuran kanula yang sesuai diperlukan pertimbangan; kanula yang kecil memiliki resiko tersisanya jaringan intrauterus pasca pembedahan, sementara kanula dengan ukuran besar memiliki resiko terjadinya cedera uterus dan rasa tidak nyaman yang lebih besar.

8. Setelah mencapai tekanan 60 cm Hg pada aspirator listrik atau -0,6 atmosfir pada vakum ekstraktor dan syringe, kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas ke bawah dan sebaliknya, sambil diputar 360o.

9. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gerakan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara.

10. Setelah tindakan, tanda-tanda vital harus diawasi selama 15-30 menit pada pasien tanpa anestesi. Sedangkan pada pasien dengan anestesi, pengawasan pasca tindakan harus dilakukan selama 1-2 jam.

11. Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian.

Teknik dilatasi dan evakuasi merupakan teknik pengosongan uterus yang dilakukan pada usia kehamilan 10-16 minggu.14 Teknik ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilatasi dan evakuasi. Tahap dilatasi dilakukan dengan pemasangan batang

(16)

16 laminaria ke dalam kanalis servikalis, 8-24 jam sebelum evakuasi. Selanjutnya dilakukan evakuasi dengan anestesi umum. Mula-mula jaringan konsepsi yang besar yaitu janin dan plasenta dikeluarkan dengan abortus tang, kemudian dilakukan kuretase untuk membersihkan uterus.

Dalam beberapa keadaan, tindakan laparotomi untuk penatalaksanaan abortus lebih diindikasikan dibandingkan tindakan kuretase atau dengan medikamentosa, seperti pada wanita yang menginginkan terminasi kehamilan dan sterilisasi, adanya penyakit uterus yang signifikan, serta kegagalan induksi medis pada trimester kedua.1 Sedangkan teknik medikamentosa dapat menggunakan beberapa preparat antara lain oksitosin intravena, cairan hiperosmotik intra-amnion (salin 20% atau urea 30%), prostaglandin E2, F20, E1, dan analog-analognya.14,1 Kontraindikasi untuk penatalaksanaan abortus secara medis antara lain adanya alergi spesifik terhadap obat, adanya alat kontrasepsi dalam rahim, anemia berat, koagulopati atau pemakaian antikoagulan, dan penyakit medis signifikan, misalnya penyakit hati, kardiovaskular, dan penyakit kejang yang tidak terkontrol.1

2.9 Prognosis

Abortus inkomplit yang dievakuasi dini tanpa infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami abortus sebanyak satu kali, maka kemungkinan untuk mengalami abortus kembali pada kehamilan selanjutnya adalah sekitar 15%. Sedangkan jika ia pernah mengalami abortus sebanyak dua atau tiga kali, maka kemungkinannya meningkat, yaitu berturut-turut sekitar 25% dan 30-45%.1

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh abortusnya sendiri maupun akibat dari tindakan penanganan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama di dalam kavum uteri. Tindakan kuretase pada abortus inkomplit juga dapat menimbulkan komplikasi antara lain:14

(17)

17 a. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardia,

dan cardiac arrest.

b. Perforasi uterus akibat sonde atau dilatator. Bila perforasi oleh kanula, segera putuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Kemudian pasien diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya perdarahan akan berhenti segera.

c. Serviks robek yang disebabkan oleh tenakulum. Bila perdarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.

d. Perdarahan karena sisa jaringan konsepsi. Tindakan yang harus dilakukan adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.

e. Infeksi juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi. Pengobatannya berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerob maupun anaerob.

Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi.14

(18)

18 BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Penderita Nama : REN Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Alamat : Banjar Tebuana, Gianyar

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani Status Perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 04 September 2014 pukul. 11.30 WITA Tanggal Pemeriksaan : 04 September 2014 pukul. 11.30 WITA

3.2 Anamnesis Keluhan Utama

Perdarahan pervaginam.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan Puskesmas Jasan datang ke Triage Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit (± pukul 07.00 WITA, tanggal 04 September 2014). Perdarahan dikatakan banyak, ± 2 pembalut (100cc), berwarna merah terang disertai dengan gumpalan berwarna merah kehitaman dan jaringan berwarna putih. Keluhan nyeri perut sebelum dan setelah perdarahan terjadi disangkal oleh pasien. Tes kehamilan pada urin positif tiga minggu yang lalu di bidan. Riwayat jatuh, trauma, pingsan dan panas badan disangkal. Riwayat keinginan menggugurkan kehamilan disangkal. Riwayat coitus disangkal. Riwayat mual dan muntah

(19)

19 disangkal.

Riwayat Menstruasi

Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 4-5 hari tiap kali menstruasi. Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien adalah 02 Juni 2014.

Riwayat perkawinan

Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 19 tahun.

Riwayat persalinan

1. 1997, perempuan, 3000 gr, spontan , non nakes , 17 tahun. 2. 1999, perempuan, 3100 gr, spontan, puskesmas, 15 tahun. 3. 2004, laki-laki, 3000 gr, spontan, non nakes, 10 tahun. 4. Kehamilan ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Pasien belum pernah melakukan Antenatal Care (ANC).

Riwayat KB

Pasien menggunakan KB jenis implant dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit

Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus baik pada pasien dan keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial

Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Konsumsi alkohol, rokok, dan obat-obatan dikatakan tidak ada oleh pasien.

(20)

20 3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM) Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 78 x/menit Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,7 °C

Tinggi badan : 154cm Berat badan : 50 kg

2. Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor

THT : Kesan tenang

Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen : ~ Status Ginekologi

Ekstremitas : edema - - hangat + + - - + + 3. Status Ginekologi

Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari atas simfisis, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada

Inspeksi V/V : Flx (+), fl (-), pØ (+), terlihat jaringan (+), livide (+) VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), teraba jaringan (+), slinger pain (-), CUAF b/c~12-14 minggu, APCD dalam batas normal.

3.4 Pemeriksaan Penunjang WBC : 9,6 (4,10-11,0) MCH : 33,3 (26.0-34,0) HGB : 14,1 (11,5-18) MCV : 92,7 (80,0-100) HCT : 39,2 (37,0-54,0) MCHC : 36,0 (31,0-36,0) PLT : 224 (150-400) PP Test : (+) BT/CT : 2’00”/8’00”

(21)

21 3.5 Diagnosis

Abortus inkomplit (G4P3003 12-14 minggu)

3.6 Penatalaksanaan Pdx : -

Tx : Kuretase tanpa GA dengan perlindungan oxytoxin drip Mx : keluhan, vital sign

KIE : pasien dan keluarga tentang hasil diagnosis, komplikasi, prognosis, dan rencana tindakan.

3.7 Perkembangan Pasien Selama Perawatan Tanggal 04 September 2014, pukul 14.00 WITA

Telah dilakukan kuretase dengan perlindungan drip oksitoksin, didapatkan uterus antefleksi, sondase 12 cm, jaringan ± 50 gram.

S : Nyeri (+), perdarahan aktif (-), pusing (-) O : Status present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit Temperatur aksila : 36,8 °C Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor THT : Kesan tenang

Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen : ~ status ginekologi

(22)

22 - - + +

Status Ginekologi

Abdomen : distensi (-), BU (+) N Vagina : perdarahan aktif (-)

A : Post Kuretase et causa abortus inkomplit hari ke-0 P : Cefadroxil 2x500 mg per oral

Methyl ergometrin 3x0,125 mg per oral Asam mefenamat 3x500 mg per oral Sulfas Ferosus 2x300 mg per oral.

Mx : keluhan, vital sign, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok, observasi 2 jama post kuretase

KIE : hasil tindakan, prognosis dan observasi 2 jam post kuretase

Tanggal 04 September 2014, pukul 16.00 WITA Observasi 2 jam post kuretase.

S : Nyeri (-), perdarahan aktif (-), pusing (-) O : Status present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Respirasi : 18 x/menit Temperatur aksila : 36,8 °C Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor THT : Kesan tenang

Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

(23)

23 Abdomen : ~ status ginekologi

Ekstremitas : edema - - hangat + + - - + +

Status Ginekologi

Abdomen : distensi (-), BU (+) N Vagina : perdarahan aktif (-)

A : Post Kuretase et causa abortus inkomplit hari ke-0 P : Cefadroxil 2x500 mg per oral

Methyl ergometrin 3x0,125 mg per oral Asam mefenamat 3x500 mg per oral Sulfas Ferosus 2x300 mg per oral.

Mx : keluhan, vital sign, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok KIE : KB post kuretase

3.8 Prognosis

(24)

24 BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien 37 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu pukul 07.00 wita, tanggal 4 September 2014, berupa gumpalan darah serta jaringan berwarna putih. Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien. Terdapat riwayat telat haid dengan hari pertama haid terakhir tanggal 2 Juni 2014. Riwayat trauma dan demam disangkal, begitu pula adanya keinginan untuk menghentikan kehamilan juga disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general dalam batas normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri 2 jari di atas simfisis. Inspeksi vagina menggunakan spekulum ditemukan adanya fluksus (+), flour (-), p

ø

(+), jaringan (+), dan livide (+). Dari pemeriksaan dalam (vaginal toucher) didapatkan fluksus (+), flour (-), p

ø

(+) teraba jaringan, korpus uteri antefleksi dengan besar dan konsistensi sesuai dengan usia kehamilan 12-14 minggu, adneksa parametrium serta cavum douglas dalam keadaan normal.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan tersebut pasien ini didiagnosa sebagai abortus inkomplit dengan keadaan umum penderita masih baik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 20 minggu serta sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri yang diketahui dari terbukanya porsio dengan sisa jaringan yang masih teraba pada pemeriksaan dalam. Pemeriksaan penunjang USG dilakukan untuk mengkonfirmasi kembali apakah masih ada jaringan yang tertinggal di dalam kavum uteri. Pemeriksaan PP test dilakukan untuk memastikan bahwa pasien sedang dalam kondisi mengandung, sedangkan pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk mengevaluasi apakah pasien mengalami anemia, infeksi, atau beresiko untuk terjadinya suatu perdarahan lebih lanjut.

(25)

25 Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu. Dari anamnesis didapatkan bahwa kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Namun penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Untuk mencegah hal ini berulang lagi maka diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menelusuri faktor penyebab terjadinya abortus ini sebagai persiapan kehamilan berikutnya. Faktor emosional juga turut memegang peranan penting sehingga pengaruh dokter sangat besar dalam mengatasi ketakutan dan keresahan pasien. Dianjurkan pada penderita untuk banyak beristirahat serta menghindari aktivitas yang berat.

Penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan baik dengan teknik pembedahan maupun medikamentosa. Adapun penanganan yang dilakukan pada kasus ini adalah kuretase tanpa anestesi umum dengan perlindungan drip oksitosin. Pasca tindakan pasien diberikan medikamentosa berupa asam mefenamat 3 x 500 mg, metil ergometrin 3 x 0,125 mg, sulfas ferosus 2 x 300 mg, serta cefadroxil 2 x 500 mg. Asam mefenamat diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien, metil ergometrin diberikan untuk menimbulkan kontraksi yang spastik pada uterus sehingga mencegah perdarahan yang berkelanjutan, sulfas ferosus merupakan tablet besi penambah darah, sedangkan cefadroxil merupakan antibiotik yang diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan.

Kemudian dilakukan observasi dua jam pasca tindakan untuk mengevaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Pada pasien didapatkan status present dan status general dalam batas normal, lokia (+), serta tidak ditemukan adanya perdarahan aktif. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada dalam kondisi stabil, sehingga pasien dipulangkan dengan melanjutkan terapi yang telah diberikan sebelumnya serta disarankan untuk kontrol kembali ke poliklinik satu minggu kemudian (11 September 2014).

(26)

26 risiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus berulang serta tidak ditemukannya komplikasi pasca tindakan kuretase.

(27)

27 BAB V

SIMPULAN

Pada kasus didapatkan pasien berusia 37 tahun yang sedang hamil muda dengan usia kehamilan 13-14 minggu datang dengan keluhan perdarahan pervaginam disertai keluarnya jaringan berwarna putih. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien didiagnosis dengan abortus inkomplit. Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel disertai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Pada prinsipnya penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apakah terdapat tanda-tanda syok atau tidak. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan kompliksi lain yang mungkin timbul, dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan berupa kuretase tanpa anestesia umum dengan perlindungan drip oksitosin. Dua jam pasca tindakan, kembali dilakukan evaluasi terhadap keadaan umum dan tanda-tanda vaital pasien. Di samping itu, pasien juga disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan pasien.

Sedangkan untuk kehamilan berikutnya, pasien disarankan untuk melakukan asuhan antenatal yang lebih rutin, serta apabila tersedia pemeriksaan penunjang yang memadai, faktor penyebab abortus pada pasien ini harus ditelusuri sehingga dapat mencegah kejadian abortus berulang pada kehamilan berikutnya. Prognosis abortus inkompletus biasanya mengarah ke baik, apabila tindakan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi 2 jam pasca kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil.

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini juga digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara terpaan tayangan reka ulang adegan kejahatan dengan persepsi khalayak akan realitas kejahatan setelah

Ukur absorbansi masing-masing larutan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah ditentukan pada butir 6.4.2.2.3 dengan larutan blanko sebagai titik nol,

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa MA-Alwathoniyyah Semarang melalui sosialisasi aplikasi desain grafis,

Grafik merupakan sebuah gambar yang menjelaskan data angka dalam lembar kerja, dengan visualisasi grafis memudahkan pembacaan data tanpa harus mengungkapkan dengan

Hal-hal yang belum tercantum di perjanjian kerjasama ini dan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan “Pengajian Akbar Memperingati Isra’ Mi’raj Dan Bakti

10 boleh melebihi besarnya mahar atau barang-barang yang telah diberikan suami kepada istri, tidak termasuk besarnya nafkah dan biaya hidup sehari-hari yang telah

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kandungan emisi gas rumah kaca dari pembakaran hutan rawa gambut yang memiliki jenis gambut, karakteristik bahan bakar

Udara yang dikompresi bercampur dengan bahan bakar kemudian bertekanan masuk menjadi proses pembakaran dan keluar dalam bentuk gas panas yang digunakan untuk memutar sudu turbin