• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruhi aktivitas daratan. Resapan air atau daerah tangkapan air. Daerah aliran sungai (DAS) suatu daerah resapan dan tangkapan air DAS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, topografi, iklim, air, relief, fisiografi, tanah dan vegetasi (Komaruddin, 2008). Selain itu DAS merupakan unit manajemen yang bersifat ideal yang mewakili pendekatan multi disiplin untuk pengelolaan sumberdayan untuk dapat mendukung sumber daya alam seperti tanah air dan mitigasi bencana alam sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan (Sriyana, 2019). Tegredasinya DAS mengakibatkan kerusakan lahan pada sekitaran DAS menyebabkan rusaknya air dimana menurunnya kualitas air, penurunan kapasitas penampungan air, penggerusan yang terjadi pada pinggir sungai dan menurunnya kualitas lahan yang terjadi akibat dampak erosi (Wahyunto, 2014). Tergredasinya DAS tersebut akan menimbulkan masalah seperti penurunan debit air, kekeringan pada musim kemarau, banjir saat musim hujan, longsor dan erosi beserta sedimentasi (Komaruddin, 2008).

Pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan air menyebabkan erosi akan lebih mudah terjadi pada DAS, kemudian erosi tersebut menyebabkan hilangnya lapisan pada bagian atas tanah yang sangat subur sebagai penyangga pertumbuhan tanaman yang ada (Komaruddin, 2008). Selain itu erosi menyebabkan hilangnya dan atau berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air pencegah erosi (Pamungkas, et al., 2019). Sering terjadi

(2)

2 penggundulan yang dilakukan pada lereng-lereng bukit, sehingga ketika terjadinya hujan akan menghayutkan atau membawa lapisan tanah (Juita, 2018). Partikel- partikel yang terbawa kesungai ketika hujan akan diendapkan dan menyebabkan sedimen dan pendangkalan pada DAS (Arsyad, 2010).

Sedimentasi yang terjadi memiliki batas tertentu, jika sedimentasi tersebut melebihi maka dapat mempengaruhi kondisi karakteristik dan menyebabkan masalah yang terjadi kepada kehidupan manusia, seperti terjadinya penurunan kualitas air dan banjir (Hambali & Apriyanti, 2006). Pada saat terjadinya erosi, air mengikis dan membawa segala jenis partikel-partikel batuan yang mengalir ke daerah aliran sungai dan akhirnya diendapkan ketika kekuatan pengangkutnya berkurang (Anwas, 2004). Salah satu contoh apabila kedalaman sungai berkurang adalah terjadinya sedimentasi, hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas sungai dalam menampung air atau berkurangnya kemampuan sungai dalam mengalirkan air ke daerah aliran sungai lainnya atau waduk (Arsyad, 2010). Di Indonesia banyak sekali kasus pendangkalan daerah aliran sungai yang disebabkan terjadinya sedimentasi signifikan yang berasal dari erosi lahan yang dipercepat (Hambali &

Apriyanti, 2006).

Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten ini memiliki luas sebesar 27.263,10 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 645.817 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 24 jiwa/ km2 dengan lahan kritis sebesar 1.085.774,60 Ha (Statistik, 2020). Kabupaten ini dilewati oleh sungai Mahakam yang merupakan daerah tangkapan air bagi Kalimantan Timur (Kehutanan, 2010). DAS Mahakam merupakan DAS yang memiliki panjang 7.724.365 Ha yang meliputi 3 wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur serta Kota Samarinda dengan panjang DAS Mahakam 980 km (Watiningsih, 2009). DAS Mahakam ini memilir 37 sub DAS salah satunya yaitu sub DAS Belayan yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sub DAS Belayan merupakan daerah aliran sungai yang berada ditengah DAS Mahakam yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara yang melewati 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Tabang, Kembang Janggut dan Kenohan (Watiningsih, 2009). Panjang sungai Belayan, yaitu 319 km dan memiliki lebar kurang lebih 100 meter dengan luas sub DAS yaitu, 997,729 Ha (Statistik, 2020).

(3)

3 Sub DAS Belayan adalah sumber air yang berperan sangat penting bagi masyarakat karena sub DAS ini merupakan jalur lalulintas yang digunakan masyarakat untuk mencapai kecamatan satu dengan yang lainnya, sumber air untuk kehidupan masyarakat sehari-hari sekaligus sebagai mata pencaharian bagi masyarakat sekitar kemudian sungai Belayan merupakan sarana logitistik pengankutan barang bagi masyarakat (Joepoet, 2013). Sekitar sub DAS Belayan ini terdapat kegiatan UPHHK-HA dan UPHHK-HTI untuk memanfaatkan hasil hutan, hal ini berhubungan dengan kualitas air yang tercemar dengan COD dan Fecal Caliform yang melebihi baku mutu (Laboratorium, 2019).

Lahan kritis pada sub DAS ini disebabkan oleh curah hujan tinggi, kondisi g eofisik seperti topografi yang relatif curam dan jenis tanah yang renta terhadap erosi, pembukaan hutan dan lahan masuk pertambangan hutan, kegiatan perladangan yang tidak ramah terhadap lingkungan serta bencana kebakaran hutan dan lahan (Kehutanan, 2010). Kemudian permasalahan pokok pada aliran sungai Belayan berupa sedimentasi yang disebabkan aliran permukaan, erosi dan longsor yang menyebabkan rusaknya 30 rumah pada kecamatan Tabang, aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI dan perkebunan serta pertambangan, pembukaan lahan dan pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai (Kehutanan, 2010).

Erosi yang terjadi sehingga menyebabkan sedimentasi ini berakibat meluapnya sub DAS Belayan yang mencapai 50 hingga 70 cm pada Kecamatan Tabang dan Kembang Janggut (Wawancara, 2019). Selain menyebabkan banjir ketika musim hujan, ketika musim kemarau menyebabkan air sungai Belayan surut menyebabkan terhambatnya kegiatan logistik dan kegiatan masyarakat yang bergantung kepada sungai Belayan. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah mencanangkan upaya pengerukan akibat sedimentasi yang terjadi untuk mengurangi terjadinya banjir dihulu mahakam karena erosi yang terjadi termasuk dalam tingkat bahaya erosi (TBE) kelas IV dengan besaran 249,66 ton/ha/tahun dengan jenis tanah Padsolik, Merah Kuning, Organosol Glei Humus, Komplek Padsolik Merah Kuning,Latosol & Litosol (Statistik, 2020). Kondisi umum beserta karakteristik sub DAS Belayan diantaranya memiliki iklim seperti curah hujan relatif tinggi, suhu dan kelembaban relatif tinggi, sedangkan kondisi biogeofisik

(4)

4 seperti topografi mulai datar hingga curam dan fisiografi bergelombang dan berbukit dan jenis tanah podsolik yang bersifat renta terhadap erosi (Kehutanan, 2010). Untuk itu perlu dilakukan pencegahan terhadap erosi dan sedimentasi agar erosi yang terjadi tidak melampaui batas erosi yang dapat diabaikan. Sehingga diperlukannya arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub DAS Belayan Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.2 Perumusan Masalah

Daerah aliran sungai Belayan yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu sumber air bersih, jalur lalu lintas sungai untuk mencapai Kecamatan, desa dan Kabupaten serta sebagai tempat mata pencaharian bagi masyarakat sekitar. Sub DAS Belayan merupakan salah satu bagian dari DAS Mahakam yang memiliki tingkat bahaya erosi di kelas IV dimana termasuk dalam kelas besar dengan memiliki nilai 249,66 ton/ha/tahun. Erosi yang terjadi menyebabkan sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan pada sungai Belayan sehingga menyebabkan terjadinya banjir. Banjir yang terjadi pada Kecamatan Tabang dan Kembang Janggut memiliki ketinggian banjir, yaitu 50 hingga 70 centimeter. Selain itu bencana alam yang terjadi adalah tanah longsor dikarenakan tidak adanya teras atau tumbuhan yang dapat mencegah terjadinya erosi yang terjadi menyebabkan rusaknya 30 rumah Mengingat tingkat bahaya erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi maka dibutuhkan suatu arahan pengendalian. Sehingga berdasarkan permasalahan tersebut, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah “bagaimana arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan Kabupaten Kutai Kartanegara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merumuskan arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam mencapai tujuan diatas maka disusun sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut sebagai berikut ini :

1. Mengidentifikasi besar erosi dan sedimentasi di Wilayah Sub daerah aliran sungai Belayan

(5)

5 2. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi dan

sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan

3. Merumuskan arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup wilayah, ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup substansi. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing ruang lingkup :

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Untuk ruang lingkup wilayah pada penelitian ini adalah sub DAS Belayan yang terdiri dari Kecamatan Tabang, Kembang Janggut dan Kenohan. Berikut ini adalah peta DAS Belayan yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara.

(6)

6

*Halaman ini sengaja dikosongkan*

(7)

7 Gambar 1.1 Peta Lokasi Wilayah Studi (Digitasi Penulis, 2019)

(8)

8

*Halaman ini sengaja dikosongkan*

(9)

9 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah mengidentifikasi besar erosi dan sedimentasi dengan menggunakan metode USLE dan volume sedimen, menganalisis faktor yang paling berpengaruh melalui metode regresi linier berganda dan merumuskan arahan pengendalian menggunakan metode prediksi erosi

1.4.3 Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi pada penelitian ini adalah besar erosi dan sedimentasi serta faktor utama penyebab erosi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dan praktisi yang dapat diambil dari penelitian ini dengan tujuan merumuskan arahan pengendalian erosi dan sedimantasi di sub DAS Belayan Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebagai berikut ini :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoritis, yaitu berupa pengetahuan bagi penelitian berikutnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang erosi dan sedimentasi

2. Manfaat Praktisi

Penelitian ini diharapkan memberikan referensi dalam menentukan arahan pengendalian dan pedoman penyusunan arahan pengendalian pada DAS.

1.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan diagram alir sebagai gambaran penelitian yang direncanakan. Berikut ini adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini:

(10)

10 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian (Penulis, 2019)

Tujuan

Untuk mengetahui arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di Sub daerah aliran sungai Belayan

Sasaran

1. Mengetahui besarnya erosi dan sedimentasi di wilayah sub daerah aliran sungai Belayan 2. Mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi di sub

daerah aliran sungai Belayan

3. Merumuskan arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan

Ruang Lingkup Wilayah Kecamatan Tabang, Kembang

Janggut dan Kenohan yang terlewati sungai Belayan

Ruang lingkup Substansi Tingkat Erosi dan Sedimentasi

(erodibilitas, erosovitas, panjang kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan SDR

Output

Arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di sub daerah aliran sungai Belayan Rumusan Masalah

Bagaimana arahan pengendalian erosi dan sedimentasi di Sub daerah aliran sungai Belayan Latar Belakang

Sub das Belayan merupakan salah satu sub das yang dimiliki sungai Mahakam. Sub Das ini memiliki kelas bahaya erosi kelas IV dan pada tahun 2019 sub Das ini mengalami sedimentasi

yang cukup tinggi sehingga menyebabkan meluapnya sub Das Belayan yang mencapai ketinggian 50-70 cm.

Referensi

Dokumen terkait

The comparison of the usefulness of the various monetary aggregates for monetary policy analysis is based on a series of empirical tests: long and short-run money demand stability