BAB 1: PENGENALAN AKUNTANSI DAN UMKM
A. Definisi UMKM Menurut Peraturan Pemerintah
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, usaha dikategorikan berdasarkan aset dan omzet tahunan, sebagai berikut:
Usaha Mikro: Aset maksimal Rp50 juta, omzet tahunan maksimal Rp300 juta.
Usaha Kecil: Aset lebih dari Rp50 juta sampai Rp500 juta, omzet Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.
Usaha Menengah: Aset lebih dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar, omzet Rp2,5 miliar sampai Rp50 miliar.
UMKM mendominasi lebih dari 99% unit usaha di Indonesia dan menyerap sekitar 97%
tenaga kerja nasional (Rahardjo, 2022). Peran mereka sangat penting dalam membangun ekonomi lokal dan nasional.
B. Pentingnya Akuntansi bagi UMKM
Salah satu tantangan utama UMKM adalah pengelolaan keuangan yang lemah, khususnya dalam hal pencatatan dan pelaporan. Banyak pelaku usaha hanya mengandalkan ingatan atau catatan tidak sistematis. Padahal, akuntansi adalah alat penting untuk mengontrol arus kas, menilai kinerja, mengambil keputusan bisnis, dan memenuhi kewajiban hukum seperti pajak (Huda, 2021).
Penerapan akuntansi yang baik membantu UMKM untuk:
Mengetahui posisi keuangan secara akurat
Menghitung laba-rugi usaha dengan benar
Menyusun laporan untuk kebutuhan pembiayaan (bank/KUR)
Memenuhi kewajiban pajak sesuai ketentuan
Buku-buku akuntansi UMKM modern, seperti yang ditulis oleh Sari (2023), menekankan bahwa pencatatan sederhana—bahkan di buku tulis biasa atau aplikasi kas digital—sudah cukup sebagai awal penerapan akuntansi yang efektif di sektor mikro dan kecil.
C. Tantangan Umum Pengelolaan Keuangan UMKM
Berdasarkan temuan Andriyani & Rahayu (2021), beberapa tantangan utama dalam pengelolaan keuangan UMKM di Indonesia antara lain:
1. Kurangnya Literasi Keuangan dan Akuntansi
Banyak pelaku UMKM belum memahami konsep dasar pencatatan, margin, dan perhitungan pajak.
2. Tidak Tersedianya Sistem Pencatatan yang Konsisten
Beberapa pelaku hanya mencatat pemasukan tanpa mencatat pengeluaran, atau sebaliknya.
3. Ketergantungan pada Kas Tunai dan Sistem Manual
Minimnya adopsi digital menghambat efisiensi dan akurasi pencatatan transaksi.
4. Tidak Memisahkan Keuangan Pribadi dan Usaha
Hal ini membuat analisis laba-rugi menjadi tidak akurat dan membingungkan dalam pengambilan keputusan bisnis (Rahardjo, 2022).
Digitalisasi pencatatan keuangan mulai berkembang di kalangan UMKM, sebagaimana dicatat oleh Sari (2022), bahwa penerapan aplikasi keuangan sederhana secara signifikan dapat meningkatkan akurasi data keuangan dan kesiapan pelaporan pajak serta pembiayaan.
D. Kesimpulan
UMKM merupakan sektor dominan dalam struktur ekonomi Indonesia, namun penguatan aspek keuangan dan akuntansi masih menjadi tantangan besar. Akuntansi tidak hanya dibutuhkan oleh perusahaan besar, tetapi juga sangat vital bagi UMKM agar dapat bertahan, tumbuh, dan berkembang secara sehat. Pemahaman dan penerapan akuntansi sederhana adalah langkah awal menuju manajemen keuangan yang profesional, transparan, dan akuntabel (Huda, 2021; Sari, 2023).
📚
Daftar Pustaka
Andriyani, L., & Rahayu, N. (2021). Pengaruh Pemahaman Perpajakan terhadap Kepatuhan UMKM dalam Membayar Pajak. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, 9(2), 112–120.
Huda, M. (2021). SAK EMKM dan Penerapannya di UMKM Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish.
Rahardjo, B. (2022). Akuntansi dan Perpajakan UMKM. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sari, D. (2023). Panduan Lengkap Pajak UMKM: Dari Pendaftaran hingga Pelaporan. Bandung: Pustaka Rakyat.
Sari, M. P. (2022). Digitalisasi Pelaporan Pajak pada UMKM: Studi Kasus di Kota Semarang. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Digital, 3(1), 55–64.