• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab 2 keselamatan pasien

N/A
N/A
hse piot

Academic year: 2024

Membagikan "bab 2 keselamatan pasien"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Intensitas Kebisingan a. Definisi Kebisingan

Kebisingaaadalahaterjadinya bunyiayang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atauamembahayakanakesehatan. (Kemenkes No.

1405, 2002).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7231 (2009) kebisingan adalah semuaasuara yangatidak tidakadikehendakiayang bersumber dariaalat-alat prosesaproduksi dan atauaalat-alat kerjaayang padaatingkat tertentuadapat menimbulkanagangguana pendengaran , menyebabkanaketidaknyamanan, adanakecemasan.

b. Jenis Kebisingan

Menurut Tambunan (2005), kebisingan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Bising Kontinyu

Bisingadimanaafluktuasiadari intensitasnyaatidak lebih daria6 dB dan tidakaputus-putus.

2) Bising Terputus-putus

Bising jenisaini seringadisebutajugaaintermittentanoise, yaituabising yangaberlangsung asecara atidak aterus-menerus, melainkanaterdapat

6

(2)

commit to user

periode arelatifa tenang, misalnyaalalu lintas, kendaraan, kapala terbang, keretaaapi.

3) Bising Impulsif

Bisingajenis iniamemiliki perubahanaintensitasasuara melebihia40 dB dalam waktuasangat cepat danabiasanya mengejutkanapendengarnya seperti suara atembakan suara aledakana mercon, meriam.

c. Standar Nilai Ambang Batas Intensitas Kebisingan Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan dalam dBA

8a Jam 85a

4a 88a

2a 91a

1a 94a

30a Menit 97a

15a 100a

7,5a 103a

3,75a 106a

1,88a 109a

0,94a 112a

28,12a Detik 115a

14,06a 118a

7,03a 121a

3,52a 124a

1,76a 127a

0,88a 130a

0,44a 133a

0,22a 136

0,11a 139

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

d. Pengukuran Kebisingan

Menurut Suma’mur (2014) alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Soundlevel Meter. Alatainiadigunakan untuk

(3)

commit to user

mengukurakebisingan diaantara 30-130adB dan dariafrekuensia20- 20.000 Hz.

e. Gangguan Akibat Kebisingan

Gangguan akibat kebisingan yangaberlebihan dapatamenimbulkan pengaruh padaaperilaku seperti kehilanganakonsentrasi, kehilangan keseimbangan, kecemasanadan disorientasiadan juga kelelahan (Ridley J, 2003).

Kebisinganajugaadapatamenggangguakualitas tidur (noise induced sleep). Tingkatagangguan tidurasangatabervariasi pada setiap orang, mulai dari ringan hingga berat, misalnyaaseringaterbangunatanpa sebab yangajelas, tidakatenang/sering berpindah posisi tidur/frekuensi gerakan tubuh cukupatinggi, perubahan pada gerakanamata (Tambunan, 2005).

f. Pengendalian Kebisingan

Menurut Suma’mur (2014) kebisingan dapat dikendalikan dengan:

1) Pengurangan Peredam pada Mesin 2) Penempatan Penghalang pada Mesin 3) Proteksi dengan Sumbat Telinga 4) Pelaksanaan Waktu Paparan 2. Iklim Kerja

a. Definisi Iklim Kerja

Menurut Ramdan (2007) dalam Suma’mur (2014), iklim kerja adalah akombinasi adaria suhuaudara, kelembabanaudara, kecepatana gerakan dan suhu radiasi. Kombinasiadari keempatafaktoraini

(4)

commit to user

dihubungkanadengan produksiapanas oleh tubuhayang disebutatekanan panas.

b. Jenis Iklim Kerja 1) Iklim Kerja Panas

Iklim kerja ini sangat erat kaitannyaadengan suhuaudara, kelembaban, kecepatanagerakan udara dan panasaradiasi. Di bawah ini beberapa contoh tempatakerja, dengan iklimakerja yang panas, yaitu:

a) Proses produksi yang menggunakan panas, seperti: peleburan, pengeringan, pembakaran logam, dan pemanasan.

b) Tempat kerja terpapar sinar matahari langsung, seperti: bongkar muat barang di pelabuhan, nelayan, petani dan pekerjaan apapun yang langsung berinteraksi dengan matahari tanpa penghalang seperti atap dll.

2) Iklim Kerja Dingin

Terjadi pada sektor industri yakni di pabrik es, kamar pendingin, ruang komputer, ruang kantor dan sebagainya.

c. Sumber Iklim Kerja Panas

Pada dasarnya terdapat sumber panas yang penting menurut (Suma’mur,2014) yaitu :

1) Proses produksi dan mesin yang mengeluarkan panas saat digunakan.

(5)

commit to user

2) Kerja otot tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan sehingga mengeluarkan panas

d. Pertukaran Panas Tubuh dengan Lingkungan Sekitar

Menurut Soeripto (2008) ada beberapa cara pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitarnya maupun panas dari lingkungan terhadap tubuh antara lain :

1) Konduksi

Konduksi adalah pertukaran panas antara tubuh dengan keadaan disekitarnya dengan kontak langsung.

2) Konveksi

Konveksi adalah pertukaran panas antara tubuh dengan keadaan disekitarnya dengan media udara.

3) Radiasi

Pertukaran panas secara radiasi adalah kehilangan panas tubuh adalama bentuk atenagaa elektromagnetika yang panjang gelombangnyaalebih panjangadari sinar matahari.

e. Parameter Iklim Kerja

Menurut Suma’mur (2014) terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas yaitu:

1) Suhu Efektif

2) Indeks Kecepatan Keluar Keringat Selama 4 Jam (Predicted-4 Hour Sweetrate)

3) Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index)

(6)

commit to user 4) ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)

Indeks Suhu Basah dan Bola ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus:

ISBB Outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 suhu kering).

ISBB Indoor =(0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi).

Nilai Ambang Batas untuk ISBB yang diperkenankan, tergantung dari pengaturan waktu kerja dan beban kerja, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja sebagai berikut:

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Panas Prosentase Waktu

Kerja Setiap Jam (%)

ISBB (ºC)

Beban Kerja Ringan

Beban Kerja Sedang

Beban Kerja Berat

75 - 100 31,0 28,0 -

50 - 75 31,0 29,0 27,5

25 - 50 32,0 30,0 29,0

0 - 25 32,0 31,1 30,5

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Berikut merupakan kategori beban kerja ditinjau dari denyut nadi menurut Tarwaka dkk (2004) :

(7)

commit to user

Tabel 2.3 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung

Kategori Beban Kerja

Konsumsi Oksigen (l/menit)

Ventilasi Paru (l/menit)

Suhu Rektal (0C)

Denyut Jantung (denyut/menit)

Ringan 0,5-1,0 11-20 37,5 75-100

Sedang 1,0-1,5 20-31 37,5-38,0 101-125 Berat 1,5-2,0 31-43 38,0-38,5 126-150 Sangat

Berat 2,0-2,5 43-56 38,5-39,0 151-175 Sangat

Berat Sekali

2,5-4,0 60-100 >39,0 >175 Sumber: Tarwaka dkk (2004)

f. Pengukuran Iklim Kerja Panas

MenurutaTarwaka dkk (2004) terdapataalat ukuraISBB modern yakni HeataStressaAreaaMonitor. Pada waktuapengukuranaalat ditempatkanadisekitar sumberapanas dimanaapekerja melakukan pekerjaannya.

g. Gangguan Kesehatan Akibat Tekanan Panas

Jenis gangguan akibat tekanan panas yang berlebihan adalah sebagai berikut :

1) Heat Stroke

Jarang sekali terjadi dalam industri, namun bila terjadi sangatlah hebat. Biasanya terjadi pada seorang laki-laki yang bekerja berat dalam keadaan emosi dalam situasi yang sangat panas dan belum beraklimatisasi sehingga produksi panas dalam tubuh tinggi yang dapat terjadi dalam suhu diatas 30°C, karena

(8)

commit to user

orang Indonesia biasa bekerja pada suhu 24°C-26°C, dengan kelembaban sekitar 85%-95%. (Tarwaka dkk, 2004).

2) Heat Cramps

Pada lingkungan yang bersuhu tinggi, seseorang akan mengeluarkan keringat berlebih dan kondisi tersebut tidak diimbangi konsumsi air putih. (Tarwaka dkk, 2004).

3) Heat Exhaustion

MenurutaBernard (1996) adalamaTarwaka dkk (2004) heat exhaustion adalah keadaan tubuh kehilanganaterlaluabanyakacairan dengan gejalanya: mulut sangat kering, sangat terasa haus, melemahnya tubuh dan merasakan sangat lelah.

4) Heat Syncope

Menurut Bernard (1996) dalam Tarwaka dkk (2004) heat syncope adalah saat aliran darah menuju kulit lebih besar dari aliran darah yang dibawa menuju otak.

5) Dehidrasi

Seseorang yang mengalami dehidrasi, apabila suhu lingkungan meningkat, maka efek fisiologis yang terjadi adalah : peningkatan kelelahan, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekananadarah, mengurangia aktivitas aorgan apencernaan, asedikit peningkatanasuhuaintiadanapeningkatan tajamasuhuashell (suhu kulit akan naik dari 32°C ke 36-37°C).(Tarwaka dkk, 2004)

(9)

commit to user h. Pengendalian Panas

Menurut Tarwaka, dkk (2004) pengendalian terhadap panas dapat dilakukan dengan cara :

1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanis.

2) Mengurangi temperatur udara dan meningkatkat kelembapan udara.

3) Meningkatkan pergerakan udara dan pembatasan terhadap waktu pemaparan panas.

3. Kelelahan Kerja

a. Definisi Kelelahan Kerja

Grandjean dan Kogi (1971) mengemukakan bahwa kelelahan kerja dilihat sebagai keadaan fisik sistemik saraf sentral, akibat aktivitas yang berkepanjangan.

Yoshitake (1971) mendefinisikan kelelahan pada pekerja sebagai semua perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan fenomena psikosoial. Menurut Cameron (1973) kelelahan akan membuat prestasi menurun.

b. Gejala Kelelahan Kerja

Menurut Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1991) gejala kelelahan kerja umum yang dikeluhkan pekerja yakni kelelahan pada sikap, orientasi, dan penyesuaian diatempatakerja saat pekerja mengalamiakelelahan.

(10)

commit to user

Menurut Gilmer (1996) gejala kelelahanakerjaadapat berupa kecemasan, aperubahan tingkah laku, akegelisahan, dan kesukaran tidur serta melemahnya metabolisme. Grandjeanadan Kogi (1971) mengemukakan bahwa gejala kelelahan diantaranya yaitu kehilangan inisiatif, tendensi depresi, kecemasan, peningkatan sifat mudah tersinggung, penurunan toleransi, terkadang perilaku bersifat asosial.

c. Faktor Penyebab Kelelahan Kerja

Menurut Singleton (1972) berdasarkan penyebab kelelahan dalam bekerja ada beberapa macam yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis, dimana kelelahan fisiologis disebabkan oleh suhu dan kebisingan serta kelelahan psikologis disebabkan beban kerja, dan keadaan stres kerja.

ILO (1983) menyatakan bahwa penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan sifat pekerjaan yang monoton serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.

Menurut Suma’mur (2014) faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang termasuk faktor internal antara lain: faktor somatis atau faktor fisik, gizi, jenis kelamin, usia, dan beban kerja. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah keadaan fisik lingkungan kerja antara lain: kebisingan, iklim kerja, pencahayaan, faktor biologis, faktor ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan.

(11)

commit to user d. Pengukuran Kelelahan Kerja

Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara,yaitu:

1) Kualitas dan Kuantitas Hasil Kerja

2) Perasaan Kelelahan Secara Subjektif (Subjective feelings of fatigue) 3) Uji Hilangnya Kerlipan (flicker-fusion test)

4) Uji psiko-motor (psychomotor test)

Menurut Sanders & McCormick (1987) dalam Tarwaka dkk (2004) waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi.

Maurits (2011) menyatakan bahwa tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu:

Tabel 2.4 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Berdasarkan Waktu Reaksi

Klasifikasi Waktu reaksi

Normal 150,0 - 240,0 milidetik

Kelelahan Kerja Ringan 240,0 < x < 410,0 milidetik Kelelahan Kerja Sedang 410,0 ≤ x < 580.0 milidetik Kelelahan Kerja Berat ≥ 580,0 milidetik

Sumber : Maurits (2011) e. Risiko Akibat Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka dkk (2004) risiko akibat kelelahan kerja yaitu : 1) Performasi rendah

2) Kualitas kerja rendah 3) Banyak terjadi kesalahan 4) Stres akibat kerja

5) Penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan

(12)

commit to user 6) Cidera

7) Terjadi kecelakaan disaat bekerja

f. Manajemen Pengendalian Risiko Akibat Kelelahan Kerja

Menurut Maurits (2011) manajemen pengendalian risiko akibat kelelahan adalah melalui:

1) Promosi kesehatan kerja

2) Pencegahan terhadap adanya kelelahan kerja 3) Rehabilitasi kelelahan kerja

4) Evaluasi program pengendalian kelelahan kerja

4. Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja

Menurut Sasongko (2000) kebisingan dapat menyebabkan gangguan-gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan serta perasaan lelah. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama kejadian, kompleksitas spektrum atau kegaduhan dan ketidakteraturan kebisingan.

Apabila kebisingan di tempat kerja diterima dalam waktu lama lebih dari 8 jam per hari atau dalam 8 jam perhari namun melebihi NAB maka dapat menyebabkan penyakit psychosomatic berupa stres akibat kerja.

Melalui serangkaian jalur pendengaran, di dalam pusat pendengaran impuls yang datang akan dianalisis sebagai bunyi. Bunyi tersebut kemudian akan diinterpretasikan oleh persepsi individu sebagai suara yang tidak mengganggu atau yang sifatnya mengganggu yang dikenal sebagai bising (Ganong , 2003)

(13)

commit to user

Menurut Stuart dan Sundden (1998) dalam Rosanti (2014) kebisingan yang diinterpretasikan oleh persepsi individu sebagai suara yang mengganggu menimbulkan terjadinya kecemasan, kemudian individu menggunakan berbagai mekanisme coping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.

Terjadinya kecemasan sangat berhubungan dengan sistem imun yang hubungannya dengan kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan kerja. Sistem imun sangat dipengaruhi oleh kinerja sistem hormon dari poros (axis) Hyphotalamic Pituitary Adrenal (HPA) dan poros (axis) Sympathetic Adrenal Medullary (SAM) (Ader, 2000;

Padget and Glaser, 2003 dalam Rosanti 2014).

Menurut Heryati E dan Faizah N (2008) dalam Rosanti (2014), stresor pertama kali ditampung oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak disistem saraf pusat. Dari pusat emosi yaitu kelenjar HPA akan meningkatkan aktifitas hormon cortisol yang kemudian akan merusak sel-sel neuron di hipotalamus sehingga terjadi atrofi hipotalamus, dan menyebabkan kecemasan, cortisol yang meningkat terus dapat mempengaruhiakekebalan tubuh dengan menggangguametabolismeatubuh.

Pelepasan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dari hipotalamus lebih memberikan kontribusi untuk aktivasi dari sumbu SAM. Serabut saraf simpatis memicu pelepasan catecholamines ke dalam

(14)

commit to user

aliran darah oleh medula adrenal, dan perifer serabut saraf simpatis melepaskan norepinephrine tambahan. Sumbu ini menghasilkan perlawanan klasik respon, ditandai dengan peningkatan denyut jantung, pernapasan dan pengalihan aliran darah pencernaan ke otot rangka.

Catecholamines yang meningkat dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan mengganggu metabolisme tubuh (Thomton L.M dan Andersen B, 2006 dalam Rosanti, 2014).

Menurut Heryati E dan Faizah N (2008) dalam Rosanti (2014), metabolisme tubuh yang terganggu akibat kecemasan menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot atau peredaran darah (metabolisme tubuh terganggu) yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan.

5. Hubungan Iklim Kerja Panas terhadap Kelelahan Kerja

Akibat suhu lingkungan yang tinggi maka suhu kulit akan meningkat, proses selanjutnya adalah terjadi dilatasi pembuluh darah.

Keluarnya keringat adalah proses selanjutnya setelah terjadi dilatasi pembuluh darah. Pada keringat terkandung bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga mengahambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. (Suma’mur,2014)

Terhambatnya transportasi glukosa sebagai sumber energi akan menyebabkan penurunan kontraksi otot kemudian tubuh akan mengalami kehilangan cairan, kehilangan garam, menurunnya kemampuan

(15)

commit to user

berkeringat yang menyebabkan berkurangnya cadangan energi didalam tubuh dimana proses tersebut dipengaruhi juga oleh usia dan status gizi.

Berkurangnya cadangan energi akan menyebabkan akumulasi asam laktat sehingga efisiensi otot akan menurun yang akan merangsang sistem syaraf yang ada di dalam kortek serebri, proses ini juga dipengaruhi faktor mental dan psikologi untuk menaikan sistem inhibisi dalam thalamus dan menurunkan sistem aktivasi dalam formasio retikularis yang menyebabkan penurunan waktu reaksi sehingga tubuh akan mengalami kelelahan. (Guyton dan Hall, 2008)

(16)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Kelelahan Kerja Iklim Kerja Panas

Suhu tubuh meningkat

Menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah Pengeluaran keringat bersama dengan natrium klorida sehingga

kadarnya berkurang Menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi

Penurunan kontraksi otot

Asam laktat terakumulasi

Faktor Eksternal : Masa kerja, lama pemaparan, beban kerja Faktor Internal : Usia, status

gizi, jenis kelamin

Cadangan energi berkurang

Efisiensi otot menurun Merangsang sistem syaraf

pada korteks serebri Dipengaruhi cardia rythem, faktor

mental, dan psikologi Merangsang sistem syaraf

pada korteks serebri

Meningkatkan system inhibisi pada thalamus dan menurunkan system aktivasi dalam formasio retikula

Metabolisme Tubuh serta Kekebalan Tubuh Terganggu

Suara Bising

Suara yang Mengganggu (Kecemasan)

Peningkatan Catecholamines HPA Axis

Hipotalam us

Coping Suara yang Tidak

Mengganggu

Otak Telinga :

Gendang Telinga (Membrane Thympani) Maleus, inkus, stapes

Cochlea Sel-sel rambut Impuls Syaraf

SAM Axis Locus Cureoleus

Peningkatan Cortisol

Adrenal Medulla CRH

Penurunan waktu reaksi

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

(17)

commit to user C. Hipotesis

Ada hubunganaintensitasakebisinganadanaiklimakerjaapanasa terhadap kelelahanakerjaa padaapekerjaa industriagamelanabekonanga sukoharjo.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan pada pekerja bagian Sizing PT.. Iskandar Indah Printing Textile

Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh iklim kerja panas terhadap dehidrasi dan kelelahan pada tenaga kerja

“ PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP DEHIDRASI DAN KELELAHAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN BOILER DI PT ALBASIA SEJAHTERA MANDIRI KABUPATEN SEMARANG ”.. Dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor individu, beban kerja, intensitas pencahayaan, dan iklim kerja panas dengan tingkat kelelahan kerja

Bila vena superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar sampai

PER 13/MEN/X/2011 tentang Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga

Lingkungan dengan iklim yang bersuhu tinggi menyebabkan tubuh akan mengalami pengeluaran keringat yang berlebihan, sehingga meningkatkan kehilangan cairan dan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh iklim kerja panas dengan beban kerja dan kelelahan, serta mengevaluasi kalori ekstra dan waktu istirahat yang