• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

Uji pemboran dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh contoh tanah tidak terganggu dan contoh tanah terganggu. Hasil uji pemboran dapat digunakan untuk mengkorelasikan lapisan tanah/batuan dan untuk mengidentifikasi sifat fisik dan karakteristik batuan dasar. Tujuan dari uji pemboran adalah untuk mengetahui lokasi dan kedalaman tanah keras pada saat merancang pondasi tiang bor pada gedung bertingkat.

Sampel yang diperoleh dari uji pengeboran selanjutnya digunakan untuk menentukan parameter tanah melalui uji laboratorium. Pengujian pengeboran dilakukan dengan cara memutar dan menekan satu tabung yang dipasangi bor pada bagian bawahnya dengan menggunakan bor putar. Kajian tanah dilakukan di laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah seperti sifat fisik tanah dan sifat mekanik tanah, yang selanjutnya digunakan untuk menghitung daya dukung tanah dan stabilitas bangunan bertingkat.

Berat isi kering adalah perbandingan antara berat butiran dan volume total tanah, dinyatakan dalam gr/cm³. Porositas adalah perbandingan volume pori (Vv) terhadap volume total (V), dinyatakan dalam persentase atau nilai desimal. Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara volume air (Vw) dengan volume total porositas tanah (Vv), yang dinyatakan dalam persen.

Uji konsolidasi tidak boleh dilakukan apabila tanah tersebut merupakan tanah liat yang sangat terkonsolidasi, karena pada jenis tanah liat ini, sepanjang beban yang diberikan tidak berlebihan maka penurunan yang terjadi sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Gambar 2.1 Uji Penetrasi Standar  Sumber : (Look, 2007)
Gambar 2.1 Uji Penetrasi Standar Sumber : (Look, 2007)

Koefisien Tekanan Tanah dalam Kondisi Diam (k 0 )

Koefisien Tekanan Tanah Aktif (k a )

Koefisien Tekanan Tanah Pasif (k p )

Tanah Timbunan Oprit

Lapisan perkerasan di atas timbunan harus selalu mempunyai permukaan yang rata, sehingga timbunan harus kuat terhadap masalah deformasi. Permasalahan yang terjadi baik karena beban lalu lintas maupun cuaca akan mengakibatkan perkerasan di atas tanggul jalan masuk mengalami kerusakan (misalnya gelombang, alur, penurunan) yang dapat diikuti dengan keretakan. Perubahan bentuk lapisan tanah bawah dapat disebabkan oleh rendahnya kekuatan atau daya dukung (tanah lunak), pemuaian, penyusutan dan pemadatan lapisan tanah bawah serta konsolidasi tanah di bawah lapisan tanah bawah.

Tanggul yang dirancang dan dibangun dengan hati-hati akan memiliki kemiringan yang stabil dan tidak akan mengalami penurunan tanah sampai batas tertentu. Spesifikasi Umum Bina Marga (Spesifikasi Umum Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan 2018, 2018) menyatakan bahwa bahan pengisi dapat berasal dari tanah galian. Tanah yang mengandung bahan organik, seperti tanah OL, OH, dan Pt dalam sistem USCS, serta tanah yang mengandung daun, rumput, akar, dan serasah.

Tanah dengan kandungan air alami yang sangat tinggi sehingga tidak praktis untuk dialirkan guna mencapai toleransi kadar air pemadatan (melebihi kadar air optimum + 1%). Tanah ekspansif yang mempunyai sifat penyusutan tinggi dan sangat tinggi menurut klasifikasi Van Der Merwe dicirikan oleh retakan memanjang yang sejajar dengan tepi jalan. Penurunan segera adalah penurunan yang terjadi akibat adanya perubahan bentuk elastis tanah tanpa adanya perubahan kadar air.

Penurunan konsolidasi atau subsiden disebabkan oleh perubahan volume tanah akibat keluarnya air dalam pori-pori tanah.

Perkuatan Tanah dengan Geotextile

Stabilitas Eksternal

Batasan eksentrisitas gaya-gaya yang dihasilkan (batasan momen guling) Untuk menjaga kestabilan terhadap guling seperti pada Gambar 2.10, perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan. Perhitungan qult menggunakan teori daya dukung untuk pondasi dangkal, sedangkan qact adalah tegangan yang diakibatkan oleh beban luar (berat timbunan dan beban lain yang bekerja pada timbunan). Restraining Moment (Mr) dicari dalam perhitungan stabilitas global. 2.32) Si adalah gaya tarik geotekstil seperti terlihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.10 Guling (Over Turning)
Gambar 2.10 Guling (Over Turning)

Stabilitas Internal

Abutment

Pembebanan pada Abutment

Berat sendiri adalah berat bagian dan unsur struktur lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini berat bahan dan bagian bangunan atas jembatan yang merupakan elemen struktur, ditambah elemen nonstruktural yang dianggap tetap. - Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar air, kohesi geser internal, dll.) harus diperoleh dari hasil pengukuran tanah dan uji lapangan atau laboratorium. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan menggunakan nilai nominal γs dan nilai desain c dan ɸf.

Tanah di belakang dinding penahan biasanya mengalami beban tambahan jika beban lalu lintas bekerja pada bagian dari zona keruntuhan aktif teoretis. Besarnya beban tambahan ini sama dengan tanah setebal 0,7 m, yang bekerja sama besarnya pada bagian tanah yang dilewati beban lalu lintas. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah pada arah lateral dan faktor beban yang digunakan harus sama dengan yang ditentukan pada perhitungan tekanan tanah lateral.

Beban ini diperoleh dari perencana konstruksi jembatan, berupa besarnya respon posisi beban yang bekerja pada gelagar jembatan dan didistribusikan ke seluruh abutmen. Beban lalu lintas ditambahkan pada seluruh lebar permukaan jalan dan ditentukan berdasarkan kelas jalan dari Tabel 2.9. Ketinggian air yang rendah dan tinggi harus ditentukan sepanjang umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatik dan daya apung.

Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan dengan mengalikan koefisien respon elastis (Csm) dengan berat ekivalen struktur, yang kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respon (Rd) dengan rumus sebagai berikut. EQ : adalah gaya gempa statis horizontal (kN) Csm : adalah koefisien respon gempa elastis Rd : adalah faktor perubahan respon. Wt: adalah berat total struktur, terdiri dari beban mati dan beban hidup (kN).

Tabel 2.9 Beban lalu lintas untuk analisis stabilitas dan beban di luar jalan  Kelas Jalan  Beban Lalu
Tabel 2.9 Beban lalu lintas untuk analisis stabilitas dan beban di luar jalan Kelas Jalan Beban Lalu

Stabilitas Abutment

Besarnya tekanan ijin tergantung pada dimensi pondasi dan beban yang bekerja pada tumpuan jembatan.

Ketahanan Fondasi Tiang Pancang terhadap Gaya Lateral

Menurut NAFVAC DM-7 (1971), gaya lateral yang bekerja pada pondasi tiang pancang seperti terlihat pada Gambar 2.15 dibedakan menjadi tiga kondisi antara lain. Hitung defleksi, momen dan gaya geser pada kedalaman yang dipertimbangkan, berdasarkan rumus pada Gambar 2.16. Gaya geser maksimum diasumsikan terjadi pada bagian atas tiang yang besarnya untuk 1 tiang.

P : besarnya gaya geser pada 1 tiang PT : besarnya gaya geser total yang bekerja n : jumlah tiang.

Gambar 2.14 Kurva Untuk Menentukan Nilai f Dari Berbagai Jenis Tanah  Sumber : NAVFAC DM-7 (1971)
Gambar 2.14 Kurva Untuk Menentukan Nilai f Dari Berbagai Jenis Tanah Sumber : NAVFAC DM-7 (1971)

Plaxis 2D (Berbasis Elemen Hingga)

Selain itu, jika model elemen hingga mencakup elemen struktur, maka gaya struktur pada elemen tersebut juga akan dihitung. Program keluaran berisi segala fasilitas untuk menampilkan hasil data masukan yang dibentuk dan hasil perhitungan elemen hingga. Plaxis secara otomatis membentuk jaringan elemen hingga 2D acak dengan opsi untuk menyempurnakan jaringan secara global dan lokal.

Elemen pelat dapat digunakan untuk memodelkan pembengkokan dinding penahan, lapisan terowongan, elemen cangkang, dan struktur tipis lainnya. Elemen pelat dengan antarmuka dapat digunakan untuk melakukan analisis struktur geoteknik yang realistis. Distribusi tekanan air pori yang kompleks dapat dihitung berdasarkan ketinggian dari grafik freatik atau masukan langsung dari nilai tekanan air.

Sebagai alternatif, perhitungan aliran air statis dapat dilakukan di dalam tanah untuk mendapatkan distribusi tekanan air pori untuk masalah aliran statis atau rembesan. Plaxisl mendukung berbagai model konstitutif untuk memodelkan perilaku material tanah dan material kontinum lainnya. Model ini mencakup 2 (dua) parameter kekakuan yaitu modulus Young (E) dan rasio Poisson (v). 2) Model Mohr-Coulomb.

Model ini mencakup 5 (lima) parameter utama yaitu modulus Young (E), bilangan Poisson (v), kohesi (c), sudut gesek (ϕ) dan sudut dilatansi (ѱ). 3) Model pengerasan tanah. Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastik, diformulasikan dalam lingkup plastisitas pengerasan gesekan. Model dua derajat ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku tanah berpasir, kerikil, dan jenis tanah yang lebih lunak seperti lempung dan lanau.

Model ini merupakan model Cam-Clay yang digunakan untuk memodelkan perilaku tanah lunak seperti lempung dan gambut yang terkonsolidasi secara normal. Aliran air pori terkadang dapat diabaikan karena permeabilitasnya yang sangat rendah (tanah liat) atau karena laju pembebanan yang sangat tinggi. Dengan perilaku ini, baik tekanan air pori awal maupun tekanan air pori berlebih tidak akan diperhitungkan sama sekali.

Penelitian Sebelumnya

Perilaku ini jelas berlaku pada tanah kering, kasus dimana drainase penuh terjadi karena permeabilitas tinggi (tanah berpasir) dan juga kasus dimana laju pembebanan sangat rendah. 2) Perilaku yang tidak terkuras. Semua cluster yang terindikasi tidak terdrainase sebenarnya juga tidak terdrainase, meskipun cluster atau bagian dari cluster tersebut berada di atas garis freatik (muka air). 3) Perilaku tidak berpori. Doni Hidayat dan Gawit Hidayat (2015) dalam jurnalnya yang berjudul Analisa Kerusakan Abutment Jembatan Koto Gasib Kabupaten Siak Provinsi Riau abutmen pada jembatan mengalami keruntuhan rotasi akibat gaya lateral tanah yang terjadi pada tanggul. dan gaya aksial yang diterima abutmen menyebabkan pondasi mengalami defleksi.

Analisa batuan dengan software Plaxis 2D menunjukkan bahwa akibat adanya tekanan tanah lateral aktif tanggul, tiang pancang mengalami perpindahan total muka air sebesar 1,98 meter - 1,5 meter di bawah permukaan tanah, dan tinggi muka air 4,84 meter. -3 meter di bawah permukaan tanah dan 1,97 meter ke dasar yang diperkuat dengan keris sehingga menyebabkan fasilitas tersebut runtuh. Proses keruntuhan yang terjadi pada abutmen harus dianalisis oleh perencana dengan membandingkan faktor keamanan pada kondisi beban berbeda yang diterima abutmen. Rahman Djamaluddin dan Muhammad Zeid (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Stabilitas Abutmen Pada Pondasi Sumur dan Tiang Pancang Pada Lapisan Tanah Lempung Lunak (Studi Kasus Jembatan Toddoppuli Makassar) menunjukkan adanya penurunan nilai faktor keamanan dari kondisi tanah asli SF = 2,703, setelah ditambah tanggul nilainya menurun menjadi SF = 2,074 dan setelah abutment dan pondasi nilai SF = 1,067.

Nilai faktor keamanan menurun dan abutmen mengalami keruntuhan seiring dengan adanya beban alat berat dan beban tambahan struktur jembatan menjadi SF = 0,914. Oleh karena itu, perkuatan tanah pada area tanggul ramp merupakan faktor penting dalam mencegah runtuhnya abutmen jembatan. Hafidh Baequnie (2015) dalam jurnalnya yang berjudul Perencanaan Abutmen dan Badan Kereta Api STA 180+500 Double Track Madiun-Paron mengemukakan bahwa geotekstil dapat digunakan untuk mencegah longsornya tanggul, kemudian dalam hal mencegah pemadatan tanah dasar, geotekstil berguna sebagai kaleng. mencegah pencampuran tanggul terpilih dengan tanah dasar yang buruk.

Gambar

Gambar 2.1 Uji Penetrasi Standar  Sumber : (Look, 2007)
Tabel 2.1 Korelasi Nilai N-SPT dan Konsistensi Tanah
Gambar 2.2 Skema Alat Triaksial  (Sumber: SNI-03-4813, 2004)
Gambar 2.3 Sketsa Alat Konsolidometer (oedometer)  (Sumber: SNI-2812,2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

gaya orthogonal terhadap batang gaya horizontal pada tiang tegak dan momen lentur yang bekerja pada ujung tiang, seperti gaya luar yang bekerja pada keliling tiang selain dari kepala